Sunday, August 28, 2011

ORBA MEMALSUKAN OTOBIOGRAFI BUNG KARNO

Kolom IBRAHIM ISA

Minggu, 28 Agustus, 2011

------------------------------


BUNG KARNO PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT INDONESIA – CINDY ADAMS

( Bagian 1 )


ADA “SOAL BESAR” DENGAN EDISI INDONESIA, 1966.

Rezim Orde Baru Memelintir buku OTOBIOGRAFI BUNG KARNO.


Buku penting ini pertama kali kupinjam dari seorang kawan di Belanda. Edisi Aslinya. Bahasa Inggris. Setelah itu ketemu edisi Belandanya. Kuceriterakan kepada Jusuf Isak, tentang edisi Belanda tsb. Ia ingin sekali membaca buku edisi bahasa Belanda. Kita tahu, sejak sekolah dan dirumah sekeluarga Jusuf Isak berbahasa Belanda. Kalau bertemu dengan sahabat-sahabatnya maka ceritanya selalu dalam bahasa Belanda. Kuperlukan mengkopi edisi Belanda tsb dan mengirimkannya kepada Jusuf Isak. Bukan main senangnya Jusuf Isak.


Ketika itu kami, --- Jusuf Isak, dan teman-teman lain yang sudah membacanya tidak ada 'soal besar' sekitar buku otobiografi Bung Karno, yang terdapat di edisi Indonesianya. Mungkin, karena memang sudah sering membaca tulisan dan buku bersangkutan dengan perjuangan bangsa untuk kemerdekaan nasional dan peranan Bung Karno di dalamnya, maka ketika membaca otobiografi Bung Karno edisi Indonesia, tidak teliti. Juga karena SUDAH BACA EDISI ASLINYA. Atau, karena sudah membaca edisi aslinya, yang berbahasa Inggris itu, tidak menganggap perlu lagi membaca seluruhnya edisi Indonesianya. Meskipun buku itu dibeli juga untuk disimpan.


Bagiku juga demikian.

Aku tidak menemukan soal apapun, ketika membaca buku (Edisi Asli bahasa Inggris) -- “SUKARNO, AN AUTOBIOGRAPHY, AS TOLD TO CINDY ADAM”.


Yang kuperoleh dari membaca Edisi Asli Bahasa iNGGRISNYA, --- adalah insprirasi besar dari Bapak Nasion Bung Karno. Kekaguman yang teramat sangat pada tokoh pejuang kemerdekaan yang begitu ulet dan tabah. Yang dengan mantap memimpin perjuangn bangsa ini, dengan strategi dan taktik yang tepat! Yang telah memberikan seluruh hidup serta jiwa-raganya demi bangsa dan tanah air. Demi rakyat dan kemerdekaan serta kejayaan Indonesia, dari Sabang sampai Merauké.


* * *


Ketika berkunjung ke Indonesia, Juni yang lalu, jalan-jalan ke toko buku Gramedia, kutemukan buku Edisi Indonesia, buku Sukarno – An Autobiorgraphy As Told to Cindy Adams. Judul buku samasekali baru berbunyi: CINDY ADAMS, “BUNG KARNO PENYAMBUNG lIDAH RAKYAT INDONESIA”. Dan ada sebuah tambahan penting, sbb: EDISI REVISI, Alih Bahasa Syamsu Hadi.


Edisi Revisi ini diterbitkan oleh YAYASAN BUJNG KARNO, Penerbit Media Pressindo. Edisi Revisi ini adalah Cetakan Kedua (2011). Cetakan Pertama, Agustus 2007.


Menurut Peneliti Senior LIPI, Dr Asvi Warman Adam, yang menulis kata pengantar pada EDISI REVISI (2007), -- Edisi Indonesia (cetakan pertama 1966) mengalami berkali-kali cetak ulang sejak berkuasanya Suharto sebagai Panglima KOPKAMTIB. Cetak ulang itu terjadi pada th 1982, 1984, 1986 dan 1988. Bahwa, sang penerjemahnya ketika itu adalah Mayor AD Abdul Bar Salim. Serta dikemukakan pula bahwa penterjemahan buku Bung Karno itu, sudah direstui oleh Menteri/Pangad Letnan Jendral Suharto.


Dalam edisi Indonesia sejak yang pertama terdapat sambutan Suharto, yang berbunyui: “Dengan penerbitan ini, diharapkan dapat terbaca luas di kalangan rakyat, Bangsa Indonesia”.


* * *


Sekarang ini yang kuangkat adalah apa yang dikemukakan oleh Asvi Warman Adam dalam Kata Pengantarnya untuk Edisi Revisi, berjudul KESAKSIAN BUNG KARNO, a.l sbb:


Dalam diskusi yang diselnggarakan Yayasan Bung Karno di Gedung Pola tahun 2006, Syafii Maarif (mantan Ketua Muhammadiyah, dan guru besar pada pelbagai perguruan tinggi di Indonesia, I.I.), mengutip buku Cindy Adams mengatakan bahwa Sukarno sangat melecehkan Hatta karena menganggap perannya tidak ada dalam sejarah Indonesia.”


Tanggapan Syafii Maarif tsb krusial sekali. Karena adalah tanggapan Syafii Maaarif itulah yang menjadi awal terungkapnya pemelintiran dan pemalsuan yang dilakukan oleh (paling sedikit) diketahui penerjemah seorang Mayor dari Angkatan Darat pada edisi Indonesia pertama (1966). Jenderal Suharto, yang telah memasukkan kata pengantar pada edisi Indonesia pertama tsb bisa dipastikan (setidak-tidaknya) tahu tentang pemalsuan dan pemelintiran tsb. Orang bisa menganalisis, tanpa pemalsuan dan pemelintiran buku asli Bung Karno, tanpa pengantar Jendral Suharto yang sudah riil memegang kekuasaan di Indonesia, edisi pertama bahasa Indonesia itu (1966) TAK MUNGKIN TERBIT.


Bagaimanakah pemalsuan itu? Mengapa dilakukan pemalsuan tsb.

Syafii Maarif sudah menunjukkannya. Yaitu sekitar hubungn Sukarno-Hatta. Dalam edisi Indonesia yang dipalsukan itu, menurut Maarif: . . . . Sukarno sangat melecehkan Hatta karena menganggap perannya tidak ada dalam sejarah Indonesia.” Tidak sulit untuk menyimpulkan bahwa apa yang dikatkan bahwa “Sukarno sanga melecehkan Hatta . . . dst” tujuannya adalah untuk 'mengdudomba Sukarno dengan Hatta. Untuk menimbulkan kesan keliru bahwaq Sukarno sangat melecehkan Htta.


Terungkapnya pemalsuan ini adalah berkat kewaspadaan Asvi Adam yang mengajukan suatu usul kepada Yayasan Bung Karno. Karena mereka berrencana menerbitkan (ulang) Edisi Indonesia, Asvi menyarankan agar memeriksa kembali terjemahan bahasa Indonesia sejak Edisi Pertama (1966),



* * *


Yang mengagetkan”, tulis Asvi. “Pada temuannya (temuan oleh Syamsu Hadi, penerjemah baru yang ditugaskan oleh Yayasan Bung Karno. I.I.) di samping ada beberapa kekeliruan terjemahan adalah dua alinea yang ditambahkan dalam edisi bahasa Indonesia sejak tahun 1966. Padahal kedua alinea itu tidak ada dalam bahasa Inggris”.


Lanjut Aswi, “ Pada halaman 341 tertulis: “. . . Rakyat sudah berkumpul. Ucapkanlah Proklamasi”Badanku masih panas, akan tetapi aku masih dapat mengendalikan diriku. Dalam suasana di mana setiap orang mendesakku, anehnya aku masih dapat berpikir dengan tenang.

Hatta tidak ada”, kataku. Saya tidak mau mengucapkan proklamasi kalau Hatta tidak ada”.

Lanjutan alinea ini – kalau dicek teks asli bahasa Inggris: Dalam detik yang gawat dalam sejarah inilah Sukarno dan tanah air Indonesia menunggu kdatangan Hatta. Namun di antara kedua kalimat itu ternyata disisipkan dua alinea yang tidak ada dalam teks Inggrisnya, yaitu:

Tidak ada yang berteriak, Kami menghendaki Bung Hatta.”Aku tidak memerlukannya. Sama seperti aku tidak memerlukan Syahrir yang menolak untuk memperlihatkan diri di saat pembacaan Proklamasi. Sebenanrya aku dapat melakukannya seorang diri dan memang aku melakukannya sendirian.Di dalam dua hari yang memecahkan urat syaraf itu maka peranan Hatta dalam sejarah tidak ada.

Peranannya yang tersendiri selama nasa perjuangan kami tidak ada, Hanya Sukarnolah yang telah mendorongnya ke depan. Aku memerlukan orang yang dinamakan “pemimpin” ini karena satu pertimbangan. Aku memerlukannya oleh karena aku orang Jawa dan dia orang Sumatra dan di hari-hari yang demikjian itu aku memerlukan setiap orang denganku. Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatra. Dia adalah jalan yang paling baik untuk menjamijn sokongan dari rakyat pulau yang nomor dua terbesar di Indonesia.


Lnjut Aswi Adam,”Sukarno tidak memerlukan Hatta dan Syahrir bahkan 'peranan Hatta dalam sejarah tidak ada'. Demikian pernyataan Bung Karno dalam edisi bahasa Indonesia yang tgerbit sejak tahun 1966. (Sejak Suharto rill memegang kekuasan. I.I.) Ternyata dua alinea itu tidak ada dalam naskah alsi berbahasa Inggris. Kalau demikian, apakah ada sesorang merekayasa cerita tambahan ini? Hal itu tentu dapat ditanyakan kepada (Mayor) Abdul Bar Salim, kalau ia masih hidup. Demikian Aswi Adam.


