Wednesday, October 24, 2007

Kolom IBRAHIM ISA - PERJUANGAN RAKYAT PALESTINA & - KEWAJARAN SOLIDARITAS ASIA - AFRIKA

Kolom IBRAHIM ISA

-----------------------------

Rabu, 24 Oktober 2007


PERJUANGAN RAKYAT PALESTINA &

KEWAJARAN SOLIDARITAS ASIA - AFRIKA


Sebuah berita dari Jakarta, -- (Tempo, 23 Oktober 2007) -- , mengungkapkan bahwa, bersama Afrika Selatan, Indonesia berrencana menggelar konferensi untuk Palestina. Konferensi ini akan diikuti negara-negara Afrika dan Asia. Tujuannya: - - - Meningkatkan kapasitas Palestina. Demikian berita dari Jakarta.


Meskipun berita tsb belum dikonfermasi resmi oleh Kementerian Luarnegeri RI, -- ide menggelar konferensi negeri-negeri Asia-Afrika, dengan tujuan membantu perjuangan rakyat Palestina, itu sepenuhnya nyambung dengan SEMANGAT BANDUNG. Hal itu menjawab tuntutan perjuangan rakyat Palestina untuk kemerdekaan bagi bangsa dan negerinya.


Salah satu keputusan Konferensi Asia-Afrika di Bandung (1955), adalah mendukung perjuangan rakyat Palestina. Indonesia sebagai salah satu pemrakarsa dan tuanrumah dari Konferensi Bandung yang bersejarah dan membikin sejarah itu, seharusnya sudah lebih dulu mencetuskan IDE SOLIDARITAS ASIA-AFRIKA terhadap perjuangan rakayat Palestina. Jangan sekal-kali melupakan bahwa ketika bangsa kita sedang berjuang melawan kolonialisme dan imperialisme untuk kemerdekaan nasional yang penuh, banyak bangsa-bangsa lain, khususnya Asia dan Afrika dengan sepenuh hati mendukung dan membantu perjuangan kita. Jangan sekali-kali melupakan solidaritas Asia-Afrika tsb.


Konferensi Asia-Afrika, Bandung, 18 - 29 April 1955, yang dihadiri oleh 29 negeri dan wilayah Asia dan Afrika, menandaskan dalam Komunike Akhir Konferensi bahwa:


'Mengingat ketegangan di Timur Tengah yang disebabkan oleh keadaan di Palestina serta ketegangan tersebut dapat membahayakan perdamaian dunia, Konferensi Asia - Afrika menyatakan dukungannya terhadap hak-hak penduduk Arab Palestina dan menyerukan agar resolusi tentang Palestina dilaksanakan serta dicapainya penyelesaian damai persoalan Palestina.' <>.


* * *


Dalam keterangan pers bersama Presiden MAHMOUD ABBAS, Presiden Bambang Susilo Yudhoyono, dalam kesempatan itu, telah mengeluarkan prakarsa yang benar dan tepat. Prakarsa SOLIDARITAS ASIA-AFRIKA, yang bersumber pada KONFERENSI Asia-Afrika di BANDUNG, 52 tahun yang lalu.


Pernyataan SBY tsb seyogianya, sudah sejak lama direncanakan dan diusahakan, tanpa menunggu kunjungan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Yang diperlukan sekarang adalah tindak-lanjut, suatu follow-up yang tegas dan segera. Kementerian Luar Negeri RI, tanpa menanti-nanti lagi, seyogianya mengambil langkah-langkah kongkrit pendekatan dengan negara-negara Asia dan Afrika demi perealisasian solidartas Asia-Afrika dengan perjuangan rakyat Palestina.


HIDUPNYA KEMBALI SEMANGAT SOLIDARITAS ASIA -AFRIKA

Sejarah Asia-Afrika dan sejarah dunia mencatat, bahwa, yang paling ditakuti dan dibenci oleh kolonialisme, imperialisme, apartheid Arika Selatan dan 'zionisme' ---- ketika itu, adalah SEMANGAT PERJUANGAN KEMERDEKAAN serta SOLIDARITAS dalam perjuangan demi bebas dari kolonialisme dan imperialisme. Solidaritas, atau SEMANGAT Bandung yang lahir dari KONFENRENSI ASIA-AFRIKA di Bandung adalah semangat dan solidaritas perjuangan untuk lepas dari kolonialisme. Adalah solidaritas memperjuangkan identitas sendiri yang berdikari, yang bebas dari pertarungan dan tekanan negara-negara besar supra dalam 'Perang Dingin' ketika itu. Suatu semangat perjuangan bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang mengambil posisinya sendiri dalam kehidupan bangsa-bangsa, yang sama derajat dengan bangsa-bangsa lainnya. Suatu semangat yang memperjuangkan suatu politik luarnegari yang bebas dan aktif untuk perdamaian dunia.


Dalam peryataan solidaritas Indonesia dengan Palestina dalam perjuangan demi kemerdekaan bangsa dan tanah air Palestina, Presiden SBY a.l. menyatakan:


'Harapan kami, komunitas Asia-Afrika memiliki tanggung jawab ikut memberikan bantuan kapasitas sehingga Palestina memiliki kemampuan yang akhirnya nanti menjadi negara yang berdaulat dan merdeka'.


Dalam sambutannya atas prakarsa Indonesia tsb, Presiden Mahmoud Abbas (Juga Ketua Komite Eksekutif PLO - Palestinian Liberation Organization - organisasi pejuang pembebasan Palestina yang utama terpenting di Palestina --) menyatakan:


"Itu dukungan yang nyata yang diharapkan bangsa kami,"



* * *


PENGARUH IMBANGAN KEKUATAN DALAM PETA POLITIK DUNIA


Dengan sedikit menoleh ke balakang, ke situasi dan peta politik serta imbangan kekuatan di dunia internasional dewasa itu, sedikit-banyak bisa difahami mengapa dukungan yang diberikan Konferensi Asia-Afrika terhadap perjuangan rakyat Palestina, belum sampai dengan jelas-jelas menyebut hak rakyat Palestina untuk berdiri sendiri sebagai suatu bangsa yang merdeka dan sama derajat dengan bangsa-bangsa lainnya. Bisa dibaca sendiri rumusan Komunike Konferensi Asia-Afrika, betapa 'moderatnya' sikap Konferensi terhadap masalah Palestina ketika itu. Itu sepenuhnya mencerminkan latar belakang politik negeri-negeri yang hadir dalam Konferensi Asia - Afrika tsb.


Disatu fihak kekuatan politik pro-perjuangan kemerdekaan hadir dengan baik, seperti Indonesia, India, Burma, Mesir dll --- Kekuatan ini diperkokoh lagi dengan kekuatan pro-perjuangan kemerdekaan, dengan hadirnya negeri-negeri Sosialis yang tegas anti-kolonial dan anti-imperialis seperti Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Demokrasi Vietnam.


Tapi di fihak lain, hadir juga negeri-negeri yang pro-Barat dan pro-Amerika Serikat, sperti Republik Vietnam Selatan yang siapapun tau adalah negara ciptaan kolonialis Perancis dan AS; Filipina yang pemerintahnya sepenuhnya mendukung politik AS dan Barat; serta pemerintah-pemerintah lainnya seperti Muangthai dan Jepang, yang mengenai masalah-masalah internasional penting umumnya memihak Barat. Tambah lagi dengan sikap PBB ketika itu yang masih didominasi oleh AS, yang jelas mendukung terbentuknya negara Israel. Padahal negara Israel didirikan, melalui perang dengan membantai dan mengusir penduduk Arab Palestina di wilayah tsb.


Namun, betapapun moderatnya rumusan Konferensi Asia-Afrika di Bandung, pernyataan yang dikeluarkannya dengan tegas mengambil sikap mendukung 'terhadap hak-hak penduduk Arab Palestina.'


* * *


LIKU-LIKUNYA -- PERJUANGAN RAKYAT PALESTINA

Perjuangan rakyat Palestina melawan pendudukan Israel untuk kemerdekaan tanah air dan bangsanya, telah berlangsung lama dan telah melalui lika-liku yang tak terbayangkan serta pengorbanan yang tak terhitung nilainya.


Situasi perjuangan rakyat Palestina belakangan ini memang mengalami kesulitan baru. Kesulitan muncul ketika daerah Gaza (Palestina) yang merupakan bagian dari wilayah adminstrasi Palestina, - - - terdiri dari Tepian Barat Jordan (West Bank of Jordan) dan Gaza, --- mengalami perubahan drastis. Penyebabnya ialah, karena, salah satu kekuatan perjuangan kemerdekaan Palestina, yaitu HAMAS - Gerakan Perlawanan (Islam) Palestina , yang muncul sebagai pemenang dalam pemilu (2006). dengan kekerasan mengambil oper kekuasaan di Gaza dari pemerintahan Presiden Abbas yang oleh PNA - Palestinian National Authority - dalam tahun 2005 telah dipilih sebagai Presiden Palestina.. Sehingga dengan demikian terjadilah perpecahan dalam kekuatan politik yang memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Situasi baru yang muncul itu, menyebabkan terhentinya usaha pemecahan masalah Palestina lewat perundingan dengan Israel.


