Tuesday, February 28, 2012

MENELAAH MITOS-REKAYASA DLM SEJARAH BANGSA:

Kolom IBRAHIM ISA

Selasa, 28 Februari 2012

-------------------------------


MENELAAH MITOS-REKAYASA DLM SEJARAH BANGSA:

SIAPA PAHLAWAN, SIAPA BUKAN PAHLAWAN


Di negeri kita, -- ini soal besar!

Sejak Presiden Suharto digulingkan oleh kekuatan gerakan massa luas yang menggelora menuntut turunnya Suharto dan diberlakukannya Reformasi dan Demokrasi, masalah ini, -- masalah siapa jadi pahlawan nasional, --- Sebentar jadi hangat. Sebenar meredup.


Begitu nama Suharto dilemparkan ke tengah-tengah publik, sebagai calon pahlawan nasional untuk dinobatkan oleh Presiden SBY, -- ramailah yang pro dan kontra saling mengajukan alasan, dan argumentasi mengapa membela dan mengapa menolak. Sunguh menarik menyaksikan betapa bernafsunya para pembela dan pendukung Suharto berusaha mati-matian, agar Suharto dinobatkan jadi pahlawan nasional.


Orang jadi bertanya-tannya apa sesungguhya latar belakar dari tuntutan agar Suharto dinobatkan jadi pahlawan nasional. Padahal ketika masih hidup menjelang beliau meninggal dunia, urusannya adalah mondar-mandir antara ruang pengadilan karena tuntutan masalah korupsi, – – – dan rumah sakit. Bolak-balik kalau sidang pengadilan mau dimulai lagi, Suharto jatuh sakit lagi.


* * *


Terutama menjelang diperingatinya Hari Nasional Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus . . . . Sementara fihak, terutama Golkar, dan yang berdiri dibelakangnya serta yang mendukungnya, tak jemu-jemunya dan tak bosan-bosannya MENGAJUKAN AGAR SUHARTO DIBENUM JADI PAHLAWAN NASIONAL.


* * *


Di negeri kita telah dibangun khusus sebuah TAMAN MAKAM PAHLAWAN di Kalibata. Mereka-mereka yang dianggap punya syarat untuk dimakamkan di Taman Pahlawan itu, akan dimakamkan di situ atas keputusan pemerintah yang sedang berkusa. Meskipun tidak mesti yang dimakamkan di Tamah Pahlawan itu benar-benar sudah dianugerahi titel Pahlawan Nasional. Tetapi paling tidak nama PAHLAWAN itu melekat juga pada insan yang dimakamkan di situ.


Tetapi Jendral Suharto, tidak dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata. Kiranya ia berfikir: Taman Pahlawan Kalibata itu, terlalu sederhana dan terlalu simpel baginya. Suharto jauh-jauh hari telah mempersiapkan kuburannya jauh di atas sebuah bukit yang megah dan tersendiri. Tidak bersama rakyat dan juga tidak bersama tokoh-tokoh nasional lainnya yang dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata . Atau memang Suharto enggan dikubur di Taman Pahlawan, yang di situ ada Komunisnya seperti yang namanya ALIMIN.


Alimin, adalah salah seorang pendiri dan pemimpin PKI sejak lahirnya PKI, atas keputusan Presiden Sukarno dimakamkan di Taman Pahlawan. Terang dia seorang gembong Komunis. Jenderal Suharto dan rezim Orba yang dari ujung rambut sampai ke telapak kaki, ADALAH MUSUHYA KOMUNIS, adalah ANTI KOMUNIS, tidak punya nyali, untuk, misalnya, membongkar makam Alimin, dan memindahkannya dari situ.


Ada tokoh KIRI lainnya, beliau adalah Ir Setiadi Reksoporodjo, Beliau juga dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata. Itu terjadi sesudah Suharto turun panggung. Ir Setiadi adalah mantan pimpinan PESINDO, suatu kekuatan revolusi Agustus yang tangguh. Ir Setiadi juga duduk dalam Kabinet Presidensil Sukarno setelah berdirinya Republik Indonesia. Ir Setiadi lagi-lagi oleh Presiden Sukarno diikutsertkan dalam Kabinet Seratus Menteri (1966) menjadi Menteri Listrik Negara. Ia tak luput dari 'pembersihan golongan Kiri' yang dilancarkan oleh tentara di bawah Jendral Suharto. Setiadi dijebloskan dalam penjara Orba, karena dia dianggap pendukung Presiden Sukarno.