* * *


Tentu orang waras akan berfikir, --- Buku-buku Bung Karno lainnya, yang terpenting : DIBAWAH BENDERA REVOLUSI, praktis sudah tak beredar lagi karena larangan penguasa. Lalu, mengapa buku Bung Karno yang teramat penting ini, kok, bisa terbit tahun 1966? Ketika persekusi, penindasan, pembantaian, pemenjaraan dan pembuangan terhadap orang-orang PKI dan yang diduga PKI serta pendukung Bung Karno lainnya, sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh fihak Suharto dan pendukungnya.


Lagipua, kok ada pengantar LetJen Suharto? Bis disimpulan pula: -- Tentu saja buku otobiografi Bung Karno itu bisa diizinkan terbit oleh Jendral Suharto, (kesimpulan yang wajar) , karena buku Otobiografi Bung Karno itu SUDAH DIPALSU – SUDAH DIPLINTIR oleh fihak penguasa. Dengan maksud untuk menipu pembca, untuk menyebarkan racun hasutan perpecahan antara Sukarno dan Hatta dan Syarir, antara pengikut dan pendukung Sukarno, Hatta dan Syahrir.


Dari sini jelas sekali. Sudah sejak semula. Suharto berkomplot untuk menghancurkan imago Bung Karno sebagai pejuang besar kemerdekaan Indonesia. Dari sini jelas pula, bahwa penguasa militer tidak segan-segan untuk terang-terangan memalsu buku otobiografi Bung Karno demi kepentingan politik Orbanya.


Pemelintiran sejarah oleh rezim Orba dan pendukungnya, bukanlah suatu tuduhan atau mitos.


PEMALSUAN SEJARAH, PEMELINTIRAN FAKTA-FAKTA SEJARAH ADALAH RIIL,NYATA DAN TERBUKTI HITAM DIATAS PUTIH DILAKUKAN OLEH ORBA DAN PENDUKUNGNYA.


(Bersambung)









Tuesday, August 23, 2011

Kolom IBRAHIM ISA

Selasa, 23 Agustus 2011

------------------------------


BUKU HITAM” BELANDA SEBERANG LAUTAN

Belanda>



Ada sahabat kami orang Belanda. Kenalan lama, karib dan betul orang baik-baik yang jujur. Sekali tempo ia berkata begini kepada kami: “Masa, sih tak ada hal-hal baik yang pernah kami kerjakan dan tinggalkan untuk Indonesia?” “Misalnya?”, kataku menyela. Ya, katanya sedikit mendongkol, héran mengapa kami kok tidak mengetahuinya. Misalnya, lanjut sahabat Belanda itu,. Coba lihat infrastrukstur di Hindia Belanda dulu. Jalan-jalan kereta api di Jawa dan Sumatra. Jalan-jalan raya di seluruh Indonesia. Sekolah-sekolah, sampai sekolah tinggi sekalipun didirikan. Dan rumah sakit dan panti kesehatan umum didirikan, sistim administrasi pemerintahan yang 'lancar', dsb, katanya dengan sungguh-sungguh.


Sahabat lama Belanda ini punya maksud baik. Ingin jalinan persahabatan antara Nederland dan Indonesia, yang tradisionil itu, menjadi kenangan baik dalam sejarah yang dikhayati bersama.


Yang punya pendapat demikian itu, sebetulnya bukan satu-dua orang Belanda saja. Masih cukup banyak orang-orang Belanda yang berasal dari 'tempo doeloe' , atau dari keturunan dan lingkungannya, sedikit-banyak masih punya sentimen dan pendapat demikian.


Makanya: Satu hal menjadi jelas sekali. Mereka-mereka itu 'ignorance'. Dalam hal ini, benar-benar seperti katak di bawah tempurung. Kasarnya: dungu dan bodoh. Padahal sejak Belanda melakukan dua kali agresi militer terhadap Republik Indonesia, tidak sedikit jurnalis, cendekiawan dan pakar Indonesianis orang-orang Belanda dan asing lainnya, menulis mengenai kejahatan-kejahatan rezim kolonial Belanda terhadap Indonesia.


Memang benar! Tidak banyak dari publik Belanda yang meskipun adalah pengunjung setia toko-toko buku, atau perpustakaan umum yang jumlahnya begitu banyak di Belanda, --- juga punya inisiatif mencari dan menemukan buku-buku yang mengungkap kejahatan kolonialisme Belanda di Indonesia.


Mereka-mereka itu pernah atau bahkan tidak jarang mendengar tentang hal-hal buruk yang dilakukan oleh Belanda terhadap bangsa Indonesia selama lebih 300 tahun berkuasa di Nusantara. Peristiwa dipertahankannya patung mantan gubernur jendral VOC Jan Pieterszoon Coen, di tengah kota Hoorn, Belanda, meskipun sudah begitu banyak kritik dan petisi untuk menyingkirkan patung Coen tsb, < karena peranan Coen sebagai jagal pembunuh rakyat Banda, Maluku dan piroman pembakar kota Jayakarta, dulu> , --- Menunjukkan sampai dimana 'kesadaran sejarah' mereka yang berkuasa di Hoorn. Dan pidato mantan PM Belanda Balkenende memuji-muji 'Abad Emas' Belanda zaman VOC, -- Semua itu menunjukkan 'ignorance', dungu sejarah orang-orang Belanda itu.


Apakah sikap dan pandangan mereka-mereka itu, disebabkan oleh kenyataan sejarah, bahwa tidak sedikit dikalangan mereka itu, pada waktu 'tempo dulu' – pernah menikmati kehidupan yang serba indah dan lux di atas kemiskinan dan penderitaan rakyat Indonesia. Mereka mengidap 'nostalgi kolonial'. Tentang kehidupan nyaman dan indah sebagai tuan dan nyonya besar di Hindia Belanda.


Oleh karena itu, -- patut disambut hangat terus munculnya Indonesianis dan pakar orang Belanda yang jujur dan lugu. Dari tahun ke tahun mereka menulis dan menerbitkan buku-buku dan makalah studi, seperti yang a.l judulnya tertera pada judul Kolom ini:


ZWARTEBOEK VAN NEDERLAND OVERZEE, bahasa Indonesianya


BUKU HITAM BELANDA DI SEBERANG LAUTAN.


Ditegaskannya pula: WAT IEDERE NEDERLANDER MOET WETEN --

APA YANG HARUS DIKETAHUI 0LEH SETIAP ORANG BELANDA.


Seperti kilat terlintas dalam fikiranku suatu INTERMEZO ide:

Seharusnya demikian pula sikap para penulis, wartawan, historikus, pakar Indonesianis dan kita semua. Tengoklah EWALD VANVUGT, menulis dosa-dosa Belanda di seberang lautan, yang terjadi ratusan tahun lalu.; Dan buku yang diterbitkannya tahun 2002 tsb itu tetap dianggap penting dalam penulisan dewasa ini mengenai sejarah Belanda.


* * *


Juga DIKALANGAN KITA, seharusnya begitu juga. Kejahatan, kebiadaban dan pelanggaran HAM terbesar dalam sejarah Republik Indonesia, TRAGEDI PERISTIWA 1965, harus terus-menerus diungkap, distudi dan disimpulkan. Justru karena sampai detik ini, pelanggaran HAM dengan dibantainya jutaan warga tak bersalah, dipenjarakan dan pembuangan ke pulan Buru, ratusan ribu warganegara tak bersalah, MASIH BELUM DIURUS oleh pemerintah. Padahal sudah begitu banyak penulisan dan pengusutan yang menjelaskan bahwa pelanggara HAM terbesar di periode Orba itu, dalang dan penanggungjawabnya adalah aparat negara sendiri. Adalah angkatan bersenjata Indonesia dibawah komando Jendral Suharto.


* * *


Kembali kita pada buku sejarah KEJAHATAN BELANDA DI SEBERANG LAUTAN, ditulis oleh historikus Belanda EWALD VANVUGT.


Buku Hitam Belanda yang terbit tahun 2002 (tebal 352 halaman) ini rupanya tidak banyak dikenal di Indonesia. Kemungkinan besar karena buku tsb ditulis dalam bahasa Belanda. Dewasa ini tidak banyak lagi orang Indonesia yang mengerti baik bahasa Belanda. Adalah suatu kekurangan serius, bila menstudi dan meneliti serta menulis sejarah Indonesia, tanpa berkonsultasi dengan buku-buku relevan yang ditulis oleh orang Belanda DALAM BAHASA BELANDA. Baik yang ditulis dahulu, maupun, sekarang. Nyatanya, di kalangan sejarawan Barat yang Asianis, yang sering menulis berkaitan dengan sejarah Indonesia, kebanykan adalah ORANG-ORANG BELANDA. Yang disayangkan, bahwa, tidak selalu ada edisi Indonesianya!


* * *


Menarik, pada halaman-halaman pembuka, historikus Belanda yang menulis berkaitan dengan sejarah Indnesia, mengutip kata-kata MULTATULI, sbb:


Ja, 't dorp was veroverd door Nederlandsche soldaten, en stond dus in brand”. Bahasa Indonesia, diterjemahkan bebas kira-kira sbb: “Ya, desa itu ditaklukkan oleh serdadu-serdadu Belanda, dan oleh karena itu dibakar”.

Dari sini sudah bisa dilihat bahwa kecenderungan Ewal Vanvugt jelas, ANTI KOLONIALISME.


Lalu ada satu lagi kutipan dari Onno Zwier van Haren, sbb: “Wie heeft aan Nederland, of recht of macht gegeven, Om Indiën nar haar wet, en wille te doen leven?”. Onno Zwier van Haren, (1713-1779) adalah seorang politikus, penulis drama dan penyair Belanda. Diterjemahkan bebas,menjadi kira-kira sbb: “Siapa yang telah memberikan kepada Nederland, hak ataupun wewenang, untuk menjadikan Hindia (Belanda) tunduk pada undang-undang dan hidup menurut kemauan (Belanda)”.


* * *


Seorang komentator Belanda menulis resensi mengenai buku Ewald Van Vugt a.l sbb:


Apa yang ditulis oleh Edwald Vanvugt itu tidak memuakkan. Semua yang ditulisnya muncul dalam bukunya Buku Hitam Nederland di Seberang Lautan.

