Friday, December 31, 2010

Buku Terbaru NELSON MANDELA – – – “PERCAKAPAN DENGAN DIRI SENDIRI”

IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita
Jum' at, 31 Desember 2010
-----------------------------------------

Buku Terbaru NELSON MANDELA – – –
“PERCAKAPAN DENGAN DIRI SENDIRI”

Kemarin aku menerima 'kado' akhir tahun dari sahabat karibku Hans Beynon, jurnalis kawakan Belanda. Hans Beynon a.l menulis buku mengecam keras diskriminasi di zaman Hindia Belanda, berjudul: “Verboden voor Honden en Inlanders”. . Dengan boekenbon itu aku segera ke langananku 'Boekhandel Scheppers'. Beberapa hari yang lalu sudah dipajang di situ buku terbaru Nelson Mandela “In gesprek met mijzelf”.

Mula-mula aku kecewa. Buku Mandela itu sudah tak ada lagi. Kutanyakan pada gadis yang bertugas di situ. Ia segera membuka sebuah peti karton yang baru diterima. Dikeluarkannya buku baru Nelson Mandela : “Een gesprek met mijzelf”. Edisi bahasa Belanda. Judul aslinya: “Conversations with myself by Nelson Mandela”.

Pasti banyak manfaatnya membaca dan menarik pelajaran dari buku terbaru Mandela ini. Aku tidak pernah tahu ada buku yang kata pengantarnya ditulis oleh seorang presiden yang masih berfungsi. Buku terbaru Nelson Mandela ini, kata pengantarnya ditulis oleh Barack Obama, Presiden AS yang masih menjabat. Dari kenyataan ini saja sudah terasa pentingnya buku terbaru Mandela ini.

* * *

Sebelum menyinggung sedikit apa yang ditulis oleh Barack Obama dalam kata pengantarnya, ingin kusampaikan dulu:

KATA-KATA MUTIARA NELSON MANDELA,
yang bisa kita pertimbangkan sebagai pegangan hidup. Kata-kata ini dimuat di halaman paling awal dari buku tsb, sbb:

“Lagipula sel penjara merupakan tempat yang ideal untuk belajar mengenal diri sendiri, untuk menelusuri/memeriksa benar-benar dan secara teratur proses dari fikiran dan perasaan sendiri. Ketika melakukan penyimpulan atas kemajuan kita sebagai individu, kita cenderung, untuk memusatkan pada hal-hal yang diluar, misalnya posisi sosial seseorang, pengaruh dan popularitas, kekayaan dan taraf pedidikannya. Itu semua tentu penting dalam menentukan kesuksesan seseorang dalam masalah material dan sangat difahami bila banyak orang terutama memusatkan usaha untuk mencapainya.

“Tetapi faktor-faktor intern adalah lebih penting bagi perkembangan seseorang sebagai manusia. Kejujuran, keikhlasan, sederhana, rendah hati, luhur tanpa maksud tersembunyi, tidak congkak, selalu siap berbuat untuk orang lain – kwalitas yang bagi setiap orang bisa dengan mudah untuk dimiliki sendiri – merupakan fundamen dari kehidupan jiwa seseorang. Perkembangan jiwa seseorang tak mungkin terjadi tanpa melakukan introspeksi yang serius, tanpa mengenal diri sendiri, tanpa mengenal kelemahan dan kekeliruan sendiri.

“Sel penjara paling sedikit memberikan kesempatan untuk setiap hari memberikan penilaian terhadap kelakuan sendiri, untuk mengalahkan yang buruk dan mengembangkan yang baik di dalam diri sendiri, tak peduli apa itu. Secara teratur baik-baik memikirkan tentang diri sendiri, katakanlah selama 15 menit setiap hari sebelum tidur. Cara ini bisa membawa hasil yang bagus. Pada permulaan mungkin terasa sulit untuk menyebut point-point negatif mengenai diri sendiri, tetapi pada usaha yang kesepuluh kalinya dapat membawa hasil. Jangan sekali-kali lupa bahwa orang suci itu pernah berbuat dosa, yang terus saja berusaha (berbuat sesuatu yang baik).”



* * *

Bukankah kata-kata Mandela tsb merupakan butir-butir mutiara yang bisa dijadikan pedoman hidup?

Buku terbaru Mandela “Pecakapan Dengan Diri Sendiri”, membuka pintu masuk bagi pembaca ke kehidupan seseorang yang unik. Di sini ditunjukkan kehidupan pribadi Mandela. Dari surat-suratnya selama saat-saat yang paling sulit dari hidupnya ketika dipenjarakan dalam waktu yang begitu lama.

Dalam buku ini Mandela bukan ikon, juga bukn orang suci. Di sini ia seorang biasa yang terdiri dari darah dan daging. “Percakapan Dengan Diri Sendiri” adalah laporan pribadi, sejak ia sadar politik sampai ke kemegahannya di panggung dunia. Jarang sekali ada kesempatan untuk berhubungan langsung dengan Mandela, mendengar suaranya sendiri: langsung, jelas dan mesra.

* * *

Peter Godwin menulis di s.k. The Observer, 17 Oktober 2010:

Buku ini adalah suatu lensa berharga untuk melihat bagaimana Mandela mengambil keputusan-keputusan historis – bagaimana fikirannya tentang komunisme, tentang kepercayaan Kristianinya, perjuangan bersenjata …. Buku ini menceriterakan bahwa Mandela lebih memilih Nehru ketimbang Gandhi. Mandela juga menjelaskan bahwa ia hanya percaya pada non-violence (tanpa kekerasan) sebagai taktik dan tidak sebagai prinsip. Ia sepenuhnya percaya bahwa ia akan dihukum mati.

Buku ini merupakan suatu pengkoreksian berguna terhadap kecenderungan memandang sejarah melalui retrospektakel, beranggapan bahwa apa yang telah terjadi itu, betapapun merupakan hal yang tak bisa dicegah.

Mandela juga mengingatkan kembali bahwa tahanan nomor 466/64 (nomor itu adalah Mandela yang oleh penguasa dicatat hanya nomor administratifnya saja, I.I) mungkin bisa dibebaskan puluhan tahun sebelumnya, andaikata ia setuju dibebaskan di wilayah “black homelands”, yang diciptakan oleh penguasa, dan bila ia setuju untuk menolak perjuangan bersenjata melawan apartheid. Tetapi ia menolak kehendak yang memenjarakannya. Demikian antara lain Peter Godwin.

Betapapun penilalaian orang, Nelson Mandela di dunia dewasa ini dipandang sebagai lambang perjuangan demi keadilan dan paling memberikan isnpirasi.

* * *

Dalam kata pengantarnya Barack Obama menulis a.l.: Beliau (Nelson Mandela), adalah lambang perjuangan demi keadilan, persamaan dan harga-diri di Afrika Selatan dan di seluruh dunia. Ia telah memberikan pengorbanan yang begitu besar, sehingga menginspirasi orang dimana saja untuk melakukan apa saja demi kemajuan umat manusia.

Suri teladan yang diberikan Mandela menyadarkan saya mengenai apa yang berlangsung selanjutnya di dunia ini. Serta tugas-tugas kita untuk sesuatu yang benar. Dengan pilihan yang dibuatnya, Mandela menunjukkan bahwa kita tidak harus menerima saja dunia itu sebagaimana adanya. Tetapi bahwa adalah tugas kita untuk berusaha membuat dunia sebagaimana seharusnya.

Buku Mandela, “Percakapan Dengan Diri Sendiri”, berjasa pada dunia. Ia telah memberikan gambaran mengenai Mandela sebagai manusia. . . . Dengan bukunya itu Mandela mengingatkan bahwa ia bukan manusia sempurna. Seperti kita semua, Mandela juga telah melakukan kesalahan. Tetapi kesalahan-kesalahannya itu justu memberikan inspirasi pada kita.

Buku ini adalah suatu cerita mengenai seorang yang telah mempertaruhkan hidupnya untuk cita-cita yang diyakininya dan yang melakukan usaha keras demi suatu hidup yang membikin dunia ini lebih baik.

* * *

Aku belum selesai membaca buku terbaru Mandela ini. Entah kapan akan selesai membacanya, siapa tahu. Oleh karena itu kubuatlah tulisan ini. Paling tidak memperkenalkan kepada pembaca mengenai terbitnya buku terbaru Nelson Mandela:

PERCAKAPAN DENGAN DIRI SENDIRI!

* * *

Thursday, December 30, 2010

DEMOKRASI INDONESIA Adalah DEMOKRASI PANCASILA

IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita
Kemis. 30 Desember 2010
---------------------------

DEMOKRASI INDONESIA Adalah DEMOKRASI PANCASILA


Tidak jelas bagaimana solusi terakhir sekitar kasus Daerah Istimewa Jogyakarta. Apakah demokrasi Pancasila yang menjadi dasar negara Republik Indonesia, juga berlaku untuk Daerah Istimewa Jogyakarta? Apakah karena 'keistimewaanya', lalu UUD RI tidak berlaku di Jogyakarta? Inikah yang dikatakan 'megakui fakta sejarah' sekitar kedudukan dan saling hubungn antara negara RI dengan Daerah Istimewa Jogjakarta?

Bicara soal dasar falsafah negara RI, PANCASILA, tidak bisa tidak harus bertolak dari pengalaman sejarah perjuangan rakyat Indonesia itu sendiri. Dari proklamasi kesepakatan Sumpah Pemuda. Suatu Indonesia yang merupakan kesatuan dan bersatu (Pidato Ir Sukarno, Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945). Harus bertolak dari pengorbanan rakyat sejak Pemberontakan 1926, Revolusi Agustus dan perang kemerdekaan membela negara Republik Indonesia. Bicara soal mempertimbangkan pengalaman sejarah, maka pertama-tama bertolak dari kenyataan bahwa ratusan ribu korban yang denga rela memberikan yang paling berharga dari hidup mereka sendiri, demi kemerdekaan bangsa, demi membela kedaulatan Republik Indonesia.

Ketika Sukarno – Hatta atas nama 'bangsa Indonesia' memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, maka proklamasi itu adalah bagi SELURUH INDONESIA. Dari Sabang sampai Merauké. Tanpa kecuali. Termasuk Jogyakarta dengan sendirinya. Dengan segala keistimewaannya, Jogyakarta adalah bagian tak terpisahkan dari Republik Indonesia dimana berlaku undang-undang dan ketentuan hukum negara Republik Indonesia.

* * *

Tulisan Bonnie Triyana patut dibaca! Secara singkat padat Bonnie memaparkan pengalaman sejarah RI dan saling hubungannya dengan Daerah Istimewa Jogyakarta yang diciptakan oleh RI.

Kesimpulkan akhir tulisan tsb mengemukakan, bahwa:

“Bilamana melihat semangat Sultan HB IX menggabungkan diri ke dalam Republik yang sedang berevolusi menuju alam yang demokratis maka sebuah tafsir lain bisa muncul: penetapan gubernur hanya berlaku untuk HB IX saja, sebagai penghargaan tertinggi dari pemerintah Republik Indonesia untuk seorang Raja Jawa yang berani mengambil sikap progresif dan melawan arus pada zamannya. Selebihnya, serahkan saja pada mekanisme demokrasi sebagaimana tujuan revolusi Indonesia yang dikobarkan oleh para pendiri republik ini, termasuk oleh Sultan HB IX”.

Benar Bonnie, --- SELEBIHNYA SERAHKAN SAJA PADA MEKANISME DEMOKRASI.

* * *
BONNIE TRIYANA:
Demokrasi untuk Yogyakarta?
Dimuat pertama kali oleh Majalah Historia Online, 30 Desember 2010.
 Perang tafsir sejarah sedang terjadi antara Jakarta dengan Yogyakarta.
 SECARA metodologis kata “seandainya” tidak bisa digunakan untuk menganalisa peristiwa sejarah. Tapi kalau saja boleh berandai-andai melihat fakta sejarah, maka sebuah pertanyaan dilontarkan dalam kasus kisruh keistimewaan Yogyakarta akhir-akhir ini: bagaimana seandainya Sultan Hamengku Buwono IX (HB IX) tidak memutuskan untuk bergabung dengan Republik Indonesia yang masih jabang bayi itu? Tentu jawabannya bisa bermacam rupa dan semuanya memiliki potensi untuk menjadi benar atau salah. Namun pastinya baik jawaban itu salah atau benar tak satu pun yang menjadi realitas karena hanya berangkat dari kata seandainya.
 
Sejarah perlu ditelaah lebih dari sekadar teks. Ia bisa berhenti sebagai “kisah mati” yang rawan dimistifikasi jika tak meninjau lebih jauh kontekstual peristiwa sejarah yang terjadi pada zamannya. Begitu pula dalam soal melihat silang sengkarut perselisihan paham antara keluarga keraton dan warga Yogyakarta di satu sisi dengan pemerintah di sisi lain dalam menyoal Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta (RUUK).
 
Pada masa kolonial, Yogyakarta dan Surakarta merupakan dua daerah kerajaan (vorstenlanden) yang berada di bawah kekuasaan raja. Sultan HB IX (HB IX) sebagai raja Yogyakarta yang menggantikan takhta ayahnya, HB VIII dengan kesadaran politik dan latar belakang pengetahuannya yang modern memutuskan untuk bergabung dengan Republik Indonesia. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, HB IX mengirimkan kawat ucapan selamat kepada Bung Karno dan Bung Hatta atas berdirinya negara Republik Indonesia.
 
Pada 5 September 1945, Sultan HB IX memaklumkan amanat untuk menggabungkan diri dengan Republik Indonesia. Seperti termuat dalam buku Tahkta Untuk Rakyat, maklumat September itu memuat tiga pokok, yakni, pertama, Ngayogyakarta Hadiningrat berbentuk kerajaan yang merupakan Daerah Istimewa, bagian dari RI. Kedua, segala kekuasaan dalam negeri dan urusan pemerintahan berada di tangan Sultan HB IX. Ketiga, hubungan antara Ngayogyakarta Hadiningrat dengan pemerintah negara Republik Indonesia bersifat langsung dan Sultan HB IX bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI.
 
Kenapa Sultan HB IX memilih untuk bergabung dengan Republik dan menolak beragam tawaran Belanda yang menggiurkan?
 
Seperti diakuinya di dalam buku Takhta Untuk Rakyat, HB IX mengatakan hal yang mungkin irasionil namun itu benar terjadi padanya. Telah datang kepadanya sebuah bisikan gaib pada Februari 1940 yang mengabarkan tentang keruntuhan kekuasan Belanda di Indonesia. HB IX pun mengakui kalau dia hidup dalam dua dunia: dunia keraton yang menempatkannya sebagai seorang raja dalam alam feodal dan dunia luar kraton yang penuh dengan tantangan zaman yang mulai berubah ke arah modernitas.
 