Lalu, Suharto dilorot massa. Ketika Ir Setiadi meninggal dunia pemerintah memutuskan beliau dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata. Bersama putra beliau Witaryono, -- Murti dan aku tahun lalu mengunjungi makam Mas Setiadi di Taman Pahlawan Kalibata.


* * *


Mungkin situasi ini yang dirasakan RISIH oleh para pendukung, pembela dan pengagum Suharto, yaitu: Di satu fihak ketika beliau meninggal dunia, Suharto,sebenarnya baru mulai diurus perkaranya oleh pengadilan yang menuntutnya sekitar kasus KORUPSI. Di fihak lain, ketika meninggal dunia, Suharto juga tidak dimakamkan di Taman Pahlawan.


Apapun argumentasi dan pembelaan yang dilakukan oleh mereka-mereka yang ingin agar Suharto dinobatkan menjadi pahlawan nasional, ---- Sejarah akhirnya mencatat Peristiwa Tragedi Nasional 1965, dimana telah berlangsung pelanggaran HAM besar-besaran yang dilakukan aparat di bawah Suharto, yang telah menimbulkan korban antara setengah juta sampai tiga juta warga tak bersalah dibunuh tanpa proses peradilan apapun. . . . . . ---


FAKTA SEJARAH INI, tak akan bisa dihapuskan oleh siapapun. DAN FAKTA-FAKTAS SEJARAH ITU AKAN MENUDING dan MENGGUGAT MEREKA-MEREKA YANG TAK TAHU MALU HENDAK MENOBATKAN SUHART0 MENJADI PAHLAWAN NASIONAL


* * *


Bicara soal SIAPA PAHLAWAN DAN SIAPA BUKAN PAHLWAN, sungguh intresan mengikuti apa yang terjadi di Belanda kemarin.


Kita ikuti laporan wartawan “de VOLKSKRANT, Michel Maas, hari Senin tertangal 27 Februari 2012. Tulis Maas a.l.:


Hari ini, dengan dihadiri oleh Putera Mahkota Pangeran Willem Alexander di Den Haag diadakan peringatan Pertempuran Laut Jawa, “Slag in de Javazee, yang berlangsung 70 tahun yang lalu. Hari Minggu yl para pelgrim Belanda di Surabaya mengikuti jejak dari Schout-bij-nacht KAREL DOORMAN. Laksmana Madya Karel Doorman.


Sebelum melanjutkan apa yang ditulis Michel Maas perhatikan judul laporan yang ditulisnya. Ini dia:

'KAREL DOORMAN PAHLWAN? TIDAK' – 'Karel Doorman een held? Nee'. Maas menegaskan bahwa apa yang dilakukan Karel Doorman adalah “Ia mematuhi perintah dan berusaha melakukannya sebaik-baiknya.”


Karel Doorman, memimpin serangan (armada gabungan) Sekutu yang terdiri dari eskader Belanda, Inggris, Amerika dan Australia melawan armada Jepang. Pada tanggal 27 Februari 1942 meletuslah Pertempuran Laut Jawa . Pertempuran tsb adalah salah satu perang laut yang paling lama dalam Perang Dunia II. Semua kapal perang Sekutu ditenggelamkan (Jepang). Dan Karel Doorman bersama 941 personil marine lainnya tewas. Ia menjadi sejarah oleh seruannya: “Saya menyerang, ikuti saya”. Karel Doorman menjadi pahlawan nasional yang terakhir. Demikian tulis Michel Maas.


Nah, disinilah kita tiba di bagian yang interesan dari laporan wartawan Belanda ini. Tulis Maas selanjutnya: ”Haaah, seorang pahlawan. Saya tidak akan menamakannya demikian”, kata Jan Maarten. Karel Doorman bisa saya katakan lebih banyak merupakan korban dari perang itu”. Jan Maarten adalah cucunya Karel Doorman. Ia termasuk rombongan pilgrim yang mengikuti jejak Karel Doorman persis 70 tahun yang dilalui Karel Doorman.