Spesialisasi Vanvugt adalah Hindia Belanda. Ia memberikan gambaran tentang perbutan jahat kolonialisme yang terjadi di sepanjang abad di masa lalu. Buku yang diberi subjudul: Apa yang harus diketahui oleh setiap warga Belanda, merupakan catatan keras mengenai aksi-aksi pembunuhan, penghisapan, perdagangan budak dan perompakan-perompakan yang dilakukan oleh Belanda.

Buku itu ditulis secara kronologis, dan berumber pada surat-surat perompakan, yang diberikan oleh Willem van Oranje pada tahun 1057, sampai pada -- aksi-aksi kepolisian “Poltionele Akties” di Indonesia, hampir empat abad kemudian.


Buku Vanvugt tsb memberikan gambaran, mengungkap tentang kasus-kasus sbb:


De Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC); De West-Indische Compagnie (WIC); Jumlah besar budak-budak milik Belanda; Abad-abad periode pembajakan; Pax Neerlandica dan Banyak Peperangan-peperangan (kolonial, I.I.) di Indonesia; Keuntungan Madat (Opium) keluarga raja Belanda; dll.


Vanvugt juga menulis dan mengungkap tentang Perang Salib yang dikatakannya dilakukan untuk kepentingan Kaisar dan Paus. Dengan misinya yang berganda, yaitu menyebarkan kepercayaan (Kristen) dan menrampok kekayaan negeri-negeri dan bangsa-bangsa Islam ketika itu. Dalam periode ini Belanda memasuki sejarah dunia yang tertulis, -- sebagai perampok internasional. Penilaian ini adalah oleh Olivier Keulen, penulis dari buku Historia Damiatina. Penulis Belanda lainnya, Conraad Busken Huet mengisahkan ekspedisi Perang Salib melawan dunia Islam, sebagai suatu misi dengan tanda Salib di satu tangan dan kelewang di tangan lainnya. Demikianlah orang-orang Eropah itu pertama kali muncul di luar Eropah. Sedangkan tujuan lainnya dari Perang Salib adalah mempertahankan keterbukaan rute perdagangan ke Timur, serta merampok kekayaan musuh-musuh mereka.


* * *


Tulis Vanvugt antara lain pada bab-XII, (1942-1949) – Perang Kolonial Terakhir di Indonesia, adalah sbb:


Dalam tahun 1940 di Nederlandsch Oost-Indië (maksudnya di Indonesia, I.I.) tinggal puluhan juta orang. Diantaranya terdapat kira-kira 280 ribu terdaftar sebagai orang-orang Indo-Eropah. Atau orang Belanda-Indo yang tak pernah ke Eropah. Kira-kira delapan puluh ribu penduduk dari Oost-Indië lahir di negeri Belanda. (Maksudnya yang Belanda totok, I.I.)


Mereka itu, sebagai klas-penguasa yang sejak dulu hidupnya begitu terpisah dari penduduk Pribumi (maksudnya bangsa Indonesia, I.I.), sehingga lama kemudian – sampaipun ketika hal (perang kemerdekaan Indonesia, I.I.) itu menjadi kenyataan, mereka tidak bisa mengerti bahwa mereka itu (benar-benar) diusir (dari Indonesia, I.I.)”.


Begitulah dilema tragis para pendukung kolonialisme Belanda di Indonesia. Sampaipun sedang dalam proses pengusiran terhadap diri mereka, mereka tetap tidak mengerti mengapa mereka diusir dari Indonesia. Oleh bangsa Indonesia, yang sudah bertekad berdiri sendiri, bebas dari penguasaan asing. Berada sama derajat di kalangan bangsa-bangsa lainnya di dunia ini.


Buku Vanvugt BUKUHITAM BELANDA DI SEBERANG LAUTAN,

mudah-mudahan bisa memberikan sumbangan untuk pencerahan di kalangan orang-orang Belanda, agar menjadi jelas bagi mereka, mengapa Indonesia memprokklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Dan mengapa merka harus menerima kenyataan dan obyektivitas perkembangan sejarah ini.


* * *







Friday, August 19, 2011

SAHABATKU MAX LANE DAN PROKLAMASI 17 AGUSTUS

Kolom IBRAHIM ISA
Sabtu, 20 Agustus 2011
------------------------------

SAHABATKU MAX LANE DAN HARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA 17 AGUSTUS

Sahabatku Max Lane, seorang pakar Indonesianis, sahabat rakyat Indonesia yang mantap, menulis sebuah artikel menyambut
Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 2011. Artikel Max Lane ini analitis, tajam dan ditulis dengan latar belakang pengetahuan sejarah pergolakan Indonesia melawan Orde Baru dan menegakkan Indonesia yang demokratis.

Amat disarankan agar artikel Max Lane ini dibaca dan difikirkan oleh para pemeduli Indonesia, khususnya oleh para aktivis gerakan massa yang terlibat dalam gerakan reformasi dan demokratisasi.


Mari kita fikirkan bersama pertanyaan Max Lane pada akhir artikelnya:

"Apakah memang sudah ada dua Indonesia:
Indonesia hasil kontra-revolusi 1965 yang berdiri di atas penindasan, pembohongan dan KKN atau Indonesia hasil revolusi nasional 1900-1965 yang oleh kekuasaan OBS dieliminasi dari ingatan massa secara sistematik. Akan tetapi kemudian pelahan-pelahan dengan langkah tegas mulai bangun kembali dalam bentuk perlawanan-perlawan terhadap OBS selama tahun 1970an - 1990an. Proses melawan dan mengakhiri Orde Baru (1974-1998) juga sebuah proses kreatif, hanya belum tuntas pula dan masih menghadapi pilihan." --

* * *

Dalam pada itu kita selalu yakin dan optimis, --- Bahwa kekuatan progresif yang diinspirasi dan tergembleng dalam perjuangan kemerdekaan sejak periode kolonialisme Belanda,kemudian perlawanan terhadap rezim Orba, hingga jatuhnya Suharto, --- Dalam keadaan apapun akan tumbuh terus, membesar dan mengokoh. Terutama di kalangan generasi baru!

Terimakasih atas kepedulian Max Lane pada Indonesia, sekarang dan haridepannya.


* * *



*MAX LANE ---

17 AGUSTUS VERSUS 1 OKTOBER*
*Jumat, 19 Agustus 2011 - 00:36:16 WIB
*

Indonesia dibangun di atas reruntuhan kolonialisme. Orde Baru meluluhlantakannya.


SAYA datang ke Indonesia pertama kali 1969 dan sudah berkali-kali kembali ke Indonesia. Sebagai seorang yang memulai perjalanan kehidupan intelektual sebagai mahasiswa jurusan studi Indonesia, sejak semula saya bergairah untuk belajar sejarah Indonesia -- apalagi bila dibandingkan dengan sejarah Australia. Meskipun sejarah Australia juga penuh dengan kisah perjuangan rakyatnya (biasanya melawan elit kaya, baik kolonial maupun modern), ini tak bisa dibandingkan dengan Indonesia. Indonesia mengalami revolusi; rakyat Indonesia menjalankan sebuah revolusi; negeri Republik Indonesia, yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 dan berhasil mengusir kekuatan politik kolonial tahun 1949, tercipta oleh sebuah revolusi nasional yang prosesnya sudah berlangsung 30-40 tahun sebelumnya.



Semua revolusi dalam sejarah manusia adalah fenomena hebat. Sudah beribu-ribu buku ditulis untuk mendefinisikan dan menganalisa apa itu revolusi. Sudah jelas ada berbagai jenis revolusi; dan juga cara orang memandang revolusi sering tergantung ideologinya dan kepentingannya. Kata revolusi dalam bahasa Inggris bermakna perubahan besar dan drastis dalam situasi politik. Kata itu mulai digunakan pada pertengahan abad 15 dan berasal dari bahasa Latin yang artinya bergelombang balik.



Buat saya, ada dua sifat yang harus dimiliki oleh semua revolusi sosial-politik sejati. Pertama, sebuah revolusi akan memutar-balikkan struktur kekuasaan yang berlaku. Kedua, baik di dalam proses menggulingkan maupun memutarbalikkan struktur kekuasaan tersebut mestinya bisa melahirkan makhluk yang baru secara esensi sebagai hasil dari proses revolusi itu sendiri. Revolusi memutarbalikkan kekuasaan (menghancurkan struktur lama dan mendirikan yang baru) sekaligus kreatif; menciptakan sesuatu mahluk yang baru, yang jauh lebih fenomenal daripada sekedar struktur kekuasaan yang baru. Begitu juga revolusi Indonesia. Struktur kekuasaan kolonial -- di mana kekuasaan politik dan ekonomi terpusat sepenuhnya di Den Haag, Amsterdam dan Rotterdam -- dihancurkan dan sebuah struktur kekuasaan baru didirikan.



Semula kelas kapitalis Belanda mengisi kelas penguasa; kekuasaan kelas itu terkalahkan oleh kelas-kelas sosial lain yang tadinya terkuasai dan tereksplotasi, terutama kelas buruh, kelas petani kecil maupun kelas borjuis dalam negeri Indonesia. Situasi mulai teresmikan pada 27 Desember 1949 ketika pemerintah Belanda mengakui mahluk yang bernama Republik Indonesia Serikat (RIS). Tapi RIS ini masih mengandung negeri-negeri yang dikuasai secara tak formal oleh Belanda. Sesudah mengalami berbagai gejolak, RIS bubar dan diproklamasikan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950.



Tetapi kreativitas revolusi nasional Indonesia jauh lebih dahsyat daripada sekadar melahirkan sebuah mahluk formal, yaitu Republik Indonesia. Revolusi Indonesia yang sebenarnya sudah mulai sejak awal abad 20 melahirkan orang Indonesia, bangsa Indonesia dan kebudayaan Indonesia -- semuanya yang tak pernah berdiri di atas muka bumi sebelumnya. Makanya kata atau nama Indonesia juga tadinya tidak ada; tidak eksis. Yang ada sebelumnya bukan orang Indonesia, tetapi orang Jawa, orang Aceh, orang Dayak, dan seterusnya. Juga tidak ada kebudayaan Indonesia. Kebudayaan Indonesia mulai ada dengan munculnya sastra berbahasa Melayu (baru) dalam bentuk cerpen, roman, drama, syair, lagu, esei dan pidato yang kemunculannya bersamaan dengan kelahiran organisasi sosial-politik modern.



