Saturday, October 15, 2011

PENGHORMATAN UNTUK PEJUANG UMAR SAID

Kolom IBRAHIM ISA

Sabtu, 15 Oktober 2011

-----------------------------


PENGHORMATAN UNTUK PEJUANG UMAR SAID


Cuaca cerah pada hari Jum'at, 14 Oktober kemarin, -- Seakan-akan mengantar khidmatnya keberangkatan sebuah rombongan ke Paris, yang terdiri dari tua – muda, individuil maupun pasangan suami istri, lebih 49 orang orang sahabat-sahabat Umar Said. Perjalanan berlangsung selama kurang lebih 6 jam dari Amsterdam ke Paris. Rombongan kembali tiba di Belanda lewat tengah malam.


Rombongan yang berangkat dari Amsterdam dan Utrecht itu, berdatangan dari berbagai tempat di Belana, seperti Zeist, Woerden; Jerman dari Dortmund, Hülhorst; dan dari Stockholm. Mereka adalah teman-teman dekat (Ayik) Umar Said, berangkat menuju Paris untuk ambil bagian dalam upacara perpisahan dengan Umar Said, sahabat lama yang mereka kenal baik dan amat mereka cintai.


* * *


Di Paris rombongan langsung menuju ke rumah sakit Montreuil dimana jenazah UMAR SAID dibaringkan, memberikan kesempatan keluarga, sahabat, dan handai taulan, melakukan perpisahan-terakhir.


Dutabesar Republik Indonesia untuk Perancis, berkenan layat dan membacakan doa untuk Umar Said, sehari sebelumnya. Sikap Dubes RI di Perancis itu amat dihargai oleh keluarga dan para sahabat Umar Said.


* * *


Dalam sejarahnya tak pernah ada upacara perpisahan dengan seseorang yang meninggal dunia, di adakan di Gedung Kotapradja Montreuil. Juga adalah untuk pertama kalinya seorang Indonesia diberi kehormatan demikian tingginya, dengan pidato perpisahan utama diucapkan oleh Walikota Montreuil. Sikap ini adalah suatu respons, suatu penghargaan besar dan penghormatan tinggi pada Umar Said, yang selama kurang lebih 30 tahun, telah menjadikan Koperasi Restoran Indonesia yang dibangun bersama kawan-kawan Indonesia lainnya yang senasib, dan dengan simpati serta bantuan kalangan progresif serta gereja Paris, -- sebagai salah suatu pusat penting budaya Indonesia dan persahabatan Indonesia-Perancis; serta kegiatan solidaritas dengan perjuangan rakyat Timor Leste dan kegiatan-kegiatan demi hak-hak demokrasi dan HAM di Indonesia.


Ini menunjukkan keberhasilan Umar Said dengan sahabat-sahabatnya dalam membina pengertian dan hubungan bersahabat masyarakat Perancis dengan bangsa dan negeri kita.


* * *


Rapat perpisahan berlangsung di Ruangan rapat Gedung Kotapraja Montreuil penuh sesak, di bawah pimpinan Suyoso, pimpinan Koperasi Restoran Indonesia. Tidak kurang dari 200 orang hadirin yang ambil bagian dalam rapat perpisahan yang berlangsung dengan khidmat. Juga menyampaikan kata-kata perpisahan Tom Ilyas yang mewakili sahabat-sahabat Indonesia di Swedia.


Dalam pidato perpisahannya Walikota Montreuil, Madame Dominique Voynet, anggota Dewan Senat Negara Perancis, menyampaikan dukacita dan belasungkawa kepada istri Ninon sekeluarga dan sahabat-sahabat Indonesia. Ia menguraikan penghargaan tinggi atas peranan aktif dan positif, demi hubungan saling mengerti dan bersahabat antara Indonesia-Perancis dan demi demokrasi dan hak-hak manusia, yang dilakukan Umar Said selama hidup berdomisili di Perancis.


Madame Dannielle Desguees, seorang aktivis militan kaum prorgresif Perancisyang, bicara mewakili sahabat-sahabat Perancis. Dengan teresedu-sedu penuh keharuan ia mengisahkan bagaimana ia sejak semula mendukung ide Umar Said mendirikan Restoran Indonesa yang bisa menampung para eksil dari Indonesia. Sejak itu mereka bekerja sama erat sekali. Berkat dukungan fihak Perancis itulah, berhasil dibangun koperasi Resoran Indonesia yang telah menjadi monumen persahabatan Indonesia-Perancis di tengah kota Paris.


BADANNYA KECIL JIWANYA BESAR


Begitu besar penghargaan Louis Joannet, Hakim Pengadilan Akhli Independen PBB Tentang HAM, serta Penasihat beberapa Perdana Menteri Pemerintah Sosialis Perancis, atas peranan, kegiatan dan hasil kerja Umar Said selama hidupnya, sehingga dalam pidatonya dengan penuh keharuan ia mengakhiri dengan kalimat-kalimat sbb:


UMAR SAID BADANNYA KECIL TETAPI JIWANYA BESAR.

IA SELALU TERLEBIH DULU MEMIKIRKAN ORANG LAIN!


* * *


Atas nama keluarga Umar Said, Ibrahim Isa menyatakan bahwa UMAR SAID ADALAH MANUSIA LANGKA. Pertama-tama ia mengabdikan hidupnya demi kebenaran dan keadilan untuk rakyat Indonesia, demi demokirasi dan hak-hak azasi manusia. Isa nemegaskan, sikap bersahabat dan setiakawan Perancis ini sekali-kali tak akan terlupakan.


Isa menekankan bahwa kita semuanya seperasaan dan sependapat dengan Ninon sekeluarga, yang merasa bangga, puas dan lega dengan apa yang dilakukan Umar Said selama hidupnya.


* * *


Sungkono, Ketua Perhimpunan Persaudaraan Indonesia (di Belanda), menyampaikan pernghormatan dan penghargaannya pada sahabat Umar Said, dengan sajaknya yang dibuat khusus untuk kesempatan perpisahan:


* * *


DAUN -DAUN KUNING LURUH KE BUMI


Di musim gugur, tak terduga Pak Umar pergi

Diiringi daun-daun kuning

Luruh ke bumi

Menanti musim semi

Tiba kembali


Dalam suasana berkabung ini

Mereka yang mengenal amal dan jejak juangMu

Untuk Indonesia Raya yang adil-makmur

Menundukkan kepala, memanjatkan doa

Mengantar kepergianMu kealam baka


Dan penaMu yang runcing-tajam

Masih penuh berisi tinta

Tergeletak di atas meja

Di samping kumpulan karyaMu

Yang tersimpan di kotak elektronika


Walau kini Kau tiada lagi

Penamu akan terus berbakti

Diwarisi generasi muda

Yang telah sadarkan diri

Setelah bangun di siang hari


Mereka akan gunakan untuk mencatat

Dosa-dosa para bedebah

Yang semena-mena menginjak-injak

Hak-hak Azasi Manusia

Menyingkap semua kebiadaban

Jendral-jendral pengkhianat

Menuliskan kebenaran dalam sejarah


Dengan gema karyaMu yang bernada mars

Berkumandang ke seluruh pelosok Nusantara

Mengalunkan irama-juang

Maju tak gentar, membela yang benar”


Kini kau telah pergi

Tinggalkan teladan

Tinggalkan keyakinan

Untuk generasi muda

Yang berani berjuang

Merebut kemenangan

Untuk kemanusiaan

Keadilan dan kemakmuran

Bagi semua insan

Selamat jalan Pak Umar!


Sungkono

Amstelveen 09 Oktober 2011


* * *


Umar Said dimakamkan di Makam Baru Noisy le Grand, Paris.