Jan Maarten tidak mau meromantisir, tulis Maas. “Karel Doorman memang orang istimewa. Dan apa yang dilakukannya adalah perbuatan seorang pemberani. Ia mematuhi perintah. Ia telah berusaha keras untuk mengubah perintah itu.Tapi tak berhasil. Lalu ia berusaha keras melakukannya dengan sebaiknya.


Selebihnya (mengenai Karel Doorman) adalah mitos-rekayasa. “Saya menyerang, ikuti saya”, ia tidak pernah berseru demikian. Sebenarnya itu adalah terjemahan dari seruan yang biasa: “All ships follow me”. Kata Jan Maarten Doorman: “Karangan itu sudah sejak tahun limapuluhan dibuatnya. Ketika itu Nederland sedang dalam pembangunan-kembali negeri. Dan memerlukan seseorang. Nah, orang itu jadinya adalah Karel Dorrman. Pertempuran Laut Jawa harus menunjukkan bahwa ada juga sesuatu yang baik yang terjadi di dalam perang keseluruhannya.”


Sesungguhnya, pertempuran itu tidak begitu baik, kata historikus Anselm van der Peet, sorang historikus dari Insituut voor Militaire Historie. Komunikasinya, misalnya, celemotan. Komunikasi kapal-kapal dari berbagai negeri menggunakan frekwensi radio yang berbeda. Dan tidak semua opsir Belanda menguasai bahasa Inggris dengan baik. Dan beerapa kapal telah mengalami kerusakan dalam petempuran sebelumnya. Juga Dick van der Laan tidak mau menyatakan bahwa Karel Doorman itu seorang pahlawan. “Bila seorang laksamana mengatakan, serang dan lakukan pertempuran sampai selesai, lalu kau laksanakan itu. Apakah dengan itu lalu kau jadi pahlawan?”


* * *


Yang perlu diperhatikan di sini, ialah suasana serius tapi santai Michel Maas menulis tentang masalah sejarah. Dan pendapat Jan Maarten, cucu Karel Doorman, serta historikus van der Peet, yang begitu lugu mempersoalkan mitos-rekayasa sekitar Laksamana Madya Karel Doorman (notabene adalah kakeknya sendiri) yang tewas dalam Pertempuran Laut Jawa, 70 tahun yang lalu.


Beginilah cara menelaah dan meninjau kembali sejarah bangsa sendiri. Di satu segi diperlukan kejujuran pada fakta-fakta sejarah. Dan di lain fihak berani mengungkap latar belakar kepentingan politik yang bagaimana yang menyelubungi mitos-rekayasa, bahwa Laksamana Madya Karel Doorman adaalah seorang Pahlawan Nasional.


Dari sini sedikitnya cendekiawan dan para historikus kita bisa menarik manfaatnya tentang cara orang-orang Belanda yang dibicarakan diatas mempersoalkan sejarah bangsanya.


* * *











Monday, February 20, 2012

MENDEWASA, MENDALAM, MENGHARUKAN . . . .

Kolom IBRAHIM ISA

Senin, 20 Februari 2012

-------------------------------


MENDEWASA, MENDALAM, MENGHARUKAN . . . . MENGAGUMKAN, Padahal Baru 14 Tahun Umurnya


Cobalah khayati dua rangkum puisi-puisi Fitri Nganthi Wani (lahir 6 Mei 1989), di bawah ini. Begitu DEWASA, begitu MENDALAM (mengingat usianya), Mengharukan dan Mengagumkan. Padahal ketika menulis puisinya ia baru berusia 14 tahun. Yang pertama berjudul TERIMA KASIH NURANI. Yang kedua KISAH KLASIK BANGSA KITA.


Gemblengan hidup yang keras (diskriminasi dan pengkucilan oleh rezim Orba dn masyarakat, karena bapaknya bernama Widji Thukul. Yang dikenal perlawanannya terhadap rezim Orba dan kemudian tiba-tiba “menghilang” -- karena operasi intel ABRI); --dan bimbingan serta didikan Ibunya kiranya itu yang mempercepat mendewasanya dan kematangan berfikir Wani.


* * *


Puisi-Puisi Wani yang diterbitkan oleh Pusat Sejarah dan Etika Politik Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, dalam tahun 2009, dan diluncurkan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, sekaligus keluar dengan edisi bahasa Inggrisnya dalam sastu buku itu juga.