Kalau kita mempelajari fenomena munculnya kebudayaan baru itu -- baik sastranya (semua produk tertulis, kemudian produk budaya lain) bersama kegiatan berorganisasi secara sosial politik, memang kita pasti akan terinspirasi sekali oleh kekayaanya akan visi, pengalaman, ide, dan memang kreativitasnya. Belum lagi perjuangan militer, politik, intelektual, budaya dan dipomatik yang sangat intensif sekali diantara tahun 1945 dan 1949.



Luar biasa memang. Buat saya sendiri, saat zaman saya mahasiswa (1969-1972) merasa sangat exciting -- dan saya selalu ingin berangkat secepatnya ke Indonesia.



Tetapi semakin sering saya berkunjung ke Indonesia semakin saya terkesan oleh sebuah hal yang, buat orang yang baru kenal Indonesia pada waktu itu, sangat mengecewakan. Kegiatan-kegiatan dan suasana menjelang dan pada hari kemerdekaan tak ada apa-apanya. Ada sebuah pidato oleh presiden Suharto di televisi yang kurang diperhatikan masyarakat. Ada lomba-lomba buat anak-anak di kampung. Ada pawai-pawai yang sangat formal. Tidak ada gaung sama sekali dari kehebatan revolusioner periode 1900-1949. Tak ada penghayatan perjuangan panjang di semua bidang yang menciptakan Indonesia sendiri. Ide-ide yang merupakan asal-usul adanya Indonesia sendiri -- kemerdekaan, keadilan, perjuangan, rakyat, pergerakan, kedaulatan, sekali lagi kemerdekaan -- tidak hadir sama sekali.



Serba formal, dangkal dan penuh kelupaan. Sama garingnya dengan peringatan hari nasional Australia yang memperingati deklarasi non-revolusioner perkumpulan orang-orang elit putih Australia tahun 1901. Indonesia memiliki warisan politik dan budaya revolusioner, tetapi dilupakan.



Sesudah saya semakin kenal dengan sejarah Indonesia, situasi ini semakin lebih bermakna buat saya. Saya sempat beberapa kali menonton footage Sukarno bicara pada 17 Agustus sebelum 1965. Saya juga mendengarkan pidato-pidatonya. Saya memulai membaca tentang kegiatan peringatan 17-an sebelum 1965. Saya menemukan keadaan yang justru sebaliknya. Sebelum 1965, peringatan 17 Agustus adalah saat diluncurkannya ide-ide politik baru oleh Sukarno yang kemudian akan ramai dibicarakan oleh puluhan juta orang dan bahkan diperdebatkan. Boleh setuju atau benci ide-ide itu, tetapi kenyataannya ialah seluruh masyarakat mendiskusikannya sebagai bagian memikirkan masa depan Indonesia, bersama-sama, beramai-ramai. Bahkan anggota-anggota partai-parti terlarang (Masyumi dan PSI, misalnya -- yang seharusnya tidak perlu dilarang) juga ikutan mendiskusikannya, mengingat bahwa berbagai organisasi mereka masih legal dan aktif. Tetapi arus berbalik tahun 1965.



Saya kira sejak 1965, dalam ideologi Orde Baru Suharto (OBS), 1 Oktober -- Hari Kesaktian Pancasila -- lebih penting daripada 17 Agustus. Ini -- antara lain -- tercermin olek definisi OBS terhadap 17 Agustus: hari Proklamasi dan juga definisi politik buat Sukarno dan Hatta -- terutama Sukarno -- sebagai sekadar Proklamator. Dengan definisi tersebut, ide-ide mereka yang merupakan motor penggerak ideologis revolusi nasional dinegasikan. Terbukti pula bahwa selama OBS, tulisan-tulisan Sukarno dilarang. Sebenarnya ide revolusi itu sendiri dilarang. Memang karena apa yang dijalankan oleh kekuatan OBS dari tahun 1965 sampai 1970-an adalah sebuah kontra-revolusi. Tidak mungkin sebuah kekuatan yang menjalankan kontra-revolusi akan mampu menghayati secara sejati arti sebuah hari peringatan revolusi --sebuah hari yang memperingati betapa bergairahnya proses di mana rakyat tertindas memutarbalikkan struktur kekuasaan serta menciptakan sebuah mahluk baru bernama Indonesia. Revolusi nasional Indonesia -- kalau sejarah sesungguhnya bisa dihayati --akan ingat kembali bahwa rakyatlah yang menciptakan Indonesia dan Indonesia adalah milik mereka bersama, bukan milik segelintir siapa pun.



Celakanya, kontrarevolusi OBS bukan saja kontra-revolusi yang menggagalkan sebuah revolusi sosial (sosialis) yang sepertinya mungkin akan segera mengancam memutarbalikkan struktur ekonomi kapitalis Indonesia, tetapi juga menggagalkan revolusi nasonal Indonesia yang belum tuntas sebelumnya.



Pemimpin OBS secara sukarela dan dengan semangat (kerakusan) mengundang masuk kembali penanam modal dari negeri-negeri imperialis dengan syarat-syarat sangat minimal sesuai dengan yang diminta oleh Washintgton, London, Tokyo dan lain-lain. Hampir seluruh warisan budaya dari revolusi nasional Indonesia sengaja dihilangkan dari medan kebudayaan Indonesia. Sejarah Indonesia ditulis kembali dengan banyak kepalsuan-kepalsuan dan itu pun hanya untuk dihapalkan. Pada tahun 1970-an kesusasteraan nasional Indonesia tidak lagi dipelajari dengan serius di sekolah. Banyak sekali sastra dan tulisan dilarang. Tindakan ini, dalam bidang ekonomi serta budaya memang merupakan sebuah pe-negasi-an revolusi nasional Indonesia. Tak mungkin 17 Agustus akan bisa diperingati dan dihayati secara sejati. Indonesia didirikan dan diciptakan bukan sekadar berkat proklamasi tetapi karena revolusi. Menghayati 17 Agustus, butuh menghayati apa itu revolusi dan mengapa revolusi itu sebuah proses yang kreatif dan membebaskan manusia.



Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober adalah hari memperingati kemenangan pertama kontrarevolusi OBS. Saya perlu mencatat di sini bahwa dalam pendapat saya peristiwa Gestapu atau Gestok adalah perbuatan ngawur, idiot, dan keblinger. Sebuah konspirasi tengah malam yang tidak bisa dibenarkan. Tetapi tindakan-tindakan Suharto sebagai panglima Kostrad pada waktu itu tidak sekadar bertindak merespons sebuah konspirasi malam yang illegal. Suharto, jelas dengan sadar, meluncurkan sebuah kontarevolusi untuk membalikkan arus politik yang sedang berkembang. Tindakannya tidak hendak mengadili segelintir orang -- baik Aidit maupun yang militer - yang menjalankan konspirasi tengah malam yang illegal. Tindakannya merupakan awal dari sebuah proses membasmi dan menindas gerakan sosial, politik, dan budaya yang didukung jutaan rakyat Indonesia yang berbasis ideologi sosialisme.



Ratusan ribu orang kemudian dibunuh tanpa proses hukum apa pun. Mungkin ratusan ribu juga ditahan untuk jangka waktu pendek, serta disiksa secara bengis. Puluhan ribu lain ditahan selama bertahun-tahun tanpa pengadilan apa pun. Ini dijalankan oleh Suharto, dengan memakai tentara (yang sudah dibersihkan dari perwira dan serdadu yang pro-Sukarno) dan didukung keras oleh kaum intektual anti-komunis (Angkatan 66).



Pembasmian dan penindasan ini membuka jalan untuk program ekonomi dan budaya yang anti-revolusi nasional yang saya sudah sebut di atas. Represi itu dan semua program politik OBS yang anti-demokratis yang menyusul kemudian di antara tahun 1968-1990-an sebagai program politik yang menegasikan peran rakyat Indonesia dalam kehidupan politik negeri Indonesia sekaligus merupakan tindakan anti-nasional. Rakyat Indonesia -- massa miskin dan marhaen, bersama mahasiswa dan intelektual muda yang aktivis -- adalah mereka yang menciptakan Indonesia melalui revolusinya. Program politik OBS merampok kedaulatan politik rakyat dari tangannya. 1 Oktober juga merupakan awal dari budaya yang berdiri di atas kebohongan-kebohongan besar, mulai dari kebohongan bahwa wanita-wanita komunis menyiksa para Jenderal yang diculik tengah malam sampai dengan kabar bohong mutilasi yang tak berdasar pada otopsi dokter-dokter Angkatan Darat sendiri.



Buat OBS, 1 Oktober jelas lebih bermakna. Tetapi, saya kira masalahnya lebih dalam, lebih mendasar lagi. Kontrarevolusi 1965 terjadi 46 tahun yang lalu. 46 tahun merupakan hampir duapertiga dari kehidupan negeri Indonesia. Mayoritas orang Indonesia lahir selama zaman OBS. Mayoritas besar orang Indonesia menjadi dewasa di bawah OBS dan tidak kenal langsung Indonesia sebelum 1965. Karena selama 40 tahun berjuta-juta anak Indonesia tidak diajarkan untuk menghayati sastra mau pun sejarahnya sendiri, sebagian besar rakyat Indonesia tidak mengenal proses kelahiran Indonesia itu sendiri. Selama periode ini pula sel struktur dan kehidupan ekonomi Indonesia juga berubah. Dulu Indonesia negeri pedesaan; sekarang lebih sebagai negeri urban dengan puluhan juta rakyat miskin tinggal di pusat kota yang sangat padat, dan sering kumuh. Dulu, sebelum 1965, kelas kapitalis Indonesia hanya terdiri dari ribuan pengusaha-pengusaha kecil, dengan beberapa pengusaha menengah yang dibantu pemerintah.