Thursday, October 13, 2011

PERJUANGANMU ADALAH PERJUANGAN KITA SEMUA

IBRAHIM ISA
Paris, Jum'at, 14 Oktober 2011
-----------------------------------------



UMAR SAID, --- PERJUANGANMU ADALAH PERJUANGAN KITA SEMUA


Yth.
Walikota Montreuil, Ibu Dominique Voynet,
Ibu Danielle Desguees

Para sahabat Umar Said -- warga Perancis dan dari negeri lainnya,
Para sahabat pengelola Restoran Indonesia Paris,
Para kenalan dan sahabat Umar Said yang khusus datang dari Belanda,
Swedia dan Jerman,

Pertama-tama izinkanlah saya, *ATAS NAMA KELUARGA UMAR SAID*, --
Ninon Martis, istrinya, putra-putra mereka, Yann Aumars sekeluarga
dan Benoit Aumars sekeluarga, ---

Menyatakan terima kasih sebesar-besarnya kepada Walikota Paris dan
Kotapradja Paris, yang telah memberikan fasilitas serta menyediakan
ruangan di Kotapraja ini bagi upacara perpisahan dengan *André
Aumars terlahir Umar Said *tercinta. Terima kasih kepada para
dokter, jururawat dan staf rumah sakit yang selama sakitnya telah
dengan sebaik-baiknya merawat Umar Said. Terima kasih kepada para
sahabat dan kenalan yang telah menyatakan belasungkawa, memberikan
perhatian, bantuan tenaga, fikiran dll, --- menjadikan upacara
perpisahan kita dengan Umar Said hari ini, suatu kenangan khidmat
yang tak terlupakan. Suatu pertemuan dimana kita semua menyatakan
penghargaan tinggi dan penghormatan besar pada Umar Said, manusia
Indonesia yang langka.

Saya katakan: Umar Said adalah manusia Indonesia yang langka.
Pertama-tama, karena kecintaan dan pengabdiannya yang tak terhingga
pada bangsa dan tanah air, pada cita-cita mulya kebenaran, keadilan,
hak-hak demokrasi bagi seluruh warga-negara Indonesia. Keyakinan
cita-citanya begitu kokoh dan konsisten, begitu tabah dan
bersemangat, sehingga merupakan suri teladan bagi yang ditinggalkan.

* * *

Umar Said, sikapnya. hangat luar biasa pada siapa saja yang
mengenalnya. Kita senantiasa merasakan solidaritas-kekawananya, ---
terutama pada kawan-kawan senasib sepenanggungan. Juga pada kenalan
dan sahabat barunya. Kepedulian, perhatian serta solidaritasnya pada
kawan-kawan seperjuanngan menjangkau jauh ke tanah air. Umar Said
memiliki solidaritas mendalam pada nasib rakyat kita di tanah air.


Kita mengenal Umar Said sebagai seorang yang sederhana sekali, tetapi cerdas dan punya daya analisis politik yang tajam.
Kehangatannya terhadap kawan lama dan baru juga suatu sifat menonjol
Umar Said.

Kita juga mengenalnya sebagai orang yang luwes dan mahir dalam
berkomunikasi dengan siapa saja. Selain dengan teman seperjuangan,
ia menjalin persahabatan dengan mereka-mereka yang dikenal sebagai 'celebrities' . Yaitu, orang-orang dan tokoh-tokoh penting berbagai
negeri, seperti Mme Mitterand, First Lady Perancis ketika itu;
Walikota Paris Ibu Dominique Voynet; Presiden Timor Leste, José
Ramos-Horta (belum lama beliau khusus mengunjungi Umar Said di Restoran Indonesia dan mengadakan pembicaraan intim); Prof Dr
Wertheim, Indonesianis sahabat sejati rakyat Indonesia; Dr Han Suyin
penulis terkenal, mantan presiden Gus Dur, dll. Kita juga mengenal
Umar Said yang lancar berbahasa asing, seperti bahasa Perancis ,
Belanda, Inggris, Jerman,, dan juga bahasa Jepang. Pada zaman
pendudukan Jepang di Indonesia, ketika Umar Said masih murid SMP, ia
meraih juara kompetisi nasional bahasa Jepang untuk sekolah menengah.


Kemahirannya berkomunikasi, berbahasa asing, bakatnya menggalang
persahabatan, semua itu diabdikannya demi perjuangan untuk cita-cita
mulya yang diembannya selama hidup: Kebebasan, Keadilan dan
Kebenaran' --- Demokrasi dan Hak-hak azasi manusia.


* * *

Hadirin Yth.

Pada saat-saat seperti ini, di ketika kita merasa amat kehilangan
kawan terdekat, berkali-kali muncul rasa sedih dan duka. Perasaan
seperti ini persis ketika kita kehilangan Jusuf Isak, sahabat dan teman seperjuangan, pemimpin Penerbit HASTA MITRA.

Berkali-kali pada saat kedatangan Jusuf Isak (mula-mula secara
klandestin) kemudian terang-terangan ke Eropah, termasuk Perancis
dan Jerman sejak periode masih berkuasanya Orba, -- -- - pada
saat-saat itu Umar Said, Jusuf Isak, S. Tahsin, pendiri toko buku
"Manus Amici" Amsterdam, dan saya , biasa berkumpul di rumah Umar
Said, di Paris. Ketika itu Ninon, dan dua orang putranya, masih
belum diketahui dimana mereka berada di Indonesia, sejak Jendral
Suharto melakukan pengejaran dan persekusi terhadap
keluarga-keluarga orang yang dituduh 'terlibat atau berindikasi' G30S.

Adalah Jusuf Isak yang dimintai Umar Said membantu mencarikan dimana
gerangan keberadaan Ninon dan dua orang putra-putranya itu. Umar
Said terpisah dengan keluarganya sejak 1965. Sejak berdirinya Orba,
Umar Said tak bisa pulang. Berkat usaha tak kenal susah-payah Jusuf
Isak, alamat Ninon dan dua orang putra-putranya bisa ditemukan.
Selanjutanya Jusuf Isaklah yang menghubungkan kembali keluarga Umar
Said. Suatu menifestasi cemerlang dari semangat solidaritas wartawan
pejuang Jusuf Isak terhadap Umar Said.


Dengan Ninon sebagai istri yang setia, yang amat memperhatikan
suaminya, dan selalu memberikan dukungan dan semangat, Umar Said
semakin dapat berkiprah memperjuangkan cita-cita mulya yang
diembannya sejak masa muda. Teman-teman dekat Umar Said, tak bisa
membayangkan menggebu-gebunya kegiatan Umar Said tanpa bantuan dan
perhatian Ninon di sisinya. Suatu ikatan cinta dan kekeluargaan yang
ideal.


* * *


Umar Said telah berjuang maksimal sampai saat akhir umurnya, demi
cita-cita yang adil dan mulya. Demi bangsa, tanah air, hak-hak
demokrasi dan hak-hak azasi manusia. Demi rehabilitasi hak-hak warga
dan hak politik jutaan korban persekusi rezim Orba. Kegiatan dan
perjuangan Umar Said mendapat penghargaan tinggi sekali dari semua
yang mengenalnya, dari dekat maupun dari jauh. Siapa saja yang kenal
Umar Said dan mengikuti tulisan-tulisannya pasti terinspirasi dan
terdorong untuk bersama-sama melakukan kegiatan dan berjuang.


Sebagai tanda pernghargaan dan penghormatan Kotapraja Kota Paris,
Umar Said tahun ini dianugerahi "Medali Warga Terhormat Kota Paris".
Suatu tanda penghargaan dan penghormatan luar biasa yang dibeikan
Kota Paris kepada seorang Indonesia yang dianggap telah banyak
melakukan kegiatan demi persahabatan dan saling mengerti antara dua
bangsa -- Perancis dan Indonesia. Juga penghargaan atas jerih usaha
dan perjuangan untuk hak-hak demokrasi dan hak-hak azasi manusia
Indonesia.