PENGARUH AMERIKA YANG DOMINAN HARUS DIAKHIRI


Selama ini usaha perundingan mengenai masalah Palestina, hanya bisa berlangsung, bila itu disponsori oleh AS. Hal itu disebabkan oleh pengaruh dominan AS terhadap mati-hidupnya Istael. Suatu hal yang tidak mengherankan karena Israel bisa bertahan di tengah-tengah negeri-negeri Arab yang menentangnya, berkat bantuan dana, ekonomi, manusia (imigran orang-orang Yahudi dari AS) dan senjata dari AS.


Situasi ini tidak boleh berlangsung terus. Sudah waktunya bangsa-bangsa Asia-Afrika yang peduli kemerdekaan nasional, simpati dan solider dengan perjuangan pembebasan rakyat Palestina, mengusahakan perubahan. Suatu perubahan yang mendasar dalam pemecahan masalah Palestina. Di sinilah arti penting keterlibatan bangsa-bangsa dan negeri-negeri Asia dan Afrika dalam proses penyelesaian dan pembebasan Palestina.


Maka rencana untuk menyelenggarakan konferensi negeri-negeri Asia - Afrika untuk membantu perjuangan rakyat Palestina, bila diusahakan dengan baik, tanpa syarat apapun dan dengan sikap tidak mecampuri masalah yang timbul di kalangan perjuangan rakyat Palestina ---- berangsur-angsur bisa mengarah ke perubahan imbangan kekuatan-kekuatan politik yang terlibat dalam penyelesaian masalah Palestina. Bila hal ini berhasil diusahakan akibatnya tidak lain hanya menguntungkan rakyat Palestina.


* * *




Monday, October 22, 2007

Kolom IBRAHIM ISA - QUO VADIS KOMISI KEBENARAN & REKONSILIASI

Kolom IBRAHIM ISA

-----------------------------

Senin, 22 Oktober 2007



QUO VADIS KOMISI KEBENARAN & REKONSILIASI

<- K K R ->


Tercetus berita -- mudah-mudahan benar dan menjadi kenyataan adanya -- bahwa sedang

diusahakan, didesakkan kepada SBY oleh kalangan aktivis HAM, untuk menghidupkan kembali usaha sekitar KKR - Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi .


Berkat 'jasa' Mahkamah Konstitutsi yang kontroversial dan sering bikin 'kejutan' itu, maka UU KKR yang sudah disahkan oleh DPR, begitu saja dibatalkan. Tersimpul harapan kecil bahwa berita yang masih sayup-sayup sampai itu, merupakan pertanda yang bisa dipercaya, bahwa memang, mengenai masalah KKR dan uu-nya yang belum lagi berkiprah sudah dibunuh dalam kandungan.


Para pembunuh usaha KKR, mengidap pengertian yang keliru besar. Mereka menganggap bahwa penanganan masalah korban Peristiwa 1965, dimulainya suatu KKR, itu akan 'membuka luka-luka lama'. Padahal, -- begitu diberikan alasan -- , peristiwa tsb 'sudah begitu lama'. .


Mereka bicara tentang keadilan dan hukum, HAM dan Demokrasi, tetapi tidak memahami bahwa masalah pembantaian masal dalam Peristiwa 1965 terhadap warganegara yang samasekali tidak bersalah, bukanlah semata-mata masalah pelanggaran HAM terbesar. Bukanlah semata-mata mengenai masalah merehabilitasi para korban tersebut, memulihkan nama baiknya yang sudah dirusak samasekali, dihina, difitnah sebagi pengkhianat dsb, hak-hak kewarganegaraan dan hak-hak politiknya dicabut sewenang-wenang, tanpa proses pengadilan apapun ---. Bukan itu saja.


Segi lainnya dari pelanggaran HAM terbesar sekitar Peristiwa 1965 tsb, ialah, bahwa peristiwa tsb merupakan titik pangkal dan dasar dari pelanggaran fundamental terhadap prinsip-prinsip negara Republik Indonesia sebagai NEGARA HUKUM. Pengrusakan negara RI sebagai negara hukum, dimulai a.l. dengan pembangkangan Jendral Suharto ( seorang bawahan) terhadap atasannya Presiden Panglima Tertinggi Sukarno. Kemudian diikuti dengan menjegal ketetapan Presiden Sukarno menunjuk Jendral Pranoto Reksosamudro sebagai caretaker sehari-hari pimpinan AD. Diteruskan lagi dengan tindakan Jendral Suharto mengangkat dirinya sendiri sebagai panglima AD. Kemudian ia berkompolot (dengan Jendral Sarwo Edhi) mensabot, membubarkan sidang Kabinet 100 Menteri di Istana Negara. Dilanjutkan lagi dengan mamaksa Presiden Sukarno mengeluarkan 'Surat Perintah Sebelas Maret' --- Tindakan mendongkel wewenang Presiden Sukarno tsb ditindak lanjuti dengan menyalahgunakan SUPERSEMAR. Padahal jelas-jelas terkandung di dalam SUPERSEMAR, bahwa di situ ada instruksi penting untuk menjaga kewibawaan Presiden Sukarno ---. Itu semua dilakukan untuk menggulingkan dan mengenakan tahanan rumah terhadap Presiden RI, kemudian lewat MPR yang sudah direkayasa sepenuhnya merebut kekuasaan negara dari Presiden Sukarno, serta mengangkat Jendral Suharto menjadi Presiden RI.


Itu semua adalah pelanggaran prinsipil atas dasar-dasar sebuah NEGARA HUKUM. Menunjukkan dengan jelas bahwa rezim Orba yang dibangun Jendral Suharto yang bersimaharajalela sebagai suatu kekuasaan yang semata-mata didasarkan pada kekerasan militer belaka. Berdirinya rezim Orba adalah suatu pelanggaran hukum terbesar dalam sejarah RI.. Rezim Orba pelanggar Negara Hukum RI inilah, yang kemudian melakukan kekerasan militer, kekejaman dan pelanggaran HAM di Aceh, Papua, Maluku, dan melakukan agresi ke Timor Timur serta menganeksasi negara Timor Leste yang baru diproklamasikan itu.


Jadi, bicara perkara HAM dan KKR, jangan sekali-kali melupakan suatu segi yang penting dari pelanggaran HAM sekitar Peristiwa 1965, yaitu, dilanggarnya prinsip dan fundamen negara Republik Indonesia sebagai NEGARA HUKUM.


Dengan demikian, bila KKR dilaksanakan di negeri kita, maka itu seyogianya dimulai dengan berangsur-angsur merehabilitasi negara RI sebagai NEGARA HUKUM.


* * *


Sebagai bahan pertimbangan dibawah ini disiarkan kembali tulisan mengenai bagaimana pemerintah Chili, Presiden terpilih Ricardo Lagos, melalui proses perjuangan yang berlangsung terus di dalam masyarakat, -- telah memulai proses KRR dengan tindakan-tindakan nyata, a.l. dengan MENGAKUI BAHWA PELANGGARAN HAM yang pernah terjadi sekitar perebutan kekuasaan dan semasa rezim militer Pinochet, adalah POLITIK NEGARA. Adalah tanggungjawab negara untuk menanganinya dewasa ini.


* * *


IBRAHIM ISA dari BIJLMER,

29 NOV. 2004.
--------------------------------------


- - CHILI KONGKRIT LURUSKAN SEJARAHNYA!

Pemerintah Indonesia yang silih berganti, mulai dari Presiden Habibie, pemerintah Presiden Abdurrahman Wahid, sampai pemerintah Presiden Megawati Sukarnoputri, belum mengakui kesalahan negara di waktu yl. (tentang G30S). Bagaimana dengan pemerintah Presiden SBY sekarang ini. Di sinilah perlunya dengan rendah hati belajar dari Chili, pertama-tama mengakui kesalahan negara di waktu y.l. Kemudian rehabilitasi dan kompensasi para korban tsb. Dengan demikian merintis jalan ke pelurusan sejarah, mencari kebenaran dan rekonsiliasi nasional.