Maka dipublikasikan disini dua rangkum puisi Wani tsb dengan terjemahannya dalam bahasa Inggris. Bisa saja pembaca kurang mengkhayati makna teks aslinya yang dalam bahasa Indonesia, tetapi, ketika membaca terjemahannya dalam bahasa Inggris menjadi jelas. Tapi pambaca juga bisa beranggapan bahwa terjemahannya dalam bahasa Inggris lebih jelas. Atau, menganggap terjemahan bahasa Inggrisnya, tidak seperti yang dimaksudkan penulisnya.


Inilah puisi Wani dalam teks aslinya:



TERIMA KASIH NURANI


Rasanya benci kini selimuti aku

Kala ini aku tak dipercaya

Dan ada kalanya Tuhan diam

Tapi, mengapa slalu terjadi?


Aku ingin suarakan kebenaran

Tapi kini semua tak percaya mulutku

Semua tak inginkan aku

Atau mungkin aku diciptakan untuk itu?


Saat ini kusendiri dalam sepi

Dan tak mau diganggu saat terdiam

mungkin saat itu khayalan menjemputku

bawa aku ke negeri kebenaran

Dimana semua percaya dan hargai pendapatku


Tapi nurani buyarkan kesunyianku

Ia melegakanku

Ia percaya padaku dan berbisik :

orang tak kan hidup tanpa masalah

jadi, hadapilah semua ini !!”


* * *


Kedewasaan penulis puisi tsb diatas, jelas sekali diekspresikan pada akhir puisinya:


orang tak kan hidup tanpa masalah

jadi, hadapilah semua ini!!”


* * *


Teks bahasa Inggrisnya


THANK YOU INNER SELF

< Wani, 18 October 2003>


At present I am cloaked in hatred

No one now believes in me

And sometimes God is silent

But, why does this happen?


I want to voice the truth

But no one now believes my mouth

No one wants me

Perhaps I was created for this?


This moment I too am quite

And don't wish to be disturbed whilst silent

Perhaps now a fantasy will meet me

And take me to a righteous country

Where all believe in me and value my opinions


But my inner self disrupt my solitude

I gives me respite

It believes in me and whispers:

'People will never live without problems

So, face them all!!


* * *


Berikutnya:



KISAH KLASIK BANGSA KITA


Bangsa ini sudah lama terdiam

Masih percaya sang waktu tentukan nasib

Masih diperbudak oleh penindasan

Slalu menghamba pada ketakutan


Renungkanlah!! Negara ini belum merdeka

Bila semua beranggap

Yang berkuasalah yang terbenar

Otak dipakai berpikir

Tangan dipakai untuk menunjuk kebenaran

Gunakan mulut untuk suarakan kebebasanmu

Ingatlah, tak ada seorangpun

Yang berhak memperlakukanmu seperti robot


Seseorng yang jalankan pikiranmu

Sesungguhnya ia tak berotak

Yang sembunyikan kebenaran

Ialah tak bertangan

Yang membungkam mulutmu ialah si bodoh

Yang tak tahu kebenaran lebih dari sekedar uang


Ingatlah;

Kisah momok hiyong belum selesai

Jika kau diam tak berlawan

Ia masih inginkan darahmu

Memeras otakmu

Merampas kebebasanmu

Takkan pedulikan walaupun Tuhan tahu


Bila aktivis masih ditangkap karena orasinya

Bila penyair dihilangkan karena puisinya

Bila buruh diperkosa kemudian dibunuh

Karena tuntutan gajinya

Itu tandanya penguasa tak butuh kesejahteraan negara


Dan bila hak azasi masih dianggap racun mematikan

Serta kisah klasik ini masih terus saja dijalankan

Maka, tunjukkan senjata kita :

Perlawanan!!“


* * *


Justru, di penutup puisinya, dimanifestasikan kesadaran mendewasa, yang berbunyi:


Dan bila hak azasi manusia masih dianggap racun mematikan

Serta kisah klasik ini masih terus saja dijalankan

Maka, tunjukkan senjata kta:

Perlawanan!!”


Jelas sekali diekspresikan KEMATANGAN DAN MENDEWASANYA sang Penulis, Fitri Nganthi Wani, yang baru berumur 14 tahun itu.