Pada kurun 1956-1965 hampir semua sektor modern sudah resmi di tangan negara. Sekarang ada konglomerat kroni Suharto yang tumbuh selama masa OBS hasil dari KKN nasional. Kemudian mereka sekarang ada di mana-mana maju menjadi bupati dan gubernur di seluruh penjuru Indonesia. Tanpa landasan kuat berupa pengetahuan dan penghayatan akan sastra dan sejarah nasionalnya, kebudayaan yang berkembang lebih terpengaruh konsumerisme kosmopolitan dan "budaya" sinetron yang tak rasional, dangkal dan melayani keinginan melarikan diri dari realitas yang pahit daripada bangkit berusaha untuk mengubah realitas tersebut.



Apakah memang sudah ada dua Indonesia: Indonesia hasil kontra-revolusi 1965 yang berdiri di atas penindasan, pembohongan dan KKN atau Indonesia hasil revolusi nasional 1900-1965 yang oleh kekuasaan OBS dieliminasi dari ingatan massa secara sistematik. Akan tetapi kemudian pelahan-pelahan dengan langkah tegas mulai bangun kembali dalam bentuk perlawanan-perlawan terhadap OBS selama tahun 1970an - 1990an. Proses melawan dan mengakhiri Orde Baru (1974-1998) juga sebuah proses kreatif, hanya belum tuntas pula dan masih menghadapi pilihan.



Jadi sekarang mau pilih Indonesia yang macam apa? Indonesia 17 Agustus 1945 atau Indonesia 1 Oktober 1965? [MAX LANE]

Thursday, August 18, 2011

SEKITAR TERORIS-KANAN ANDREAS BREIVIK

Kolom IBRAHIM ISA

Kemis, 18 Agustus 2011

------------------------------


SEKITAR TERORIS-KANAN ANDREAS BREIVIK


Setelah kejadian aksi-teror Andreas Breivik, seorang Kristen fundamentalis Norwegia, yang minta korban 76 orang tewas, dunia khususnya Eropah gempar.


Ini, kemungkinan besar, karena pelakunya adalah 'orang sendiri'. Warganegara Norwegia, berkulit putih dan beragama Kristen. Sasaran teror adalah kaum Sosial Demokrat Norwegia, yang, menurut ukuran Eropah Barat sekarang termasuk kaum Kiri.


Singkatnya fundamentalis Kristen Kanan menteror golongan politik Kiri. Yang dituduhnya bertanggung-jawab atas 'membanjirnya' orang-orang Muslim dari Timur Tengah dan Afrika ke Norwegia dan Eropah. Sehingga menimbulkan 'bahaya Islamisasi', Eropah termasuk Norwegia.


Padahal di Eropah selama ini, bila terjadi teror, biasanya otomatis saja, pelakunya dianggap adalah golongan Islam fundamentalis.


* * *


Di bawah ini adalah transkrip (diusahakan selengkapnya dan diedit untuk membikin pembaca lancar mambacanya, I.I.), wawancara wartawan Radio Nederland Seksi Indonesia – RANESI- yang dilakukannya pada akhir pekan pertama Agustus, 2011, lewat tilpun dengan Ibrahim Isa, Publisis, Sekretaris St Wertheim, Nederland.


* * *


Wartawan Radio Nederland Seksi Indonesia -- (RNS):

Kita mulai. Pak Ibrahim Isa tentu tahu. Mengikuti berita tentang aksi Breivik. Penembakan di Norwegia. Sampai kira-kira delapan puluhan orang tewas. Dia mengaku menyebut dirinya sebagai ekstremis Kanan. Beberapa orang menjulukinya sebagai fundamentalis Kristen. Ada di posisi ekstrim Kanan.

Nah, saya ingin tanya kepada Anda: Ekstrim Kanan ini buat publik Indonesia, mungkin masih di awang-awang. Karena, tidak semua faham. Apa yang dimaksud dengan ekstrim Kanan ini?


Isa:

Itu tentu ada hubungan dengan ideologi. Ada hubungan dengan politik. Kalau dalam hubungan dengan ideologi, yang menyangkut agama, bisa kita bilang lawannya dari ideologi Islam yang Kanan adalah ideologi Islam yang liberal.


Yang Kanan ini yang digolongkan pada golongan Islam yang menggunakan cara kekerasan atau paksaan. Untuk mencapai tujuannya. Itu sudah kita kenal misalnya Darul Islam, TII (Tentara Islam Indonesia), ya. Kemudian berikutnya kita saksikan aksi-aksi yang menggunakan nama jihad, atau mensalahgunakan arti jihad. Menjadi suatu aksi kekerasan. Melakukan pembunuhan. Terhadap lawan keyakinan, begitu.


RNS:

Jadi kalau kita bicara ekstrim Kanan ini setara dengan kelompok-kelompok di Indonesia seperti FPI, Lasykar Jihad, seperti itu ya. Tapi kalau di Barat, Wilders pun disebut ekstrim Kanan. Kan tidak cenderung pro-agama, gitu?


Isa:

Kalau Geert Wilders, banyak dijuluki oleh kaum politisi di sini, bukan sebagai ekstremis, tetapi sebagai 'radikalis'. Dia bukan ekstremis, tetapi radikalis. Jadi radikal dan ekstrim, tidak sama (pengertiannya) di sini. Begitulah.


RNS:

OK. Jadi Kanan itu pengertiannya seperti itu. Soal kekerasan. Di satu sisi Anda paham sekali tentang paham Kiri, kelompok-kelompok Kiri, gitu. Mana yang lebih ganas, kalau bicara soal kekerasan. Antara ekstremis Kanan dan ekstremis Kiri.


Isa:

Kalau kita melihat sejarah, sebetulnya yang teramat besar korbannya itu, yaitu Perang Salib yang terjadi pada sebelum abad pertengahan itu. Di dua-duanya terdapat ekstrimnya.


RNS:

Yang paling banyak makan korban, begitu?


Isa;

Waktu itu, zaman itu, tidak ada istilah ekstrim Kiri. Kalau kita lihat semasa Perang Dunia II, yang dilakukan oleh kaum Nazi di bawah Hitler, itu juga, digolongkan kaum ekstrim Kanan.


Kalau kita lihat aksi-aksi teror, banyak yang sependapat. Yang dilakukan kaum Ikhwanul Islam di Mesir, itu juga Kanan.


RNS:

Kalau begitu, yang Kiri itu seperti apa, ya? Apa yang di Jerman itu?


Isa:

Yah, betul! Itu yang disebut kelompok Bader Meinhoff. Pokoknya yang terdiri dari anak-anakmuda. Mereka melakukan pembunuhan terhadap kapitalis-kapitalis. Atau orang-orang kaya. Terhadap kaum politisi yang dianggap Kanan. Mereka ini bisa digolongkan sebagai teroris ekstrim Kiri.


Pada tahun 1972, ketika terjadi aksi-aksi teror terhadap olahragawan Israel, di Olympiade Musim Panas di Munchen, Jerman. Olaharagawan Israel, kan pada dibunuhi itu.

Mereka yang melakukan pembantaian itu tidak digolongkan Kanan. Karena mereka adalah kaum pejuang Palestina. Tuntutannya itu adalah kemerdekaan bagi Palestina. Tetapi dia menggunakan cara-cara kekerasan. Dan ekstrim. Ada yang mengatakan mereka itu sebetulnya termasuk Kiri

Kemudian kalau kita lihat sejarah yang dekat di belakang ini. Yang dilakukan oleh Khmer Merah. Teror yang dilakukan secara masal itu, adalah yang dilakukan oleh Khmer Merah. Itu termasuk ekstrim Kiri. Begitu menurut pandangan ketika itu. Sekarang juga begitu saya kira.


RNS:

Kalau ekstrim Kiri di Indonesia, apakah yang terjadi pada waktu peristiwa 1965 itu, apa itu?


Isa:

Peristiwa 1965 yang mana? Apa G30S? Kalau aksi militer (pada tanggal 1 Oktober) itu (yang dilakukan oleh sekelompok militer yang menamakan dirinya G30S itu) saya kira itu, radikal Kiri.


RNS:

Ya. Radikal Kiri.


Isa:

Tetapi pembantaian yang dilakukan kemudian (terhadap warga yang tidak bersalah). Itu dilakukan oleh kaum Kanan.


RNS:

Itu ekstrim Kanan.


Isa:

Ya, itu ekstrim Kanan.


RNS:

Sebenarya kalau dilihat dari situ. Yang berbahaya, mungkin adalah, baik yang Kanan maupun Kiri. Ideologi masing-masing ada ekstrimnya. Yang paling berbahaya itu yang harus diwaspadai.


Isa:

(Yang berbahaya bagi rakyat adalah) Cara perjuangan yang ditempuh itu. Caranya untuk mencapai cita-citanya. Karena cara itu, selalu menyeret, atau meminta korban dari orang-orang yang tidak bersalah. Dari rakyat. Dari orang-orang yang sebetulnya tak ada urusannya dengan soal itu.


RNS:

Kok bisa ya? Kalau dilihat sejarah. Berdarah-darah, yang namanya Perang Salib. Orang saling membunuh cuma karena ideologi agama. Sedangkan agama, pada waktu bersamaan, mengajarkan untuk menghormati manusia. Kok bisa, sampai seseorang masuk di sebuah ruang yang ekstrim begitu, ya?


Isa:

Itu karena ada indoktrinasi, kalau populernya. Ini peranan dari masing-masing fihak. Kalau di fihak Kristen, peranan itu dilakukan oleh Paus. Kemudian, di kalangan Islam juga ada. Imam, imam yang radikal. Yang membenarkan pembunuhan terhadap orang-orang 'kafir'. Hal itu kan dididikkan sejak muda ideologi yang demikian itu.


RNS:

Itu dulu. Tetapi pada saat sekarang ini, Pak Ibrahim Isa. Bagaimana orang masih bisa terjerumus ke dalam ideologi ekstrim?