Kekuatan utama dan paling konsisten di Chili adalah gerakan rakyat yang luas untuk demokrasi dan kebebasan, yang dilakukan oleh rakyat Chili di bawah mendiang Presiden Salvador Gossen Allende (pemimpin Partai Sosialis Chili), yang dibunuh oleh tentara Chili di bawah Jendral Pinochet, ketika tentara Chili dengan bantuan dan keterlibatan CIA/AS mengadakan perebutan kekuasaan negara (September 1973).


Dewasa ini di saat banyak dibicarakan mengenai Rekonsiliasi atas dasar Kebenaran serta kaitannya dengan pelurusan sejarah. Telah pula dilakukan usaha sementara organisasi dan tokoh masyarakat untuk menarik pelajaran dari Chili dan Afrika Selatan misalnya.


Maka: Sekadar supaya ingat kembali: Pemerintah dan pers AS, yang berusaha menutupi keterlibatan CIA dalam coup Jendral Pinnochet tsb.,tidak beda dengan sikapnya terhadap coup Jendral Suharto terhadap Presiden Sukarno dan keterlibatan CIA. Namun, lama-lama terbongkar juga yang hendak ditutup-tutupi itu. Pada tahun 1974 Michael J. Jarrington (D-MA) membocorkan bagian-bagian dari kesaksian rahasia William Colby di muka Congres AS. Kita juga masih ingat, pada penghujung tahun 1975 Komite Senat yg dikepalai oleh Frank Church mengeluarkan laporan mengenai “Aksi Rahasia di Chili, 1963-1973”. Kemudian dalam tahun 1982 Hollywood membuat film yang menggemparkan dunia politik dan perfileman, berjudul “Missing”. Film itu disutradarai oleh Costa Gravas, dibintangi oleh Jack Lemon dan Sissy Spacek. Film itu menuturkan secara dramatis tentang nasib Charles Horman, seorang jurnalis free-lance AS berumur 30 th, yang ditahan fihak militer Chili, kemudian dieksekusi. Satu-satunya penyebab ia dieksekusi: Karena Horman memiliki bahan-bahan mengenai coup Jendral Pinnochet dan kekejaman-kekajamn pelanggaran HAM luar biasa yang dilakukan tentara terhadap pengikut-pengikut Allende dan rakyat yang berlawan terhadapnya.


“BREAKING NEWS”

Berita ini disiarkan pers mancanegara hari ini a.l. oleh BBC, CNN, Reuter, Herald Tribune, atau dalam bahasa Indonesia bisa diterjemahkan sebagai: “berita penjebolan/kejutan”, ialah tentang tindak politik Presiden terpilih Chili, Ricardo Lagos, yang “menjebol” dan merupakan “kejutan”, terutama bagi pelanggar HAM di mana saja mereka berada. Yang disebut “breaking news” itu ialah tawaran Presiden Lagos untuk memberikan pensiun seumur hidup (kira-kira US$ 185 seorang sebulannya) kepada 28.000 rakyat Chili, korban penyiksaan oleh agen-agen pemerintah militer Jendral Pinochet. Presiden Lagos menekankan bahwa sesungguhnya apapaun tidak memadai untuk menebus penderitaan para korban penyiksaan militer dan polisi. Kebijaksanaan Presiden Ricardo Lagos dari Chili ini betul-betul merupakan langkah penting dan kongkrit ke arah pelurusan sejarah, menemukan kebenaran dan rekonsiliasi nasional di Chili.


Kebijaksanaan Presiden Lagos ini keluar bersamaan dengan diumumkannya sebuah laporan resmi mengenai penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah antara tahun 1973 – 1990, yaitu semasa pemerintah Jendral Pinochet. Presiden Lagos menyatakan bahwa laporan yang didasasrkan atas kesaksian korban-korban yang masih hidup, membuktikan bahwa PENYIKSAAN ADALAH POLITIK NEGARA ketika itu. Korban penyiksaan itu mencakup 3.400 wanita dan bahkan anak-anak. Penyiksaan yang dilakukan agen-agen tentara dan polisi itu meliputi penenggelaman (kepala sang korban) dalam air, pelistrikan dan pemukulan berulang-ulang. Laporan tsb juga mengungkapkan bahwa banyak tindakan pelanggaran tsb dilakukan oleh tentara dan polisi Chili. Bahwa 12% dari korban yang disiksa itu terdiri dari perempuan dan anak-anak. Dari jumlah anak-anak yang ditahan, 88 adalah anak-anak berumur 12 tahun kebawah. Mereka diambil dari rumah-rumahnya pada malam hari, diangkut dengan truk, kemudian dijebloskan di lebih dari 800 tempat-tempat tahanan dan penjara.


Presiden Lagos menyatakan bahwa: “Laporan tsb membuat kita harus menghadapi kenyataan politik yang tidak bisa dihindarkan, bahwa penahanan politik dan penyiksaan merupakan praktek yang inkonstitusionil oleh negara, yang sepenuhnya tidak bisa diterima dan asing bagi tradisi sejarah Chili.” Diungkapkan oleh Lagos bahwa banyak dari korban melakoni penderitaan tanpa buka mulut. Namun, akhirnya mereka tampil ke depan menuturkan ceritera penderitaan mereka. Seperti diketahui kompensasi yang diberikan negara kepada para korban tsb adalah tindakan terbaru dari banyak kebijaksanaan yang sudah diambil sebelumnya oleh tiga pemerintahan koalisi tengah-kiri di Chili, untuk mengkoreksi pelanggaran HAM di bawah pemerintah militer Jendral Augusto Pincochet.


Chili sudah memberikan semacam ganti-rugi keuangan kepada para keluarga yang dibunuh atau ‘hilang’, dan para korban yang dipaksa untuk menjadi orang buangan, selama periode kediktatoran Jendral Pinochet. Presiden Lagos menekankan bahwa negara harus memberikan kompensasi, betapapun harus menghemat, sebagai suatu cara mengakui tanggungjawabnya atas pelanggaran itu.

Pada saat ini bangsa kita sedang bergumul dalam perjuangan sengit untuk menegakkan negara hukum Indonesia, bertindak terhadap KKN, terhadap pelanggaran HAM dan diskriminasi untuk mengakhiri kebudayaan “tanpa hukum”. Pemerintah sekarang ini seyogyanya belajar dengan rendah hati dari pengalaman dan praktek Presiden Ricardo Lagos dari Chili. Pertama-tama pemerintah Indonesia harus mengakui kesalahan dan pelanggaran HAM oleh negara, kongkritnya oleh Orba pada tahun-tahun 1965, 1966 dst, juga sampai saat ini. Akui hal ini secara terus terang dan terbuka. Pasti akan disambut oleh seluruh bangsa.Kemudian pemerintah mengambil langkah-langkah kongkrit ke arah pengkoreksian kesalahan tsb, kearah rehabilitasi dan kompensasi para korban. Bila hal-hal itu dilaksanakan barulah ada syarat nyata untuk melangkah ke arah Rekonsiliasi Nasional, ke arah persatuan nasion yang hakiki.


* * *




Sunday, October 21, 2007

Kolom IBRAHIM ISA - 17 OKT. 1952 - MERIAM NODONG ISTANA . .

Kolom IBRAHIM ISA

-------------------------------------------

Rabu, 17 Oktober 2007



( Bagian - I )

17 OKT. 1952 - MERIAM NODONG ISTANA . . . .

Bagaimana REAKSI PRESIDEN SUKARNO?



* * *

17 Oktober 1952 --- Apakah yang terjadi di Jakarta, pada 55 tahun yang lalu?

Tanggal tsb adalah fakta penting dalam sejarah perkembangan negara Republik Indonesia. Kalau masih diingat, maka peristiwa itu samar-samar diingat sebagai 'Peristiwa 17 Oktober 1952'. Mungkin saja banyak yang sudah 'lupa' atau dengan tak disadari menjadi 'lupa' tentang apa yang terjadi pada tanggal 17 Oktober 1952. Sementara kalangan, terutama militer, dengan sengaja melupakannya. Semacam 'lupa masa lampau'. Sulit mencari keterangan lain, bahwa hal itu (melupakan fakta tertentu dalam sejarah) dilakukan demi kepentingan politik tertentu.



Mungkin tak disadari masyarakat, apalagi dari kalangan generasi baru, yang hidup dan dibesarkan dalam periode rezim Orba, apa yang sesungguhnya terjadi pada tanggal 17 Oktober 1952. Bagi orang-orang generasi-ku tak mungkin akan melupakan hari tanggal 17 Oktober 1952.

Ketika itu, pada pagi tanggal 17 Oktober 1952, sejumlah tank dan meriam Angkatan Darat, moncongnya diarahkan ke Istana Negara dan sejumlah besar tentara dan massa berkumpul di muka Istana Presiden Sukarno. Mereka membawa slogan-slogan politik sambil menyerukan yel-yel, menuntut dibubarkannyua DPR-RI, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.



