Wednesday, August 26, 2009

KITLV – DAN SE-ABAD SUTAN SJAHRIR

IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita

Rabu, 29 Juli 2009

-------------------------------------


KITLV – DAN SE-ABAD SUTAN SJAHRIR




Tak lama setelah menerima undangan KITLV – lewat email, aku menilpun sahabat lama Francisca Pattipilohy. Menanyakan apakah ia ada minat untuk bersama-sama memenuhi undangan KITLV. Aku tau Cisca Pattipilohy sudah lama anggota KITLV, Leiden. Mungkin saja ada pembaca yang sudah lupa apa makna nama KITLV: -- Ini dia -- KITLV adalah singkatan dari suatu lembaga di Nederland, bernama: 'Koninklijke Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde, atau dalam bahasa Inggrisnya, ditulis sbb: Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies.


Francisca bermaksud mengajak sahabat lainnya, Sutji. Jadilah kami bertiga, sore kemarin itu, menghadiri pertunjukan film dan 'seminar' SJAHRIR 100 HARI,

Begini bunyi lengkapnya teks undangan tsb: THE LEIDEN SOUTHEAST ASIA SEMINAR ---
We kindly invite you to attend the following film and seminar : “Syahrir 100 hari” by Des Alwi (1927), filmmaker and head of the Orang Kaya of the Banda islands. Date:Tuesday 28 July
Time:15.30 h – 17.00 h. Venue:Room 005 (ground floor), Lipsius building, University of Leiden
Cleveringaplaats 1, 2311 BD Leiden Please register if you wish to attend:kitlv@kitlv.nl . drs. S.R. (Yayah) Siegers-Samaniri -- Directiesecretaris / Director's Office and Supporting Staff

Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde / Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies. The Leiden Southeast Asia Seminar is a cooperation of the KITLV, IIAS, VVI and the Departments of Languages and Cultures of Indonesia and of Cultural Anthropology & Development Sociology, Leiden University.


* * *


Untung, ketika kami hendak masuk ke gedung KITLV, bertemu dengan orang KITLV, sahabatku Gerry van Klinken. Hai, katanya, apa kalian tidak pergi nonton film tentang Sjahrir? Wah, kebetulan jawabku. Kami juga mau nonton film dan seminar 100 th Sjahrir. Mari bersama ke sana, kata Gerry. Jalanlah kami bersama-sama menuju ruangan 005 di gedung Lipsius, yang letaknya berseberangan dengan gedung KITLV.


* * *


SUTAN SJAHRIR, adalah salah seorang tokoh nasional pejuang kemerdekaan sejak zaman kolonial. Beliau populer pada periode Revolusi Kemerdekaan. Ketika itu Sjahrir dikenal di dunia diplomasi internasional sebagai diplomat yang ulung. Di kalangan teman-teman dekat beliau, juga di kalangan orang-orang Republikén, beliau populer dengan nama panggilan BUNG KETJIL. Panggilan ini disebabkan penampilan tubuhnya yang memang 'kecil'.


Maret 2009 adalah tahun ke-100 lahirnya Sutan Sjahrir. Tanpa diragukan, Sutan Sjahrir adalah salah seorang FOUNDING FATHERS nasion Indonesia. Ketika memperingati Seratus Tahun Sjahrir, aku teringat kepada Subadio Sastrosatomo, mantan Sekjen PSI. Sesudah meninggalnya Sutan Sjahrir, beliau dianggap embahnya orang-orang PSI, meskipun ketika itu PSI sudah menjadi parpol terlarang. Suatu ketika, pada zaman Orba, Subadio pernah mengatakan kepada seorang kawan dekatnya, kira-kira begini: 'Menentang Bung Karno, adalah salah. Ini membikin Bung Karno bersandar pada PKI. Sekarang ini kita (maksudnya orang-orang PSI dan pendukungnya) harus bersatu dengan Sukarnois, dalam melawan Orde Baru'. Subadio Sastrosatomo, yang konsisten dalam kegiatan politiknya, – - bekerja giat untuk mengkoreksi yang dianggapnya suatu kesalahan PSI yang pada suatu masa panjang menentang Presiden Sukarnol