Sultan HB IX yang berpendidikan barat dan terbuka terhadap gagasan-gagasan baru yang berkembang di masyarakat. Dia seorang yang rumit: modernis yang berperan sebagai raja Jawa dalam kungkungan alam feodalisme. Oleh sebab itulah Sultan HB IX tahu benar harus berada di mana saat gerakan kemerdekaan yang diusung kelompok nasionalis Indonesia sejak awal abad ke-20 memainkan peranan penting dalam masa peralihan yang penuh gejolak.
 
Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Sultan HB IX memilih untuk berada bersama Republik. Proklamasi 17 Agutus 1945 mengubah telah semuanya. Membongkar tatanan yang di masa sebelumnya ajeg dan dianggap normal. Serangkaian kalimat dalam teks proklamasi menimbulkan gelombang besar: “Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.”
 
Seruan pemindahan kekuasaan itu pun menjalar ke kota-kota dan pedesaan di seluruh penjuru negeri. Pada hari itu ada yang berdiri, ada pula yang runtuh. “Yang ambruk adalah sebuah wacana,” kata Goenawan Mohamad dalam kolomnya di Majalah Tempo, edisi kemerdekaan 2008 lalu. Jepang kalah perang dan Belanda tak lagi berkuasa. Proklamasi kemerdekaan menjadi awal revolusi nasional yang melahirkan identitas sebuah negara yang baru. Revolusi sosial menyusul kemudian.
 
Feodalisme yang tumbuh subur semasa kolonialisme berkuasa menjadi sasaran gerakan revolusi. Kurang dari sepekan, kabar proklamasi kemerdekaan Indonesia telah menyulut gerakan revolusi sosial di Banten. Sejumlah pejabat pribumi yang datang dari kalangan menak (priyai), yang  menjadi sasaran kemarahan. Mereka dianggap sekutu pemerintah kolonial  yang tak senafas dengan tujuan revolusi Indonesia. Jabatan residen dan bupati diisi oleh kaum republikein pendukung revolusi. Haji Achmad Chatib, seorang aktivis politik yang pernah terlibat dalam pemberontakan komunis di Banten 1926 menjabat residen Banten.
 
Bulan Oktober 1945 revolusi sosial pun menjalar hingga ke tiga daerah di wilayah Eks Karesidenan Pekalongan. Anton Lucas Peristiwa Tiga Daerah: Revolusi dalam Revolusi mencatat aksi revolusi sosial bermula ketika lurah desa Cerih, Tegal Selatan diperlakukan hina oleh rakyat dalam sebuah arak-arakan dombreng. Dombreng berasal dari kata “tong” dan “breng” yang mengambarkan pukulan pada kayu atau bunyi kaleng kosong yang dipukul oleh pengaraknya. Arak-arakan yang sebelum era revolusi digunakan untuk mempermalukan maling yang tertangkap basah itu kemudian digunakan untuk menggiring para pamong desa simbol kaum feodal.
 
Revolusi di ketiga daerah itu pun membawa perubahan pada cara berbahasa. Kaum revolusioner setempat yang dipelopori oleh tokoh-tokoh PKI seperti Subandi Widarta selama revolusi sosial berlangsung mendorong rakyat di tiga daerah untuk tidak menggunakan gelar kebangsawanan. Residen Sarjio yang hanya duduk sebagai residen dalam empat hari saja di bulan Desember mengumumkan agar penggunaan panggilan “ndoro”, “paduka” dan “abdi” diganti dengan “bung” atau “saudara”.
 
Revolusi sosial pun berkobar di Aceh, di mana terjadi pembunuhan terhadap kalangan  uleebalang yang selama pemerintahan kolonial menjadi pegawai Belanda. Begitu pun di Sumatera Timur, revolusi digerakkan oleh organisasi kepemudaan seperti Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), Nasionalis Pemuda Indonesia (Napindo), Barisan Harimau Liar dan Hizbullah menahan para pejabat, bangsawan semua simbol-simbol feodalisme. Keluarga Kesultanan Deli pun tak luput dari sasaran kaum revolusioner yang mengamuk. Salah satu korbannya adalah Amir Hamzah, penyair angkatan Pujangga Baru, yang tewas dalam peristiwa tersebut.
 
Tapi revolusi sosial menemui situasi yang anti-klimaks, di mana para kaum revolusioner harus menyingkir dari panggung politik revolusi bahkan ditangkap atas alasan mengacau keadaan. Namun demikian revolusi sosial, kendati tidak merata, telah meneguhkan cita-cita kemerdekaan itu sendiri: bahwa kehidupan masyarakat di alam kemerdekaan haruslah dibangun di atas pondasi demokratis, egaliter, dan tak bersumber pada struktur sosial yang hirarkis berdasarkan nilai-nilai feodalisme.
 
Sutan Sjahrir sebagai salah seorang penganjur demokrasi menunjukkan kecemasannya apabila revolusi, yang menghendaki perubahan mentalitas bangsa Indonesia dari mentalitas jajahan ke jiwa-jiwa yang merdeka, tidak berjalan sempurna. Dia khawatir akan “warisan feodal masih sangat kuat terasa di kalangan orang Indonesia. Artinya, mereka telah terbiasa menerima patokan-patokan politik dari atas, sehingga mereka selalu menunggu perintah pemimpin tanpa sedikit pun berani mengambil prakarsa, ” kata Sjahrir seperti dikutip oleh Indonesianis George McTurnan Kahin dalam buku Mengenang Sjahrir.
 
Revolusi sosial tak sempat terjadi di Yogyakarta. Sultan HB IX kendati seorang raja yang berkuasa atas daerahnya tak hendak berjumawa dengan berdiri berseberangan dengan pihak republik. “...Proklamasi kemerdekaan segera diikuti oleh arus revolusi. Semua swapraja tergilas oleh roda revolusi, kecuali swapraja Kesultanan dan Pakualaman yang segera setelah proklamasi bersatu menyambut dan menyatakan diri sebagai bagian dari Republik Indonesia,” tulis Mr. Sudarisman Purwokusumo yang dikutip Kustiniyati Mochtar dalam buku Takhta Untuk Rakyat.
 
Kini kontinuitas historis sedang diperdebatkan. Keistimewaan Kesultanan Yogyakarta yang diberikan oleh pemerintah Republik Indonesia pada masa revolusi menimbulkan multitafsir, terutama pada satu poin dalam RUUK yang menghendaki gubernur Yogyakarta dipilih secara demokratis, bukan ditetapkan sebagaimana yang pernah diberlakukan terhadap Sultan HB IX dan Sultan HB X sebagai penerus HB IX.
 
Maklumat Sultan HB IX 5 September 1945 kendati secara jelas menyebutkan bahwa segala kekuasaan dalam negeri dan urusan pemerintahan berada di tangan HB IX, tetap menimbulkan pengertian yang mendua: apakah penetapan gubernur hanya berlaku buat HB IX saja ataukah berlaku sepanjang masa untuk anak-keturunan sultan Yogyakarta? Bilamana melihat semangat Sultan HB IX menggabungkan diri ke dalam Republik yang sedang berevolusi menuju alam yang demokratis maka sebuah tafsir lain bisa muncul: penetapan gubernur hanya berlaku untuk HB IX saja, sebagai penghargaan tertinggi dari pemerintah Republik Indonesia untuk seorang Raja Jawa yang berani mengambil sikap progresif dan melawan arus pada zamannya. Selebihnya, serahkan saja pada mekanisme demokrasi sebagaimana tujuan revolusi Indonesia yang dikobarkan oleh para pendiri republik ini, termasuk oleh Sultan HB IX (BONNIE TRIYANA)

* * *
 

Friday, December 24, 2010

SELAMAT HARI NATAL - SELAMAT TAHUN BARU 2011

KELUARGA IBRAHIM ISA

------------------------------------

Amsterdam, 24 Desember 2010





Kepada kawan-kawan, relasi dan sahabat serta kenalan lama dan baru menyampaikan:



-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

SELAMAT HARI NATAL - SELAMAT TAHUN BARU 2011 - SEMOGA BANGSA INI MAJU TERUS!

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



YAKINI BERSAMA:





Bangsa ini, nasion ini, telah membuktikan kemampuan berjuang mencapai kemerdekaan nasional!



Bangsa ini, nasion ini, membuktikan kemampuan berjuang membela kedaulatan nasional !



Bangsa ini, nasion ini, membuktikan kemampuan membela persatuan dan kesatuan bangsa dan tanah-air !



Bangsa ini, nasion ini, membuktikan keampuhannya menggagalkan, menghancurkan setiap usaha separatisme!



Bangsa ini membuktikan mampu membangkitkan gerakan Reformasi dan Demokrasi hingga berhasil



Menyingkirkan Suharto dari singgasana kekuasaan rezim Orbanya,





Bangsa ini akan maju terus, membangun dan mengkonsolidasi identitas bangsa sebagai bangsa yang



BERBHINNEKA TUNGGAL IKA - BERMULTIKULTURAL - BER-PANCASILA !





Segala indikasi menunjukkan bangsa ini mampu mengatasi segala kesulitan dan kendala.



Pengalaman, alasan dan indikasi memberikan dasar untuk beroptimis dan merebut sukses!



Amsterdam, Holland.

Thursday, December 23, 2010

BER-SOLILOQUI “MELAWAN LUPA”

IBRAHIM ISA – Ber- SOLILOQUI
Kemis, 23 Desember 2010
------------------------------------------------

BER-SOLILOQUI “MELAWAN LUPA”

Supaya sama pemahaman kita mengenai makna kata SOLILOQUI, baiklah dikemukakan terlebih dulu mengenai pemahaman umum tentang arti kata SOLILOQUI. Soliloqui, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , sama artinya dengan kata SENANDIKA. Arti kata 'Senandika', a.l sbb: Wacana (dialog) seorang tokoh di karya susastra dng dirinya sendiri di dlm drama, dipakai utk mengungkapkan perasaan, firasat, konflik batin yg paling dalam dr tokoh, atau untuk menyajikan informasi yg diperlukan pembaca atau pendengar. Begitulah makna kata SOLILOQUIS, atau SENANDIKA, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.

WIKIPEDIA, menjelaskan a.l sbb: Soliloquy adalah suatu cara yg sering digunakan dalam drama, dimana seorang tokoh menyampaikan fikiran dan perasaannya kepada publik. Soliloquy berbeda dengan monolog. Demikian a.l Wikipedia.

Aku menggunakan cara SILOLIQUI, bukan dalam suatu drama, tetapi sekadar menggunakan cara-lain untuk menyampaikan sesuatu kepada pembaca. Juga rasanya lebih leluasa dan santai menulis di SOLILOQUI. Cara ini ditempuh supaja pembaca jangan jemu.

* * *

Seperti biasa, setiap pagi kubuka computer-ku. Pertama-tama untuk membaca berita. Agar tahu situasi. Dan ini penting: Untuk membaca bila ada berita dari kawan atau relasi, yg perlu segera dijawab. Kufikir, orang jadi kesel bila berita yang memerlukan tanggapan atau jawaban dari yang dikiriminya, dibiarkan lama tak terjawab atau tak ditanggapi. Lain halnya bila berita itu lebih banyak berupa tuduhan dan makian belaka. Maka yang bersangkutan bisa difahami mengambil sikap: -- ANJING MENGGONGGONG . . . . . KAFILAH JALAN TERUS!

Kubilang pada teman-teman, perlu membaca berita-berita di FACEBOEK. Sering di situ aku temui berita keluarga, relasi terdekat, sahabat kental atau kenalan lama. Menggunakan media ini kita bisa dalam waktu secepat kilat menjawab dan berdialog. Dalam waktu singkat 'kenalanku' sudah melonjak jumlahnya di Facebook dari nol menjadi: 550. Harus diakui, FACEBOOK memang suatu penemuan hebat abad keduapuluhsatu oleh Mark Zuckerberg cs (AS), yang kini mengelola Facebook. Mungkin karena media ini gratis dan efektif, lebih dari 500 juta yang tergabung dengan Facebook. Ini suatu r e v o – l u s i di bidang inter-komunikasi. Bayangkan melibatkan 500.000.000 lebih pembaca dan penulis. Wow !!


* * *

MELAWAN LUPA

Yang mendorong aku ber-SOLILOQUI, ialah sebuah berita email yang kuterima dari sahabatku Chalik Hamid. Dengan catatannya sbb: “Mohon diklik alamat di bawah: http://www.metrotvnews.com/metromain/newsprograms/2010/12/22/7767/308/Melawan-Lupa. Berita ini juga dimuat di mailist Gelora45, Perhimpunan Persaudaraan, Inti, dll.

Isi berita ialah rekaman acara – Mata Najwa– yang disiarkan oleh METROTV-NEWS, dengan tema MELAWAN LUPA. Kasus yang dibicarakan ialah Peristiwa Kekerasan terhadap komunitas Tionghoa (Mei 1998), Peristiwa penembakan di Td. Periuk (1984), dan Kasus Pemerkosaan Wanita-Wanita asal etnik Tionghoa (Mei 1998) dan Kasus Kekerasan aparat di Semanggi (Mei 1998). Tampil di situ antara lain Ita Nadia (Komnasham Perempuan), Nurcholis (Wakil Ketua Komnasham) dan Usman Hamid (Koordinator KONTRAS). Dan beberapa orang yang jadi korban dalam peristiwa tsb.

Inti-sari acara MELAWAN LUPA, dimaksudkan untuk mengingatkan masyarakat bahwa penguasa, pemerintah, mereka yang terlibat dalam peristiwa kekerasan aparat terutama pemimpin-pemimpinnya, sampai sekarang mengambil sikap belagak LUPA mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan peristiwa tsb.

Pembawa acara MATA NAJWA, tegas sekali mengecam dan menuding pemerintah, penguasa, yang terlibat, selama ini bukan saja berusaha keras hendak MELUPAKAN peristiwa tsb, tetapi juga aktif MELAKUKAN PEMBUNGKAMAN. Usaha pembungkaman pemberitaan mengenai kasus kekerasan tsb terutama ditujukan terhadap para korban yang berani tampil mengungkap dan membongkar kasus pelanggaran HAM oleh penguasa ketika itu. Sampai ada yang dibunuh karena berani menjadi saksi kekerasan aparat.

Pokoknya pembaca harus membuka sendiri acara MELAWAN LUPA yang ditayangkan oleh MetroTVNEWS. Pasti akan menggugah rasa hati nurani. Untuk ikut ambil bagian dalam usaha besar MELAWAN LUPA. Yaitu melawan kekerasan, pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa/pemerintah Orba, yang sampai detik ini terus saja mereka tutup-tutupi. Biasa, dengan menggunakan dalih, bahwa kasus itu adalah mengenai masa lampau. Dan, dengan menyatakan peristiwa tsb 'tidak pernah terjadi', dan 'tidak ada bukti', 'tidak ada saksi' dsb.