PENJELASAN BUNG KARNO Tentang 17 OKTOBER 1952.

Pada tanggal 17 Oktober 1952, moncong-moncong meriam dan tank-tank AD jelas diarahkan ke Istana Negara, dan siapapun tahu bahwa yang berdomisili di Istana Negara adalah, Sukarno, Presiden Republik Indonesia. Mari kita ikuti penjelasan Presiden Sukarno sendiri tentang apa yang terjadi pada tanggal 17 Oktober 1952 tsb.



* * *



Dari demikian banyaknya tulisan-tulisan Bung Karno --, yang kuanggap termasuk paling otentik, adalah 'memoar' Bung Karno berjudul: 'SUKARNO An Autobiography As Told To Cindy Adams' , Copyright 1965 by Cindy Adams's. Bagian yang diambil dan diterjemahkan di bawah ini adalah dari Edisi bahasa Belanda - terjemahan N.G. Hazelhoff, terbitan NV Uitgeverij W. Van Hoeve's-Gravenhage, 1967, berjudul : ' SUKARNO, Autobiografie Opgetekend door CINDY-ADAM'S.' >.



Inilah a.l. yang dijelaskan Presiden Sukarno mengenai Peristiwa 17 Oktober 1952. Baiklah ikuti dengan seksama, sbb:

'Pada pada pagi-pagi sekali, tanggal tujuhbelas Oktober 1952, dua buah tank, empat panser dan ribuan tentara menerjang pintu-pintu Istana Merdeka. Mereka membawa spanduk-spanduk yang bertuliskan teks 'bubarkan Parlemen'. Batalyon artileri dengan empat meriam dengan suaranya yang riuh rendah memasuki lapangan di depan Istana. Beberapa meriam buatan Inggris (peluru ukuran 12 pon) diarahkan pada saya. Unjuk kekuatan ini mencerminkan histeria hari-hari saat itu. Selain itu amatlah tidak bijaksana apa yang mereka lakukan itu, karena para komandan yang merancangkan itu, semuanya ada (di dalam) Istana bersama saya.

Kolonel Abdul Haris Nasution, yang memberikan pimpinan pada usaha yang menuju pada 'setengah kudeta', seperti yang dikatakannya sendiri, angkat bicara. 'Ini bukan ditujukan terhadap Bapak pribadi, Pak, tetapi ditujukan terhadap sistim pemerintahan. Bapak harus dengan segera membubarkan Parlemen.'



Itulah yang terjadi pada pagi hari 17 Oktober 1952. SUATU USAHA YANG MENGARAH KE SETENGAH KUDETA. Itu kata-kata A. H Nasution sendiri, yang ketika itu adalah pimpinan tertinggi AD. Lalu, bagaimana reaksi Bung Karno? Mari ikuti apa kata-kata Bung Karno sendiri ketika beliau menuturkan peristiwa pagi itu.



Bung Karno:

'Mata saya membelalak memancarkan api kemarahan. 'Apa yang kau katakan itu benar, tetapi cara yang kau ajukan tidak benar. Sukarno kapanpun tak akan tunduk terhadap tekanan. Tidak terhadap tentara Belanda dan tidak terhadap sebuah batalyon tentara Indonesia!'.

'Bilamana ada kesulitan di negeri ini, semua mengharapkan agar tentara turun tangan mencari penyelesaian', tukas Nasution balik. 'Kaum politisi yang menciptakan perang yang membawa korban di kalangan tentara. Maka adalah adil bahwa kami juga punya suara dalam masalah besar ini.'

'Kau bisa katakan apa yang kau ingin katakan kepada Bung Karno - JA.

'Tetapi mengancam Bapak Republik Indonesia -- TIDAK! SELAMANYA TIDAK!'

'Dengan tenang saya menuju ke luar ke arah massa yang telah dibikin marah oleh pelbagai pidato. Kebalikannya dari menjadi kecut menghadapi ancaman meriam, saya tatap langsung moncong meriam tsb tanpa gentar sedikitpun, dengan sekuat tenaga mencurahkan kemarahan saya pada mereka yang hendak membunuh demokrasi dengan bantuan suatu regu-tembak.

'O-o', . . . seru seorang prajurit terengah-engah, 'apa yang kita lakukan adalah salah. Ya, Bapak menghendaki yang lain', seru dua orang lainnya yang ada di dekat situ.

Yang lainnya lagi beteriak, 'Jika Bapak tidak menghendakinya, maka . . . . .' ; '. . . Kita juga tidak mau', demikian yang lain menyelesaikan kalimat itu.



'Perebutan kekuasaan negara' tsb menjadi suatu kegagalan yang mnyedihkan. Massa bubar menyebar sambil berseru , 'Hidup Bung Karno . . . . Hidup Bung Karno'.

Nasution kemudian dipecat dari jabatannya. Tetapi saya tidak menginginkan perpecahan antara saya dengan kekuatan bersenjata kita. Oleh karena itu kemudian saya rehabilitasi dia (Nasution) kembali di jabatannya (semula) dengan kata-kata berikut ini, 'Sukarno bukan anak kemarin dulu dan Nasution bukan anak kemarin dulu. Kita tetap bersatu karena bila musuh kita berhasil menyebarkan perpecahan, hal itu berarti berakhirlah kita sudah.'

Demikian antara lain Bung Karno dalam memoarnya.



* * *



Jelas sekali duduk perkaranya sekitar 'Peristiwa 17 Oktober 1952' itu. Bung Karno tegas menyatakan bahwa hal itu adalah suatu perobaan 'PEREBUTAN KEKUASAAN NEGARA' (oleh tentara) yang gagal amat menyedihkan. Kolonel Nasution yang karena itu dipecat dan kemudian direhabilitasi oleh Bung Karno demi persatuan, juga menyatakan dengan setengah hati, bahwa yang dilakukannya itu 'mengarah ke separuh kudeta'. Tetapi gagal karena ketegasan dan keberanian Bung Karno mempertahanakn demokrasi.

Baik juga mengikuti analisis Bung Karno, mengapa perkembangan sampai ke titik peristiwa 17 Oktober 1952.



Pada bagian berikutnya dari tulisan ini, akan bisa diikuti bersama, penjelasan dan analisis Bung Karno, mengenai situasi politik ketika itu.



Dalam penjelasannya yang akan dikutip lebih lengkap dalam tulisan berikut nanti, Bung Karno memulai penjelasannya, dengan mengingatkan bahwa Undang-Undang Dasar kita didasarkna pada suatu kabinet presidensil yang dikenal di Amerika Serikat. Tetapi Sekutu yang mendarat di Indonesia sesudah Jepang menyerah dalam Perang Pasifik, adalah orang-orang Inggris dan Belanda. Mereka-mereka itu terbiasa dengan dengan seorang kepala negara yang tituler seperti Ratu Belanda, Raja Inggris atau Presiden Republik Perancis, yang samasekali tidak punya tanggungjawab atas pekerjaan pemerintahan sehari-harinya..



Pendapat mereka mengenai suatu sistim kenegaraan dimana Presiden bertanggungjawab mengenai pekerjaan sehari-hari pemerintahan dengan samar-samar mengingatkan (mereka) pada Nazi-Jerman dan Kerajaan Jepang yang militeristik. 'Jika Presiden Sukarno sekaligus kepala negara, juga panglima angkatan bersenjata dan pemimpin kabinet, maka itu adalah fasisstis, teriak Sir Philip Christinson dan jendral-jendral Inggris lainnya.', tulis Bung Karno dalam memoarnya.



Nanti akan tampak pula, bahwa pada saat ketika Presiden Sukarno menyatakan DEKRIT PRESIDEN untuk kembali ke UUD-1945, membubarkan Parlemen dan Konstituante, Bung Karno sempat menyatakan bahwa pada ketika itu, TENTARA memperoleh apa yang mereka inginkan: BIBUBARKANNYA PARLEMEN!



Untuk jelasnya, bagaiamana situasi kehidupan politik di Republik Indonesia dengan sistim multi-partai ketika itu, baik kita ikuti nanti, tuturan Bung Karno dalam tulisan berikutnya.

(Bersambung) * * *




IBRAHIM ISA'S -- SELECTED INDONESIAN NEWS & VIEWS, 13 OCT 2007

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

IBRAHIM ISA'S -- SELECTED INDONESIAN NEWS & VIEWS, 13 OCT 2007

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

PLURALISM IN IDUL FITRI, -- The Jakarta Post Editorial, 12 oct 2007

HOUSE TELLS GOVT. TO GET TOUGH ON MALAYASIA

REVELATIONS OF NEW BUDGET MALFEANSANCE

REMEMBERING BALI BOM VICTIMS

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

PLURALISM IN IDUL 'FITRI , - The Jakarta Post Editorial, 12 oct 2007

Once again, it is looking like Muslims in Indonesia are divided as to when to celebrate Idul Fitri. Some will mark it on Friday, others will fast the entire 30 days and celebrate the end of Ramadhan on Saturday. Going by past years' celebrations, the mood should remain both festive and spiritual.