DES ALWI mengaku dia adalah anak angkat Sutan Sjahrir. Menganggap sangat mengenal Sutan Sjahrir. Jangan lupa: Sutan Sjahrir bukan sebarang orang seperti kita-kita ini. Beliau semasa hidupnya adalah embahnya PSI. Wajarlah dianggap bahwa Des Alwi hidup dan kegiatannya ada dalam habitat orang-orang PSI. Mestinya Des Alwi kenal siapa Subadio Sastrosatomo, embahnya PSI sesudah Syahrir meninggal dunia. Maka seyogianya mengerti, perubahan politik PSI yang tadinya menentang Bung Karno, menjadi politik bekerjasama, serta bersatu dengan para Sukarnois dan pendukungnya melawan rezim Orba.


Sungguh, tidak habis heran aku dibikinnya! Bagaimana bisa terjadi bahwa, Des Alwi membikin sebuah film dokumenter dengan judul SERATUS TAHUN SJAHRIR, tetapi isinya banyak mendeskreditkan Presiden Sukarno dan politiknya. Tambahkan fakta ini lagi: KITLV mengundang orang-orang untuk memberikan kesempatan kepada Des Alwi mempertunjukkan film dokumenter yang begitu berat sebelah dan tendensius. Juga menimbulkan tandatanya tertentu dalam benakku, mau kemana KITLV ini? Apalagi Des Alwi sendiri menyatakan dalam orasinya bahwa film dokumenternya itu, yah, seperti GADO-GADO layaknya.


Sayang, sesungguhnya ada sementara bagian dari film dokumentasi Des Alwi yang punya arti sejarah. Malah ada bagian-bagian yang baru kali itu dipertunjukkan untuk umum. Tetapi, karena pengeditannya amaturis, lebih-lebih karena 'ada udang dibalik batu', maka tak salahlah bila orang membenarkan penilaian Des Alwi sendiri bahwa film dokumenter itu – GADO-GADO! Gado-Gado tetapi jelas bagi penonton bahwa film tsb berat sebelah. Jelas pula, menyasar Presiden Sukarno.


Dipertunjukkanlah a.l. adegan demo KAMI/KAPPI di Jakarta pada akhir 1965/1966 menuntut dilorotnya Presiden Sukarno. Dikemukakan wawancara mahasis-mahasiswa KAMI/KAPPI yang menentang Presiden Sukarno, Diambillah wawancara Mr Moh Roem, salah seorang tokoh Masjoemi yang ngegongi bahwa era Sukarno sudah selesai, dsb.


Bisa dilihat juga antara lain, Presiden Sukarno menyatakan bahwa DALAM REVOLUSI TIDAK ADA KEBEBASAN PERS. Pernyataan Presiden Sukarno itu menimbulkan reaksi gelak-tawa di kalangan penonton sore itu. Suatu reaksi yang mengandung cemooh terhadap pernyataan Sukarno itu. Padahal setiap orang tau, bahwa pada periode revolusi kemerdekaan kita, mana ada kebebasan pers seperti yang diartikan Barat. Di daerah Republik Indonesia yang bebas dari pendudukan tentara Belanda, dan di daerah pengaruh RI lainnya, memang benar tidak ada kebebasan pers, yang memberikan hak kepada media untuk membela kolonialisme Belanda, dan bermaksud hendak mengahncurkan Republik Indonesia. Dalam hal ini sesungguhnya pernyataan Bung Karno itu benar! Pada waktu revolusi sedang berlangsung, tidak ada dan tidak mungkin akan ada kebebasan pers. PERS HARUS MENGABDI REVOLUSI. Memang demikianlah tuntutan suatu revolusi. Itu fakta sejarah. Revolusi mana saja tidak akan mengizinkan 'kebebasan pers' untuk menentang dan menyabot revolusi itu sendiri.


Orang tinggal milih. Setuju revolusi, atau, menentang revolusi tsb. Dalam hal itu pilihan itu bebas.