Acara TV dengan tema MELAWAN LUPA, perlu dapat sambutan dan dorongan masyarakat. Dan seyogianya dikembangkan, diperluas temanya dengan mencantumkan juga dalam acara MELAWAN LUPA itu, peristiwa-peristiwa pelangaran HAM yang jauh lebih besar. Teristimewa yang bersangkutan dengan PERISTIWA TRAGEDI NASIONAL 1965. Dalam peristiwa tsb golongan militer yang dikepalai oleh Jendral Suharto, melakukan kejahatan pelanggaran HAM terbesar di sepanjang sejarah Republik Indonesia.
Atas nama memulihkan keamanan nasional, Jendral Suharto dengan para pendukungnya di kalangan TNI dan di kalangan masyrakat, melakukan persekusi dan pembantain masal terhadap warganegara tak bersalah yang selalu setia kepada Republik Indonesia dan Presiden Sukarno.

Ketika memperingati SEABAD PROF W.F. WERTHEIM, Stichting Wertheim, Amsterdam, mengadakan seminar cukup luas, dengan tema yang kurang lebih sama juga.Yaitu melawan 'ignorance' , 'ketidak-tahuan', atau 'kedunguan'.

Yaitu 'kedunguan' atau 'ketidak-tahuan' yang dengan sadar dan sengaja diregisir oleh penguasa Orba, mengenai pelanggaran HAM terbesar sekitar Peristiwa Tragedi Nasional 1965. Supaya masyarakat, supaya bangsa negeri ini tetap bodoh dan 'awam' mengenai sejarah bangsanya sendiri. Supaya yang boleh diketahui yaitu 'sejarah bangsa' yang direkayasa oleh penguasa.

* * *

Begitu selesai mengikuti berita mengenai acara MELAWAN LUPA tayangan MetroTVNews, yang dikirim Chalik Hamid kepadaku, kutilpun Chalik.
Bung, kataku, news-item yang baru Bung kirimkan pagi ini, sungguh baik dibaca, didengar dan dilihat. Terima kasih atas kiriman Bung itu, kataku kepada Chalik. Akhirulkalam kali ini:

SELAMAT HARI NATAL DAN TAHUN BARU 2011, -- SEMOGA SAHABAT DAN RELASI, PEMBACA DAN KENALAN DIBERKAHI KESEHATAN, SUKSES DAN KEBAHAGIAAN!! * * *

Tuesday, December 21, 2010

MENYONGSONG HARI IBU 22 Des. 2010

Kolom IBRAHIM ISA
Selasa, 21 Desember 2010
-----------------------------------

MENYONGSONG HARI IBU 22 Des. 2010
< Dng Sumbangan Puisi Dini S. SETYOWATI – “Pantulan di Wajah>


Di negeri kita, Hari Ibu diperingati pada tanggal 22 Desember setiap tahun, sebagai perayaan nasional. Hal itu ditetapkan di dalam Dekrit Presiden Sukarno, No. 316 tahun 1959. Di mancanegara Hari Ibu diperingati sejak lama. Lebih dari 75 negara lain, seperti di Belanda, Belgia, Amerika, Australia, Kanada, Jerman, Jepang, Italia, Malaysia, Taiwan dan Singapura, Hari Ibu, atau Mother's Day, dirayakan pada hari Minggu pekan ke dua bulan Mei.

Di bawah kekuasaan rezim Orba, pemerintah berusaha menjadikan masalah kaum ibu, sebagai masalah kekeluargaan semata-mata. Orba membatasi ruang lingkup kegiatan ibu-ibu pada masalah rumah-tangga semata-mata. Ini adalah pentrapan kebijakan pembodohan masyarakat.

Dengan jatuhnya Presiden Suharto dan bangkrutnya politik depolitisasi setiap gerakan masyarakat, berhentilah politik pembodohan terhadap kaum wanita dan ibu-ibu Indonesia .

* * *

Dalam arti tertentu kehidupan bangsa-bangsa di dunia, -- internasionalisasi, globalisasi sudah beberapa waktu, menjadi kecenderungan utama perkembangan zaman, perkembangan sejarah bangsa-bangsa. Disadari atau tidak, disukai atau tidak -- Penduduk planit BUMI kita ini, hampir semua terlibat dalam internasionalisasi! Barangkali satu-dua suku etnik atau satu dua bangsa saja yang masih bersusah-payah menutup diri secara hermetis. Demi mempertahankan dan melindungi 'identitas' dan 'kemurniannya'. Demi penolakannya terhadap 'perubahan'. Mereka emoh dan khawatir terhadap pengaruh 'buruk' dari luar. Di Amerika Serikat, yang seperti itu, dikenal a.l sebagai etnik 'the Amish people'. Di negeri kita juga masih ada suku-bangsa mungkin jauh di dataran tinggi pegunungan di Papua Indonesia,yang 'menyendiri' atau 'terisolasi'.

Sejalan dengan kecenderungan umum kehendak saling berhubungan dan saling belajar dari keunggulan masing-masing, demikian pula halnya mengenai cita-cita dan kegiatan kaum ibu untuk perbaikan nasib dan hak-hak mereka seebagai manusia semakih lama semakin menyatu dengan arus perkembangan internasionalisasi. Dengan demikian kegiatan kaum ibu semakin berkembang.

Dalam arti yang lebih besar, nasib kaum ibu, menyatu dan merupakan kelanjutan nasib kaum wanita umumnya. Meskipun dalam kehidupan kongkrit masih dibedakan antara masalah kaum wanita dan masalah kaum ibu.

* * *

Sangkut-pautnya masalah KAUM IBU dan KAUM WANITA, menjadi semakin nyata dan menonjol dalam masyarakat kita sejak berdirinya rezim Orba. Bisa disaksikan betapa tak terpisahkannya nasib kaum wanita dan kaum ibu Indonesia. Akibat opresi dan supresi rezim Orba, Sejak Peristiwa Tragedi Nasional 1965, baik kaum wanita maupun kaum ibu, menderita, tersiksa, termarjinalisasi dan didiskriminasi: Nasib kaum wanita dan kaum ibu, khususnya yang tergabung dalam GERWANI, organisasi wanita yang terbesar di tahun limapuluhan abad lalu. Atas tauduhan palsu dan rekayasa terlibat dalam penyiksaan dan pembunuhan enam orang jendral dan seorang perwira TNI, mereka dipersekusi, disiksa, dibunuh, dipenjarakan. Nasib yang sama juga dialami oleh mereka yang diduga ada hubungan atau bersimpati, bahkan bila ada yang anggota keluarganya anggotga atau simpatisan GERWANI.

Sejak berdirinya rezim di bawah Jendral Suharto, entah berapa ribu kaum ibu yang kehilangan suami, anak atau anggota keluaganya. Entah berapa ribu wanita Gerwani dan yang dituduh Gerwani, yang kehilangan kebebasan bahkan nyawa mereka.

* * *

Sudah sepuluh tahun lebih sejak gerakan Reformasi melanda dan menggulingkan Presiden |Suharto, tetapi nasib kaum ibu dan kaum wanita yang menjadi sasaran dan korban persekusi, opresi, marjinalisasi serta diskriminasi, masih belum mengalami perubahan mendasar. Kaum ibu korban pelanggaran HAM terbesar oleh Orba , masih tetap menderita.


Dikala memperingati dan merayakan HARI IBU INDONESIA, seyogianya masyarakat tidak melupakan penderitaan ribuan kaum ibu akibat persekusi dan penindasan oleh Orba.

* * *

Melengkapi peringatan dan perayaan HARI IBU INDONESIA, 22 Desember 2010, kali ini, dimuat dibawah ini sebuah balada, karya DINI S. SETYOWATI:

PANTULAN DI WAJAH (Sebuah Balada)
Oleh: Dini S.Setyowati

Kenangan menerawang ke belakang...
Di masa aku kecil...sebelah sesosok profil
Membantu didapur sebelum fajar meningsing
Api di tungku meretas kering
Kayu tua dimakan api perlahan
Mataku yang ngantuk kugosok-gosok
Percikan bagaikan puluhan kunang
Terbang.. meninggi...
Campur dengan aroma sarapan pagi
Kupandang wajah tua tak banyak keriput
Menunduk diatas periuk dalam pantulan api
Masih menampak sisa keayuan
Ditiap guratan lipatan umur menyudut
Tersimpan secercah pengalaman...
Tangan yang agak gemetar
Menaruh teko seng tua yang pula
Mulai peyot tapi awet bertahan
Husj... masih penuh bercakan angus!
Salahku, lupa aku bersihkan...
Wis ndang adus kono..!
Ia menghentak lembut
Cah wadon ora oleh rusuh...
Jamune ojo lali nyang mejo
Aduh..! Pahitnya.. kubisik menggrutu
Aku ingat nenek mengomel selalu
Terbaja oleh pahitnya hidup dan jamu
Citra budaya sahaja dari desa jawa
Meskipun masih turunan raja Madura

Ketika pemogokan buruh dipimpin PKI
Pada tahun 1926
Kota Kediri.. terlalu mengancam
Seluruh Jawa dibawah kontrol polisi
Banyak dari mereka yang nemu ajal mati
Ataupun harus lari tertangkap lalu dibuang
Ke tempat bernama BovenDigul terkenal seram
Nenek dan Kakek syukur selamat!
Berhasil lari dari kejaran polisi
Menghindar kontrol di siang hari...
Menulusur rel-rel kereta api
Sembunyi bila ada gerbong lewat
Di tengah semak alang-alang...lebat...
Adik ayahku yang masih bayi sering menangis
Disumbat tetek nenek yang tak banyak susu lagi...
Dan ayahku yang masih balita
Hanya diam tak banyak bertanya
Dipaksa terlalu cepat untuk dewasa
Kadangkala dapat penginapan gratis
Dibalik kandangnya kerbau
Masih ada rasa setiakawan penduduk
Pada mereka
Yang terpaksa “merantau”...
Akhirnya singgahan terakhir di Jetis
Jogyakarta membuka peluang
Untuk seterusnya-karena sudah tak mungkin pulang


Plok...tek...plok...tek..plok!
Suara nyaring deplokan susur
Hmm..nikmatnya mulut itu mengunyah
Jadi kemecer nampak daun sirih begitu seger
Didalam dipendam sejumput 'gambir injit' ramuan
Lalu warna merah merona di senyum sumringah!
Senyuman ompong...
Ciuh! Bidikan tepat kedalam tempolong!


Aku bayangkan ketika itu banyak tanah
Yang harus kembali bersimbah darah
Seluruh Jawa timur dan tengah berada dalam cengkraman
Kontrol polisi kolonial Belanda
Yang takut dimana-mana lahir jiwa merdeka..
Menggalang aksi sisir sampai desa pedalaman
Sering untuk tambahan sehari-hari
Mbah Putri jualan kue apem dan getuk lindri
Dipasar Kranggan didekat Tugu
Atau apapun yang ada bahkan bekicotpun jadi!
Berat tentunya bagi putri priyayi
Tetapi disitulah jiwanya yang lugu
Besinya terbaja...dan semangat menyulut!
Karena gaji seorang klerk (jabatan kakek)
Tak cukup kiranya untuk menyuap enam mulut...


Tak terasa sudah jam lima berlalu
Subuh sudah lama diganti kicauan burung
Dan nenek menyentak: lehmu adus wis rampung?!
Kuwi lho unju'an kopi mbah Kakung..!
Aku bergegas ke kabinetnya kakek
Din..slamat pagi putuku...tangannya menyentuhkan restu
Beliau sudah selesai gagah berdandan
Segar seusai mandi setelah menyapu plataran depan
Badannya kecil namun kekar tak pendek
Lumayan ganteng
Selalu berpici ala Bung Karno
Dengan celana kuno putih setelan
Penuh karisma ketenangan...
Kulirik jam di dinding: 1/2 enam!
Sebentar lagi berangkat sekolah...
Slamat pagi Mbah...aku bergumam...
Ayo boso jawane kepriye?- kakek menguji
Inggih mbah...sugeng ènjang
Lhaaa..ngono sing apik-beliau memuji
Ingat, -kutarik nafasku panjang...
Leluhurmu harus kau hormat
Bahasa apapun harus dirawat
Wong cilik kudu diingat
Weruh endi sing konco lan sapa sing musuh
Dan tak lupa falsafah: asah asih asuh...
Karo sopo-sopo
Nglakoni tuntunane tradisi jowo
Lan selalu menjaga harmoni
Didalam famili...ojo lali !
Jidatku sekali lagi mendapat restu
Kembali kulirik jam dinding
Di ruang tamu.. ..
Sudah mulai dilanda mentari pagi
Aku bergeming di tempat gelisah
Sampun jam tujuh Mbah!
Lupa akan segala wejangan
Aku cepat membantu toto dahar ...
Masih sempat menjemur pakaian
Sejenak...
Terdengar radio siaran pagi
Acara pilihan pendengar
Mendadak... kutangkap pesan:
Untuk mbak Dini yang mbahnya galak
Mendapat kiriman lagu “April Love”...
Aku tak sempat peduli! Ahh!
Menyisir rambutku yang panjang
Nyamber sepeda dan cepat pergi..!
Lha ora sarapan?! Tenan to.. lali!
Terdengar dibelakang
Teriakan Mbah Putri...


Sudah berlalu... beberapa windu
Pusara-pusara hari ini yang tadinya bertabur melati
Kini ketutupan abu dan debu
Merapi telah mengucapkan sabda
Pesan amanah Mbah terdengar menggema
Hatiku tetap merindu meski kurasa basa jawaku
Sudah tak sefasih ketika itu
Suasana langgeng dahulu masih terbayang selalu
Penuh rasa damai dan pasrah di hati
Sujud sungkemku yang dalam Mbah Kakung Mbah Putri...

Amsterdam 28.11.2010***

Saturday, December 18, 2010

“Ancaman” Dari Tiongkok Atau Dari Jepang?

Kolom IBRAHIM ISA
Sabtu, 18 Desember 2010
----------------------------------
SEKITAR LAUT TIONGKOK SELATAN
“Ancaman” Dari Tiongkok Atau Dari Jepang?