* * *


Teks Inggrisnya:


OUR NATION'S CLASSIC STORY


This nation has long been silent

Still believing time determines fate

Still enslaves by oppression

Still serving fear


Reflect on this!! This country is yet to be free

If all consider

Those in power are most right

Use your brain to think

Use your hand to point the truth

Use your mouth to voice your freedom

Remember, there is no one at all

Who can rightfully treat you as a robot


Someone who drive your thoughts

He assuredly has no brains

He who hides the truth

Is the one with no hands

He who gags your mouth is the stupid one

He who doesn't know the truth beyond money


Remember;

The story of momok hiyong +) is unfinished

If you are quite and don't resist

He still desires your blood

To milk your brains

To seize your freedom

He won't care even though God knows


If activists are still detained for their speeches

If poets are disappeared because of their poems

If workers are raped then murdered for their wage demands

That's a sign the powerful don't need a prosperous country


And if human rights are still considered deadly poison

While this classic story still rolls on

Then, show our weapons

Resistance!!”


+(a blood thirsty spirit monster)


* * *







Sunday, February 19, 2012

SEMANGAT TOLERAN PEMELUK ISLAM INDONESIA

Kolom IBRAHIM ISA

Minggu, 19 Feb. 2012

---------------------------


MANIFESTASI JIWA dan SEMANGAT TOLERAN PEMELUK ISLAM INDONESIA


Permulaan kalimat-kalimat berikut ini dimaksudkan sebagai 'warming-up'. Untuk memasuki masalah yang tercantum di dalam kalimat-kalimat berikut ini. Yaitu:


Mesjid Istiqlal Jakarta” adalah Manifestasi Jiwa Toleran Pemeluk Islam Indonesia.


* * *


Lakum Dinukum Waliadin” … Artinya “Bagiku Agamaku, Bagimu Agamamu”. Kalimat-kalimat yang dicuplik dari Al Quran ini sering dikutip. Maksudnya menunjukkan bahwa, sesungguhnya Tuhan YME telah memberikan petunjuk kepada ummatnya. Apa petunjuk itu? Yaitu, untuk berpegang pada agama sendiri, dan membiarkan yang beragama lain, beribadah menurut keyakinannya masing-masing.


Perhatikan! – Ketika agama Islam diturunkan, di dunia ini sudah banyak pemeluk agama lainnya. Seperti pemeluk agama Hindu, Budha, ajaran Kong Hutju, Kristen, agama Yahudi,dan banyak keyakinan serta kepercayaan lainnya. Maka petunjuk yang berbunyi “LAKUM DINUKUM WALIADIN”, adalah yang paling sesuai dengan kenyataan kehidupan ketika itu. Memanifestasikan toleransi. Hidup berdampingan secara rukun dan harmonis sebagai insan di bumi ini.


* * *


Benarkah catatan ini: Bahwa lebih banyak dari kalangan pemeluk agama non-Islam yang mengutip ayat-ayat Al Quran tsb. Kebetulan aku sendiri pernah mendengar ceramah seorang pendeta Kristen Protestan, asal Afrika. Ia mengomentari konflik-konflik kekerasan yang terjadi antara sebagian kaum Kristiani dan sebagian kaum Muslim di Nigeria. Yang itu, disebabkan pemikiran dan pengalaman di kedua belah fihak sekitar tekanan dan ancaman oleh masing/masihfihak. Bahkan sampai terjadinya kekerasan dan pembunuhn di antara mereka. Sang pendeta menekankan bahwa ajaran Kristus adalah mengemban dan menyebarkan CINTA da DAMAI DI BUMI ini. Sedangkan dari fihak Islam, sang pendeta mengingatkan bahwa salah satu ajaran Islam adalah “Lakum Dinukum Waliadin”.


Ketika itu memang belum lama terjadi pemboman atas Manhattan Towers, New York, yang membawa korban kurang lebih 3000 jiwa. Lalu pemboman yang terjadi dimana-mana, a.l di Bali. Yang menimulkan koraban tewas ratusan orang. Oleh pelakunya dinyatakankan atas nama agama Islam.


* * *


GUS DUR DAN SEMANGAT TOLERANSI


Namun di negeri kita, Indonesia tercinta, yang mayoritas mutlak penduduknya beragama Islam, ada seorang tokoh agama dan politik, yang sering mengingatkan masyarakat dan bangsa pada jiwa dan semngat toleransi bangsa, sesuai dengan ayat-ayat Al Quran tsb. Tak ada tokoh politik dan agama lainnya yang lebih sering dan secara terus menerus melakukannya, seperti yang dikerjakan oleh mantan Presiden RI ke-Empat, Abdurrahman Wahid. Beliau mengkhotbahkan toleransi dan saling menghormati antar agama yang berbeda-beda.