Itulah apa yang dinamakan LOGIKA REVOLUSI. Dengan sendirinya yang tidak setuju revolusi, bahkan menentang revolusi, tidak akan mengerti logika revolusi ini.


* * *


Selesai film dokumenter ditayangkan, Des Alwi menegaskan lagi betapa banyaknya, puluhan ribu romusha atau lebih, yang jadi korban pada waktu pendudukan militer Jepang. Semua kesalahan dan tanggungjawabnya dipikulkannya di atas pundak Bung Karno. Padahal di dalam buku otobiografinya yang ditulis oleh wartawan Amerika Cindy Adams (1965), Bung Karno memberikan penjelasan tentang peranan politiknya bersama Hatta pada waktu pendudukan Jepang. Timbullah tandatanya pada penonton seperti aku ini, mengapa penjelasan Bung Karno tsb tidak ditunjukkan dalam film dokumenter Des Alwi. Sehingga film dokumenter itu, beralih dari semula hendak memperingati '100 th Sutan Sjahrir' menjadi suatu film dokumenter yang sasarannya adalah Presiden Sukarno.


Seusai orasi Des Alwi dan seorang hadirin mengajukan pertanyaan, aku minta waktu untuk bicara. Kunyatakan sbb: Sayang, film dokumenter yang memuat hal-hal yang berguna, telah menjadi sebuah film dokumenter yang BERAT SEBELAH. Bila aku seorang Sukarnois, maka AKU AKAN MARAH! Sekian saja pendapatku. Baik Des Alwi maupun Dr Henk Schulte Nordholt, yang menjadi moderator, tidak memberikan reaksi apapun terhadap pernyataanku itu.


Sementara hadirin, termasuk beberapa mahasiswa Indonesia postgraduatestudies, menghampiri aku dan mengatakan bahwa mereka sependapat dengan apa yang kunyatakan tadi itu.


* * *


Akhirulkalam, ingin kusarankan kepada para sabahat, dan kepada orang yang baru kukenal itu, yaitu filmproduser Des Alwi, agar melihat film dokumenter yang dipublikasi oleh Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie, NIOD, 2005. Semuanya dalam 3 buah DVD. Temanya adalah: Nederlands Indië in De Tweede Wereldoorlog. Masing-masing DVD, terdiri dari 1) Indië Paraat,2) De Japanse Overheerzing dan 3) Nederlanders geinterneerd en de capitulatie van Japan. Dalam pengantarnya ditulis a.l bahwa, Pemimpin Nasionalis Indonesia, ir Sukarno, hendak merealisasi kemerdekaan negerinya melalui kerjasama erat dengan Jepang.


Jika pembaca berkenan silakan melihat sendiri 3 DVD mengenai Indonesia, yang dikeluarkan oleh NIOD pada tahun 2005.


Secara kebetulan belum lama aku dipinjami 3 DVD tsb oleh seorang sahabat yang hobinya antara lain adalah membaca literatur dan/atau melihat film-film dokumenter mengenai Indonesia. Melihat 3 DVD tsb dan membandingkannya dengan film dokumenter Des Alwi, tibalah orang pada kesimpulan bahwa, film dokumenter yang dibuat NIOD, rasanya lebih obyektif dan berimbang.


* * *


Bahwa SERATUS TAHUN SUTAN SJAHRIR, diperingati oleh bangsa Indonesia, memang begitulah seharusnya. Ini adalah sebagian dari prinsip TIDAK MELUPAKAN SEJARAH BANGSA SENDIRI. Tidak lupa pada pejuang-pejuang kemerdekaan yang telah mendahuli kita.


Tetapi memperingatinya seperti yang dilakukan oleh Des Alwi, cara yang demikian itu kontra-produktif dengan maksud baik semula.