Hari Jum'at y.l kantor berita RRT – Republik Rakyat Tiongkok, Xinhua, menggugat 'arahan' yang telah disahkan oleh pemerintah Jepang mengenai strategi pertahanan Jepang masa selanjutnya. Kebijakan arahan pertahanan Jepang yang baru itu, mengungkap hal yang berbeda dari sebelumnya. Perhatian militer Jepang sekarang ini, terang-terangan difokuskan pada apa yang dinamakannya, 'ancaman kekuatan militer' Tiongkok. Menanggapi 'arahan pertahanan baru'Jepang itu, Xinhua menyatakanya sebagai suatu kebijakan yang 'tak bertanggungjawb'.
Pada masa 'perang dingin' kebijakan militer AS/Jepang ditujukan terhadap ancaman dari arah Uni Sovyet. Kini ujung tombak pertahanan Jepang diarahkan pada 'bahaya militer Tiongkok'.
Kebijakan arah pertahanan militer Jepang ini akan dipusatkan pada pengembangan angkatan lautnya. Jepang akan membangun lebih banyak kapal selam dan pesawat terbang militer yang canggih. Ini dengan latar belakang situasi, -- sejak beberapa waktu terjadinya sengketa antara RRT dan Jepang mengenai kepulauan Dianyu (penamaan oleh RRT) atau Senkaku (penamaan Jepang), di Lautan Tiongkok Selatan.
Di sekitar kepulauan Dianyu atau Senkaku tsb telah terjadi bentrokan antara kapal nelayan penangkap ikan Tiongkok dengan patroli angkatan laut Jepang. Beberapa pelaut Tiongkok ditahan Jepang. Tetapi kemudian dilepaskan kembali, setelah RRT melakukan protes keras bekali-kali kepada Jepang.
Jadi, memang ADA ketegangan dan konflik antara RRT dan Jepang, mengenai masalah kepulauan Diaoyu atau Senkaku.
* * *
Tetapi 'tudingan' Jepang tentang 'ancaman militer Tiongkok'! ?? Tidakkah itu terdengar seperti “maling teriak maling”?
Tidakkah itu penjungkir-balikkan logika sejarah? Orang tidak akan lupa agresi Jepang ke Tiongkok Timur Laut dan pendudukan terhadap Tiongkok, di tahun tigapuluhan abad lalu. Sampai berakhirya Perang Dunia II. Sejarah mencatat bahwa Tiongkok diagresi dan diduduki oleh balatentara Dai Nippon. Juga ingatan masyarakat dunia masih segar sekitar pembantaian masal oleh tentara Jepang terhadap penduduk sipil kota Nanking. Siapa pula bisa lupa tentang Perang Pasifik. Orang tahu siapa pelaku kejahatan kemanusiaan tsb terhadap rakyat Tiongkok di masa lampau?
Sekarang bisa-bisanya kalangan pemerintah Jepang menuding Tiongkok yang selama puluhan tahun lebih menjadi korban agresi Jepang dan imperialisme Barat, dewasa ini merupakan 'ancaman militer' terhadap Jepang dan Asia.
Suara ini sudah lama kudengar dalam versi yang berbeda. Begini ceritanya: Suatu ketika (2001) aku mengunjungi Dr Ruslan Abdulgani, mantan menlu dan wakil RI di PBB. Dalam percakapan di kantornya di Pejambon, Ruslan menyatkan berbangga dapat kantor tsb dari presiden Abdurrahman Wahid. Omong punya omong, sampailah pada masalah siapa yang merupakan bahaya baru di Asia. Dari mana datangnya bahaya tsb?
Ruslan Abdulgani dengan tegas mengatakan kepadaku: “Menurut saya bahaya baru bagi Indonesia dan Asia, datang dari Tiongkok. Bukan dari Jepang atau negara lainnya”. Demikian Ruslan Abdulgani.
* * *
Selanjutnya, Peter Hatcher, wartawan The National Times/ The Morning Herald ,sebuah koran Australia (juli 2010), menulis dalam nada yang sama. Intinya: “Awas bahaya ambisi teritorial Tiongkok!” . Judul artikel Peter Hatcher, sbb: "Tiongkok Ngebut Untuk Merealisasi Ambisi Teritorialnya". .
 
Peter Hatcher memulai artikelnya sbb:
"Dalam sebuah ucapannya, pemimpin Tiongkok Deng Xiaoping (rupanya dengan mengutip sebuah pepatah pada zaman Dinasti Tang, I.Isa) mendesak para warganegara untuk "menyembunyikan kebolehan kalian dan tunggu sampai tiba saatnya”.  (Pernyataan) itu adalah 20 tahun yl. Sekarang tampaknya para pemimpin Tiongkok beranggapan bahwa 'sudah tiba saatnya'. Dalam suatu redefinisi yang tegas mengenai tempatnya di dunia, Tiongkok menjadikan Laut Tiongkok Selatan dalam katagori 'intisari kepentingan nasional', merupakan klaim teritorial yang tidak bisa diperrundingkan – sebagaimana halnya masalah Taiwan dan Tibet. Tiongkok telah menarik garis merah pada peta Asia dan menghadapi siapa saja yang melanggarnya."

"Ini menempatkan Tiongkok langsung berkonflik dengan klaim lima tetangganya, dan menantang dominasi Angkatan Laut AS di perairan itu". Demikian Peter Hatcher (PH).

Apa yang dikemukakan oleh penulis PH dalam artikelnya di The Morning Herald/The National Times, adalah interpretasinys sendiri mengenai sikap Tiongkok terhadap wilayah di Lautan Tiongkok Selatan. PH tanpa ragu-ragu telah menuding Tiongkok dewasa ini sedang 'merebut waktu untuk merealisasi ambisi teritorialnya. Ini suatu tuduhan serius terhadap Republik Rakyat Tiongkok.

* * *

Tulisan Peter Hatcher tsb mengundang banyak komentar. Keseluruhannya ada 110 komentar.  Ada yang membenarkan pandangan PH. Bahkan memperkuatnya. Ada pula yang dengan tegas membantahnya.
Salah seorang pembaca yang menamakan dirnya "Peninjau" (13 Juli) menjawab PH sbb:
" (Pendapat PH) ini tipikal pandangan jurnalis Barat yang menabuh gendang-tanda-bahaya dan mencurigai maksud-maksud Tiongkok. Apa yang dikatakan dalam pepatah pada Dinasti Tang itu (yang dikutip PH) sebenarnya bunyinya adalah sbb: "Gali lubang (perlindungan) dalam-dalam, isi gudang-gudang (persediaan) dan jangan sekali-kali melakukan hegemonisme". Ini berbeda dengan  komentar yang menyatakan bahwa 'Tiongkok menempatkan dirinya sebagai pusat dalam alam semesta'. Arti yang sesungguhnya dari pepatah itu, ialah, agar 'mengambil sikap moderat dan menghindari sikap yang ekstrim'.

"Tiongkok mengklaim Kepulauan Diaoyu (Pulau-pulau Senkaku) dan kepulauan Nan Sha, Xi Sha dan Dong Sha (Spratley dan Paracels), didasarkan atas catatan sejarah bahwa, warganya hidup dan menangkap ikan di dekat kepualauan tsb jauh sebelum orang lain melakukannya.  Kepualauan Diaoyu secara sefihak oleh AS diberikan kepada Jepang setelah Perang Dunia II tanpa berkonsultasi dengan Tiongkok dan Taiwan.

"Mengenai kasus Tiongkok mengirimkan 10 kapal yang dikatakan telah melampaui "rantai pertahanan pertama", Peter Hatcher tampaknya lupa bahwa negara-negara Barat (di masa lampau) mengirimkan angkatan laut mereka untuk menaklukkan seluruh dunia. Pertama-tama (yang melakukannya) adalah Belanda. Kemudian Spanyol, diikuti oleh Inggris ( yang pernah menyombongkan diri, bahwa matahari tidak pernah tenggelam di wilayah Britania Raya". Dan sekarang AS. Masing-masing menurut kekuatan nasionalnya.  Kontras dengan keadaan itu, Tiongkiok sekali tempo memiliki kekuatan angkatan laut terkuat di bawah Zheng He. Itu keadaan pada periode Dinasti Ming. Tetapi Tiongkok tidak pernah mengagresi siapapun. Tiongkok hanya melakukan kegiatan perdagangan dan kebudayaan.

"PH juga seenaknya saja menghapuskan kenyataan bahwa AS dan Korea Selatan baru-baru ini mengumumkan hahwa mereka akan mengadakan latihan angkatan laut bersama. Dalam latihan bersama yang melibatkan sebuah kapal induk Amerika Serikat, “USS George Washington”. Dan berlangsung di Lautan Kuning, pas didepan pintu-laut Tiongkok sebelah Timur, tanpa menghiraukan protes yang diajukan oleh Tiongkok. Tiongkok seperti India punya hak memiliki kapal induk. Tetapi berbeda dengan India, Tiongkok belum membikinnya samasekali.

* * *

Justru karena terutama masalah ini menyangkut Tiongkok, baik kita lihat bagaimana sikap pemerintah Republik Rakyat Tiongkok mengenai masalah tsb.
Perdana Mentri RRT Wen Jiabao menjelaskan di hadapan Sidang Ke-65 Majlis Umum PBB, September 2010 a.l tentang keadaan negara Tiongkok dewasa ini . Ia juga menanggapi berbagai kecurigaan dan kekhawatiran mengenai masa depan Tiongkok.
Dikatakannya a.l : “Walaupun GDP Tiongkok sudah menempati urutan ke-3 di dunia, tapi GDP perkapita hanya merupakan 1/10 negara-negara Barat. Tiongkok tetap berada pada tahap sosialisme, dan merupakan negara berkembang. Ini adalah keadaan fundamental negara Tiongkok, dan keadaan Tiongkok yang sebenarnya."
“Target strategis Tiongkok adalah merealisasi modernisasi pada pertengahan abad ini. Puluhan tahun ke depan, rakyat Tiongkok akan menempuh jalan reformasi, keterbukaan terhadap dunia luar dan pembangunan secara damai. Jalan tersebut sudah mengubah nasib negara Tiongkok dan sudah mendatangkan kesejahteraan kepada rakyat Tiongkok, maka harus terus dipertahankan dan disempurnakan serta tidak boleh diubah dengan alasan apapun.
Oleh karena itu, Tiongkok akan memusatkan tenaga untuk mengembangkan ekonominya, memperdalam reformasi mekanisme, memperluas keterbukaan, mengembangkan pendidikan dan iptek, dan mengembangkan kebudayaan unggul kaum Tinghoa.

“Tiongkok akan menempuh jalan perkembangan secara damai. Intisari perkembangan damai adalah mengupayakan lingkungan internasional yang damai untuk mengembangkan diri sendiri, dengan perkembangan sendiri mendorong perdamaian dunia.

"Dalam proses perkembangan, Tiongkok akan terus mengupayakan dan memperbesar titik penting (persamaan besar) dengan negara-negara lain. Pembanguan Tiongkok tidak akan merugikan siapa-siapa, dan juga tidak mengancam siapa pun. "Tiongkok akan berusaha keras untuk selalu mencari dan mengusahakan persamaan besar dengan tetangga-tetangganya.

Demikian sikap pemerintah RRT, mengenai pembangunan dan perkembangan ekonominya, serta sikapnya sebagai anggota masyarakat internasional.

* * *

Sehubungan dengan adanya maksud Amerika Serikat dan negara-negara ASEAN untuk mengadakan pembicaraan membahas masalah persengketaan antara Tiongkok dan negara-negara ASEAN mengenai Laut Tiongkok Selatan dan kebebasan pelayaran di perairan Laut Tiongkok bisa dibaca sikap RRT sbb:
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Jiang Yu (21/9) mengatakan, Tiongkok dengan tegas menentang negara-negara yang tidak bersangkutan mencampuri masalah Laut Tiongkok Selatan.

“Tiongkok berpendirian bahwa, masalah Laut Tiongkok Selatan hanya perselisihan antar berbagai negara terkait di bidang kedaulatan wilayah, serta hak dan kepentingan maritim, dan bukannya masalah antara Tiongkok dan ASEAN. Juga bukan masalah regional dan internasional. Oleh karena itu, masaalah tsb harus diselesaikan secara damai melalui konsultasi bersahabat antara kedua pihak yang berkepentingan.

Tiongkok mempertahankan pendirian "mengesampingkan perselisihan, senantiasa berupaya mendorong negara-negara terkait menyelesaikan dengan layak masalah Laut Tiongkok Selatan melalui konsultasi bilateral.

"Situasi di Kawasan Laut Tiongkok Selatan stabil secara menyeluruh dewasa ini. Hubungan antara Tiongkok dengan berbagai negara ASEAN juga sedang dikembangkan dan diperdalam secara menyeluruh. Saling percaya di bidang politik juga diperdalam terus. Tiongkok memiliki kedaulatan yang tak terbantahkan terhadap berbagai pulau dan perairan di Lautan Tiongkok Selatan.

Kami berpendirian konsekuen bahwa masalah Laut Tiongkok Selatan harus diselesaikan secara damai melalui konsultasi bersahabat antara negara-negara yang bersangkutan. Kami dengan tegas menentang negara-negara yang tidak bersangkutan mencampuri urusan Laut Tiongkok Selatan, menentang diinternasionalisasi, multilateralisasi dan diperluasnya masalah Laut Tiongkok Selatan, karena hal itu tidak saja tidak mendorong penyelesaian masalah, bahkan memperumit."

Mengenai masalah kebebasan pelayaran di Laut Tiongkok Selatan, Jiang Yu mengatakan:

"Kami senantiasa menjamin kebebasan semua pelayaran dan penerbangan berbagai negara berdasarkan undang-undang internasional di perairan Laut Tiongkok Selatan, ke depan kami juga akan terus bertindak demikian.
Argumentasi apa saja yang membesar-besarkan ketegangan situasi, menimbulkan konfrontasi bahkan keretakan hubungan antara berbagai negara, semuanya itu bertentangan dengan keinginan bersama berbagai negara di kawasannya yang mengupayakan perdamaian, perkembangan dan kerja sama."

* * *

Kiranya masalahnya jelas. Memang tedapat perbedaan tanggapan terhadap situasi sekitar Laut Tiongkok Selatan. Disatu pihak Barat dan sekutu-sekutunya. Difihak lain, terdapat pandangan fihak RRT.

Perlu diperhatikan perkembangan berikut ini: Jepang amemutuskan mengalihkan 'sasaran' militernya pada Tiongkok. Dalam melaksanakan pertumbuhan dan modernisasi militernya, Jepang menggunakan dalih munculnnya apa uyang meerka katakan, 'bahaya ambisi teritorial Tiongkok'. Sudah sejak lama kalangan konservatif dan militeris Jepang hendak memperbesar terus tentara 'pertahanan' Jepang. Meskipun menurut UUD-nya, Jepang dilarang mengirimkan kekuatan militernya keluar negeri. Sekarang golongan Jepang tsb menemukan dalih yang dapat sokongan dari Barat dan pendukungnya di Asia, yaitu mengenai apa yang mereka katakan -- 'ancaman ambisi teritorial Tiongkok'.