* * *

Umar Said adalah salah seorang yang sering disebut 'orang yang
terhalang pulang'. Benar, --- awal ia menjadi "stateless", jadi
'eksil' , -- penyebabnya ialah, apa yang Umar Said bersama
kawan-kawan lainnya lakukan di Havana, pada penghujung 1965, awal 1966, --- Beberapa saat setelah dimulainya persekusi dan pembantaian
masal 1965 oleh Jendral Suharto dan pendukungnya. Yang ia lakukan,
adalah perlawanan kongkrit 'face-to-face' terhadap kejahatan
kemanusiaan oleh Jendral Suharto terhadap rakyat Indonesia.
Bersama-sama, -- kami menyusun Delegasi Indonesia agar terwakili
dengan baik dalam Konferensi Asia-Afrika-Amerika Latin, (Havana,
1966). Di forum internasionl itulah Umar Said ambil bagian dalam
kegiatan menjelaskan kepada seluruh dunia, tentang pelanggaran HAM
terbesar terhadap rakyat Indonesia. Delegasi Indonesia, dimana Umar Said ambil bagian aktif itu, menggalang solidaritas internasional
agi rakyat Indonesia yang sedang tertindas. /
Kegiatan inilah yang menyebabkan Umar Said bersama kawan-kawan
lainnya anggota Delegasi Indonesia ke Konferensi Trikontinental,
oleh fihak militer yang sudah berkuasa di Jakarta, dinayatakan
sebagai kegiatan subversif anti-Indonesia. Selanjutanya
paspor-paspor mereka dinyatakan tidak berlaku lagi, dicabut!
Tetapi keadaan tanpa berkewargenegaraan di Perancis, tidak
mematahkan semangat juang Umar Said. Bersama kawan-kawan Indonesia
lainnya yang senasib, Umar Said, dengan bantuan kawan-kawan
progresif Perancis dan fihak gereja, berhasil mendirikan koperasi
Restoran Indonesia, PARIS. Restoran itu bukan saja memberikan
kesempatan kerja pada teman-teman eksil lainnya, sehingga tak perlu
minta bantuan sosial pemerintah Perancis. Tetapi juga menjadikannya salah satu pusat kegiatan budaya Indonesia. Seorang dosen Indonesia,
Dr Arief Budiman,--- yang ketika itu oleh KBRI Paris dilarang
mengunjungi Restoran Indonesia atas tuduhan melakukan kegiatan
anti-Indonesia, -- tetapi tokh berkunjung ke Restoran Indonesia Paris, menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh para pengelola Restoran Indonesia, adalah kegiatan budaya Indonesia yang lebih
aktif dan efisien terbanding Kedutaan Indonesia di Paris ketika itu.
Restoran Indonesia yang dipimpin Umar Said, telah menjadi 'pusat
budaya Indonesia', menjadi "monumen persahabatan Indonesia
Perancis", di tengah kota Paris.


* * *

Umar Said adalah seorang jurnalis Indonesia dalam nama dan perbuatan. Kegiatan jurnalistik Umar Said bukan semata-mata untuk
menunjang hidup diri dan keluarganya. Umar Said adalah seorang
patriot sejati, yang kecintaan dan kesetiaannya pada Indonesia
sedikitpun tak diragukan. Bersamaan dengan itu Umar Said berjuang
demi cita-cita mulya membela dan memperkokoh Republik Indonesia. Umar Said bercita-cita tegaknya SOSIALISME INDONESIA. Itulah
sebabnya ia konsisten mendukung ajaran-ajaran Bung Karno, mendukung
Pancasila dan TRISAKTI BUNG KARNO: Agar Indonesia: Berdaulat di
bidang politik, Berdikari di bidang ekonomi, dan, Berkepribadian
nasional di bidang kebudayaan.


Umar Said adalah benar-benar apa yang disebut: -- Wartawan yang berjuang melalui tulisannya. Sejak awal tahun 1950-an ia aktif
sebagai wartawan s.k. Indonesia Raya, selanjutnya di Harian Rakyat,
kemudian menjadi Pemimpin Redaksi s.k. Ekonomi Nasional. S.k.
Ekonomi Nasional, adalah satu-satunya surat kabar ekonomi yang
berskala nasional di Indonesia ketika itu. Bersamaan dengan itu
setelah bersama kawan-kawan patriotik dan progresif lainnya aktif
menyelenggarakan Konferensi Wartawan Asia-Afrika (Jakarta, 1963),
Umar Said aktif sebagai anggota Sekretariat Wartawan Asia-Afrika
(Jakarta, 1963-1965).


* * *

Umar Said telah pergi untuk selama-lamanya. Tetapi ia telah
meninggalkan wasiat yang amat berharga. Ia memberikan suri teladan
kepada jurnalis-jurnalis muda Indonesia, dan juga teladan sebagai
pejuang bagi kita semua.

Sungguh murni kesan dan perasaan Ninon, sekeluarga, dan juga kita
semua: KITA BANGGA DENGAN APA YANG TELAH DIPERJUANGAN DAN DIKERJAKAN
UMAR SAID SELAMA HIDUPNYA.

Umar Said, -- kenang-kenangan mengenai diri dan perjuanganmu akan
diingat sepanjang masa.

Umar Said!
Perjuanganmu adalah perjuangan kita semua!!!

* * *








Monday, October 10, 2011

IN MEMORIAM UMAR SAID

IBRAHIM ISA

Senin, 10 Oktober 2011

------------------------------


IN MEMORIAM UMAR SAID

KENANGAN SEORANG SAHABAT


* * *

Seorang karib yang tak pernah patah semangat berjuang.

Wartawan dalam nama dan perbuatan.

SABTU, 8 Oktober 2011 pukul 01.30 waktu Amsterdam, Belanda, di tengah keheningan malam, kami mendengar telepon berdering. Ternyata dari Ninon, istri Umar Said, bicara dari seberang telpon. Kabar duka menerpa di malam hari. Seperti tersambar halilintar di tengah malam sunyi, saya terkejut. “Pak Isa,” terdengar suara Ninon bergetar, “Pak Umar sudah tak ada lagi.”


Ayik, demikian saya memanggilnya, wafat pada pukul 22.50 waktu Paris, Prancis setelah sebelumnya sempat dirawat di rumah sakit kota Paris sejak Rabu (5/10) yang lalu. Saya sangat berduka kehilangan seorang sahabat akrab. Perasaan yang sama persis muncul ketika kehilangan Joesoef Isak pemimpin penerbit Hasta Mitra, beberapa tahun yang lalu.


Pada saat Joesoef Isak datang pertama kali ke Eropa secara klandestin, sekira tahun 1978, saya dan S. Tahsin (wartawan, mantan Pemred Bintang Timur-Red) pendiri dan pengelola penerbit dan toko buku "Manus Amici" di Amsterdam, selalu berkumpul di suatu tempat untuk saling cerita, tukar pengalaman dan berkonsultasi. Biasanya pertemuan itu berlangsung di rumah Ayik di Paris. Saat itu Ninon, istri Ayik dan dua orang putranya, Iwan dan Budi, masih belum diketahui keberadaannya di Indonesia.


Adalah Joesoef Isak yang dimintai Ayik untuk mencarikan di mana Ninon dan dua orang anaknya itu berada. Umar Said terpisah dengan keluarganya sejak 1965, ketika Umar Said bersama Francisca Fnggidaej (anggota DPR dan pemimpin kantor berita INPS), bertugas mewakili Indonesia dalam suatu pertemuan wartawan internasional di Chili. Karena Peristiwa 1965 dan berdirinya Orba, Ayik tak bisa pulang. Berkat usaha tak kenal lelah dari Joesoef Isak, alamat Ninon dan dua orang putra-putranya bisa ditemukan. Selanjutanya Joesoef Isaklah yang menghubungkan kembali keluarga Umar Said yang hampir selama 13 tahun terceraiberai. Suatu manifestasi cemerlang dari semangat solidaritas wartawan pejuang Joesoef Isak bagi Umar Said.