Manifestasi paling gamblang dari imbauan dan seruan Gus Dur, serta yang kongkret dilaksanakannya, ialah: Perlakuan yang adil sesuai Konstitusi Negara Republik Indonesia, terhadap golongan minoritas di negeri kita. Selama pemerintah Presiden Abdurrahman Wahin, telah dihapuskan perlakuan dikriminasi rasialis terhadap warga Indonesia berasal keturunan Tionghoa.

Beliau telah menghapuskan sejumlah kebijakan dan aturan rezim Orde Baru Suharto yang mendiskriminasi dan mempersekusi warganegara keturunan Tionghoa di Indonesia, sampai-sampai menekan mereka untuk mengganti namanya segala! Juga adalah Presidan Gus Dur yang memulihkan kembali perayaan Imlek dst.


Juga terhadap minoritas agama, seperti pengikut aliran Ahmadiyah. Gus Dur menganjurkan bersikap toleran dan adil, karena mereka dilindungi oleh Konstitusi Negara. Beliau menekankan bahwa Islam bersikap toleran terhadap agama lainnya! “Selama saya masih hidup, saya harus membela hak hidup anggotga-anggota Muhammadiyah, atas dasar Konsittusi”, kata Gus Dur.


Demikian konsistennya Gus Dur mengenai keharusan umat Islam toleran terhadap agama lain, sehingga di luarngeri beliau dijuluki sebagai “Nabi” , “Prophet” yang selalu mengajarkan toleransi dan harmoni antar-agama, serta bersikap saling menghormati terhadap agama masing-masing.


Prof. Mudathir A. Rahim dari International Institute of Islamic Thought and Civilization, Malaysia,

pernah menjuluki Gus Dur sebagai tokoh kuat yang telah membantu memberikan pengertian yang benar tentang Islam. Prof A. Said dari Universitas Melbourne menyatakan: Wahid telah memainkan peranan kunci dalam mengkontekstualkan semangat universal dari Al Qur'an. Beberapa cendekiawan internasional lainnya menyatakan apriasi dan penghormatan mereka terhadap Gus Dur. Karena beliau tak jemu-jemunya, sebagai guru-bangsa, mengajarkan toleransi dan harmoni dalam kehidupan pelbagai agama dan keyakinan hidup lainnya.


Sejak meninggalnya Gus Dur, disayangkan di kalangan pemimpin agama dan tokoh-tokoh politik dewasa ini, boleh dibilang tak ada yang konsisten membela semangat dan jiwa toleransi banga.


* * *


Tibalah kita pada contoh lainnya, yang begitu gamblang dan menonjol mengenai SEMANGAT DAN JIWA TOLERAN BANGSA INDONESIA, berkenaan dengan hubungan pelbagai agama.


Contoh dan kesaksian menonjol tsb adalah dibangunnya MESJID ISTILAL JAKARTA. Tidak terduga bahwa perancang tempat ibadah Islam terbesar di Asia Tenggara adalah seorang bergama Kristen, bernama Frederick SILABAN.


Dari kenyataan itu bisa dilihat pelbagai segi yang menonjol dari kesedaran beragama dan jiwa toleran bangsa dari pelbagai tokoh agama Isalm serta politik ketika itu. Di satu fihak Presiden Sukarno pribadi turun tangan dalam kegiatan pembangunan MESJID ISTIQLAL, Beliau duduk dalam panitianya dan juga dalam dewan juri yang memilih rancangan arsitek mana yang akhirnya dipilih. Dan mereka memilih seorang SILABAN yang beragama Kristen. Bukankah ini menunjukkan semangat toleran dan jiwa persatuan bangsa yang amat menonjol?


Di lain fihak bisa disaksikan betapa jiwa dan semangat toleran dan persatuan bangsa dari arsitek SILBAN. Ia beragama Kristen, tapi ambil bagian langsung dan aktif sekali dalam pembngunan sebuah tempat beribadah yang beragama ISLAM, yang lain dari agamanya sendiri.