* * *

Masalah internasional yang menyangkut beberapa negara di sekitar Laut Tiongkok Selatan, pasti bisa diselesaikan melalui perundingan damai dan bersahabat diantara yang bersangkutan. Karena fihak Tiongkok yang dituduh oleh fihak Barat dan Jepang hendak merealisasi ambisi teriorialnya, jelas menyatakan bersedia mengadakan perundingan bilateral yang bersahabat dan damai. Selain itu dengan keras menolak campur tangan luar yang tidak ada urusan di Laut Tiongkok Selatan.

* * *

Bagi orang awam, seperti penulis ini, yang kurang bahan, pengetahuan dan fakta mengenai tata-hukum perairan internasional di Laut Tiongkok Selatan, serta pula belum menguasai segala dokumen dan fakta baik yang mengenai masa lampau, maupun yang sekarang, tidaklah mudah untuk memahami persoalannya, tanpa mengadakan penelitian dan studi yang seksama.

* * *

Thursday, December 16, 2010

Buku Baru Tentang “Wong Jowo Suriname”

IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita
Rabu, 15 Desember 2010
-------------------------------------------

Buku Baru Tentang “Wong Jowo Suriname” :
berjudul “MIGRATIE EN CULTUREEL ERFGOED”


* * *

Ceritaku tentang “WONG JOWO
Pada tanggal 27 November, 2010, nanti di Den Haag, di salah satu ruangan Gedung Perpustakaan Umum Den Haag, akan diluncurkan sebuah buku lagi menyangkut orang-orang Jawa yang berimigrasi ke Suriname. Juga akan diluncurkan sebuah website dengan tujuan yang sama.

Pada saat peluncuran buku baru yang berjudul “MIGRATIE EN CULTUREEL ERFGOED”, di Perpustakaan Umun Den Haag, pada tanggal 27 November itu, jauh-jauh dari Amsterdam kami berlima: Ciska Pattipilohy. Murti, Farida Rakhmat, Ina Rakhmat dan aku, memerlukan hadir pada kesempatan tsb.

Kebetulan kami dapat tempat duduk yang bagus. Termasuk barisan depan. Persis dihadapanku duduk Dr Henk Schulte Nordholt, pimpinan KITLV < sebuah lembaga kerajaan Belanda, yang dengan sumbangan dari Kementerian Pengajaran, Kebudayaan dan Pengetahuan Kerajaan Belanda dan Kementerian Pendidikan. Kebudayaan dan Ilmu, menerbitkan buku tsb>. Kutanyakan kepadanya apakah akan ada edisi Indonesia? Henk menjelaskan bahwa buku yang memuat cerita-cerita (semacam oral history), membuat ringkasan dalam bahasa Inggris dan Indonesia untuk setiap cerita yang dimuat di situ.

* * *

Penerbitan dua buah buku tentang “WONG JOWO” yang seratus duapuluh tahun yl bermigrasi ke Suriname, dalam waktu boleh dikata singkat, adalah suatu prestasi. Juga merupakan kesungguh-sungguhan untuk mendokumentasikan peristiwa tsb dalam sejarah mereka. Sejarah migran Jawa ke Suriname itu, hakikatnya juga adalah bagian dari sejarah Indonesia.


Buku pertama yang mereka terbitkan dalam rangka memperingati 120 th orang-orang Jawa di Suriname, adalah: “STILLE PASSANTEN”, Levensverhalen van Javaans-Surinaamse ouderen in Nederland. Cerita-cerita pengalaman orang-orang Jawa Surinam di Nederland. Dan sekarang ini buku kedua yang berjudul “MIGRATIE EN CULTUREEL ERFGOED” . Selain itu diluncurkan website khusus di media internet.

* * *

Baik juga diketahui bahwa di media internet sejak tahun 2000, terdapat sebuah website berjudul . Dikelola pribadi oleh Reinier Kromoprawiro. Menurut pengelolanya -- Situsweb ini mengenai bahasa dan kabudayaan masyarakat Suriname keturunan Jawa. Untuk pembaca yang tidak berbahasa Belanda, dibikinkan suatu halaman istimewa di dalam bahasa Indonesia. Pada kesempatan lain akan dibicarakan lagi Situsweb BanyuMili tsb. Cukup menarik dan menambah pengetahuan mengenai masyarakat “Wong Jowo Ing Negoro Londo”, dan sejarah mereka.

* * *

Buku yang sekarang sedang dibicarakan kubeli pada kesempatan peluncuran. Drs Hariëtte Mingoen, salah seorang editornya, kuminta menulis sepatah dua kata pada buku yang kubeli. Demikian tulis Harriëtte: -- “Selamat membaca. Fijn dat u er was, Hariëtte Mingoen, 27 November 2010”.

Yah, hampir setiap malam buku baru tsb kami baca bersama, Murti dan aku. Cukup kaya isinya. Mencakup 12 cerita suka-duka pengalaman hidup orang-orang Jawa yang diangkut 120 th yl oleh pemerintah Hindia Belanda untuk dijadikan 'kuli kontrak' di perkebunan tebu yang baru mereka buka di Suriname. Kira-kira sebanyak 33.000 orng-orang Indonesia asal Jawa yang terlibat dalam proyek 'pekerja-kontrak' Hindia Belada yang dimulai pada 9 Agustus 1890. Sebagian besar masih tinggal di Suriname. Jadi orang Surinamelah. Dengan tetap memelihara identitas etnis Jawanya. Dalam th 1953 kira-kira seperempat ber-remigrasi ke Indonesia. Pemerintah RI menempatkan mereka di Tonggar, Sumbar. Dalam tahun 1970-an sejak beridirinya Republik Suriname merdeka, sebanyak 20.000 sampai 25.000 orang Jawa Suriname bermigrasi ke negeri Belanda.

Meskipun terpisah di tiga negeri: Suriname, Belanda dan Indonesia, namun mereka punya hubungan keluarga dan budaya yang erat. Orang-orang Jawa yang bermigrasi ke Belanda dari Suriname, dinilai, berhasil baik berintegrasi di dalam masyarakat Belanda, sebagai warganegara Belanda.

* * *

Duabelas cerita tsb merupakan hasil wawancara dengan 12 orang Jawa Suriname, masing-masing yang kini bermukim di Suriname, Belanda dan Indonesia. Cerita-cerita dalam diaspora tsb merupakan kisah pengalaman sejarah dan juga proses terbentuknya identitas mereka serta warisan budaya yang sampai kini masih dipertahankan, warisan BUDA JAWA.

Perlu sedikit disorot di sini, salah seorang Jawa Suriname, yang memilih untuk tetap tinggal di Suriname sebagai orang Suriname. Dalam ceritanya RITA TJIEN FOOH-HARDJOMOHAMAD, yang dilahirkan di Paramaribo, Suriname, dalam tahun 1966, menandaskan bahwa orang-orang Jawa harus sadar akan dirinya serta mengenal dan mempertahankan identitasnya. Masa lalu dapat membantu menerangkan masa kini.

“Aku sekarang menjabat sebagai direktur Arsip Nasional Suriname. Masyarakat Suriname harus mengenal arsip kami. Namun begitu juga mengenai negara-negara sekitar Suriname. Kami juga bertukar dokumen dengan Arsip Nasional di Indonesia.

“Kalau tegap hati dan percaya diri, kami sebagai penduduk Suriname yang berasal dari Jawa dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan Suriname. Kami hidup di Suriname, namun tidak boleh kehilangan jati diri sebagai orang Jawa. Aku mencoba mengajari anakku bahasa dan kebudayaan kami. Kini saatnya orang yang mengenal dan mendalami kebudayaan kami, menyampaikan pengetahuan itu kepada generasi muda”.

Demikian Rita Tjien Fooh-Hardjomohamad, dalam ceritanya yang menutup duabelas cerita mengenai suka-duka pengalaman hidup orang-orang Jawa yang bermigrasi ke Suriname seratus duapuluh tahun yang lalu.

* * *

Dalam kesempatan peluncuran buku tsb diatas, juga dibagikan sebuah publikasi berjudul SARINAH, schoonheid uit de gordel van smaragd. Didalam brosur a.l. Disiarkan sebuah sajak berjudul MBAH BUYUTKU (dalam bahasa Jawa).

Disiarkan dibawah ini syair tsb sekadar untuk memberikan ilustrasi mengenai SUKA-DUKANYA para 'Pekerja Kontrak' orang-orang Jawa yang diangkut pemerintah Hindia Belanda ke Suriname dengan memberikan mereka janji-janji muluk-muluk mengenai kehidupan yang lebih baik di Suriname.

Mbah bujutku
Semarang, 04 juli 1908

Jenengku Sarinah, aku isih enom, umurku ijik 26 taun.
Budal kontrak nang Surinama.
Idam-idamanku ninggal uripku sing mlarat mesakat
Sasen-asen nyandang sangsara nang lautan
tapi nekat.
Sakwise telung sasi tekan nang firdos.
Kuta Paramaribo sing gumebyar.
Dibagekake karo wong-wong sing sandangane putih
memplak.
Matyak arep dipotrek.
Rumangsa diajeni.

Bengi sepisan nang Surname ora bisa turu,
Omahku sak-wijning los-losan sing reyak-reyok.
Jejel riyel tikur lari tyoro.
Ngungak-ungak liwat renggang-renggang gedeg
rembulan gemebyar ketok,
sunar emas mentyar.
Aku ngangit-angit apa sing bakal kelakon.
Ngimpi-impi manggon nang kuta Paramaribo sing
apik dewe.
Nduwe anak bojo lan omah sing apik.
Ora kurang apa-apa.
Ora gemantung marang wong liyan.
Kaya nang tanah wutah getihku.

Bengi sepisan nang Suriname ora bisa turu.
Omahku sak-wijning los-losan sing reyak-reyok.
jejel riyel tikur lajn tyoro.
Ngungak-unggak liwat renggang-renggang gedeg
rembulan gmebyar ketok,
sunar emas mentyar.
Aku nganggit-anggit apa sing bakal kelakon.
Ngimpi-impi manggon nang kuta Paramaribo sing
apik dewe.
Nduwe anak bojo omah sing apik.
Ora kurang apa-apa.
Ora gemantung marang wong liya.
Kaya nang tanah wutah getihku.

Tapi impenku dirubeti dumadakan
Karo kentong sing swarane banter.
Lan swarane mandor: Kerja! Kerja! Kok malese ora
karuwan.
Awakku sing ijik enam
durung dadi tak ubet-ubeti sarung
wis dikon budal,
jejer-jejer, dawa banget
pada budal nang kebon tebu.

Sedina nuput kerja nang panasan
Sampek lesu lesah
Lemut, tengu lan lintah
Mblusuk nang sarungku
Tanaman tebu sing ora wis-wis
Kudu diwatun lan dirembang
Aku dikon nandur tebu
nang lemah klei, ambles sampek tekan dengkul.

Gula tebu sing nang omben tyendol.
Kabeh wong doyan
tapi aku geting
sebap aku kelingan
sing wis klakon.

Saben bengi mulihe
abang mbrnang
awake blasen lan ketaton
gluprut.
Mangan kurang lan samben dina pada wae.
Aku tetep ngimi-impi manggon nang Parmaribu
Biyen awakku seger kuwarasan tapi sak-iki rusak
Samben dinane aku njagong nang ngisore wit
pelem.
Kuta Paramaribo isih nang angen-angenku
Botyah-botyah pada dolan
Tekok aku: Nggagas apa, mak?
Tak-balesi: Eling-elingku aja mbok-lalekke
ben impenku diwudutke nang uripmu

* * *

Sungguh syair/sajak memilukan yang mengisahkan nasib 'kuli kontrak' Jawa yang dibawa pemerintah kolonial Hindia Belanda ke Suriname untuk membuka perkebunan tebu milik Belanda di situ.

Pembaca yang menerti bahasa Jawa, silakan menterjemahkan sajak tsb diatas, ke bahasa Indonesia dan menyajikannya pada pembaca.

* * *

Wednesday, December 15, 2010

Buku Baru Tentang “Wong Jowo Suriname”

IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita
Rabu, 15 Desember 2010
-------------------------------------------

Buku Baru Tentang “Wong Jowo Suriname” :
berjudul “MIGRATIE EN CULTUREEL ERFGOED”


* * *

Ceritaku tentang “WONG JOWO
Pada tanggal 27 November, 2010, nanti di Den Haag, di salah satu ruangan Gedung Perpustakaan Umum Den Haag, akan diluncurkan sebuah buku lagi menyangkut orang-orang Jawa yang berimigrasi ke Suriname. Juga akan diluncurkan sebuah website dengan tujuan yang sama.

Pada saat peluncuran buku baru yang berjudul “MIGRATIE EN CULTUREEL ERFGOED”, di Perpustakaan Umun Den Haag, pada tanggal 27 November itu, jauh-jauh dari Amsterdam kami berlima: Ciska Pattipilohy. Murti, Farida Rakhmat, Ina Rakhmat dan aku, memerlukan hadir pada kesempatan tsb.

Kebetulan kami dapat tempat duduk yang bagus. Termasuk barisan depan. Persis dihadapanku duduk Dr Henk Schulte Nordholt, pimpinan KITLV < sebuah lembaga kerajaan Belanda, yang dengan sumbangan dari Kementerian Pengajaran, Kebudayaan dan Pengetahuan Kerajaan Belanda dan Kementerian Pendidikan. Kebudayaan dan Ilmu, menerbitkan buku tsb>. Kutanyakan kepadanya apakah akan ada edisi Indonesia? Henk menjelaskan bahwa buku yang memuat cerita-cerita (semacam oral history), membuat ringkasan dalam bahasa Inggris dan Indonesia untuk setiap cerita yang dimuat di situ.

* * *

Penerbitan dua buah buku tentang “WONG JOWO” yang seratus duapuluh tahun yl bermigrasi ke Surianeme, dalam waktu boleh dikata singkat adalah suatu prestasi. Juga merupakan kesungguh-sungguhan untuk mendokumentasikan peristiwa tsb dalam sejarah mereka. Sejarah migran Jawa ke Suriname itu, hakikatnya juga adalah bagian dari sejarah Indnesia.


Buku pertama yang mereka terbitkan dalam rangka memperingati 120 th orang-orang Jawa di Suriname, adalah: “STILLE PASSANTEN”, Levensverhalen van Javaans-Surinaamse ouderen in Nederland. Cerita-cerita pengalaman orang-orang Jawa Surinam di Nederland. Dan sekarang ini buku kedua yang berjudul “MIGRATIE EN CULTUREEL ERFGOED” . Selain itu dilucnurkan bebsite khusus di media internet.