Kepergian Ayik cukup mengagetkan. Padahal baru saja beberapa hari yang lalu Ayik menelpon saya. “Ada cerita apa, Yik?” tanya saya. Ayik bercerita bahwa tulisan saya dimuat di dalam blognya. Kami memang biasa saling menyiarkan tulisan masing-masing. Ayik melakukannya melalui 'Website Umar Said', sementara saya melalui jaringan mailing list, Facebook dan Blogsite milik saya. Dengan cara demikian tulisan kami bisa disebarkan seluas mungkin, barangkali ada gunanya bagi generasi muda kita. Dalam beberapa tahun belakangan ini kami memfokuskan pada penyebaran tulisan sekitar ajaran-ajaran Bung Karno.


Ayik telah berjuang maksimal demi bangsa, tanah air, hak-hak demokrasi dan hak-hak azasi manusia. Kegiatan dan perjuangan Ayik mendapat penghargaan tinggi dari semua yang mengenal Ayik, dari dekat maupun dari jauh. Juga yang mengenal dari tulisan-tulisannya yang disiarkannya selama bertahun-tahun sejak berdomisili di Paris. Siapa saja yang kenal Ayik dan mengikuti tulisan-tulisannya pasti terinspirasi dan terdorong untuk bersama-sama melakukan kegiatan dan berjuang menegakkan keadilan.


Sebagai tanda penghargaan dan penghormatan kota Paris, Umar Said tahun ini dianugerahi "Medali Warga Terhormat Kota Paris". Suatu tanda penghargaan dan penghormatan luar biasa yang dilakukan kota Paris kepada seorang Indonesia yang dianggap telah banyak melakukan kegiatan demi persahabatan dan saling mengerti antara dua bangsa, Prancis dan Indonesia. Sekaligus penghargaan atas jerih payah dan perjuangan untuk hak-hak demokrasi dan hak-hak azasi manusia di Indonesia.


Umar Said adalah salah seorang yang sering disebut “orang yang terhalang pulang”. Awal mula Ayik menjadi manusia "stateless" menjadi “eksil” penyebabnya adalah perlawanan kongkrit dan “face to face” terhadap 'kudeta merangkak' Soeharto yang menjatuhkan Presiden Sukarno. Pada akhir 1965, saya dan Ayik menyusun Delegasi Indonesia agar terwakili dengan baik dalam konferensi Asia-Afrika-Amerika Latin, yang populer dikenal sebagai konferensi Trikontinental di Havana, Kuba, awal 1966. Di forum internasionl itulah Umar Said ambil bagian dalam perjuangan untuk menjelaskan kepada seluruh dunia tentang pelanggaran HAM terbesar di Indonesia.


Delegasi Indonesia, di mana Umar Said ambil bagian aktif itu, menggalang solidaritas internasional bagi rakyat Indonesia yang sedang tertindas. Kegiatan inilah yang menyebabkan Umar Said bersama kawan-kawan lainnya dalam delegasi Indonesia ke Konferensi Trikontinental di Havana itu mendapatkan label sebagai penggerak kegiatan subversif anti-Indonesia. Setelah kejadian itu paspor-paspor mereka dinyatakan tidak berlaku lagi, dicabut!


Tetapi situasi tanpa kewarganegaraan di Prancis tidak mematahkan semangat juang Umar Said. Bersama kawan-kawan Indonesia lainnya yang bernasib sama, Umar Said, atas bantuan kawan-kawan progresif Prancis dan pihak gereja, berhasil mendirikan koperasi Restoran Indonesia, Paris. Restoran itu bukan saja memberikan kesempatan kerja pada teman-teman eksil lainnya, sehingga tak perlu minta bantuan sosial pemerintah Perancis, tetapi juga menjadikannya salah satu pusat kegiatan budaya Indonesia. Arief Budiman yang ketika itu dilarang mengunjunginya nekat pergi kesana dan kemudian menulis di koran Kompas bahwa kegiatan promosi budaya Indonesia di restoran Indonesia jauh lebih efektif ketimbang yang dilakukan oleh KBRI di Paris.


Umar Said adalah seorang jurnalis Indonesia dalam nama dan perbuatan. Kegiatan jurnalistik Umar Said bukan semata-mata untuk menunjang hidup diri dan keluarganya. Umar Said adalah seorang patriot sejati, yang kecintaan dan kesetiaannya pada Indonesia sedikit pun tak diragukan. Selain berjuang untuk kemerdekaan Indonesia secara fisik sejak awal revolusi sebagai anggota tentara pelajar, setelah berdiri tegaknya Republik Indonesia, Umar Said juga aktif langsung di lapangan melawan pemberontakan separatis PRRI-Permesta.


Umar Said adalah benar-benar apa yang disebut: wartawan yang berjuang secara intensif dan efektif melalui tulisannya. Sejak awal tahun 1950-an ia aktif sebagai wartawan Indonesia Raya, kemudian menjadi pemimpin redaksi koran Ekonomi Nasional, satu-satunya surat kabar ekonomi Indonesia yang berskala nasional ketika itu. Bersamaan dengan itu, dia dan kawan-kawan lainnya aktif menyelenggarakan Konferensi Wartawan Asia-Afrika di Jakarta pada1963. Konferensi itu merupakan pelaksanaan Semangat Konferensi Asia-Afrika di Bandung, 1955.


Umar Said telah tiada akan tetapi ia meninggalkan suri teladan sebagai wartawan pejuang yang tak patah semangat memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Selamat jalan, sobat. [IBRAHIM ISA, Sahabat karib Umar Said. Mantan Sekjen Organisasi Setiakawan Rakyat Asia-Afrika (OISRAA). Menetap di Bijlmer, Belanda] -- . * * *




Friday, October 7, 2011

SRIKANDI ARGENTINA, PATRICIA ISASA DI JAKARTA

Kolom IBRAHIM ISA

Jum'at, 07 Oktober 2011

------------------------------


SRIKANDI ARGENTINA, PATRICIA ISASA DI JAKARTA

Dari: -- WILSON OBRIGADOS


Baru saja aktivis Demokrasi dan HAM Argentina, PATRICIA ISASA, melakukan kunjungan singkat ke Indonesia. Sahabat baikku, WILSON OBRIGADOS, dan teman-teman Indonesia para aktivis Pro-Demokrasi dan HAM Indonesia, dan penulis/peneliti, seperti Hilmar Farid, Ayu Ratih, Mugiyanto, dan banyak lainnya, pada tanggal 06 Oktober 2011, kemarin, sempat bertemu dan cakap-cakap dengan aktivis tangguh putri Argentina tsb.


Berikut ini kiriman berita dari Wilson Obrigados:




Tahun 1976. Umur 16 tahun. Patricia Isasa diculik oleh tentara junta Argentina. Setelah disiksa secara fisik dan sexual pada tahun 1978 dikeluarkan. Tahun 1979 Patricia menuntut junta. Ia kembali diculik dan disiksa,lalu dibebaskan.


Tahun 2009 setelah berjuang 30 tahun, Patricia berhasil menuntut 6 penculik yang menyiksa dan memperkosa. Sebagian penculik sdh menjadi walikota, kepala polisi dan hakim federal. Pengadilan memenangkan Patricia.


Ke-6 pelaku dihukum seumur hidup. Perempuan hebat ini mengajarkan pada kita bahwa tak ada batas bagi sebuah perjuangan.” Demikian berita dari Wilson Obrigados, Jakarta.

* * *

Marie Trigona, ( Website “Present”) dalamn artikelnya berjudul PERJUANGN PATRICIA UNTUK KEADILAN, menulis a.l -- bahwa Patricia telah berjuang demi keadilan dan trasparansi selama lebih dari 30 tahun. Ketika Patricia berumur 16 tahun, ia diculik oleh sebuah grup komando kepolisian provinsi. Ia diangkut ke salah satu pusat tahanan dan penyiksaan klandestin, (semacam markas di jalan Guntur Jakarta, pada tahun-tahun 1967-66-67. I.I.),yang dibangun pada periode rezim diktatur.