Isa:

Ya, itu ada hubungannya dengan satu ideologi lainnya. Sebetulnya yang di Eropah ini, penyebabnya adalah ideologi 'anti-imigrasi' (anti-orang-orang pendatang). Itu sangat jelas dinyatakan oleh kaum nasionalis Kanan di Belgia. Mereka mengatakan: “Onze volk eerst” (Rakyat kita lebih dahulu). Karena mereka takut pada orang-orang pendatang yang dianggapnya merebut kesempatan kerja, kan? Dan juga mereka-mereka itu membikin suatu suasana, bahwa, yang dikatakan 'Islamisasi Eropah'. Dengan demikian ditimbulkan ketakutan seperti itu.


Untuk mempertahankan dirinya, lalu mereka melihat ke orang-orang seperti: Le Pain, di Perancis; Winters di Belgia. Dan seperti Geert Wilders (di Belanda) yang sedikit-banyak cocok (dengn fikiran mereka).


RNS:

Tapi kalau melihat itu nampaknya ada kemiripan, ya, dengan situasi menjelang Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Tampilnya kelompok-kelompok radikalis Kanan. Itu kan cukup kuat perannya?


Isa:

Ya, ya!


RNS:

Kita juga melihat gelagat yang sama. Maka, harus hati-hati, bisa terjerumus lagi nih.


Isa:

Tetapi kita juga melihat, bahwa di kalangan Islam, misalnya. Baru saja saya baca satu artikel di 'Time Magazine'. Yang nomor Agustus 2011. Di Mesir itu, ternyata terjadi perubahan di kalangan kaum radikal Islam. Yang terorganisasi di sekitar Ikhwanul Muslimin. Mereka, berangsur-angsur mau mengubah cara perjuangan mereka. Tidak lagi mau menggunakan cara kekerasan. Akan ambil bagian dalam gerakan, yang dinamakan, gerakan demokratis.


Ini adalah akibat, atau sebagai kelanjutan dari apa yang dinamakan 'The Arab Spring'. Yaitu menggeloranya satu gerakan massa untuk menumbangkan rezim yang otoriter. Juga punya dampak pada golongan Islam. Ini jelas sekali di Mesir. Kaum Ikhwanul Muslimin itu, misalnya, (sekarang) mereka (bisa) mentolerir teman seperjuangannya, misalnya, kalau kerja (bersama) di kantor, tidak usah pakai jilbab itu.


RNS:

OK! Itu baik buat Mesir.

Tapi di Eropah sendiri. Terutama sentimen anti-pendatang dan suasana semangat nasionalis Kanan, begitu sangat kuat. Apa itu, menurut Anda, tidak membahayakan Eropah sendiri?


Isa:

Sekarang ini, karena terjadi pembantaian yang dilakukan oleh justru yang menuduh Islam, kan? Terorisme itu, dulu kan, selalu disenyawakan dengan Islam.

Sekarang, (yang melakukan teror itu) ternyata orang bulé. Orang sendiri. Dan ternyata juga Kristen. Ini menggugah orang-orang di kalangan Barat ini. Sehingga bisa dikatakan orang orang seperti Geert Wilers, menjadi defensif dia. Golongan Kiri, katakanlah ofensif untuk melawan golongan Kanan itu.


RNS:

Terakkhir ini, Pak Ibrahim Isa.

Dunia ini, supaya jangan terjerumus lagi. Mungkin harus menganut ideologi JAWA, ya. Tidak Kanan, tidak Kiri. Tapi, ya, JAWA SAJALAH!


Isa:

Ideologi itu, sebetulnya TERMASUK IDEOLOGI BUNG KARNO JUGA. Jadi tidak Kiri, tidak Kanan. Tetapi MARHAEN, begitulah.


RNS:

Ide bagus itu. Kita harus memasarkannya.


Isa:

MARHAENISME ITU KAN SEBETULNYA, ADALAH,

MUSYAWARAH DAN MUFAKAT. GOTONG ROYONG.

Tidak ekstrim Kanan – Tidak ekstrim Kiri.


RNS:

Baik, Pak Ibrahim Isa.

Terima kasih atas bincang-bincang kita.


Isa:

Saya juga terima kasih bisa bincang-bincang dengan:

Ini Radio Nederland, ya?


Wartawan Ranesi, Radio Nederland Seksi Indonesia:

Ya, Selamat pagi.


Isa:

Selamat pagi!


* * *


Tuesday, August 16, 2011

APAKAH INDONESIA NEGARA TOLERAN?

Kolom IBRAHIM ISA

Rabu, 17 Agustus 2011

-----------------------------


APAKAH NEGARA INDONESIA Itu Sebuah NEGARA TOLERAN?



* * *


Menjelang Hari Proklamasi 17 Agustus, Selasa kemarin, Lieke Junita, wartawan Radio Nederland, menanyakan reaksiku atas pernyataan Presiden SBY bahwa INDONESIA ADALAH NEGARA TOLERAN.


Aku jawab segera, singkat dan jelas: TIDAK!


Wartawan Radio Nederland bertanya: Mengapa Pak Isa bilang Negara Indonesia tidak toleran, Pak?


Berikut ini transkrip wawancara dengan Junita dari Radio Nederland, pada tanggal 16 Agustus, 2011 kemarin.


* * *


Wartawan Ranesi (RNS):

Presiden Bambang Yudhoyono hari ini (16 Agustus) dalam pidatonya mengatakan, bahwa, Indonesia adalah negara toleran. Anda sepakat tidak dengan pernyataan Presiden RI ini?


Isa:

Tidak!


RNS:

Mengapa tidak, Pak?


Isa:

Kalau dilihat negara Indonesia, terutama sejak zaman Orba, periode ketika Indonesia diperintah atau dipimpin oleh Presiden Suharto, itu negara yang paling tidak toleran. (Negara) Melakukan pelanggaran hak azasi menusia yang paling berat. Anda tahu kan ceritanya itu? (Korban yang jatuh) Tahun 1965 itu, macam-macam jumlah angkanya. Tetapi, sekitar 1 jutalah yang terbunuh, ya. Bukan terbunuh, tetapi DIBUNUH itu. Dari penilitian dan dari fakta-fakta bisa diusut, dalang (pembantaian) itu adalah penguasa. Militer adalah dalangnya pembunuhan besar-besaran itu.


Kemudian sesudah Suharto digulingkan oleh gerakan massa yang luas, Negara itu tetap tidak berubah sikapnya terhadap pelanggaran hak azasi manusia yang terbesar dalam sejarah Republik Indonesia. Jadi sampai sekarang, tidak diurus itu pembunuhan begitu besar. Dan pelanggaran hak azasi manusia begitu besar . Puluhan ribu dipenjarakan, tanpa proses pengadilan. Kemudian dilepaskan tanpa komentar apa-apa. Diberlakukan (kebijakan) 'bersih lingkungan' dsb. Lalu dilakukan lagi diskriminasi terhadap orang-orang yang tidak jelas kesalahannya apa. Ini pelanggaran (terhadap hak-hak manusia) yang luar biasa.


NEGARA MACAM INI TIDAK BISA DIBILANG NEGARA TOLERAN. Ini adalah negara yang paling buruk.


RNS:

Bagaimana dengan keadaannya sekarang?


Isa:

Nah, sesudah Reformasi memang ada perubahan-perubahan. Yang cukup besar. Dan perubahan itu perlu disambut. Terutama pemberlakuan hak-hak demokrasi. Seperti kebebasan menyatakan pendapat. Pers yang terbuka dan transparan, dsb. Tetapi mengenai hal paling besar tadi, yang paling serius itu. Itu samasekali tidak diurus (oleh Negara). Kemudian terjadi pelanggaran-peloanggaran selanjutnya. Kita lihat misalnya di Sulawesi. Lalu di Maluku. Lalu sampai sekarang juga di Papua masih terjadi.


Dan yang terakhir, yang Anda sebut itu, terhadap Ahmadiyah. Itu sangat menonjol. Karena ini terhadap sesama yang beragama Islam. (Ahmadiyah) memang punya aliran lain. Yang menindas (Ahmadiyuah) memang bukan negara. Tetapi pemerintah tidak mengambil tindakan yang seharusnya. Yaitu, tindakan-tindakan teror yang dilakukan oleh segolongan Islam terhadap golongan Islam lainnya.


Itulah sebabnya saya katakan, sulit untuk dikatakan negara ini toleran. Tetapi, kita juga tidak melihat, bahwa, semua gelapl. Mengenai hal-hal tertentu itu, sangat tidak toleran.


RNS:

Pandangan Bapak, cukup negatif ya, mengenai Indonesia.


Isa:

Kalau maksudnya negara, itu, ya. Tetapi juga lihat-lihat kongkrit masalahnya, ya!

Rakyatnya, bangsa Indonesia itu adalah bangsa yang toleran sekali. Bangsa yang sangat bisa hidup bersama dengan suku-buku bangsa lainnya. Dan aliran (kepercayaan) lainnya. Dan itu sudah terbukti di dalam sejarahnya.


RNS:

Harus dibedakan antara negara dan bangsa. Begitu, ya?


Isa:

Ya. Harus dibedakan antara negara dan bangsa. Dan harus dibedakan antara penguasa satu dengan penguasa lainnya. Saya perlu tegaskan juga, bahwa, sesudah Reformasi, sesudah jatuhnya Presiden Suharto, situasi jauh lebih baik dibanding dengan periode Orba. Tetapi, mengenai masalah paling serius, yang saya sebut tadi, itu masih belum ada perubahaan yang berarti, lah!


RNS:

Presiden Amerika Barack Obama dalam kunjungannya ke Indonesia tahun lalu, masih memuji tradisi toleransi beragama Indonesia. Apakah Anda optimis, Indonesia mampu hidup dalam pluralisme?


Isa:

Ya, Optimis! (Saya) tetap optimis! Sebab, kalau nanti diadakan pemilu, Anda lihat partai-partai Islam, apalagi yang condong-condong ke fundamentalisme, yang hendak melaksanakan syariah, pasti suara (yang diperolehnya dari pemilih) tidak akan lebih dari sepuluh persen. Dari pemilih yang ikut memilih. Itu akan terbukti. Jadi, yang kelihatannya itu seperti menakutkan, mencemaskan, tetapi, keadaan kongkritnya, --- saya optimis!