* * *

Baik juga diketahui bahwa di media internet sejak tahun 2000, terdapat sebuah website berjudul . Dikelola pribadi oleh Reinier Kromoprawiro. Menurut pengelolanya -- Situsweb ini mengenai bahasa dan kabudayan masyarakat Suriname keturunan Jawa. Untuk pembaca yang tidak berbahasa Belanda, dibikinkan suatu halaman istimewa di dalam bahasa Indonesia. Pada kesempatan lain akan dibicarakan lagi Situsweb BanyuMili tsb. Cukup menarik dan menambah pengetahuan mengenai masyarakat “Wong Jowo Ing Negoro Londo”, dan sejarah mereka.

* * *

Buku yang sekarang sedang dibicarakan kubeli pada kesempatan peluncuran. Drs Hariëtte Mingoen, salah seorang editornya, kuminta menulis sepatah dua kata pada buku yang kubeli. “Selamat membaca. Fijn dat u er was, Hariëtte Mingoen, 27 November 2010”.

Yah, hampir setiap malam buku baru tsb kami baca bersama, Murti dan aku. Cukup kaya isinya. Mencakup 12 cerita suka-duka pengalaman hidup orang-orang Jawa yang diangkut 120 th yl oleh pemerintah Hindia Belanda untuk dijadikan 'kuli kontrak' di perkebunan tebu yang baru mereka buka di Suriname. Kira-kira sebanyak 33.000 orng-orang Indonesia asal Jawa yang terlibat dalam proyek 'pekerja-kontrak' Hindia Belada yang dimulai pada 9 Agustus 1890. Sebagian besar masih tinggal di Suriname. Jadi orang Surinamelah. Dengan tetap memelihara identitas etnis Jawanya. Dalam th 1953 kira-kira seperempat ber-remigrasi ke Indonesia. Pemerintah RI menempatkan mereka di Tonggar, Sumbar. Dalam tahun 1970-an sejak beridirinya Republik Suriname merdeka, sebanyak 20.000 sampai 25.000 orang Jawa Suriname bermigrasi ke negeri Belanda.

Meskipun terpisah di tiga negeri: Suriname, Belanda dan Indonesia, namun mereka punya hubungan keluarga dan budaya yang erat. Orang-orang Jawa yang bermigrasi ke Belanda dari Suriname, dinilai, berhasil baik berintegrasi di dalam masyarakat Belanda, sebagai warganegara Belanda.

* * *

Duabelas cerita tsb merupakan hasil wawancara dengan 12 orang Jawa Suriname, masing-masing yang kini bermukim di Suriname, Belanda dan Indonesia. Cerita-cerita dalam diaspora tsb merupakan kisah pengalaman sejarah dan juga proses terbentuknya identitas mereka serta warisan budaya yang sampai kini masih dipertahankan, warisan BUDA JAWA.

Perlu sedikit disorot di sini, salah seorang Jawa Suriname, yang memilih untuk tetap tinggal di Suriname sebagai orang Suriname. Dalam ceritanya RITA TJIEN FOOH-HARDJOMOHAMAD, yang dilahirkan di Paramaribo, Suriname dalam tahun 1966, menandaskan bahwa orang-orang Jawa harus sadar akan dirinya serta mengenal dan mempertahankan identitasnya. Masa lalu dapat membantu menerangkan masa kini.

“Aku sekarang menjabat sebagai direktur Arsip Nasional Suriname. Masyarakat Suriname harus mengenal arsip kami. Namun begitu juga yang dinegara-negara sekitar Suriname. Kami juga bertukar dokumen dengan Arsip Nasional di Indonesia.

“Kalau tegap hati dan percaya diri, kami sebagai penduduk Suriname yang berasal dari Jawa dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan Suriname. Kami hidup di Suriname, namun tidak boleh kehilangan jati diri sebagai orang Jawa. Aku mencoba mengajari anakku bahasa dan kebudayaan kami. Kini saatnya orang yang mengenal dan mendalami kebudayaan kami, menyamkpaikan pengetahuan itu kepada generasi muda”.
Demikian Rita Tjien Fooh-Hardjomohamad, dalam ceritanya yang menutup duabelas cerita mengenai suka-duka pengalaman hidup orang-orang Jawa yang bermigrasi ke Suriname seratus duapuluh tahun yang lalu.

* * *

Dalam kesempatan peluncuran buku tsb diatas, juga dibagikan sebuah publikasi berjudul SARINAH, schoonheid uit de gordel van smaragd. Didalam brosur a.l. Disiarkan sebuah sajak berjudul MBAH BUYUTKU (dalam bahasa Jawa).

Disiarkan dibawah ini syair tsb sekadar untuk memberikan ilustrasi mengenai SUKA-DUKANYA para 'Pekerja Kontrak' orang-orang Jawa yang diangkut pemerintah Hindia Belanda ke Suriname dengan memberikan mereka janji-janji muluk-muluk mengenai kehidupan yang lebih baik di Suriname.

Mbah bujutku
Semarang, 04 juli 1908

Jenengku Sarinah, aku isih enom, umurku ijik 26 taun.
Budal kontrak nang Surinama.
Idam-idamanku ninggal uripku sing mlarat mesakat
Sasen-asen nyandang sangsara nang lautan
tapi nekat.
Sakwise telung sasi tekan nang firdos.
Kuta Paramaribo sing gumebyar.
Dibagekake karo wong-wong sing sandangane putih
memplak.
Matyak arep dipotrek.
Rumangsa diajeni.

Bengi sepisan nang Surname ora bisa turu,
Omahku sak-wijning los-losan sing reyak-reyok.
Jejel riyel tikur lari tyoro.
Ngungak-ungak liwat renggang-renggang gedeg
rembulan gemebyar ketok,
sunar emas mentyar.
Aku ngangit-angit apa sing bakal kelakon.
Ngimpi-impi manggon nang kuta Paramaribo sing
apik dewe.
Nduwe anak bojo lan omah sing apik.
Ora kurang apa-apa.
Ora gemantung marang wong liyan.
Kaya nang tanah wutah getihku.

Bengi sepisan nang Suriname ora bisa turu.
Omahku sak-wijning los-losan sing reyak-reyok.
jejel riyel tikur lajn tyoro.
Ngungak-unggak liwat renggang-renggang gedeg
rembulan gmebyar ketok,
sunar emas mentyar.
Aku nganggit-anggit apa sing bakal kelakon.
Ngimpi-impi manggon nang kuta Paramaribo sing
apik dewe.
Nduwe anak bojo omah sing apik.
Ora kurang apa-apa.
Ora gemantung marang wong liya.
Kaya nang tanah wutah getihku.

Tapi impenku dirubeti dumadakan
Karo kentong sing swarane banter.
Lan swarane mandor: Kerja! Kerja! Kok malese ora
karuwan.
Awakku sing ijik enam
durung dadi tak ubet-ubeti sarung
wis dikon budal,
jejer-jejer, dawa banget
pada budal nang kebon tebu.

Sedina nuput kerja nang panasan
Sampek lesu lesah
Lemut, tengu lan lintah
Mblusuk nang sarungku
Tanaman tebu sing ora wis-wis
Kudu diwatun lan dirembang
Aku dikon nandur tebu
nang lemah klei, ambles sampek tekan dengkul.

Gula tebu sing nang omben tyendol.
Kabeh wong doyan
tapi aku geting
sebap aku kelingan
sing wis klakon.

Saben bengi mulihe
abang mbrnang
awake blasen lan ketaton
gluprut.
Mangan kurang lan samben dina pada wae.
Aku tetep ngimi-impi manggon nang Parmaribu
Biyen awakku seger kuwarasan tapi sak-iki rusak
Samben dinane aku njagong nang ngisore wit
pelem.
Kuta Paramaribo isih nang angen-angenku
Botyah-botyah pada dolan
Tekok aku: Nggagas apa, mak?
Tak-balesi: Eling-elingku aja mbok-lalekke
ben impenku diwudutke nang uripmu

* * *

Sungguh syair/sajak memilukan yang mengisahkan nasib 'kuli kontrak' Jawa yang dibawa pemerintah kolonial Hindia Belanda ke Suriname untuk membuka perkebunan tebu milik Belanda di situ.

Pembaca yang menerti bahasa Jawa, silakan menterjemahkan sajak tsb diatas, ke bahasa Indonesia dan menyajikannya pada pembaca.

* * *

Friday, December 10, 2010

Memperingati Hari Hak Azasi Manusia

Kolom IBRAHIM ISA
Jum'at, 10 Desember 2010
---------------------------------------



(PRT) PEMBANTU RUMAH TANGGA -- SEBERAPA HAK-HAKNYA Sbg PEKERJA?
Suatu cara untuk memperingati peristiwa bersejarah Deklarasi HAK-HAK MANUSIA Universal PBB: -- Di satu fihak mengkhayati arti penting memperjuangkan hak-hak azasi manusia universal. Di lain fihak menghubungkannya dengan masalah kongkrit yg ada di hadapan mata. Ini adalah segi yang terpenting, Menyangkut masalah pentrapan. Itu hakiki! Konsistenkah berpegang pada prinsip?

* * *

Memperingati Hari HAM Universal, di negeri kita, berlangsung antara lain dengan diberikannya Yap Thiam Hien Award kepada aktivis HAM Indonesia, mendiang Asmara Nababan < wafat 28 Oktober 2010, dalam usia 64th>. Asmara Nababan adalah mantan Sekjen KomnasHam ( periode1993 – 1998). Ia salah seorang pendiri lembaga swadaya masyarakat (LSM) Kontras dan Elsam. Masyarakat sepakat menilai Asmara Nababan sebagai pahlawan aktivis/pejuang HAM. Sewajarnya dalam rangka memperingati Hari Ham PBB, kita mengenangkan suri teladan penggiat HAM Indonesia, seperti tokoh Asmara Nababan.

Ada baiknya, mengenai pejuang/aktivis Asmara Nababan, kemudian ditulis lebih banyak lagi mengenai kepedulian dan pengabdiannya demi pemberlakuan hak-hak azasi manusia di negeri kita.

* * *

Dalam tulisan y.l mengenai Deklarasi Universil Hak-hak Azasi Manusia (PBB, 1948), disingggung mengenai pertanyaan yang sering muncul. Apakah prinsip-prinsip HAM Universil Deklarasi PBB 1948 tsb, benar-benar universil? Ataukah merupakan suatu cara untuk mencampuri urusan intern dalam negeri lain? Masalah ini sampai sekarang masih menjadi topik diskusi dan argumentasi yang hangat.

Pendapat dan pandangan yang diajukan umumnya bertolak dari situasi kongkrit negeri masing-masing. Contoh: Menlu rezim Orba ketika itu, Ali Alatas, menganggap krtik-kritik mancanegara, terhadap pelanggaran hak-hak manusia oleh rezim Orba, yang utama persekusi dan pembantaian masal terhadap lebih sejuta warga tak bersalah, dengan dalih terlibat dalam G30S, --- sebagai suatu campur tangan asing terhadap urusan dalam negeri Indonesia. Demikian pula kritik-kritik keras mancanegara terhadap agresi, pendudukan dan opresi Orba terhadap Timor Timur, dianggap mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.

* * *

Masalah yang ramai diberitakan media internasional dewasa ini: Adalah sekitar Pemberian Hadiah Nobel Untuk Perdamaian oleh suatu komite di Oslo, Norwegia, kepada seorang disiden Tiongkok, Liu Xiaobao. Komite Hadiah Nobel menilai Liu Xiaobao sebagai aktivis pejuang hak-hak manusia Tiongkok yang dipersekusi dan dipenjarakan. Untuk menyatakan sikapnya itu dan memberikan dukungan kepada disiden Liu Xiaobao, ia diberikan Hadiah Nobel 2010. Tiongkok menganggap Liu Xiaobao, tokoh penting dalam Peristiwa Tiananmen 1989, -- melakukan kegiatan subversi terhadap negara Tiongkok. Ia dijatuhi hukuman 11 tahun penjara, sebagai seorang kriminil.

Tiongkok berhasil mengajak 18 negeri memboikot upacara pemberian Hadiah Nobel di Oslo hari ini, 10 Desember 2010.

Masalah pentrapan hak-hak azasi manusia dipelbagai negeri, dan apakah ada apa yang dinamakan hak-hak azasi manusia universil, akan masih berlanjut terus.

* * *

Di negeri kita, Indonesia, setelah jatuhnya Presiden Suharto, melalui proses perjuangan yang sudah lama, tampaknya ada kesepakatan menerima Deklarasi Universil Hak-Hak Azasi Manusia . Situasi ini merupakan kemajuan bagi pendangan bahwa memang ada yang disebut HAK-HAK AZASI MANUSIA, seperti Deklarasi Universil PBB, 1948.

Di negeri kita hari penting ini (10 Desember) a.l diperingati dengan mengadakan seminar mengenai keadaan kaum Pekerja Rumah Tangga di Indonesia. Di periode 'tempo doeloe', pembantu rumah tangga disebut 'babu'. Entah dari mana asal kata 'babu' itu. Setelah merdeka, nama 'babu' berubah menjadi pembantu rumah tangga. Menurut Wikipedia, di Asia Selatan, kata 'babu' itu, artinya 'bapak' atau 'boss'. Suatu penghormatan bila orang disapa 'babu'. Tetapi ketika periode 'tempo doeloe', di zaman kolonialisme Hindia Belanda, babu itu adalah yang sekarang namanya disebut 'pembantu rumah tangga (PRT)'. Namanya sudah berubah, tetapi fungsi dan nasibnya kiranya kurang-lebih masih sama seperti 'tempo doeloe'.

Mempersoalkan hak-hak azasi manusia, pelanggaran serius dan tergawat yang dilakukan terutama oleh penguasa, pemerintah, seperti --- pelanggaran HAM terbesar yang pelakunya adalah penguasa militer ketika itu, di bawah komando Jendral Suharto, kemudian oleh rezim Orba dalam Pembantaian Masal setelah Peristiwa 1965 – dan tindak kekerasan dan opresi selama 32 tahun rezim Orba – semakin banyak terdapat di media Indonesia.

Begitu juga mengenai nasib pekerja wanita Indonesia yang mencari nafkah di luar negeri, khususnya di Malaysia dan di negeri-negeri Arab, banyak dberitakan dan didiskusikan. Karena nasib buruk yang diderita kaum pekerja wanita Indonesia di Malaysia dan khususnya di Arab Saudi, sampai-sampai Presiden SBY turun tangan buka suara protes membela nasib TKI.