The differences will inevitably be a topic of discussion as relatives and friends visit and greet each other on Idul Fitri Day. "Do you celebrate it on Friday or Saturday?" will be one of the most frequently asked questions over this long extended weekend.

Indonesians have become so accustomed to this difference over when Ramadhan begins and when it ends to know that it's nothing to get upset about.

Muslims in Indonesia have come to accept this difference, and, by and large, they have come to respect the decision of others who mark Idul Fitri on a different day. It is not unusual to find the members of an extended family celebrating it on different days.

In no other country, perhaps, is Idul Fitri celebrated on two different days almost every year.

Some government officials (Vice President Jusuf Kalla, for one), as well as Muslim leaders, have lamented the inability of the country's two largest Muslim organizations, Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah, to agree on when Idul Fitri Day falls. They decry the fact that Indonesian Muslims are unable to overcome such a minor difference.

We beg to differ.

Shame on those who fail to see the existence and beauty of differences in interpreting the religion. The different days on which Idul Fitri is celebrated is a testament that pluralism is very much alive in Indonesia, even among Muslims.

If this debate happens only in Indonesia, so be it. Indonesia is, after all, the country with the world's largest Muslim population. It is only natural that there may be differences in interpretation.

And thank God that, unlike in most other countries, the state does not interfere in matters of faith, including in deciding when Ramadhan begins and ends. This is left to the religious organizations to decide, and to the discretion of the individuals to follow whichever approach suits them.

Indonesia is also a country that has long prided itself on its strong sense of tolerance towards people of other races, ethnicities and faiths. This principle of tolerance and respect for the other should also be extended to Muslims who follow different strains or sects, or who simply have different interpretations of Muslim teachings.

Shiites and Sunnis should respect one another, and followers of the Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah should also respect one another. The list goes on and on.

This kind of courtesy should be extended to all other religions and Muslim sects that exist in this country. It's not only that this is mandated by the national Constitution, but it is also taught by Islam.

Two verses may be recited here that underpin the pluralism of Islam: "There shall be no coercion in matters of faith," and "Unto me, my religion, unto you, your religion." These verses essentially urge Muslims not only to be tolerant to people who have different beliefs, but also to respect their rights.

While we laud Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama for showing that pluralism is widely observed and respected, we also lament the decision of the Indonesian Ulema Council (MUI) last week to declare Al Qiyadah al-Islamiyah a deviant sect that is stirring up unrest in society.

The MUI announcement, which goes against the two Islamic tenets cited above, typically prompted the police to take action and to stop the activities of the group at its headquarters in Puncak, West Java, just one week before Idul Fitri.

We have seen this calamity happen before, to the Ahmaddiyah and other smaller Islamic sects that the MUI declared heretic.

As we mark Idul Fitri this year on two different days, we should celebrate the beauty of pluralism in this country. But also spare a thought for those who cannot celebrate the end of Ramadhan -- the followers of al-Qiyadan and Ahmaddiyah among them -- in the open and free from fear because the MUI fails to live up to the Islamic teachings that tell us to respect the beliefs of other people. Pluralism is alive but not yet perfect.

In keeping with the Idul Fitri spirit, this is the appropriate time for everyone to seek and give pardon.

Happy Idul Fitri.



------------------

HUSE TELLS GOVT TO GET TOUGH ON MALAYSIA

Ridwan Max Sijabat, The Jakarta Post, Jakarta

The House of Representatives has asked the government to take action over continued immigration raids against Indonesians in Malaysia.

A group of government volunteers has been rounding up Indonesians in Malaysia, taking them to police stations and checking their work permits. The wife of the Indonesian ambassador was recently caught in such a raid.

A number of politicians asked the House to file a strong protest through the national media and urged the government to withdraw the Indonesian ambassador in Kuala Lumpur and suspend sending migrant workers to Malaysia.

Interrupting the plenary session that closed the House's fourth sitting period here Wednesday, Dradjad Wibowo of the National Mandate Party and Permadi of the Indonesian Democratic Party of Struggle said the Malaysian's ongoing operation to sweep Indonesian citizens was no longer tolerable and was "strong evidence" that Malaysia was "looking down on" Indonesia.

Permadi also criticized the government, saying it had remained silent and had done nothing to retaliate over its citizens' uncivilized treatment.

"The government should not stay calm but take concrete action, including withdrawing our ambassador and suspending sending migrant workers in revenge against the Malaysian operation," he said, while insisting that the protest be included in the plenary session's conclusion.

Outside the plenary session, Sutradara Gintings of the Indonesian Democratic Party of Struggle and Yuddy Chrisnandi of the Golkar Party, similarly asked the government to withdraw the Indonesian ambassador to Malaysia within three days as a signal to Kuala Lumpur that Jakarta was against its treatment of Indonesian citizens.

Sutradara also said that the House should ask the government to halt the two countries' annual joint military exercises as this could jeopardize Indonesia's defense strategy.

Meanwhile, Yuddy warned that Malaysia would interfere in Indonesia's internal affairs unless no action was taken.

Manpower Minister Erman Suparno, however, said that the government was unlikely to stop sending workers to Malaysia.

"We would do so if there was a ruling regulating such a mechanism. After all, it is the right of every Indonesian to get a job and decent life as guaranteed in the 1945 Constitution," Erman told reporters Wednesday.

Foreign Minister Hassan Wirayuda warned the House in a hearing with Commission I on defense, information and foreign affairs here earlier this week that sensitive issues such as illegal logging, human trafficking and labor export were considered crucial to the two countries' good ties.

House Speaker Agung Laksono said in a press meeting after the House's plenary session that the two countries' leaders should meet immediately to settle the sensitive issues in a civilized manner.

He said Indonesia should eliminate anti-Malaysian sentiments at home while Malaysia should treat Indonesian citizens humanely.

---------------------

B.P.K REVEALS NEW BUDGET MALFEANCE

Urip Hudiono, The Jakarta Post, Jakarta

Despite a number of improvements over the years, the Supreme Audit Agency (BPK) says that significant irregularities are still commonplace in the management of public funds, and that the government is slow to take follow-up action on its findings.

In its latest audit report presented Wednesday to a House of Representatives plenary session, the BPK revealed six cases where there was clear evidence of malfeasance during this year's first half, involving a total of Rp 779.7 billion (US$86 million) in taxpayer funds.

During the same period last year, the BPK found only four cases of malfeasance involving Rp 123 billion in potential losses to the taxpayer. Meanwhile, in the second semester, the BPK found only one case of malfeasance, which involved the reporting of non-tax state receipts worth Rp 24 trillion. This paucity of cases over the last two years compares to thousands of cases of malfeasance involving at least Rp 48 trillion in 2005.

The findings for this year's first semester, however, still give a total of 36,009 cases of financial irregularities uncovered since 2004, with less than a quarter of them having been followed up on, BPK chairman Anwar Nasution said.

Of the 5,717 cases that resulted in actual losses to the state, full recovery had been achieved in only 860 of these.

"We would, therefore, urge the government to issue a regulation as soon as possible to allow for the transparent recovery of taxpayer losses as provided for by the State Treasury Law," Anwar said.

"The government must also continuously improve its accounting systems and capabilities."

The BPK's latest semiannual report was compiled based on the audits it conducted between January and June 2007 on the accounts of 82 ministries, state institutions (including the central bank), 362 local governments, nine state-owned enterprises, and three local government-owned firms.

Also included were the BPK's audit findings on the government's 2006 annual accounts, which were once again given a disclaimer due to a disagreement over auditing of the tax service.

Among the significant cases reported was a financing scheme cooked up by Bank Indonesia's investment house, PT Bahana Pembina Usaha Indonesia (BPUI), for Credit Asia Finance worth Rp 212.8 billion and $34.8 million.

The BPK also highlighted an aircraft leasing deal worth Rp 27.2 billion between PT Merpati Nusantara Airlines and AF Aerospace, and the government's ineffective Rp 75 million injection of capital into the state-owned carrier.

Problems in local government accounts, meanwhile, included a suspicious Rp 106.6 billion shortfall in East Aceh regency's budget, Rp 11.8 billion in fictitious procurements in Purwakarta regency, and a Rp 33 billion loss due to an overdue land-leasing deal in Cilacap regency.

More irregularities could yet surface this year as the BPK has so far only managed to audit the budgets of 362 out of 467 local governments.