RNS:

Masih ada satu pertanyaan lagi, nih. Anda sendiri tinggal di negeri Belanda. Bagaimana Anda menilai toleransi beragama di negeri Kincir Angin ini.


Isa:

Kalau pemerintahnya, resminya, undang-undangnya juga baik. Pemerintah yang lalu dalam memperlakukan perbedaan beragama juga baik. Tetapi, pemerintah yang sekarang, saya kira, yang paling jelek.


Dia itu (pemerintah) membiarkan pernyataan-pernyataan, atau juga tindakan politik segolongan orang yang sangat merusak toleransi bangsa Belanda. Jelasnya, mereka itu, adalah golongan yang (suaranya) diwakili oleh GEERT WILDERS. Itulah pendapat saya.


RNS:

Terimakasih banyak Pak Ibrahim.


Isa:

Sekali lagi: Nama Anda siapa?


RNS:

Lieke atau Junita.


Isa:

OK. Selamat pagi.


Junita:

Selamat pagi! Daag!


Isa:

Daag!


* * *

Monday, August 15, 2011

MENYOROTI Hubungan INDONESIA – BELANDA

Kolom IBRAHIM ISA

Senin, 15 Agustus 2011

-----------------------------


MENYOROTI Hubungan INDONESIA – BELANDA

< Sebuah Wawancara dng Radio Nederland Seksi Indonesia>


* * *


KITA BILANG PERIODE REVOUSI KEMERDEKAAN

MEREKA BILANG -- “BERSIAP PERIODE”


Minggu lalu RANESI, Radio Nederland Seksi Indonesia, menilpun ke rumah. Wartawannya minta waktu untuk cakap-cakap sekitar aksi-teror Kristen Fundamentalis Andreas Breivik di Stockholm dan di pulau Sutoya, Norwegia . Dimana terjadi pembantaian terhadap 76 orang, sebagian besar pemuda-pemudi dari Partai Sosial Demokrat Norwegia yang berkuasa. Breivik menuduh Partai Sosial Demokrat Norwegia adalah penyebab banyak migran Muslim diterima masuk Norwegia.


Mengenai wawancara itu, akan disampaikan di lain waktu.


* * *


Diakhir pekan lalu itu juga, datang lagi tilpun dari RANESI. Ini Pak Ibrahim Isa, tanyanya lewat tilpun pagi itu. Ya, jawabku. Anda siapa, -- tanyaku. Saya dari Radio Nederland Pak. Ingin minta pendapat Pak Ibrahim, mengenai sebuah organisasi di Belanda bernama “DIALOOG Nederland-Japan-Indonesië”. Wartawan Radio Nederland itu, Jan de Kok, namanya, ingin tau mengapa dan apa sebabnya aku terlibat di organisasi itu.


Di bawah ini adalah transkrip dari wawancara dengan RANESI, Hilversum.

Dimuat selengikap mungkin, Menurut Jan de Kok, sang wartawan Radio Belanda itu, waktu wawancara yang disediakan sudah terlampaui. Maka dalam siarannya ia akan potong. Tak tahu bagian mana yang akan dipotong. Maka di bawah ini wawancara dengan Radio Belanda itu dimuat selengkap mungkin.


* * *


Jan Kok dari Radio Nederland (JK):


Pak Ibrahim, Anda bisa dengar saya Pak?


Isa:

Ya!


JK:

Kita mulai, ya!


Isa:

Ya! Dengan Sdr Jan de Kok, dari Radio Nederland?


JK:

Ya, benar. Anda masuk organisasi Dialoog Jepang-Nederland? Apa sebabnya Pak?


Isa:

Saya diperkenalkan tentang tujuan dari Dialoog Nederland-Japan-Indonesia oleh Prof Muraoka. Ia adalah ketua Dialoog waktu itu. Kira-kira pada bulan Juli/Agustus 2010. Dia bilang dia dapat nama saya itu dari teman-teman dari Radio Nederland Wereldomroep. Lalu Prof Muraoka menjelaskan tentang tujuan perkumpulan Dialoog tsb.


Mendengar penjelasannya, saya anggap ini suatu usaha yang baik dari kalangan gereja dan kalangan pencinta 'mensenrechten' – hak-hak manusia. Saya fikir saya bisa memberikan sumbangan fikiran. Mereka bilang organisasi ini namanya Dialoog Nederland-Japan-Indonesia, tapi di situ tak ada orang Indonesianya, Jadi dia cari orang Indonesia, yang mengalami masa pendudukan Jepang atas Indonesia. Saya bilang, memang saya mengalami periode itu, dan juga sedikit tahu tentang masa itu.


Mereka menyambut sekali. Kemudian mereka minta saya bicara di konferensi mereka. Ketika itu konferensi mereka akan diadakan bulan Oktober 2010. Saya bicara dalam konferensi itu.


JK:

Bapak bicara tentang apa,Pak?


Isa:

Saya menjelaskan apa yang saya alami pada masa pendudukan Jepang. Dan bagaimana hubungan Indonesia-Belanda dan Indonesia-Jepang pada masa pendudukan Jepang. Dan seterusnya saya menganggap usaha Dialoog, untuk berusaha saling memahami perasaan dan pengalaman masing-masing pada waktu Perang Pasifik yang lalu, di Indonesia khususnya. Dari orang-orang Belanda yang ditawan di kamp interniran. Itu saya kira baik untuk saling memahami dan, --- dengan tujuan yang jelas. UNTUK MENJADIKAN ITU SOAL SEJARAH. Dan bisa memberikan pamahaman yang obyektif begitu. Tidak dikuasai atau dipengaruhi oleh perasaan atau sentimen, bahkan dengki, dendam begitu. Maka saya anggap tujuannya baik. Itu sebabnya mengapa saya bersedia, sekarang menjadi anggotga Steering Committee-nya.


Oktober yad kami akan konferensi lagi. Konferensi tahunan.


JK:

Kapan itu bulan Oktober, Pak?


Isa:

Tanggal 09 Oktober saya kira.


JK:

Acaranya, topiknya apa, Pak.


Isa:

Setiap tahun ada konferensi dari organisasi itu. Dialoog itu setiap tahun mengadakan konferensi. Masing-masing menyatakan apa fikirannya. Dan kesimpulannya mengenai masa lampau. Penderitaannya dan bagaimana melihat masa depan selanjutnya. Terutama bagi generasi baru. Setelah selesainya Perang Pasifik itu.


JK:

Sejarah masa silam itu masih hidup di negeri Belanda. Misalnya, kalau ada peringatan di TV diperlihatkan mengenai tawanan di masa (pendudukan Jepang). SEMUA ITU (selalu) MENIMBULKAN EMOSI DI BELANDA. Mengapa itu Pak?


Isa:

Saya kita itu disebabkan beberapa faktor. Pertama, ialah, bahwa MEMANG MEREKA MENDERITA. Jadi mereka yang ditawan, ditahan atau di dalam kamp-kamp interniran, oleh tentara Jepang di Indonesia selama tiga tahun lebih itu. Memang, mereka menderita. Menderita fisik. Terpisah dari suami. Kan hanya perempuan dan anak-anak (yang kumpul) dalam kamp interniran itu. Mereka dipisahkan, sehingga mereka tidak tahu, dimana suami mereka. Kemudian sikap Jepang. Kemudian ternyata Jepang berusaha untuk menjadikan mereka semacam pelacur. Saya tidak tahu berapa jumlahnya. Jadi (perempuan-perempuan Belanda) itu dijadikan PELACUR mereka. Itu suatu penghinaan dan penderitaan. Secara fisik: kurang makan, kurang obat-obatan.


Itu suatu kenyataan. Mereka menderita. Banyak yang sakit. Kemudian juga banyak yang mati. Menjadi kurus banyak yang lemah dan sebagainya. Itu faktor pertama.


Faktor kedua. Mereka itu tidak siap untuk kalah. Mereka kalah. Tentara KNIL dan beberapa ratus atau ribu tentara Australia, Inggris dan Amerika, yang ada di situ. Kan mereka semua itu kalah. Menyerah! Mereka tidak siap. Tidak menduga begitu cepat bisa kalah. Yang kalah, kan, selalu menderitra trauma. Mengharapkan menang, tetapi kalah, kan! Itu faktor kedua yang menyebabkan mereka jadi depresif. Itu faktor kedua.


Yang ketiga. Mereka mental dan politik ada dalam posisi yang tidak benar. Mengapa saya bilang tidak benar! Mereka itu adalah TUAN BESAR DI INDONESIA. De Meester, De Heer! Tetapi, tiba-tiba masuk konsentrasi-kamp. Menjadi kuli-kuli untuk bekerja di jalan kereta-api. Itu, wah! Luar biasa.


Jadi, tiga faktor tsb, posisinya (yg tadinya) sebagai raja di Indonesia. Mereka itu kan raja di Hindia Belanda. Selama ratusan tahun. Tiba-tiba masuk kamp interniran. (Tambah lagi) TIDAK ADA ORANG INDONESIA YANG SOLIDER. Mungkin ada satu dua yang solider dengan Belanda. Saya tidak tahu. Tetapi pada umumnya bangsa Indonesia, kan, menyambut (kedatangan) Jepang. Menyambut Jepang datang. Dan orang Jepang itu juga pinter. Mereka juga punya orang-orangnya di Indonesia, yang sebelumnya mereka bina. Tetapi, mereka datang dengan satu sikap: KAMI BUKAN ORANG BARAT. Kami bukan orang kulit Putih. Kami orang Asia. Kalian nanti, akan kami bantu supaya nanti bisa mencapai kemerdekaan. Begitu sikap mereka ketika datang.