* * *

BAGAIMANA MEMAHAMI MAKNA REVOLUSI

Kolom IBRAHIM ISA

Jum'at, 24 Juli 2009

---------------------------------

BAGAIMANA MEMAHAMI MAKNA REVOLUSI



Beberapa hari belakangan ini ramai politisi, elite dan media Indonesia mempersoalkan masalah REVOLUSI. Dalam hatiku: Bagus sekali ! Bahwa masalah REVOLUSI menjadi hangat dibicarakan. Dengan sendirinya masing-masing menyatakan pemahamannya sendiri mengenai apa itu Revolusi. Sehubungan dengan pemberitaan adanya 'ancaman' (kepada SBY), bila SBYmemang akan timbul revolusi,tampaknya memancing reaksi fihak lainnya. Muncul berita di media bahawa Mega dan Prabowo juga akan melaksanakan revolusi (bila menang) . Tak lama lagi disusul pula dengan pernyataan fihak SBY/Partai Demkrat tentang 'QUITE REVOLUTION' atau 'REVOLUSI SENYAP' yang mereka adakan. .

Menjadi jelas bahwa kata REVOLUSI itu, interpretasi apa itu revolusi bukanlah monopoli penguasa, politisi, pakar ataupun elite. Nyatanya yang mula membicarakan masalah revolusi, mungkin, adalah para pemikir. Mereka mencoba merumuskan: APA SIH YANG DINAMAKAN REVOLUSI ITU. Sekali tempo di negeri kita, revolusi itu tabu untuk diomongkan. Namun kalangan lainnya menganggap bahwa revolusi itu adalah sesuatu yang positif! Yang diperlukan oleh masyrakat itu sendiri agar tidak mandek, tidak jalan di tempat! Malah ditegaskan bahwa revolusi itu merupakan hukum alam. Tidak bisa ditangkal atau dicegah. Ia akan muncul, meletus bila syarat-syaratnya sudah tersedia. Disukai atau tidak. Ditakuti atau diharapkan, disepanjang sejarah masyarakat manusia, Revolsui itu bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan dan perkembangan masyarakat. Bisa dilihat di catatan sejarah, bahwa sesudah terjadinya Revolusi, biasanya disusul oleh lompatan kemajuan dan perkembangan yang lebih cepat dalam masyarakat sesuatu bangsa. Cobalah liat hal ini pada Revolusi Perancis, Revolusk Amerika, Revolusi Oktober Rusia, Revolusi Tiongkok, Revolusi Vietnam, Revolusi Aljazair, Revolusi Cuba, dan . . . . REVOLUSI INDONESIA.

Bagi kita sejak semula kata revolusi itu bukan barang tabu. Bukan sesuatu yang aneh. Bukan sesuatu yang tidak difahami. Republik Indonesia lahir berkat atau dimulai denga kalimat, pengumuman PROKLAMASI KEMERDEKAAN. SUATU REVOLUSI. Maka sering disebut REVOLUSI AGUSTUS 1945. Sebagai suatu nasion muda yang lahirnya dimulai dan digembleng dalam kancah perjuangan damai dan peperangan, kata REVOLUSI bukan suatu istilah yang tidak dimengerti. Bagi bangsa kita REVOLUSI itu adalah suatu berkah. Sesuatu yang pecah sebagai puncak perlawanan terhadap ketidakadilan, penindasan dan dominasi kolonialisme dan kekuasaan militer Jepang. Republik Indonesia lahir dan terkonsolidasi di dalam kancah Revolusi Agustus 1945. Maka siapa berani bilang kita takut atau emoh revolusi. Siapa bilang kita tidak mengerti revousi.

* * *

Hanyalah sejak rezim Orde Baru berkuasa, kata revolusi itu menjadi 'tabu'. Orang jadi takut membicarakan masalah revolusi. Karena masyarakat dibikin takut terhadap revolsui. Revolusi digambarkan sebagai suatu bencana, sebagai sutu kejahatan. Tidak aneh. Karena Orde Baru lahir dan berjaya, dengan menggulingkan Bapak Nasion dan Guru Revolusi Indonesia, Bung Karno. Yang menjadi soal. Apakah sesudah menggulingkan rezim Orde Baru, memasuki periode Reformasi, warisan Orba tsb masih hendak diteruskan?