The BPK has also been involved in a row with the Supreme Court over the way it accounts for court fees. The dispute was recently resolved when the nation's highest court finally opened its doors to BPK auditors.

Regarding BPK audits of the tax service, Anwar said he expected the Finance Ministry and the BPK to arrive at a similar resolution soon so that audits could be conducted without compromising confidentiality.

"We will carry out the audits as we do at the central bank and state banks. Has anyone heard of the personal data of any customers being leaked by the BPK?" Anwar asked.

----------------

REMEMBERING BALI BOMB VICTIMS , The Jakarta Posts 12 oct 2007

On Oct. 12 five years ago, 202 people from 22 countries, including 88 Australians, were killed in Kuta, Bali, when a group of terrorists abused Islamic teachings as a pretext to butcher others. The pain and trauma of this barbaric act continue to be felt by those who lost loved ones and the survivors of the bombing.

The Supreme Court has rejected the appeals of three of the convicted terrorists -- Amrozi, Imam Samudra and Ali Gufron -- and they may soon face the firing squad. But even after these three have been executed, the pain and suffering of the victims' families will very likely remain. For some the anguish will never go away.

However, many Indonesians still find it difficult to accept that Muslims, in the name of their religion, commit terrorist attacks out of hatred for other people.

We should not forget that after the 2002 bombing, terrorists continued to strike. On Aug. 5, 2003, terrorists killed 14 people when they bombed the J.W. Marriott Hotel in Jakarta. A year later, on Sept. 9, 11 lives were lost outside the Australian Embassy in Jakarta. On Oct. 1, 2005, three suicide bombers killed 20 people in Kuta and Jimbaran, Bali.

It is clear that Islam is a peaceful and tolerant religion, as has been proven by Muslims here and around the world. There is no doubt that Islam should not be linked with acts of terror committed by those who happen to be Muslim. Terrorism has been perpetrated by people from other religions, and by many states against their own citizens.

But it is very clear, too, that something has gone wrong in our society that there are people -- no matter how few in number -- willing to commit such terrible crimes in the name of religion. As long as we remain in denial, we will never be able to cure this disease.

The roots of terrorism must be uncovered and addressed. There is no magic cure for this social disease. But when society reaches agreement that something is wrong, it will be easier to work together to fight terrorism.

Tomorrow, let us pray for the victims and survivors of the Bali bombing, and their loved ones. They need to know they are not alone in their grief. Let us also pray for those who have worked tirelessly to help the victims and for everyone who has helped discover the truth behind the carnage.

It is also the right time to ask ourselves: What have we contributed to preventing people who think God sent them to execute others? Preventing terrorism is not the sole responsibility of the government, but of every element in society and the international community.

For the last two years the country has been relatively peaceful thanks in large part to the work of our security forces, especially the National Police with the assistance of foreign countries.

But it is just a matter of time before the nation suffers another horror if we are unable to eradicate the roots of terrorism.

The image of Islam has been severely damaged by those who claim the religion allows them to kill the so-called enemies of Allah.

Muslims around the world need to work together to prove Islam has nothing to do with terrorism. The international community, too, must work together to combat terrorism.

* * *

Tuesday, October 9, 2007

Kolom IBRAHIM ISA - KEMANUSIAAN & HUKUMAN MATI

Kolom IBRAHIM ISA

Selasa, 09 Oktober 2007

-----------------------



KEMANUSIAAN & HUKUMAN MATI

Untuk menyambut Hari Anti-Hukuman Mati Sedunia, -- 10 Oktober 2007 besok -- , Lembaga Studi Advokasi Masyarakat , dalam pernyataannya (08 Oktober 2007) --- dengan pertimbangan a.l. -- bahwa 'hukuman mati bukanlah solusi', menuntut agar 'pemerinah harus segera melakukan moratorium'. Selanjutnya ELSAM mendorong Pemerintah agar sebaiknya melakukan review atau assessment atas kebijakan hukuman mati ini. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara a.l. memberikan upaya grasi secara luas atas permohonan dari para terpidana hukuman mati, dan mengubahnya menjadi penjara seumur hidup.



Berbagai pandangan telah diajukan di mancanegara (barangkali di Indonesia baru sekarang ini diajukan terbuka di muka umum), secara khusus oleh sebuah LSM, dalam hal ini ELSAM. ELSAM dengan resmi mempersoalkan masalah 'hukuman mati', secara terbuka dan nasional. Semua tahu bahwa dinegeri kita hukuman mati, sebagai ganjaran terhadap kejahatan berat, adalah diambil dari tata-hukum zaman kolonial.



Diskusi mengenai masalah hukuman mati, benar-salahnya, adil-tidaknya, di mancanegara telah berlangsung lama. Bisa diasumsikan bahwa hal itu telah berlangsung sejak pertama kali hukuman mati itu dilaksanakan (Entah kapan). Di luar cerita Kitab Injil, Al Qur'an, atau kitab suci agama lainnya, menurut catatan sejarah, hukuman mati yang termasuk awal adalah yang dijatuhkan pada filsuf besar Junani Kuno, Socrates (469 - 399 SM).



Socrates menjalani hukuman matinya sendiri dengan minum racun yang disodorkan kepadanya. Socrates dihukum mati atas tuduhan bahwa ia tidak bertanggunjawab dan 'korup'. Menurut sementara penulis, Socrates dihukum mati , adalah disebabkan oleh aliran fikiran yang dianut dan disebarkannya. Falsahnya bertolak belakang dengan pemikiran dan tradisi saat itu. Socrates dituduh melecehkan Tuhan dan tradisi kepercayan. Misalnya, Socrates menganjurkan, bahwa adalah perlu untuk berbuat menurut apa yang dianggap benar, meskipun hal itu berlawanan dengan oposisi universal, dan bahwa adalah perlu untuk menuntut ilmu meskipun hal itu mendapat tantangan. Meskipun Socrates mengaku bahwa yang diketahuinya adalah bahwa ia 'tak tahu apa-apa', namun, ia menganggap bahwa dengan mempetanyakan segala sesuatu, yaitu suatu sistim mencari kebenaran dengan cara berdialog, cara yang kemudian dikatakan sebagai cara dialektis, maka orang akhirnya akan mencapai kebenaran. Mempertanyakan dan mempersoalkan segala sesuatu yang dianggap benar ketika itu, teristimewa oleh penguasa, itu adalah suatu tantangan dan kejahatan tingkat 'berat' yang ketika itu diganjar dengan hukuman mati.



Dalam sejarah tidak sedikit orang yang mempertanyakan dan menantang sesuatu yang dianggap benar oleh penguasa dan sistim serta kultur yang berlaku, menjadi korban. Dalam suatu usaha mencari kebenaran yang sesungguhnya, tidak jarang diganjar dengan hukuman mati. Namun, sejarah juga mencatat bahwa hukuman mati tidak berdaya mencegah orang mencari kebenaran dan menggugat yang tak benar.



Tuturan ini adalah sekadar mengambil contoh, bahwa dalam sejarah tidak sedikit orang-orang yang ternyata benar dalam usahanya mencari kebenaran, tapi telah mengalami nasib malang di tangan algojo yang melaksanakan hukuman mati. Sekadar bukti, bahwa hukuman mati tidak jarang digunakan untuk mengakhiri hidup orang yang punya fikiran lain, yang bertentangan dengan pemikiran penguasa. Parahnya, ialah bahwa orang yang telah divonis hukuman mati dan dieksekusi, tapi kemudian ternyata ia tak bersalah, bahkan sepenuhnya kebenaran ada padanya, tapi orang itu tak tertolong lagi. Ia sudah mati. Lain halnya bila ia hanya dikenakan hukuman penjara, seumur hidup sekalipun. Begitu ternyata tertuduh tak bersalah, ia bisa segera dibebaskan dari penjara dan direhabilitasi.



* * *



Argumentasi yang agak umum untuk membenarkan hukuman mati, ialah, bahwa hukuman mati itu merupakan 'peringatan' terhadap masyrakat, khususnya dunia kriminil, agar tidak melakukan kejahatan yang berat itu. Dengan demikian hukuman mati, digunakan sebagai cara untuk mencegah, setidak-tidaknya mengurangi kejahatan yang dianggap paling berat, dan kriminalitas berat umumnya. Kenyataannya di negeri-negeri yang masih melaksanakan hukuman mati, tidak ada cukup bukti bahwa dengan hukuman mati, kriminalitas yang dianggap berat itu telah berkurang. Keadaan tsb terjadi a.l. di mayoritas negara-negara bagian AS yang masih memberlakukan hukuman mati.