Patricia diincer oleh aparat karena kegiatannya sebagai utusan dari Persatuan Pelajar Sekolah Menengah di provinsi Sante Fe, yang melakukan kegiatan mengorgnisasi. Ia disekap dalam penjara tanpa proses pengadilan, selama dua tahun lebih. Begitu dilepas dalam tahun 1979, Patricia mengumpulkan gugatan yang disampaikannya kepada Komisi Inter-Amerika untuk Hak-hak Azasi Manusia, dari OAS, Organization of American States, yang berrencana ketika itu berkunjung ke Argentina. Lagi-lagi Patricia bersama 30 pemuda dan pemudi, diculik. Tiga hari ia meringkuk kemudian dilepaskan. Tetapi, tinggal Patricia Isasa dari empat orang lainnya yang masih hidup.

Sejak 1997, Patricia Isasa telah menghimpun dokumentasi yang banyak sekali, sampai bisa menjebloskan para pelaku-pelaku kejahatan kemanusiaan itu kedalam penjara.

Perundang-undangan dan peraturan yang dibuat pada tahun 90-an (yang diberlakukan dibawah Presiden Menem ketika itu) merintangi, diadilinya para pemimpin militer pelaku kejahatan kemanusiaan itu. Kemudian Kejaksaan Agung Argentina menghapuskan undang-undang yang memberikan amntesty kepada opsir-opsir militer yang mengabdi pada rezim diktatur ketika itu.



25 tahun setelah Patricia Isasa dikeluarkan dari pusat penahanan klandestin, keamanan jiwanya masih dalam bahaya. Sejak divonisnya mantan kepala polisi Argentina, Miguel Etchecolatz, dalam suatu pengadilan yang menggemparkan, para aktivis hak-hak manusia mengalami gelombang intimidasi dan serangan. Jorge Julio Lopez, seorang saksi kunci dalam pengadilan hak-hak manusia itu, yang memvonis Etchecolatz sebagai pelaku kejahatan kemanusiaan, telah hilang pada tanggal 18 September 2006. Lopez, seorang buruh bangunan dan bekas tapol hilang beberapa jam sebelum ia harus memberikan kesaksian menjelasng pemvonisan Etchecolatz.



Patricia Isasa ambil bagian dalam program perlindungan terhadap para saksi, setelah ia menerima tilpun yang mengancam jiwanya.



Namun semangatnya untuk berjuang demi keadilan tak kunjung padam. Patricia memberikan kesaksian di Santa Fe dalam bulan Maret. Sante Fe adalah suatu tempat yang amat berbahaya, karena kekuasaan setempat berkepentingan melindungi bekas-bekas anggota junta militer Argentina.



Dalam salah satu wawancara Patricia Isasa menyatakan:



Saya akan menulis buku. Saya tidak mau mati sebelum menyampaikan pengalaman saya. Bila saya bisa membantu seseorang, meskipun hanya sekali saja, untuk satu orang saja . . . . . untuk seorang perempuan atau seseorang yang masih muda untuk memperoleh kesempatan agar bisa menyatakan “HAL SERUPA JUGA TERJADI PADA SAYA”.



Bagi saya hal itu sulit sekali. Saya ingin membantu seseorang agar ia lebih mudah menyatakannya terbanding saya”. Demikian Patricia Isasa.



* * *



Demikianlah, sebagian kecil saja kisah penderitaan korban diktatur militer Argentina. Namun, kita memperoleh inspirasi besar dari semangat juang demi keadilan, demi transparansi agar segala kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh rezim diktatur militer Argentina terbongkar dan pelaku yang bersalah menererima hukuman setimpal.



* * *



Negeri kita. INDONESIA, masih jauh di belakang dibandingkan situasi HAM di Argentina. Bangsa ini masih memerlukan perjuangan lama yang konsisten dan bersemangat pantang mundur. Yang memerlukan persatuan semua kekuatan kebenaran dan keadilan di Indonesia, untuk mengungkap dan membongkar kejahatan kemanusiaan rezim Orde Baru Jendral Suharto. Agar keadilan bagi jutaan korban pelanggaran HAM sejak Peristiwa Pembantaian Masal 1965.66, 67 serta peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM lainnya.



* * *



Sunday, October 2, 2011

Yang KUDETA SEBENARNYA adalah SUHARTO!

Kolom IBRAHIM ISA

Minggu, 02 Oktober 2011

-------------------------------


G30S” – KUDETA . . . . . ?

Yang KUDETA SEBENARNYA adalah SUHARTO!


Banyak tulisan, makalah, buku yang jumlahnya ratusan banyaknya sejak terjadinya peristiwa itu, -- Menganalisis bahwa “G30S” adalah suatu percobaan kudeta terhadap pemerintah Presiden Sukarno. Percobaan itu gagal. Karena para pelaku bertindak amaturis, tidak profesional.


Banyak studi dan analisis lainnya tiba pada kesimpulan, bahwa kudeta”G30S” gagal, karena sengaja dirancang dan dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga pasti GAGAL.Selanjutnya kegagalan “G30S” dijadikan dalih untuk menghancurkan PKI dan pendukungnya, seterusnya mencapai tujuan akhir: Menggulingkan Presiden Sukarno dan mendirikan Orde Baru, di bawah Jendral Suharto.


Tulisan-tulisan, studi dan analisis yang muncul itu, sedemikian jauh, dilakukan dengan sungguh-sungguh, dengan membeberkan fakta-fakta dan bukti-bukti, serta kesaksian untuk tiba pada kesimpulan-kesimpulan. Tapi sampai kini nyatanya masih terdapat banyak variasi mengenai apa sebenarnya “G30S” tsb. Siapa dalangnya dan apa tujuan terakhirnya.


Melihat demikian banyak darah yang mengalir, jutaan korban yang jatuh, setelah itu berdirinya suatu rezim otoriter Orde Baru Jendral Suharto yang didukung sepenuhnya oleh Barat, tidak salah kesimpulan yang ditarik banyak pakar, bahwa akhirnya yang MENGGONDOL KEUNTUNGAN TERBESAR Adalah JENDRAL SUHARTO.


Suatu waktu, pada tahun 2001, aku sempat berkunjung ke rumah Ibu Supeni. Beliau adalah mantan anggota DPR mewakili PNI di Komisi Luarnegeri. Kemudian Presiden Sukarno mengangkat beliau sebagai Dutabesar (Berkeliling)Luar Biasa Berkuasa Penuh Republik Indonesia. Hari itu kami berbincang-bincang panjang lebar. Beliau amat khawatir perkembangan politik selanjutnya meskipun Suharto sudah 'lengser'' .


Dalam percakapan kami itu, ketika menyinggung peristiwa “G30S”, Ibu Supeni antara lain dengan tegas dan pasti menyatakan kepadaku: “Kolonel Untung sudah dihukum mati oleh Pak Harto. Tetapi, aah, siapa tak tahu, bahwa tanpa adanya (gerakan) Untung, Suharto tidak akan bisa jadi presiden. Suharto itu dulu kan bekas serdadu KNIL. Ketika menjabat Panglima Divisi Diponegoro di Jawa Tengah, dia terlibat bersama dengan usahawan Liem Siu Liong dalam suatu penyelundupan besar-besaran. Dari situ, Suharto dilorot dan disekolahkan. Presiden Sukarno mengampuninya dan diangkat kembali. Siapa tidak tahu, tanpa Untung, Suharto tak akan jadi presiden”. Demikian Ibu Supeni.