Segi lainnya: Mesjid Istiqlal Jakarta dibangun tidak jauh dengan Gereja Katolik KATEDRAL. Hal ini menunjukkan atau hendak menunjukkan kepada bangsa, tanah air dan mancanegara, bahwa bangsa Indonesia benar-benar berjiwa dan besemangat TOLERAN antara pelbagai agama yang berbeda. Suatu perlambang harmoni antar ummat!


* * *


Maka tindakan intimidasi, kekerasan an penganiayaan sampai-sampai melakukan pembantaian dalam kehidupan beragama, adalah BERTENTANGN SAMASEKALI dengan semangat dan jiwa toleran dan harmoni antara sesama ummat. Yang telah dibina dan dibela, menjadi pendirian tradisionil bangsa Indonesia!


* * *




















Friday, February 17, 2012

PUISI-PUISINYA FITRI NGANTHI WANI - 4 -

IBRAHIM ISA

Jum'at, 17 Februari 2012

<http://ibrahimisa.blogspot.com/



PUISI-PUISINYA FITRI NGANTHI WANI – Putrinya Widji Thukul - ( 4 )



Ini rentetan ke-empat, tulisan sekitar buku FITRI NGANTHI WANI – putrinya Widji Thukul, berjudul “SELEPAS BAPAKKU HILANG” -- yang diterbitkan oleh Pusat Sejarah dan Etika Politik (Pusdep) Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (2009). Kukirmkan khusus artikel tsb kepada sahabat karibku Prof Dr Baskara Wardaya, yang kini sedang berkarya di Amerika.



Signifikan sekali, ----- apa yang disampaikan Prof Dr Baskara Wardaya kepadaku a.l sbb:



Ketika buku "Selepas Bapakku Hilang" itu kami luncurkan di TIM Jakarta, yang hadir ada banyak sekali. Salah satunya adalah penyanyi Iwan Fals. Terkesan oleh puisi-puisi Wani beliau menggubah sebuah lagu berdasarkan puisi Wani yang berjudul "Pulanglah, Pak".



Dan ternyata lagu itu ada di YouTube... Sayang sekali ini hasil rekaman biasa, sehingga kurang tampak profesional. Namun setidaknya bisa memberi gambaran.

Silakan klik link nya http://www.youtube.com/watch?v=rJ52WxzjovU



Ada juga yang ini: http://www.youtube.com/watch?v=AIaAsWVTTMk



* * *



Dalam kolom ini disiarkan selanjutnya tiga rangkum lagi puisi WANI dari Buku “SELEPAS BAPAKKU HILANG” -- Puisi-Puisi Fitri Nganthi Wani, yaitu:



IMPIAN MASA KECILKU, --

BERIKAN AKU KEADILAN, dan

RENUNGAN INDAHNYA PERBEDAAN



* * *



IMPIAN MASA KECILKU

(bila hujan sturun)



Bila hujan turun

Aku ingin membangun gedung tuk berlindung

Aku ingin daerah yang sering banjir

Kubangun gedung tuk berlindug

Aku ingin mereka gembira

Dari hujan yang membawa bencana



Bila hujan turun

Aku selalu berdoa pada Tuhan Yang Maha Esa

Agar menghentikan bencana

Apakah Tuhan marah?

Karena banyak orang serakah

Karena banyak orang menjarah tanah

Banyak orang menjadi miskin kehilangan tanah



Bila hujan turun

Aku ingin Tuhan menyadarkan orang-orang tak

berperikemanusiaan

Orang-orang yang selalu ingin menang



Bila hujan turun

Aku ingin Tuhan mengabulkan doaku



22 Desember 2000





BERIKAN AKU KEADILAN


Saat ini malam kian sepi

Mataku tak sanggup terpejam

Pikiranku kacau, membayang masa-masa itu

Masa rumahku digrebeg polisi

Karena bapakku terlampau berani

Suarakan nasib rakyat dalam puisi



Aku juga terngiang

Kala ibuku mati-matian berjuang

Demi kehidupan kami

Demi kehidupan kami ia berdagng pakaian

Lari sana lari sini

Demi kehidupan yang lebih berarti



Kini sekian tahun sudah bapakku menghilang

Keluargaku tak lengkap, ibuku banting tulang

Dengan peluh-peluh asanya ibu dapatkan uang



Akupun teringat adikku

Ia relakan sepedanya untuk modal ibu

Namun selalu ceria hadapi masa kanak-kanaknya



Tuhan, aku tahu inilah cobaan

Lewat penguasa yang kikir dan hidup senang



Keluargaku terinjak penuh kesedihan

Tuhan, bisikkan pada nurani mereka

Tuk berikan keluargaku

Keadilan yang sempurna . . .