Sehingga terdapat kesan bahwa hukuman mati, akhirya, lebih banyak merupakan suatu tindak 'balas dendam', dari fihak keluarga korban, dengan melalui hukum dan aparat negara , namun tokh melakukan pembunuhan juga. Bagi yang menentang hukuman mati, dari titik tolak prinsipil, mengambil nyawa orang, membunuh orang, adalah tetap suatu pembunuhan, meskipun hal itu dilakukan melalui prosedur hukum dan oleh tangan aparat negara.



* * *



Bertolak dari pandangan Hak-hak Azasi Manusia Universil yang dideklarasikan oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948, setiap manusia punya hak hidup. Dan tak dibenarkan manusia mencabut hak hidup manusia lainnya. Maka dari situ dianggap bahwa hukuman paling berat yang bisa dikenakan terhadap tindak kejahatan adalah hukuman seumur hidup. Hukuman seumur hidup memberikan kemungkinan pelaku kejahatan mengikuti proses pengkoreksian atas kesalahan-kesalahannya dan menempuh jalan hidup baru. Kahidupan manusia adalah sesuatu yang paling berharga, maka suatu tindakan mencabut nyawa orang karena yang besangkutan dianggap melakukan tindak kejahatan, adalah tidak manusiawi. Suatu hukuman mati dianggap sebagai suatu tindakan anti-manusiawi, bahkan suatu tindakan kejam dan biadab.



Berpijak pada pandangan yang prinsipil, seperti yang diperjuangkan oleh suatu badan HAM internasional (yang non pemerintah), seperti A M N E S T Y I N T E R N A T I O N A L , hukuman mati seyogianya segera dihapuskan. Banyak orang yang tadinya menyetujui hukuman mati, bertolak dari pandangan prinsipil tsb , namun, akhirnya menerima argumentasi keharusan menghapuskan hukuman mati sebagai ganjaran hukuman. Terlebih-lebih setelah terbukti bahwa tidak sedikit kasus eksekusi hukuman mati dilakukan oleh suatu pengadilan yang kejangkitan rasisme, atau pandangan politik tertentu demi kepentingan penguasa.



Hingga kini masih saja ada dua pendapat dan pendirian yang saling bertolak belakang. Ada yang setuju, malah menganggapnya suatu keharusan sebagai suatu alat pencegah ('deterrent') terhadap terjadinya pengulangan kriminalitas berat. Sebagian lagi yang jumlahnya semakin bertambah adalah yang tidak setuju hukuman mati atas dasar pertimbangan prinsipil.



Di negeri-negeri Uni Eropah, kalau kita berkenan menoleh ke Eropah sebagai bahan pembanding, suatu benua kuno, dimana untuk berabad-abad, bahkan ribuan tahun lamnanya, hukuman mati dilaksanakan sebagai sesuatu hal yang biasa, sebagai sesuatu 'yang sudah seharusnya dilakukan', sebagai hukuman yang setimpal terhadap tindak kejahatan yang dianggap berat, ---- melalui suatu proses panjang, kini negeri-negeri yang tergabung dengan Uni Eropah tsb. telah menghapuskan hukuman mati.



Uni Eropah bukan begitu saja menghapuskan hukuman mati - Capital Punishment - . Lebih dari itu, Uni Eropah MENENTANG HUKUMAN MATI. Dinyatakannya pula bahwa Uni Eropah menentang hukuman mati dalam semua kasus, dan mengusahakan penghapusan hukuman mati secara universal. Di negeri-negeri yang mempertahankan hukuman mati, mereka (UE) bertujuan agar dilakukan restriksi secara progresif terhadap pelaksanaan hukuman mati; serta merespek persyaratan ketat yang diajukan di dalam beberapa instrumen Hak-hak Manusia, dimana hukuman mati tsb mungkin dilakukan, demikian pula memberlakukan moratorium terhadap eksekusi, dengan tujuan menghapuskan samasekali praktek hukuman mati.



Dengan jelas UE menyatakan bahwa mereka terlibat dalam kampanye untuk dihapuskannya hukuman mati. Suatu sikap yang didasarkan pada keyakinan terhadap 'dignity' (harga diri) inheren seluruh kemanursiaan, suatu perinsip yang tak boleh dilanggar. Kejahatan apapun yang telah dilakukannya.



* * *

Bagi kita di Indonesia, bolehlah beroptimis bahwa, di dalam masyarakat kita, betapapun ada suatu LSM - dalam hal ini ELSAM, ----- yang tampil demi penghapusan hukuman mati, sebagai suatu hukuman hukuman yang kejam.



* * *







Monday, October 8, 2007

IBRAHIM ISA - SEDIKIT TANGGAPAN ATAS KOMENTAR MAILIS

IBRAHIM ISA
-------------------
O5 OKTOBER 2007

SEDIKIT TANGGAPAN ATAS KOMENTAR MAILIS YANG
MENGGUNAKAN NAMA SAMARAN - 'UTUSAN ALLAH' - .

* * *

SETIAP WARGANEGARA BERHAK DAN SAH MENDUKUNG DEMOKRASI TERPIMPIN, SESUAI KEYAKINAN POLITKNYA MASING-MASING. HAL ITU, SAMASEKALI TIDAK MELANGGAR HUKUM. OLEH KARENA ITU TAK ADA KEHARUSAN UNTUK MINTA MAAF.

YANG HARUS MINTA MAAF KEPADA PARA KORBAN 1965, IALAH MEREKA-MEREKA YANG MENDUKUNG REZIM ORBA. KARENA REZIM ORBA MELAKUKAN PELANGGARAN HAM TERBESAR DI SEPANJANG SEJARAH INDONESIA. MELAKUKAN PEMBANTAIAN MASAL (1965-66-67) TERHADAP ORANG-ORANG YANG SAMASEKALI TAK BERSALAH. KARENA, JUGA ADALAH ORBA YANG TELAH MEMBERDAYAKAN KULTUR KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME. HAL MANA MENYEBABKAN KEBANGKRUTAN POLITIK, EKONOMI DAN MORAL BANGSA INI.

YANG TERPARAH IALAH BAHWA REZIM ORBA DITEGAKKAN DI ATAS KORBAN JUTAAN WARGANEGARA YANG TAK BERSALAH. UNTUK INI TERAMAT PERLU PARA PELAKU DAN PENDUKUNG ORBA ITU MENYATAKAN PENYESALANNYA, BERTOBAT KEPADA TUHAN YME, DAN MINTA MAAF KEPADA RAKYAT.

SUDAH TIBA WAKTUNYA!

* * *

BICARA SOAL DEMOKRASI TERPIMPIN. KITA PATUT GEMBIRA, BAHWA PEMBEBASAN IRIAN BARAT DARI KOLONIALISME BELANDA, BERLAKU JUSTRU DI BAWAH PIMPINAN PRESIDEN SUKARNO DAN DALAM SUASANA POLITIK DEMOKRASI TERPIMPIN.

JUGA JANGAN LUPA BAHWA DEMOKRASI TERPIMPIN, YANG DIMULAI DENGAN DEKRIT PRESIDEN SUKARNO KEMBALI KE UUD 1945, SEPENUHNYA DIDUKUNG OLEH TNI DAN BANYAK PARPOL, TERMASUK PARPOL ISLAM , NASIONALIS DAN KOMUNIS. SAYANGNYA JENDRAL SUHARTO DAN KLIK MILITERNYA, MENYALAHGUNAKAN DEMOKRASI TERPIMPIN ITU UNTUK MENGGULINGKAN PRESIDEN SUKARNO DAN DIA SENDIRI MEREBUT KEDUDUKAN PRESIDEN RI. BERKUASA SECARA SEWENANG-WENANG DI NEGERI INI SELAMA 32 TAHUN.

* * *

JUGA BAGI MEREKA YANG JADI ANGGOTA PKI, MENJADI PENDUKUNG PKI, YANG DUDUK DALAM SATU KABINET DENGAN PKI SEPERTI JENDRAL NASUTION, SAMASEKALI TIDAK MELANGGAR HUKUM NEGERI MANAPUN. KARENA, PKI KETIKA ITU ADALAH SUATU PARPOL YANG LEGAL, IKUT DALAM BADAN LEGESLATIF DAN EKSEKUTIF, SERTA MENDUKUNG PANCASILA DAN MENDUKUNG KEBIJAKSANAAN POLITIK PRESIDEN SUKARNO.

SEBALIKNYA PELARANGAN ATAS PARPOL PKI, PNI PARTINDO, DLL ADALAH BERTENTANGAN DENGAN HUKUM DAN UUD RI, KARENA BELUM PERNAH ADA SUATU PENGADILAN YANG TRANSPARAN DAN DEMOKRATIS MENGADILI PKI, PNI ATAU PARTINDO, DLL ATAS TUDUHAN APAPUN, KEMUDIAN ATAS DASAR BUKTI-BUKTI BAHWA MEREKA MELANGGAR HUKUM, LALU MELARANGNYA SEBAGAI PARPOL. PROSEDUR HUKUM DAN PENGADILAN SEPERTI INI BELUM PERNAH TERJADI.