* * *


Menarik sekali penyataan seorang sahabatku Witaryono, putra Ir Setiadi Reksoprodjo, ketika belum lama kami bertemu. Katanya: Bapak kan ditangkap Suharto bersama 20 Menteri lainnya dari Kabinet Presiden Sukarno. Perhatikan: Kalau yang ditangkap oleh militer itu 21 Menteri Kabinet Sukarno tanpa proses pengadilan apapun dipenjarakan, APA ITU , KALAU BUKAN KUDETA?


* * *


Dalam rangka mengenangkan kembali Peristiwa 1965, putri Bung Karno, SUKMAWATI SUKARNOPUTRI, meluncurkan bukunya berjudul : "Creeping Coup d'etat Mayjen Suharto". Pada peluncuran di gedung Perpustakaan Nasional, Sukmawati menandaskan: "Buku ini adalah kajian saya pribadi bahwa pemerintahan Ir Soekarno dikudeta oleh Mayjen Suharto . . . . . “


Dalam kesempatan mengenangkan kejadian Peristiwa 1965, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo mengatakan, kewaspadaan terhadap komunis harus tetap dijaga agar peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak terulang kembali. Suatu pernyataan yang absurd dan sangat melecehkan kemampuan berfikir masyrakat kita yang sudah kritis dan analitis. Ada yang neyletuk: Pernyataan Jendral Pramono tsb tak beda dengan MALING TERIAK MALING!


* * *


Berikut ini dipublikasikan berita sekitar peluncuran buku terbaru SUKMAWATI berjudul “CREEPING COUP D'ETAT MAYJEN SUHARTO”



SUKMAWATI:

AYAHKU DIKUDETA SUHARTO

Kamis, 29 September 2011 -- Menteng, Warta Kota

Puteri keempat proklamator Soekarno yakni Sukmawati meluncurkan buku

"Creeping Coup d'etat Mayjen Suharto". Buku dengan sampul bergambar

Bung Karno menunjuk Suharto itu diluncurkan di Perpustakan Nasional

Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Kamis (29/9).


Menurut Sukmawati , buku tersebut merupakan kajian dirinya dengan

kesimpulan bahwa ayahnya telah dikudeta oleh Suharto. "Buku ini adalah

kajian saya pribadi bahwa pemerintahan Ir Soekarno dikudeta oleh

Mayjen Suharto. Memang sejak zaman dulu di Indonesia sudah ada kudeta.

Yakni ketika Ken Arok mengkudeta Tunggul Ametung dan juga raja-raja

Mataram," kata Sukmawati dalam pemaparannya saat peluncuran bukunya.


Dikatakannya, metode penulisnnya dengan cara menulis dengan gaya

detektif seperti penulis novel Agatha Cristy. "Saya tulis dengan cara

detektif. Saya tidak bisa sekonyong-konyong menerima data dari

tokoh-tokoh GMNI. Waktu itu para tokoh GMNI berkesimpulan sudah ada

sebuah kudeta. Tapi saya menunggu waktu yang tepat untuk menulis.

Sebab, usia saya waktu itu berusia 16 tahun," ujanya.


Sukmawati tetap membaca buku tentang awal-awal jatuhnya Bung Karno.

Namun menurutnya banyak buku tidak menulis fakta sebenarnya. "Saya

membaca berbagai buku, baik yang ditulis penulis asing maupun penulis

lokal bayak yang berbohong tentang peristiwa yang sebenarnya. Dari

kajian saya inilah yang benar," tuturnya.


Buku tersebut berkisah tentang kesaksian Sukmawati Sukarno saat akhir

pemerintahan Bung Karno. "Bapak menangis terisak-isak saraya berkata

lirih, kenapa Bapak dibeginikan oleh bangsa sendiri?" Kata Sukmawati

dalam bukunya.


Buku 'Creeping Coup d'Etat Mayjen Suharo' merupakam catatan kesaksian

Sukmawati Sukarno mengenai sesuatu yang terjadi dengan Bung Karno sesaat

setelah terjadi Peristiwa G 30 S. Kegundahan terhadap pencarian

kebenaran membuatnya menulis buku yang sebagian besarnya menceritakan

tentang penderitaan Bung Karno sejak tahun 1965 hingga akhir hayatnya.


Di dalam buku tersebut diungkapkan soal penyakit ginjal sang Praklamator

yang semakin parah setelah terapi akupunkturnya dihentikan oleh tim

medis. Begitu juga kehidupan Bung Karno pada saat hidup dalam

keterasingan, jauh dari masyarakat. Di buka itu juga dituliskan tentang

permintaan terakhirnya untuk dimakamkan di rumahnya di Jalan Batu Tulis,

Bogor, dan ditolak oleh Suharto. (Adi Kurniawan)


* * *


Saturday, October 1, 2011

IN MEMORIAM HELLA S. HAASSE

IBRAHIM ISA

Sabtu, 01 Oktober 2011

-------------------------------



IN MEMORIAM

HELLA S. HAASSE -- PENULIS TERKEMUKA BELANDA

Jum'at kemarin, 30 September, 2011, telah meninggal di Amsterdam, Hella S. Haasse <1918 – 2011>, sastrawan terkemuka Belanda. Karya novel debutnya “OROEG” (1948), yang mengisahkan hubungan Belanda – Indonesia, menjadi novel Hella Haasse yang paling populer di Belanda, dan amat disukai oleh murid-murid sekolah Belanda. “Oeroeg” telah DIFILMKAN pada tahun 1993. Karya Hella Haase OROEG merupakan pendobrakan dalam kehidupannya sebagai sastrawan.


Untuk mengenangkan HELLA S HAASSE dan sedikit menceriterakan kaitannya dengan Indonesia, tempat kelahirannya, di bawah ini dimuat tulisan yang pertama kali disiarkan Kolom IBRAHIM ISA , 26 dan 29 Oktober 2009.


* * *


JEMBATAN Hubungan Baik INDONESIA – NEDERLAND
< Stichting Collectieve
Propaganda voor het Nederlandse Boek> di Nederland melangsungkan kampanye yang
diberi nama 'NEDERLAND LEEST'. 'Nederland Membaca'. Tujuannya jelas. Supaya
masyarakat Belanda yang memang punya kultur suka membaca (ya dirumah, di kereta
api, di metro atau di bus), semakin digalakkan semangat suka membaca itu. Tak
lain untuk memperluas cakrawala dan meningkatkan taraf budaya dan pengetahuan
rakyat Belanda.


Yang menarik ialah: Buku yang khusus diterbitkan dan kemudian dibagikan gratis
kepada para anggotanya di perpustakaan-perpustakaan, -- adalah roman penulis
Hella S Haasse, berjudul 'OEROEG'. Juga secara luas diputar kembali film
'Oeroeg' yang dibuat atas dasar novel 'Oeroeg'. Mengapa justru buku Hella S
Haasse yang diangkat? Jelas, bukannya karena Haasse (91th) adalah penulis tenar
yang kelahiran Batavia (Jakarta sekarang).


Kiranya ada latar belakang lain yang positif. Bisa dirasakan adanya maksud untuk
memajukan lebih lanjut hubungan kebudayaan dan persahabatan antara Nederland dan
Indonesia. Mengajak rakyat Belanda berusaha memahami periode sejarah menyangkut
'konflik' Indonesia-Belanda ketika itu. Buku itu bukan sebarang roman. Yang
dikisahkan menyangkut persahabatan dua 'bocah': Indonesia dan Belanda, pada
zaman kolonial tempo doeloe. Selanjutnya, kisah bagaimana jadinya kemudian
dengan persahabatan antara dua pemuda tsb OEROEG dan JOHAN.


Saat kritik dalam perjalanan pesahabatan mereka tiba ketika Oeroeg dan Johan
memasuki periode Revolusi Agustus, periode perang kemerdekaan. Menurut pemahaman
politik kolonial Den Haag ketika itu, periode itu adalah saat Nederland 'menoto
kembali daerah seberang lautan'-nya, Hindia Belanda. Tetapi bagi kita, periode
itu adalah periode perang kemerdekaan melawan kolonialisme Belanda. Kita
mati-matian mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamasikan Sukarno-Hatta
(1945). Belanda keras kepala dua kali melancarkan perang kolonial (1946-1949)
untuk memulihkan koloni tempo dulunya .