Syukur alhamdulillah, karena sekarang ini partainya Presiden SBY sendiri, Partai Demokrat yang menyatakan bahwa selama ini Partai Demokrat beragendakan dan melakukan Revolusi. Jelasnya suatu QUITE REVOLUTION. Revolusi Senyap, begitu! Mungkin ini sebagai reaksi terhadap pernyataan dari fihak PDI-P, bahwa Mega dan Prabowo, bila menang, akan mengadakan REVOLUSI.

Mari ikuti penjelasan yang diberikan oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, apa yang dimaksudkannya dengan 'quiet revolution' . Partai Demokrat yang didirikan dan dibina sejak 2001 telah melakukan quiet revolution (revolusi senyap). Makanya mampu menang dalam pemilihan umum legislatif pada 9 April 2009.

Revolusi senyap itu dilakukan sejak 2005 melalui sebuah perencanaan dan persiapan. "Diam-diam, melaksanakan quiet revolution."

Revolusi senyap itu memperkuat infrastruktur, meningkatkan kemampaun kader, dan pembekalan lain. "Tiap-tiap kader ikut pelatihan kepemimpinan selama dua minggu".

Revolusi senyap dikatakan salah satu dari lima faktor atau kunci keberhasilan Partai Demokrat meningkatkan raihan suara hampir 300 persen. Empat faktor lain adalah rahmat Tuhan, kerja keras, kekompakan, dan program prorakyat yang digelontorkan dalam bentuk BLT dan sebagainya.

Lima tahun tanpa banyak publikasi, kami menata diri, membenahi diri untuk hasil yang lebih baik,"

Demikian penjelasaqn SBY sendiri mengenai apa yang dimaksudkannya dengan QUIET REVOLUTION .



Maka, dalam dunia kehidupan yang nyata, tidak ada tempat bagi siapa saja yang 'alergi', takut, atau phobi revolusi. Karena alergi, takut dan phobi terhadap revolusi, tak ada gunanya, karena pada suatu ketika REVOLUSI ITU TOH AKAN TERJADI.

Sehingga, bisa timbul kesan seolah-seolah tak ada isu atau kasus lain yang lebih urgen dan menarik di Indonesia dewasa ini, selain masalah REVOLUSI. Ditelusuri ke belakang, isu ini muncul dan membengkak terus, diawali oleh pemilu kemudian pilpres. Jadi hangat dibicarakan, karena ternyata 'incumbant president', presiden yang sedang berfungsi menggondol kemenangan. Kemudian diberitakan bahwa telah dideteksi sejumlah ketidak-wajaran atau kekisruhan, bahkan disebut ksesengajaan menjurus rekayasa sekitar pencatatan daftar pemilih. Tidak aneh, bahwa fihak yang kalah yang mempersoalkan 'ketidak-beresan' pemilu, teristimewa pilpres.

Dimana-mana begitu! Di Iran masih saja 'ramai' sekitar 'rekayasa' yang terjadi dalam pemilihan presiden. Presiden Ahmadinejad keluar sebagai pemenang. Oposisi yang dikepalai oleh Mousavi, menggugat hasil pemilu. Muncul demonstrasi berhari-hari diikuti oleh ribuan massa. Aparat keamanan bertindak melarang dan menindas kaum oposisi. Tampil para ayatolah dan mullah membenarkan Ahmadinejad. Kemudian tampil mantan presiden Rafsanjani, yang sedikit banyak menunjukkan keberfihakannya pada oposisi. Sampai sekarang masalah pemalsuan pemilu sebagai dituduhkan oposisi, masih belum selesai di Iran. Mantan presiden Iran, Ali Khatami, seperti halnya mantan calon presiden Ali Akbar Rafsanjani, tiga hari yang lalu menyatakan bahwa krisis yang ada sekarang sekitar terpilihanya kembali Presiden Mahmoud Ahamdinejad hanya bisa diselesaikan lewat referendum. Ini bertentangan dengan keputusan kekuasaan tertinggi Iran dibawah ayatollah Ali Khamenei, bahwa pemilihan lalu sudah sah.