YANG TERJADI IALAH ANGOTA-ANGGOTA PKI , PARTINDO, PNI DAN ORMAS-ORMAS YANG DITUDUH SIMPATISAN PKI, ATAU YANG DIDUGA MENJADI ANGGOTA ATAU PENDUKUNG PKI, DITANGKAPI, DISIKSA, DIBUNUH SECARA EKSTRA-JUDISIAL, DAN PULUHAN RIBU DIMASUKKAN PENJARA, DIBUANG KE PULAU BURU, DISIKSIA DSB. ITU SEMUA BERLAKU DI LUAR HUKUM. PELAKUNYA ADALAH REZIM ORBA DI BAWAH PRESIDERN SUHARTO.

BUKAN SAJA ANGGOTA-ANGGOTA DAN SIMPATISAN PKI, BAHKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUKARNO, JUGA DITANGKAP, DIKENAKAN TAHANAN RUMAH, DISEKAT SECRA HERMETIS DARI DUNIA LUAR, KEMUDIAN DIBIARKAN MENEMUI AJALNYA, KARENA MENDERITA SAKIT TANPA PERAWATAN DAN PENGOBATAN YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN TERHADAP SUATU KEPALA NEGARA.

UNTUK ITU SEMUA ADALAH JENDRAL BESAR SUHARTO SERTA PARA PENDUKUNGNYA, YANG HARUS MINTA MAAF KEPADA BANGSA DAN TANAH AIR, HARUS BERTOBAT KEPADA TUHAN YME.
IDEN SUHARTO BISA SEDIKIT BERBUAT POSITIF, BILA MINTA MAAF DAN BERTOBAT YANG DILKUKANNYA SELAGI HAYAT MASIH DIKANDUNG BADANNYA.

SELAIN ITU JENDRAL SUHARTO SEYOGIANYA MENGEMBALIKAN SEMUA UANG NEGARA DAN BANGSA YANG TELAH DICURINYA SELAMA KURUN WAKTU 32 TAHUN REZIM ORBA.

* *

----- Original Message ----
From: utusan.allah
To: apakabar@yahoogroups.com
Sent: Friday, October 5, 2007 1:35:21 AM
Subject: [apakabar] Re: IBRAHIM ISA - PEMERINTAH SUPAYA MENYADARI TANGGUNGJAWABNYA SESUAI UUD RI

Tuntutan para (bekas) tapol pendukung orde Diktatur Demokrasi Terpimin
untuk mendapatkan hak politik dan semua hak azazi mereka adalah
tuntuntan yang legtitim.Lebih dari itu: mereka berhak atas ganti kerugian yang telah mereka
derita selama ini.


Karena mereka juga adalah manusia.


Yang saya sayangkan, yang saya salahkan, adalah bahwa mereka pada saat
yang bersamaan TIDAK menyatakan penyesalan mereka telah mendukung































































































diktatur DemokrasiTerpimpin, mereka TIDAK mengakui kesalahan mereka
telah mendukung kejahatAn terhadAp manusia yaNG telah dilakukan oleh
kololaborator fascist Jepang Soekarno yang, antara lain, telah
membunuh demokrasi di Indonesia dengan dukungan partai stalinis
fascist PKI...

Sayang.

--- In apakabar@yahoogroup s.com, "datuksinaro" wrote:
>
> IBRAHIM ISA
> ------------ -------
> 04 OKTOBER 2007
>
>
> PEMERINTAH SUPAYA MENYADARI TANGGUNGJAWABNYA SESUAI UUD RI
>
------------ --------- --------- --------- --------- --------- -
>
>
> Di bawah ini dikutip berita yang disiarkan oleh VHR News (Voice of
> Human Rights News) mengenai tuntutan Tapol Orba untuk Persamaan Hak
> Politik
>
> Di bawahnya Komentar Ibrahim Isa terhadap berita tsb yang kemudian
> juga disiarkan oleh VHR News, ttg 04 Oktober 2007.

__._,_.___

IBRAHIM ISA
-------------------
04 OKTOBER 2007


PEMERINTAH SUPAYA MENYADARI TANGGUNGJAWABNYA SESUAI UUD RI
---------------------------------------------------------------------------------------------


Di bawah ini dikutip berita yang disiarkan oleh VHR News (Voice of Human
Rights News) mengenai tuntutan Tapol Orba untuk Persamaan Hak Politik

Di bawahnya Komentar Ibrahim Isa terhadap berita tsb yang kemudian juga
disiarkan oleh VHR News, ttg 04 Oktober 2007.

Amsterdam, 04 Oktober 2007.
=====================

Home › VHR News



Berita Berita

daerah kemarin mendatangi Departemen Dalam Negeri di Jalan Medan Merdeka
Utara, Jakarta. Lima belas orang perwakilan tapol menuntut pemerintah
merehabilitasi nama baik dan mengembalikan hak politik mereka sebagai
warga negara yang selama ini dirampas.

Bejo Untung, salah seorang tapol, mengatakan selama 32 tahun Orde Baru
berkuasa, Soeharto memberikan stigma pada lawan politiknya sebagai
anggota Partai Komunis Indonesia. Padahal, tahanan politik Orde Baru
belum tentu terlibat organisasi berlambang palu dan arit itu.

Pemerintah tidak sepatutnya memberikan stigma negatif terhadap mantan
tapol dan aktivis PKI yang menjadi korban kewewenang-wenangan rezim Orde
Baru. Pasalnya, banyak juga aktivis itu yang telah memberikan kontribusi
bagi kemerdekaan Republik Indonesia. "Kita sebagai bangsa yang bijak
seharusnya jangan melihat sebelah mata pada sejarah Indonesia. Stigma
PKI itu kan kepentingan Soeharto," kata Bejo, Rabu (3/10).

Koordinator Kontras Usman Hamid mengatakan, pemerintah selama ini belum
memperhatikan hak-hak mantan tahanan politik Orde Baru. Hal itu
disebabkan belum hilangnya stigma komunis terhadap para tapol. "Kami
datang untuk mendampingi eks tapol yang selama ini hak-haknya dikebiri,
seperti larangan ikut pemilu, sulitnya memperoleh administrasi
kependudukan, kepegawaian, dan KTP seumur hidup."

Direktur Penanganan Konflik Depdagri Hadi Sutanto menyatakan masalah
stigma PKI terhadap mantan tapol adalah masalah lama yang belum
terselesaikan. "Tapi hal ini akan diteruskan ke Mendagri. Namun tidak
sekarang, karena Mendagri sedang rapat kabinet bersama Presiden,"
katanya. (E1)

Komentar

1. IBRAHIM ISA
4 Oktober 2007 pukul 23:53

IBRAHIM ISA
----------------
04 Oktober 2007

PEMERINTAH AGAR MENYADARI TANGGUNGJAWABNYA DALAM PERBUATAN
MENEGAKKAN HUKUM DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

Bila benar ada political will pemerintah untuk sedikit demi
sedikit menegakkan negara hukum RI, 'rechtsstaat' Republik
Indonesia, sesuai UUD RI ---- seharusnya begitu Presiden Suharto
lengser, pemerintah yang komit dengan Reformasi, mencantumkan
agenda REHABILITASI SEMUA TAPOL ORBA, yang tak pernah dibuktikan
salah melanggar hukum.

Pemerintah harus minta maaf atas pelanggaran HAM 1965 terhadap
warganegaranya sendiri yang patuh hukum, bahkan banyak diantara
mereka yang telah memberikan andilnya terhadap perjuangan
kemerdekaan bangsa, --- serta segera memulihkan kembali nama
baiknya, hak-hak politik dan kewarganegaraannya.

Dengan demikian janji pemerintah untuk melakukan Reformasi dan
Demokrasi, sesuai UUD RI, akan punya arti praktis. Bila hanya
bicara dan janji saja, menunda-nunda dengan pelbagai alasan dan
dalih, itu artinya pemerintah menyalahi janjinya dan seperti kata
pepatah -- lain di mulut dan lain dihati. Sama dengan m u n a f i k.

Amsterdam, 04 Oktober 2007


* * *







Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/bhinneka_tunggal_ika/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/bhinneka_tunggal_ika/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:bhinneka_tunggal_ika-digest@yahoogroups.com
mailto:bhinneka_tunggal_ika-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
bhinneka_tunggal_ika-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



--
No virus found in this incoming message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.5.488 / Virus Database: 269.14.1/1050 - Release Date: 4-10-200