Philip Freriks, seorang jurnalis kawakan Belanda, dan Ambasador Untuk Kampanye
'NEDERLAND LEEST', menulis kesannya mengenai roman 'Oeroeg' a.l. sbb: 'Ketika
saya baca 'Oeroeg' dulu sekali, yang diceriterakan itu adalah mengenai

persahabatan yang berakhir dengan pepisahan. Sekarang saya merasa terutama roman
itu bicara mengenai hadirnya sejarah dalam cerita itu. Menantang, tak
terhindarkan, tragis. Bukan karena fakta-fakta dan tahun-tahun ketika itu
terjadi. Tetapi, mengenai pengalaman dan perasaan dua manusia dari kultur yang
berbeda, Nederland dan Indonesia.'


'Penulis-penulis besar bisa melakukannya, mengikatkan yang bersifat pribadi
dengan yang bersifat kemasyarakatan, antara sejarah kecil dengan sejarah besar.
Hella S Haasse adalah penulis yang punya kemampuan demikian itu. Itulah yang
menyebabkan 'Oeroeg' cocok sekali untuk kampanye 'NEDERLAND LEEST'. Saya
menantikan dengan penuh harapan dan kegembiraan semua pembicaraan dan diskusi
yang dilangsungkan sekitar 'Oeroeg'.


Budayawan terkenal Belanda, Willem Nijholt (kelahiran Indonesia), dalam
pidato-pujian terhadap Hella S Haasse dan bukunya 'Oeroeg', menyatakan a.l: Saya
baca buku itu dan segera berkesan -- buku tsb kuat sekali, selalu lebih indah.
Juga, karena semakin dikenal begitu banyak mengenai persahabtan semasa muda
mereka. . . . (Oeroeg dan Johan) dengan perasaan yang tak enak saya baca habis
buku itu. Sampai pada suatu titik, terjadinya perpisahan yang tak bisa dicegah.
Tokh hal itu datangnya seperti suatu jeweran di telinga saya. Saya tersedu
sedan. . . .


Ketika itu saya berharap dan ingin tau dan ingin sekali mendapatkan suatu akhir
yang baik. Sekarang setengah abad kemudian ketika membacanya kembali (dan dalam
pada itu dengan baik mengenal cerita dan pribadi Hella S Haasse, saya
pertama-tama melihat bahwa cerita tsb tidak diakhiri dengan suatu penutup yang
bahagia (tanpa 'happy end'). Perhatian saya terutama tertuju pada cara penulis
menuangkannya dalam bahasa Belanda yang tak ada tara keindahannya. Dan saya
sadari bahwa penulis (Hella Haasse) dalam pribadi Oeroeg sejak semula
memperdengarkan, bahwa seperti halnya Tong Tong (kentongan) memberitakan kepada
penduduk agar waspada terhadap musibah, bahwa ada suatu kekuasaan, suatu nasib,
dimana manusia tidak sedikitpun dapat mengubahnya. Satu-satunya yang dapat
dilakukan oleh manusia, ialah manampung nasib itu dalam literatur yang indah --
sebagaimana halnya Hella Haasse melakukannya dalam OEROEG.

* * *

Dalam film 'OEROEG' (1993) yang dibuat berdasarkan novel Hel S. Haasse --
penutup cerita berbeda dengan novel OEROEG karya Hella Haase. Latar belakang dan
garis merah situasi dan perkembangan politik antara Nederland dan Indonesia,
jelas hadir di situ. Dalam film OEROEG, cerita dibikin sedikit banyak berakhir
dengan suatu rasa persahabatan yang tak lekang panas, jarak maupun waktu antara
pemuda Belanda Johan -- anggota tentara Belanda KL -- dengan pemuda Indonesia
Oeroeg --yang sudah mendewasa menjadi prajurit kekuatan bersenjata Republik
Indonesia --.


Oeroeg menjadi tawanan tentara Belanda dan Johan jadi tawanan TNI. Melalui
perantara internasional, tawanan-tawanan tsb dipertukarkan. Di situ Johan
bertemu kembali dengan Oeroeg. Sedjak kembali ke Indonesia sebagai anggota
tentara 'Divisi 7 Desember' Tentara Kerajaan Belanda, Johan tak henti usaha
mencari ingin bertemu kembali dengan sahabat karib lamanya yang sudah seperti
saudara kandungnya sendiri itu.

Banyak manfaatnya untuk memberikan agak lebih banyak perhatian pada masalah 'Jembatan Haridepan Hubungan Baik Indonesia-Nederland'. Ini menyangkut sejarah dua negeri. Di satu fihak sejarah hubungan dua bangsa, Indonesia-Belanda, seolah-olah sudah jelas bagi semua. Tak ada soal atau 'ganjelan' lagi. Namun, di lain fihak kita dapati berbagai interpretasi. Diucapkan dan ditulis. Yang bukan saja berbeda. Tetapi, sering bertolak-belakang.


Bagi 'kita-kita' ini soalnya sudah lama jelas! Bagi sementara orang Indonesia, soalnya masih juga belum jelas, rupanya! Seperti tampak dalam reaksi mereka a.l terhadap 'Persetujuan Linggarjati' antara Nederland dan Republik Indonesia, 1946.

Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia dan Belanda adalah dua negeri, dua negara, dua bangsa dan dua kebudayaan. Bahkan sejak hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, nasion Indonesia sudah lahir dan terus berjuang, sebagai satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air – INDONESIA. Begitu pemahaman, pegangan dan keyakinan kita. Kita tak akan beranjak dari pendirian ini. Pidato Bung Karno 'LAHIRNYA PANCASILA', 1 Juni 1945, dan UUD RI 1945, sudah dengan jelas dan tegas menyimpulkan, memakukan dan mengukuhkan pendirian bangsa ini.


Tetapi bagi sementara fihak di Belanda, dan entah dimana lagi, tidak demikian halnya. Dalam waktu panjang mereka bertahan bahwa negara Indonesia yang merdeka adalah Republik Indonesia Serikat – RIS, yang lahir di bumi ini pada . . . . . tanggal 27 Desember 1949. Yaitu pada waktu pemerintah Den Haag, 'menyerahkan kedaulatan Hindia Belanda kepada Republik Indonesia Serikat. Itu berlangsung melalui pelaksanaan Persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB) – 1949. Peristiwa itu dipopulerkan dengan nama 'Penyerahan Kedaulatan'.

* * *

Novel Hella S. Haasse mengisahkan pengalaman dan perasaan persahabatan 'bocah' Indonesia anak mandor perkebunan, 'Oeroeg' – – – dengan 'sinyo' Belanda, Johan, anak administratur perkebunan. Persahabatan itu berakhir dengan 'tragis' dan 'tak terelakkan'. Begitu komentar Philip Freriks, Ambasador kampanye 'Nederland Leest' kali ini. Hella S Haasse sendiri mengatakan bahwa ia 'tidak bisa memahami 'Oeroeg' – yang sudah berubah, meninggalkan persahabatanya dengan sinyo Johan. Hella S. Haasse yang bicara melalui Johan, tidak bisa faham bahwa bangsa Indonesia sudah menyatakan diri bebas dari kekuasaan kolonial Belanda.