* * *

Tetapi mengenai nasib PRT – Pembantu Rumah Tangga di Indonesia, rasanya masih kurang perhatian dan kepedulian.

Pada umumnya nasib mereka bergantung pada kemurahan hati dan kebaikan majikan yang mempekerjakannya. Tak bisa disangkal tidak sedikit ibu dan bapak rumah tangga, yang bermurah hati, sangat memperhatikan keadaan nasib
pekerja rumah tangga. Tidak sedikit anak-anak PRT (pekerja rumah tangga) sudah bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun memberikan pengabdiannya kepada seluruh keluarga tempat ia bekerja. Ada yag menyekolahkan anak-anak PRT, bahkan sampai ke perguruan tinggi. Ada juga PRT yang diongkosi naik haji. Pada waktu lebaran, dibolehkan membawa mobil bossnya untuk 'pulang mudik'. Itu semua merupakan kebaikan para ibu dan bapak rumah tangga yang amat memperhatikan PRT-nya.

Namun tidak sedikit pula PRT yang upahnya sangat sedikit. Ada yang berbulan-bulan tidak dibayar gajinya. Belum lagil syarat kerja sebagai PRT. Pokoknya 'tak ada jam kerja'. Selama belum tutup mata, belum tidur seluruh keluarga majikan, selama itu sang PRT harus setiap saat siap 'ditugaskan' ini dan itu. Pokoknya betul-betul dieksploitas. Juga ada majikan yang suka maki dan 'ringan tangan', alias memberikan tamparan atau tendangan kepada sang PRT. Persis seperti kejadian pada zaman kololonial/feodal dulu.

Oleh karena itu, sudah waktunya, ada peraturan kerja dari yang berwewenang bagi setiap PRT. Agar fihak majikannya tidak dibiarkan memperlakujkan PRT sewenang-wenang dan menentukan upah PRT semaunya saja! Sudah sejak kemerdekaan ada instansi yang mengurus masalah perburuhan, tetapi nasib pRT rupanya tidak termasuk nasib kaum buruh umumnya. Bukankah ini suatu diskriminasi terhadap para pekerja rumah tangga?

* * *

Dalam hubungan nasib PRT, perlu disambut dan didukung kegiatan seperti yang diadakan pada hari ini, yaitu SEMINAR MENGENAI PERBAIKAN SYARAT KERJA DAN NASIB KAUM PRT.

Para organisator seminar mengharapkan perhatian dan ikut sertanya pemeduli nasib PRT, agar berpartisipasi dalam seminar hari ini yang bertujuan, agar kita semua mendapat gambaran mengenai situasi dari Pekerja Rumah Tangga dan hak-hak mereka di Indonesia.

Dalam rangka Hari Hak Asasi Manusia, Erasmus Huis/Kedutaan Besar Kerajaan Belanda bekerja sama dengan International Labour Organisation (ILO)-Jakarta, akan mengadakan seminar mengenai Pekerja Rumah Tangga di Indonesia.

Masyarakat diundang untuk menghadiri seminar tersebut di atas dan berpartisipasi dalam diskusi dengan tujuan agar kita semua mendapat gambaran mengenai situasi dari Pekerja Rumah Tangga dan hak-hak mereka di Indonesia.

* * *

Di bawah ini dikutip acara seminar tsb: Yang antara lain terdiri dari sbb:

-- Pidato pembukaan oleh Ibu Drs. J.G.M. (Annemieke) Ruigrok, Wakil Duta
Besar Kedutaan Kerajaan Belanda,
-- Kata pengantar oleh Lotte Kejser, Chief Technical Advisor ILO
Lalu ada pertunjukan film mengenai Pekerja Rumah Tangga

Pembicara

– Bona Sigalingging, National Project Coordinator ILO
Topik Program ILO untuk pekerja rumah tangga; menuju 100 tahun International
Labour Conference Juni 2011
-- Rieke Dyah Pitaloka, anggota Parlemen, Komisi IX, DPR RI
Topik Keperluan legislasi untuk Pekerja Rumah Tangga di Indonesia
-- Lita Anggraeni, Koordinator dari JALA PRT (Jaringan Nasional untuk PRT)
Topik Situasi Pekerja Rumah Tangga di Indonesia
Diskusi, Lusi Julia, Programme Officer ILO sebagai moderator

* * *

Tuesday, December 7, 2010

Apakah “WIKILEAKS” Benar MEMPERKUAT DEMOKRASI !!?

Kolom IBRAHIM ISA
Selasa, 07 Desember 2010
---------------------------------

Apakah “WIKILEAKS” Benar MEMPERKUAT DEMOKRASI !!?
Julian Assange, pendiri website “Wikileaks”, (didirikan th 2006), menampilkan semboyan “KEEP US STRONG, HELP WIKILEAKS KEEP GOVERNMENTS OPEN” -- .
Suatu semboyan yang 'kena' dan cocok pada siatuasi, dikala kebanyakan pemerintah yang mengklaim dirinya berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, -- apalagi rezim-rezim yang dengan dalih 'demi keamanan nasional' -- mencegah rakyat mengontrol penguasa.

Dengan mengutip penilaiaian majalah AS 'Time', dijelaskannya lagi bahwa Wikileaks, 'dapat menjadi alat jurnalistik penting sebagai suatu “Undang-Undang Kebebasan Informasi”.

Dinyatakan pula bahwa Wikileaks, “adalah 'organisasi non-profit, yang diabdikan pada dipublikasikannya berita dan informasi penting kepada masyarakat. Kami memberikan cara inovativ, aman dan rahasia bagi sumber independen di seluruh dunia, untuk membocorkan informasi kepada jurnalis-jurnalis kami. Kami menyiarkan material yang punya airti penting etis, politis dan historis. Dalam pada itu merahasiakan identitas sumber-sumber. Dengan demikian memberikan cara universal untuk diungkapkannya ketidak-adilan yang dibungkam dan disensor”.

* * *

Media mancanegara belum lama ini, 'heboh' dan 'ramé' -- Setelah gebrakan Wikileaks 'membocorkan' komunikasi antara perwakilan luarnegeri kedutaan AS dengan White House, khususnya mengenai penilaian mengenai beberapa kepala negara/kepala pemerintahan seperti Raja |Arab Saudi, presiden Perancis Zarkozy, PM Rusia Putin dan Kanselir Jerman, Merkel. Tambahan lagi mengenai bahan info tentang kebijakan AS dan Barat berkenaan dengan perang di Irak dan Afhanisan, serta sikap terhadap Iran, Korea Utra dan Israel.

Bukalah TV atau radio di media internasional, apakah itu CNN atau BBC, boleh dibilang hampir setiap hari ada berita atau ulasan mengenai Wikileaks dan berita-berita dan informasi yang disiarkannya.

Ada manfaatnya para pemerhati perkembangan politik internasional mengikutinya. Jangan mengambil sikap apriori. Dengan menyediakan sedikit waktu, untuk membaca dan atau mendengarnya, pasti wacana informasi bertambah untuk mengambil kesimpulan sendiri yang independen dan mantap.

Sekitar Wikileaks ini, cukup banyak seginya.
Kali ini akan kusampaikan tulisan menarik KADER ABDOLLAH, seorang penulis IRAN, yang berhasil mengintegrasikan dirinya di negeri Belanda, Ia menguasai bahasa Belanda (dalam 8 th), menulis dalam bahasa Belanda, memiliki paspor Belanda, tetapi, hati dan jiwanya tetap seorang patriot Iran yang (sejak berkuasanya Khomeini di Iran) terpaksa menjadi éksil di negeri Belanda.

Kader Abdollah, menganalisis sekitar Wikileaks, dari sudut pandang historis. Fokusnya adalah sekitar konfik atau pertentangan antara Arab Saudi yang menganut Islam Sunni, dan Iran yang menganut Islam Syiit.

Baru kutahu dari tulisan Kader Abdollah tsb. bahwa sudah lama Iran menganggap ISLAM YANG BENAR itu adalah ISLAM yang dianut oleh Iran, yaitu Islam Syiit.

Silakan baca kolom Kader Abdollah, MIRZA, di surat kabar Belanda, “de Volkskrant”, 05 Desember 2010, kemarin.

* * *

WIKILEAKS
Tampaknya, Wikileaks dewasa ini punya kekuatan sejarah yang besar, serta merupakan suatu penemuan kemungkinan elektronis bagi kepentingan demokrasi. Saya terfikir pada piramide-piramide kuno Pharao di Mesir. Beberapa tahun yl para arkeolog menemukan sebuah koridor rahasia di bawah tanah, yang membawa mereka pada bahan keterangan sejarah yang baru.

Apapun yang terjadi, Julian Assange -- (pendiri dan pemimpin Wikileaks) akan masuk dalam sejarah sebagai pembebas akbar dari kata-sejarah. Ia telah membuka sinar baru pada politik dunia. Saya mengagumi perjuangannya.

Ketika dokumen-dokumen partama muncul, terjadi kehebohan besar mengenai saran Raja Arab Saudi, Abdullah, kepada dutabesar Amerika: “Penggal kepala ular itu”. Pernyataan ini dimana-mana di media Amerika disoroti dan secara panjang-lebar dianalisa.

Mula-mula saya tak mengerti mengapa mereka begitu hiruk-pikuk berreaksi, karena, tak ada seorang Iranpun yang ambil pusing dengan pengungkapan tsb. Itu adalah berita basi (untuk Iran). Dendam orang-orang Saudi terhadap Iran sudah berlangsung berabad-abad lamanya di tanah-air (Iran). Isarel juga lebih sering mendesak kepada Amerika: “Mari kita penggal saja kepala ular itu”.

Baik Israel maupun negeri-negeri Arab sekitarnya, mencurigai Iran, namun, kehawatiran mereka terhadap Iran didasarkan pada alasan berbeda. Israel takut pada bom atom Iran. Orang-orang Arab takut pada penganut Syiit di negerinya sendiri.

LATAR BELAKANG KONFLIK IRAN – ARAB SAUDI .
Konflik antara Iran dan Israel adalah baru. Tetapi konflik dengan Arab Saudi telah berlangsung berabad-abad. Arab Saudi menduduki Iran selama tujuh ratus tahun. Itu berlangsung dibawah bendera Islam..Mulai tahun 650 M sampai 1310 Masehi. Selama pendudukan ini, orang-orang Iran mencari cara yang ampuh untuk menghancurkan dari dalam Islamnya orang-orang Arab (Sunisme). Mereka, , menciptakan kepercayaan Islam Iran yang baru .

Beberapa pekan yang lalu presiden Ahmadinejad (Iran) melayangkan serangan kepada Raja Abdullah, dengan suatu pengungkapan baru: “Islam yang benar adalah Islam Iran. Orang-orang Persia, telah menjadikan Islam besar, dengan kebudayaan kuno mereka”. Penyampaian ini tidak dimaksudkan bagi sang raja, tetapi diperuntukkan bagi penganut Syiitisme yang bermukim di negeri-negeri Arab.

Di negeri-negeri tsb terdapat gerakan baru yang tak dikenal sebelumnya. Kaum Syiit yang minoritas itu selama ini selalu 'tidak bikin macam-macam'. Tetapi mereka telah menjadi sangat aktif terhadap para pemimpin mereka yang korup. Yang menjadi masalah, ialah, bahwa banyak kaum oposisi Suni berdiri dibelakang para penganut Syiitisme.

Sepuluh tahun belakangan ini gerakan-gerakan Syiit tumbuh kuat di Mesir, Maroko, Oman, Yemen, Abu Dhabi, Libanon, Palestina dan Mekah-nya Arab Saudi. Beberapa minggu y.l ketika Ahmadinejad berkunjung ke Libanon, ia disambut seakan-akan Napoleon Bonaparte. Jutaan yang menyambut menyerukan semboyan-semboyan Arab.

Arab Saudi, Israel dan Amerika memastikan secara definitf, bahwa, 'kepala ular itu harus dipenggal'. Sekarang ini baru saya mengerti apa sebabnya media Amerika begitu keras menyoroti pernyataan Raja Abdullah.

Wikileaks telah memberikan sorotan baru pada serangan-serangan teroris di Iran. Pada tiga serangan teror tsb telah jatuh korban dua orang sarjana akhli nuklir Iran dan orang ketiga menderita luka berat.

Mereka itu diperlakukan sebagai 'kepala ular'. Siapapun pelakunya, merka telah melakukan kejahatan politik yang kotor. * * * (Artikel Kader Abdollah selesai).

* * *
Apakah Wiklleaks telah memajukan usaha keterbukaan dan transparansi pemerintah-pemerintah di dunia in?

Ya, menurut Kader Abdollah, pengarang Iran satu-asatunya yang pandai menulis dalam bahasa Belanda, tempat ia berdomisili sekarang.

* * *

Sunday, December 5, 2010

HAK-HAK AZASI MANUSIA - UNIVERSAL Atau CAMPURTANGAN LUAR?

IBRAHIM ISA
Peristiwa dan Refleksi <6>
05 Desember 2010
-----------------------------------------------------------------

HARI HAK-HAK AZASI MANUSIA -- UNIVERSAL 10 Desember 1996
Penjelasan:

Seperti bisa dibaca di awal tulisan, artikel ini dibuat pada tanggal 10 Desember
1996. Empatbelas tahun yang lalu. Pas pada hari ultah ke-48 “Universal Declaration of Human Rights UNO” (1948).

Ketika itu, di negeri kita masih berkuasa rezim Orba di bawah Presiden Suharto. Timor Timur masih diduduki oleh ABRI. Perlawanan rakyat Timor Timur membela kemerdekaan bangsa berlangsung terus. Tapi banyak kaum nasionalis, bahkan yang 'salon-sosialis' membela pendudukan Indonesia dan penindasan terhadap kemerdekaan Timor Timur. Bahkan sampai sekarang masih ada yang 'menyayangkan' Timor Timur 'lepas' dari RI.

* * *

Dunia komunikasi belum berkembang melonjak. Belum ada media internet seperti sekarang. Yang memungkinkan komunikasi dan lalu-lintas informasi lewat internet yang murah, yang boleh dikatakan gratis. Sehingga bisa dicapai dan dimanfaatkan oleh banyak orang.

Dibuatlah catatan 'pribadi' mengenai peristiwa-peristwa yang terjadi sejak 1996. Mengapa baru dimulai sejak 1996? Karena ketika itu baru ada syarat, kesempatan dan peralatan padaku untuk membuat catatan demikian itu.

Dibaca kembali catatan-catatan tsb, sesudah hampir 15 tahun berlalu, bagiku sendiri catatan itu adalah sesuatu yang menyegarkan kembali ingatan mengenai peristiwa-peristiwa tsb. Ada relevansisnya mempublikasikan artikel tsb saat ini. Di lain segi, dimakudkan sebagai suatu cara untuk menarik manfaatnya dari catatan seperti itu.