Nah, muncul suara-suara, bahwa akan terjadi Revolusi Iran Edisi Kedua, sesudah Revolusi Iran th 70-an yang juga diklaim sebagai Revolusi Islam menggulingkan Syah Reza Pahlevi.

* * *

Meragukan hasil pemilihan bukan sesuatu yang baru. Di banyak negeri sering terjadi pemenang pemilihan tsb memang melakukan rekayasa. Artinya terjadi ketidakjujuran. Jangan jauh-jauh ambil contoh. Liat saja hasil pemilihan presiden Amerika dimana Georege Bush keluar sebagai pemenang. Di Amerika saja, suatu negara yang dikatakan merupakan negara demokrasi terbesar di dunia, berumur 200 tahun lebih masih bisa terjadi 'kehebohan' sekitar hasil pemilihan persiden. Begitu 'rumitnya' menentukan siapa yang menang, sehingga akhirnya diserahkan kepada Mahkamah Agung untuk menentukan siapa yang benar-benar telah memenangkan pemilihan presiden AS tahun itu.

Timbullah klaim, bahwa Bush jadi presiden bukan hasil pemilihan, tetapi adalah ketentuan oleh Mahkamah Agung. Jadi Bush bukan presiden pilihan rakyat. Namun, George Bush sempat berkuasa 8 tahun. Sempat melancarkan perang agresi di Irak. Dengan dalih bahwa rezim Hussein, menyimpan 'senjata pemusnahan masal'. Presiden Bush juga sempat membangun penjara Guantanmo yang meninjak-injak hukum internasional mengenai tawanan perang. Dalih Bush memperlakukan tawanan Guantanamo di luar kemanusiaan memperlakukan tawanan. Presiden Bush bilang meraka itu bukan tawanan perang, tetapi 'foreign combattant', 'pejuang asing'. Tapi Presiden baru AS Barack Obama, memutuskan menutup penjara Guantanamo. Karena warisan Bush itu telah memerosotkan wajah AS di dunia iternasional sebagai suatu pelanggaran terhadap HAM.

* * *

Mari liat apa yang dikatakan oleh kalangan linguist seperti yang dimuat di 'Websters New International Dictionary', Volume II, H to R – Encyclopaedia Britannica, INC. 1981. Mengenai makna kata REVOLUSI, a.l dijelaskan, sbb: Revolusi adalah . . . 'suatu perubahan tiba-tiba, radikal atau keseluruhan. Selanjutnya, Revolusi itu adalah: Suatu perubahan fundamental dalam organisasi politik, atau dalam pemerintah,atau konstitusi dan digantikannya dengn pemerintah yang lain.

Memang, sebagai bangsa yang memulai revolusinya pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa kita telah mengadakan perubahan tiba-tiba, radikal dan menyeluruh atas kekuasaan di Indonesia, yang ketika itu masih dikuasai oleh balatentara Jepang. Revolsi Agustus pada mulanya tidak mengambil bentuk kekerasan, seperti umpamanya pemberontakan bersenjata dalam Revolusi Perancis, Revolusi Amerika, maupun Revolusi Sosialis Oktober 1917 di Rusia. Secara keseluruhan Revolusi Kemerdekaan Indonesia dimulai dengan damai. Di sana-sini terjadi kekerasan. Hanyalah sesudah tentara Inggris memulai konflik bersenjata di Surabaya, Revolusi memasuki tahap kekerasan bersenjata.

Bagaimana dengan 'revolusi' yang katanya hendak dilaksanakan oleh Mega-Prawobo? Nyatanya sekadar hendak mengadakan perubahan bersangkutan dengan diat/makanan anak-anak Indonesia. Yang dimaksudkan dengan revolusi adalah 'perubahan besar -besaran' dalam menu makanan anak-anak. Agar secara keseluruhan dan besar-besaran anak-anak Indonesia mulai minum susu. Supaya sehat dan pandai.

Tidakkah agak 'sederhana' bila begini caranya memaknakan arti REVOLUSI?

* * *