Tulis Hella S. Haase a.l : --

Saya hanya ingin membuat sebuah laporan tentang kehidupan bersama selama masa bocah, yang sekarang ini hilang tanpa jejak. Seakan-akan asap yang lenyap ditiup angin. (Perkebunan teh) Kebon Jati adalah kenang-kenangan . . . . Dan Oeroeg tak akan saya jumpai lagi. Tak perlu lagi saya akui di sini bahwa saya tidak memahami OEROEG. Saya mengenalnya, seperti saya mengenal Telaga Hideung – sebuah permukaan air yang berkaca-kaca. Kedalamannya tak akan pernah bisa saya duga. Apakah sekarang ini sudah terlambat? Apakah saya selamanya adalah seorang asing di negeri tempat kelahiran saya, di bumi dari mana saya tidak mau dipindahkan? Hanyalah waktu yang bisa memberikan jawabnya. Demikian, a.l novel Hella S Haasse 'Oeroeg'. Yang bicara pada akhir novel adalah Johan, sinyo Belanda yang sudah berpakaian seragam Divisi 7 Desember KL. Namun, di dalam noval sini, Johan adalah Hella S. Haasse. Betapapun, – – – – sungguh indah Hella Haase menuangkannya dalam novelnya itu.


Novel Haasse itu ditulis tahun1948. Ketika 'bentrokan' antra Indonesia dan Belanda, masih 'panas-panasnya'. Meskipun sudah ada Linggardjati dan kemudian Renville.

Sungguh masih panas. Sehingga akan naif sekali bicara soal adanya JEMBATAN BAGI HARIDEPAN HUBUNGAN INDONESIA – BELANDA.

* * *

Hella S Haase tahun 1948, ketika menulis novel debutnya – 'Oeroeg', tidak bisa dikatakan seratus persen sama dengan Hella S Haase tahun 1993, setengah abad lebih kemudian, ketika film 'Oeroeg' diproduksi. Novel tsb adalah debut buku roman Haase. Waktu itu Haasse masih muda remaja – 30 th. Haasse merasa kehilangan sahabat karibnya yang lahir spontan sejak masa mudanya. Johan atau Haasse mengkhawatir akam 'kehilangan' pengertian tentang negeri tempat kelahirannya: INDONESIA yang dicintainya.

* * *

Lebih setengah abad kemudian – 1993, muncul film 'OEROEG' yang didasarkan dan bertolak dari NOVEL 'OEROEG' karya Hella S Haase tahun 1948. Judul cerita sama. Tetapi hakikatnya dua cerita itu amat berbeda. Film 'OEROEG' yang disutradarai oleh regisur Hans Hykelma, menyoroti persahabatan dua 'pemuda', Johan dan Oeroeg, SAMASEKALI BERBEDA. Yaitu dari perspektif yang LEBIH BERSIFAT POLITIS.


Demikian tegasnya 'benang merah politik' yang menjelujuri dan mengakhiri film tsb -- dan juga karena cerita yang disuguhkan boleh dibilang tak berbeda jauh dengan realita hubungan Indonesia-Belanda ketika itu. Sehingga dari fihak Belanda ada yang mengajukan apakah film OEROEG itu

b i s a digunakan sebagai sumber sejarah?

* * *

Untuk jelasnya: Singkatnya film '
Oeroeg' mengisahkan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Johan adalah anak administratur perkebunan di sekitar Sukabumi. Oeroeg adalah anak mandor perkebunan tsb. Johan dan Oeroeg bersahabat kental. Seakan-akan seperti saudara sekandung saja. Untuk maksud studi Johan berangkat ke Delft, Nederland. Delapan tahun kemudian ia kembali ke Jawa sebagai militer Belanda. Tiba di Indonesia ia mendapatkan bapaknya dibunuh. Johan menduga bapaknya dibunuh oleh Oeroeg, yang sudah lama tidak dijumpainya lagi.


Oeroeg telah menjadi anggota kekuatan bersenjata Republik Indonesia, TNI. Di sinilah Johan dan Oeroeg bertemu lagi. Johan kemudian ditawan oleh TNI ketika sedang berusaha mencari dimana Oeroeg. Johan ingin tau benarkah Oeroeg yang membunuh bapaknya. Ternyata kemudian dugaan Johan itu keliru.

Kemudian melalui perantara internasional diadakan pertukaran tawanan perang. Di sebuah jembatan di daerah Kebon Jati, ketika pertukaran tawanan itu berlangsung, di situlah Johan dan
Oeroeg bertemu muka kembali. Seolah-olah mereka berpisah sebagai dua pemuda yang mengidap dendam satu sama lain. Tetapi tidak demikian akhir film. Tiba-tiba Johan mengeluarkan sebuah arloji, warisan keluarganya, dan diberikan kepada Oeroeg. Oeroeg ragu-ragu menerimanya. Kemudian tokh menerimanya. Johan bertanya: Apakah kita masih tetap bersahabat. Jawab Oeroeg:

KAPAN SAJA DAN DIMANA SAJA PERKSAHABTAN KITA AKAN ABADI.

Tetapi, jangan dilupakan. Ketika mereka pernah jumpa sesudah masing-masing berada di fihak yang berlawanan.
Oeroeg tegas mengatakan bahwa kita, kau Johan dan saya Oeroeg, hanya bisa meneruskan hubungan persahabatan kita, bila kita ada dalam posisi yang sama derajat. Jelas yang dimaksud Oeroeg, ialah, jika Belanda menganggap Indonesia sebagai fihak yang SAMA DERAJAT. Meskipun tidak memberikan jawaban , tetapi Johan mengerti message yang diutarakan Oeroeg.

Juga pada suatu peretemuan antara Johan dengan salah seorang anggota keluarga
Oeroeg, terjadi dialog yang menarik. Johan mendesak ingin tau dimana Oeroeg. Keluarga Oeroeg bertahan, mengatakan bahwa mereka idak tau dimana Oeroeg. Untuk mendekatkan perasaan mereka, mengingatkan akan kenangan indah persahabtan masa dulu. Terhadap ucapan Johan, wanita anggota keluarga Oeroeg, dengan tegas menyatakan bahwa KENANGAN MASA LAMPAUA MASING-MASING KITA ADALAH BERBEDA. Ini juga merupakan teguran yang sarat dengan muatan politik. Latar belakang inilah yang memberikan pengertian kepada Johan, bahwa pesahatan mereka itu, hanya bisa diteruskan ATAS DASAR KEDUDUKAN YANG SAMA DERAJAT.


* * *

Tibalah kita pada kesimpulan bahwa novel
Hella S. Haasse OEROEG yang memberikan dasar dan titik tolak pemahaman hubungan Indonesia-Belanda. Tetapi adalah film OEROEG, yang menarik keatas isi dan mutu cerita menjadi suatu kesimpulan yang benar dan wajar. Obyektif dan historis.

Yang menarik ialah bahwa
Hella S. Haasse, tidak mengajukan keberatan apa-apa terhadap perkembangan novel debutnya Oeroeg mnjadi film yang lengkap dan BERNUANSA POLITIK. Bisa juga disimpulkan bahwa Hella S. Haasse memberikan kebebasan kepada sutradara untuk mengangak ceritanya sedemikian rupa sehingga tiba pada suatu kesimpulan yang positif. Tidak pesimis seperti di dalam novel Oeroeg.

Dengan rasa puas bisa pula kita katakan di sini: Adalah mantan Menlu Belanda BENBOT, yang mengembangkan lebih lanjut pengertian tepat mengenai hubungan Indonesia-Belanda, dengan pernyataanya yang MENGAKUI BAHWA REPUBLIK INDONESIA sudah berdiri sejak PROKLMASI KEMERDEKAAN INDONESIA, 17 AGUSTUS 1945.

Bicara mengenai JEMBATAN BAGI HARI DEPAN HUBUNGAN INDONESIA – BELANDA:
Hella S Haasse, sutradara Hans Hykelma dan Menlu Belanda Ben Bot, --- mereka-mereka itulah yang merintis JEMBATAN Bagi HARI DEPAN HUBUNGAN SALING MENGERTI DAN SALING MENGHARGAI antara INDONESIA DAN BELANDA. (Selesai) * * *