Disajikan kembali untuk pembaca sekadar untuk *BERBAGI CERITA*.
Mudah-mudahan ada manfaatnya.

* * *

HARI HAK-HAK AZASI MANUSIA -- UNIVERSAL 10 Desember 1996

Hari ini di seluruh dunia diperingati Deklarasi Universal Hak-Hak Azasi Manusia oleh PBB dalam tahun 1948. Bagiku hari penting ini kulalui dengan melayani stand Amnesty International di AMC, Amsterdam Medis Center, Amsterdam Zuidoost. Mengumpulkan tandatangan AI, memperingati hari ini dengan menjadikan masalah pelanggaran hak-hak azasi manusia di Nigeria.

Tidak kebetulan. Lebih setahun yang lalu (30-31 Oktober 1995) sembilan orang pemimpin suku Ogoni di Nigeria, diantaranya Ken Saro Wiwa, aktivis hak-hak azasi manusia dan milieu dijatuhi hukuman mati. Pada tanggal 10 November 1995 kesembilan orang Ogoni, Nigeria, dieksekusi oleh penguasa militer Nigeria. Tanpa mempedulikan pendapat umum kalangan luas internasional yang menuntut dibebaskannya kesembilan orang Ogoni itu.

* * *

Hak-Hak Azasi Manusia – Kebebasan Kolektif dan Kebebasan Individu.

Dulu masalah besar ini tidak begitu menjadi perhatianku. Bagiku yang terpenting di dunia ini ialah, hak bagi setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri, agar dalam keadaan merdeka dan berlakunya keadilan memperjuangkan kemakmuran. Ini sebabnya timbul dan tumbuh kebencianku terhadap pendudukan militer Jepang yang telah menimbulkan kemelaratan dan kehinaan begitu besar bagi rakyat kita, yang menyebarkan dongeng di sekolah-sekolah, mencekoki generasi muda kita dan media pers bahwa bangsa Jepang adalah keturunan dewa Amaterasu Omikami, yang punya misi mulya untuk memimpin bangsa-bangsa lainnya. Tidak kalah dengan falsafah keunggulan bangsa Jerman Arya dari Adolf Hitler.

Perasaan bahwa setiap rakyat punya hak untuk menentukan nasibnya sendiri ini juga menyebabkan aku ambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan pada tahun-tahun Proklamasi. Tidak relanya bila keadilan diinjak-injak, ini yang selalu menjadi inspirasi bagiku dalam ambil bagian dalam kegiatan masyarakat, sosial maupun politik, nasional maupun internasional.

Tidak begitu kufikirkan bahwa perasaan keadilan bagi kolektif, bagi masyarakat, bagi rakyat ini seyogianya dan seharusnya atas dasar adanya keadilan bagi setiap individu. Demokrasi bagi kolektif; bagi masyarakat, bagi rakyat, bagi suatu bangsa hanya bisa adil dan kokoh bila hal itu didasarkan pada demokrasi untuik stiap individu.

Di sini ada soal: Tidak boleh dua hal ini secara artifisial dipertentangkan. Tetapi memang ada perbedaan dan pertentangan antara individu dan kolektif. Suatu waktu bisa dianggap bahwa kolektif, masyarakat, bangsa, itu lebih penting ketimbang individu. Terutama dalam situasi tegang dan kritis, seperti dalam keadaan perang. Jalan fikiran ini bisa diterima. Tetapi, last but not least, yang fundamentil di sini, ialah, bahwa kedua hal itu, individu dan kolektif merupakan suatu kesatuan dari kehidupan masyarakat manusia. Ia harus diurus secara harmonis dan juga secara adil. Tidak diperbolehkan adanya ketidak-jujuran, ketidak-adilan. Tidak diperkenankan adanya penyalahgunaan, betapapun kecilnya. Di sini pula perlunya ada kontrole, suatu prinsip yang 'conditio sine qua non'. Demi terjaminnya hak-hak azasi manusia, hak-hak demokratis, hak untuk mendapat perlakuan adil, harus diciptakan syarat dimana kontrole itu ada dan suatu kontrole yang bebas dari penguasa. Bebas dari kepentingan kelompok atau individu.

Jika tidak demikian, maka atas nama keadilan dan demokrasi, diberlakukan suatu sistim kekuasaan yang sangat tidak adil dan kejam. Bisa diberlakukan suatu sistim diktatur, otokrasi ataupun feodalisme berjubah Pancasila. Sesungguhnya itu bukan suatu kemungkinan, tetapi suatu yang sudah dan sedang terjadi.

HAM dan Campur-tangan luar menurut Menlu Ali Alatas:

Apakah hak-hak azasi manusia di Barat dan di Timur itu berbeda? Menurut Ali Alatas, Menlu Indonesia, ya, ada perbedaan. Terutama dalam interpretasinya, katanya.

Belum lama Ali Alats, dulu dikenal dengan nama Alex Alatas, dianugerahi gelar doktor honoris causa oleh Universitas Diponegoro, Semarang. Itu sehubungan dengan pengabdian dan jasanya di bidang politik luar negeri Indonesia. Ketika menerima gelar kehormatan itu, Ali Alatas mengulangi lagi kejengkelan Orba tentang 'campur tangan luar-negeri', terutama Barat, terhadap masalah dalam negeri Indonesia.

Yang dimaksudkannya dengan 'campur tangan luarnegeri', ialah, kritik-kritik dari Barat mengenai pelanggaran hak-hak azasi manusia oleh pemerintah Indonesia. Ali Alatas kukenal sebagai orang Indonesia keturunan Arab yang mendapat didikan Barat dan universitair. Apakah itu pendapat dan keyakinannya sendiri bahwa pengertian hak-hak azasi manusia di Indonesia berbeda dengan di Barat? Ataukah ia berkata begitu, sebagai pejabat negeri yang berpolitik, berpandangan seperti itu. Kalau ia berbuat begitu karena 'apa boleh buat', maka sikapnya itu adalah sekadar mematuhi politik pemerintah. Jadi Alatas harus mematuhi politik dan falsafah yang resmi. Masih lumayanlah. Meskipun cukup serius sikap 'yes man' seperti itu.

Coba renungkan. Bukankah kritik-kritik terhadap Orba, khususnya mengenai masalah pelanggaran hak-hak manusia, ketiadaan demokrasi di Indonesia, kritik-kritik itu terutama datangnya dari Indonesia sendiri. Orang masih belum lupa, bahwa tahun ini, tiga majalah Indonesia, diantaranya mingguan 'Tempo', ditutup. Izin terbitnya dicabut. Karena melakukan kritik terhdap kebijakan ekonomi-keuangan pemrintah. Aku kira penerbitan yang dilarang itu dikelola dan ditulis oleh orang-orang Indonesia asli, yang dididik di Indonesia.

Dengan dalih 'membahayakan ketertiban dan stabilitas nasional', dll, yang semua fasal-fasal uu itu diambil dari KUHP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terjemahan dari buku yang ditulis oleh penguasa Hindia Belanda kolonial, untuk mengekang dan mematikan kritik terhadap pemerintah kolonial waktu itu.

Orang jadi senyum mencibir. Di satu fihak, fikiran tentang demokrasi dan falsafah 'rule of law' negara hukum, ditentang dengan dalih, bahwa ide itu datang dari Barat yang tidak cocok dengan kultur dan keadaan Indonesia. Di lain fihak undang-undang dan hukum dari zaman kolonial Belanda dianggap cocok karena ia diperlukan untuk menindas dan membelenggu fikiran bebas manusia Indonesia.

Contoh lain: Pramudya Ananta Tur, seorang novelis Indonesia yang paling besar masa kini dan paling terkenal, pernah mendapat hadiah Magsaysay. Suatu penghargaan tinggi dari Asia terhadap kreativitas dan ketekunan serta pengabdiannya terhadap kehidupan sastra dan kebudayaan Indonesia. Sampai sekarang buku-bukunya dilarang oleh pemerintah Indonesia. Orang harus pergi ke Malaysia atau ke Asutralia untuk bisa membeli buku Pramudya. Pram masih kena larangan ke luar negeri. Pram adalah orang Indonesia asli. Kritik-kritiknya terhadap pemerintah Indonesia bukan main. Kritik-kritik dari luarnegeri mengenai pelanggaran hak-hak azasi manusia di Indonesia, tidak sebanyak kritik-kritik dari dalam negeri sendiri.

Jadi, apanya yang tidak cocok dengan kultur Indonesia? Orang hanya bisa menarik kesimpulan, bahwa pemerintah Indonesia bertindak sewenang-wenang terhadap warganegaranya sendiri.

Saling Hubungan Agresi RI thdp Timor Timur dan Campur-tangan Luar

Orang luar harus tutup mulut. Setiap kritik dianggap campur tangan. Bagaimana sikap pemerintah Indonesia ini dibandingkan dengan invasi tentara Indonesia ke Timor Timur? Yang adalah wilayah negeri lain yang baru mencapai kemerdekaannya.

Tanpa mengedipkan matanya Presiden Suharto memerintahkan ABRI menyerbu dan menduduki Timor Timur. Campur tangan dan agresi terang-terangan ini diberi jubah, 'atas permintaan' fihak Timor Timur sendiri. Ya, kalau atas permintaan Timor Timur sendiri, mengapa sejak 1975 perlawanan dari Timor Timur terhadap pendudukan Indonesia masihs terus saja? Perlawanan tsb baru-baru ini mendapat sokongan internasional dengan pemberian Hadiah Nobel kepada dua orang terkemuka dari Timor Timur, Uskup Belo dan Ramos Horta, salah seorang pemimpin perlawanan Timor Timur, yang kini mewakili grakannya di luarnegeri.

Lagi-lagi Orba menganggap Hadiah Nobel itu sebagai campur tangan asing.

* * *

Thursday, December 2, 2010

“LE QUATTRO STAGIONI” A. VIVALDI Di “BIJLMERPARK THEATER”

IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita
Kemis, 02 Desember 2010
-----------------------------------------
“LE QUATTRO STAGIONI” A. VIVALDI
Di “BIJLMERPARK THEATER”

Selama hidupku tak pernah hadir mendengarkan orkes-klasik dari jarak begitu dekat, seperti pada hari Minggu yang lalu. Di “Bijlmer Parktheater”, di Anton de Komplein 240, Amsterdam Zuidoost. Bersama kami di situ: Cucunda Anusha Zahidi, ibunya, Yasmin; -- Pratiwi, si Sulung yang mentraktir kami berdua. Berlima kami dapat tempat duduk di barisan kedua dari depan. Dengan membeli karcis Euro - 10, seorang, bisa duduk dimana saja. Yang lebih pagi datang bisa milih tempat duduk terbaik.

“Bijlmer Parktheater” adalah gedung budaya indah yang baru saja rampung. Merupakan bagian dari Bijlmerpark baru yang sedang dibangun. Yang telah tegak di situ adalah Bijlmer Sporthal, dengan kolam renang dan ruangan sport berbagai cabang olahraga. Bijlmerpark baru, yang terdiri dari natur, sport dan kultur diharapkan selesai musim panas 2011.

Memang, BIJLMER itu INDAH DAN BERBUDAYA.

* * *

Tempat duduk kami, jaraknya dari pemain musik kukira hanya lima meter saja. Wah, alangkah indah bahagia dan nikmatnya dalam posisi itu, mendengarkan musik karya VIVALDI oleh para musikus dari “Koninklijk Concertgebouworkest”.

Hari itu yang diperdengarkan adalah karya A. Vivaldi yang paling terkenal :
“LE QUATTRO STAGIONI”, -- “EMPAT MUSIM”.

Anton VIVALDI (1678-1741), adalah putra seorang pamangkas rambut. Ia seorang violis yang kemudian menjadi pendeta. Ia dijuluki Il Prete Rosso (Pendeta Merah) mungkin karena warna rambutnya merah. Tapi, katanya, mungkin juga, julukan itu disebabkan ia sering terlibat dalam kasus-cinta. Vivaldi kemudian jadi guru biola di suatu rumah-piatu wanita di Venesia. Karya-karya konser, contata dan musik lainnya kebanyakan dipersembahkannya pada anak-anak yatim-piatu itu.

Watak gembira karya-karyanya mencerminkan kesenangan Vivaldi menciptakan musik. Inilah juga alasan terpenting mengapa musiknya begitu populer.

* * *

Yang membawakan musik indah Vivaldi, Minggu pagi itu, adalah, 8 orang musikus. Dua pemain biola wanita, tiga pemain biola putra , lalu seorang violoncellis dan seorang contrabas. Masih ada seorang pemain clavecimbel. Pimpinan: Pemain biola pertama Michael Gieler dan pemain biola pertama Henk Rubingh.

Heran aku! Mereka hanya delapan orang. Tapi yang disuarakan seakan konser filharmoni lengkap. Luar biasa!! Masing-masing pemain biola pada gilirannya tampil sebagai violis tunggal, pada bagian-bagian Musim Semi, Musim Panas, Musim Gugur dan Musim Dingin. Yang lainnya mengiringi. Tak terlukiskan betapa merdunya.

Ruangan konser yang digunakan Minggu itu, adalah ruangan untuk konser kecil atau untuk acara cabaret. Hampir semua tempat duduk yang kira-kira dua ratus itu penuh. Sambutan publik yang antusias dan puas tampak pada ovasi berdiri yang cukup lama.

Pada akhir acara diberi kesempatan untuk cakap-cakap dengan para musikus dan untuk (anak-anak) melihat-lihat alat musik “clavecimbel”. Seperti piano kecil yang suaranya khas.

Kami sempat bersalaman dengan para musikus sambil minum kopi panas dan sekedar kueh-kueh makanan kecil. Kataku pada Murti dan anak-anak serta cucu Anusha. Coba lihat, hanya dengan Euro 10, kita sudah bisa menikmarti musik Vivaldi. Tambah lagi seusai acara minum kopi panas dan makan kueh-kueah bersama para musikus.

Kukatakan lagi: Ini bisa terjadi, karena pemerintah, khususnya subsidi kotapraja Bijlmer untuk kegiatan kebudayaan masyrakat setempat, cukup besar.

Dalam penjelasan sebelum acara dimulai, pembicara sempat nyerempet mengeritik pemerintah kabinet Rutter (VVD/CDA/PVV), yang memutuskan mengurangi drastis subsidi untuk kegiatan budaya dan kultur masyarakat. Memang nyatanya budaya tak bisa terlepask dari politik. Semboyan 'seni untuk seni' sudah lama tak nyambung dengan realita kehidupan budaya! * * *