Terus mereka cari orang-orang Indonesia yang ditawan (Belanda). Termasuk Sukarno dan Hatta. Tawanan-tawanan Indonesia itu mereka lepaskan. Sukarno dan Hatta yang bertahun-tahun itu dikejar-kejar polisi (Belanda); dirintangi kegiatannya, kemudian dipenjarakan dan dibuang. Lalu datang Jepang membebaskan mereka. Bagaimana hatinya? Masa mereka akan mengutuk Jepang itu? Sikap Jepang ini lain. Lain ini. Meskipun mereka datang dengan senjata. Semua ini saya kemukakan untuk menjelaskan mengapa tidak ada simpati dari bangsa Indonesia terhadap tentara Belanda yang menyerah. Mereka berlawan, tapi sminggu saja. Terus kalah!


Juga ada kejadian ini. Sesudah Jepang datang saat-saat permulaan Jepang mengambil hati orang Indonesia. Mereka bilang apa? Mereka bilang, sekarang semua berbahasa Indonesia. Bahasa Belanda dilarang. Tidak boleh! Semua menggunakan bahasa Indonesia. Di kantor, di pengadilan, di sekolah-sekolah , di perguruan tinggi. Dihukum kalau ada orang berani bicara bahasa Belanda.

Sekolah bagaimana. Sekolah jalan. Mereka bilang dalam waktu beberapa bulan ini, kita terjemahkan semua textbook dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Itu hebat sekali! Mana orang Indonesia tidak menyambutnya?


Sekolah-sekolah dalam bahasa Indonesia, textbooknya bahasa Indonesia.


Jadi orang-orang Belanda itu, fisik menderita, psikis menderita. Oleh karena tak ada simpati bangsa Indonesia terhadap mereka.


Jk:

Perasan itu sampai sekarang, ya, Pak?


Isa:

Yaa, mereka ini yang saya lihat agak sulit ialah: Masih belum bisa memahami,

Mereka kan juga tidak siap ketika Jepang tiba-tiba kalah. Itu kan karena pemboman atom terhadap Jepang. Jepang menyerah. Lalu mereka itu (orang-orang Belanda itu) bagaimana? Mereka mengharapkan DE OUDE GOEDE TIJD KEMBALI, kan?


JK:

Masa tempo doeloe!


Isa:

Naa, tapi (de goede oude tijd itu) tidak kembali. Mengapa? Karena Indonesia di bawah pimpinan kaum nasionalis, pemimpin-pemimpinnya SUKARNO – HATTA MEMPROKLAMASIKAN KEMERDEKAAN INDONESIA. MERDEKA! SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA!!


JK:

Apakah bapak jelaskan itu.


Isa:

Ya, saya nyatakan itu dalam konferensi. Saya jelaskan juga ketika Jepang sudah jejak kakinya, menguasai Indonesia. Jepang juga tidak beres. Dia mulai menindas kita juga. Malah sering-sering malah lebih jahat. Tapi itu kemudian, kan. Meskipun demikian, orang masih mempertimbangkan juga. Ketimbang dijajah Belanda (lagi) biar dululah, sementara sama-sama Jepang, bolehlah begini. Kita boleh pasang bendera. Boleh rapat-rapat. Memang, harus membantu mereka. Antara lain, pengorbanan bangsa Indonesia, itu romusha, kan. Itu ribuan yang mati.


Disamping itu juga bangsa Indonesia dilatih. Dilatih militer. Dulu di bawah Belanda, selama puluhan tahun. Tidak boleh dapat latihan militer. Hanya yang dipilih saja yang boleh. Jadi polisi atau KNIL.


Antara kaum nasionalis dengan Jepang mengenai latihan militer untuk bangsa Indonesia, diadakan kompromi. Yaitu, sebagian (orang Indonesia) dilatih militer untuk perang bersama Jepang melawan AS, Inggris dsb. Jangan semua. Sebagian itu harus tinggal di Indonesia saja. Membela tanah air. Itu PETA. Yang perang kemana-mana itu Heiho. Yang PETA ini akhirnya yang menjadi kekuatan bersenjata dari perjuangan kemerdekaan Indonesia. Disamping itu juga pemuda-pemuda dilatih militer. Saya termasuk dilatih militer. Setiap minggu. Belasan tahun umur saya, tapi saya sudah melakukan kegiatan militer. Ketika Proklamasi Kemerdekaan, saya terus mendaftar diri sebagai Badan Keamanan Rakyat (BKR). Kemudian juga TKR dan TRI, Tentara Republik Indonesia. Bisa masuk dalam tentara. Mengapa? Karena sudah dilatih Jepang.


JK:

Waktu Anda menjelaskan itu, apa orang Belanda sudah mengerti?


Isa:

Ya, banyak juga yang sudah mengerti. Orang Belanda sendiri kan banyak yang menulis buku. Tentang pengalaman di Indonesia. Itu kan macam-macam bukunya. Tetapi banyak yang baik dan bagus, kan? Penulisan tentang sejarah Indonesia, seperti yang ditulis oleh Prof Dr Wertheim. Juga buku yang terakhir di tulis oleh historikus Herman Burger, Geschiedernis van Indonesia. Kemudian juga mantan tentara Belanda. Yang wajib militer. Banyak yang menjadi apa yang disebut DIENSTWEIGERAARS. Mereka menolak dikirim ke Indonesia. Mereka lalu ditangkap oleh pemerintah Belanda. Mereka lalu menulis buku. Bukunya itu bagus-bagus.


Yang terakhir ini. Dalam rangka memperingati 65 tahun berakhirnya Perang Dunia II, di Belanda juga diadakan peringatan. Seorang historikus Belanda, namanya Fred Lanzing, menulis di mingguan Belanda, Groene Amsterdammer. Sebuah majalah yang umurnya sudah seratus tahun lebih. Bagus itu. Dia tulis NIET MEER BEDELEN OM EXCUSES VAN JAPAN. Itu yang dia tulis. Orang Belanda baca tulisan ini . . . . . , bagaimana?


JK

Ngamuk!


Isa:

Tetapi ada juga yang setuju! Seperti redaksi mingguan Groene Amsterdammer menyiarkannya. Ketika saya bicara dalam konferensi itu ada yang ber-reaksi, misalnya: Ada seorang -- Waktu masih anak-anak dia ikut ibunya. Masuk kamp interniran. Dia tidak suka dengan tulisan Fred Lanzing itu. Dia bilang IK VOEL ME BELEDIGD. Saya merasa dihina! Tetapi orang ini tidak tahu, bahwa historikus Fred Lanzing bersama ibunya (ketika itu) juga diinternir dalam kamp Jepang. Lanzing juga cerita dalam tulisannya bahwa dia juga di situ. Ada penderitaan. Tetapi tidak dramatis seperti yang ditulis oleh MARION BLOEM itu. Tahu siapa Marion Bloem, ya?


JK:

Tahu.


Isa:

Dia seorang penulis . Pada ulang tahun ke-65 berakhirnya Perang Dunia II, sebuah yayasan namanya St Herdenking 15 Augustus, St Afwikkeling Het Gebaar, mengadakan peringatan. Sehubungan dengan itu Marion Bloem menulis buku. Berjudul 'Geen Requiem'. Tetapi buku Marion Bloem itu dikritik oleh Fred Lanzing. Tulisan itu tidak benar, karena (peristiwa periode) itu 'gedramatiseerd' (didramatisir). Begitu kata Fred Lnzing. Buku tsb tidak membantu untuk menghilangkan rasa trauma. Ataupun 'wraak' (dendam), begitu. Malah, seperti meniup-niup, begitu. Jadi Fred Lanzing tidak setuju dengan buku Marion Bloem itu. Jadi, di Belanda ini, juga tidak semua yang fikirannya sama dengan Marion Bloem. Banyak juga yang (kritis) seperti Fred Lanzing.


Sebab, kan begini, ya Bung: Ketika Jepang kalah mereka itu (Belanda yang diinternir Jepang) dibebaskan oleh Inggris. Oleh Sekutu, tentara Inggris yang datang ke Indonesia. Mereka itu, selain menginginkan 'de goede oude tijd' kembali lagi, tapi juga, mereka tidak mengerti: Orang-Orang Indonesia ini kok bikin macam-macam.


Mereka bilang apa. Mereka bilang, itu: “BERSIAP PERIODE”. Mereka kasih nama 'bersiap periode'. Tapi bagi kita, itu ADALAH PERIODE PROKLAMASI KEMERDEKAAN. Bangsa Indonesia melakukan revolusi untuk mencapai kemerdekaan.Tetapi mereka bilang itu 'bersiap periode'' .


Memang orang-orang Indonesia, yang ketika belum ada tentara Indonesia, pemuda-pemuda yang masih masing-masing sendiri-sendiri, begitu. Pemuda bersenjata yang bergerilya dsb. Sikap para pemuda terhadap para bekas-bekas interniran itu mencurigai. Karena, Van Mook datang dari Australia. Mau merekrut mereka menjadi tentara NICA.


Lah, jadinya, kita berhadap-hadapan, kan?! Mereka mengharapkan bangsa Indonesia mengerti situasi mereka yang menderita. Baru keluar dari kamp-kamp tawanan Jepang. Tetapi, mereka tidak mengerti bahwa bangsa Indonesia itu mau merdeka. Tidak mau kembali ke masa (Hindia Belanda) dulu. Na, disinilah terdapat KONFLIK. Konflik ini sampai sekarang di dalam fikiran (orang-orang Belanda itu), masih menganggap demikian: Sebetulnya mengenai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu --- sebetulnya Belanda bisalah membimbing Indonesia (pelan-pelan) menjadi 'zelfstandig', 'berdiri sendiri' begitu.


INDONESIA dan pemimpin-pemimpinnya kan sudah punya pengalaman. Selama puluhan tahun, diberi janji-janji saja. Tetapi selalu dibohongi. Maka menempuh jalan sendiri.


Jadi KONFLIK. Makanya sampai sekarang ini, formil pomerintah Belanda tidak mau mengakui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.


JK:

Waktunya sudah habis, Pak!


Isa:

Terlalu panjang, ya!



JK:

Kita potong nanti. Tak apa-apa.

Terima kasih, Pak Isa.

Saya tutup ya!


* * *