3 Februari 2001





RENUNGKAN INDAHNYA PERBEDAAN



Mata ini menatap gerombolan bocah cilik

Membuat bibir ingin tersenyum

Namun sekejap djiwaku terhenjak

Mendengar kata-kata keluar dari mulut mereka

Bantai Yahudi Sekarang Juga”



Mereka bocah seusiaku

Yang mungkin tak tahu maksud kata-kata itu

Mengapa mereka terperdaya?



Hujan lebat angin menggelebat

Menerbangkan peringtgn pada kita

Apa gunanya Islam bila hati kita masih kelam?

Apa gunanya Katholik bila sifat masih picik?

Apa gunanya Hindu bila pertengkaran jadi candu?

Apa guna semua bila kita tak bisa bersatu?



Semua memang berbeda tapi pun sama

Semua tertuju pada Tuhan

Memuliakan namaNya

Yang kan terlihat indah

Bila semua agama

Mau saling menerima



12 April 2002



* * *











APRIL YAD "EDISI CETAK MAJALAH HISTORIA"

PERHATIKAN-PERHATIAN !!-

AKAN TERBIT APRIL YAD

"EDISI CETAK MAJALAH HISTORIA"

Bonnie Dear dan sahabat-sahabatku di HISTORIA ONLINE

yang menjelmakan EDIISI CETAK "MAJALAH HISTORIA" -

SELAMAT, SELAMAT!

Kunantikan April lahirnya Majalah Historia, edisi cetak. Supaya masyarakat yang memang haus segala sesuatu yang menyangkut sejarah bangsa ini, mendapat sajian baru:

Seperti diungkapkan Bonnie, "artikel sejarah yang renyah, desain yang gurih dan menghibur. Bacaan alternatif dan inspiratif bagi Anda yang sudah jenuh membaca berita hiruk-pikuk di Republik ini."

BRAVO BONNIE!!

Aku akan mendaftar sebagai subscriber.

Daag!

Amsterdam, Jum'at 17 Februari 2012

Tuesday, February 14, 2012

Sekitar “DEMOKRASI”

Kolom IBRAHIM ISA

Selasa, 14 Februari 2012

------------------------------

http://ibrahimisa.blogspot.com/



Sekitar “DEMOKRASI”

Pagi ini, Selasa, jam 10.15 teks di bawah ini disiarkan di “FACEBOOK”.



Sekarang disiarkan ulang di malinglist internet. Agar bisa memancing pemikiran yang kritis dan serius -- di kalangan aktivis dan pemeduli DEMOKRASI di negeri kita.Termasuk sejarawan muda seperti Aswi Adam dan Bonnie Triyana.



Inilah tulisan yang dimasukkan di Facebook pagi ini:



* * *



SELAMAT PAGI


Ini ada satu pemikiran sekitar Hak-hak Demokrasi dan FPI.



Menurut aturan-main Demokrasi, a.l. yang penting, -- kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berorganisasi, berparpol, pemilu, berdemo, mogok, menerbitkan dst . . . ITU SEMUA DIJAMIN oleh UUD dan serentetan uu-nya.

Menurut aturan-main Demokrasi, makanya melarang tanpa proses hukum yang adil, -- parpol-parpol Masyumi, PSI dan Murba, adalah bertentangan dengan aturan-main Demokrasi.



Kita mau Demokrasi tokh?

Maka TAP-MPRS XXV,1966, --- melarang PKI dll ormas, tanpa proses pengadilan yang bener, --- Apalagi dengan pembunuhan masal, ADALAH SALAH!

SUATU PELANGGARAN HAM YG AMAT BERAT!!

Sekarang ada situasi masyarakat luas menuntut FPI dilarang!! Menurut aturan-main Demokrasi, itu hanya bisa melalui proses pengadilan yang benar.

Bagaimana pendapat kalian sobat-sobat??



Kita semua menghendaki dan memperjuangkan Demokrasi.



Tapi juga jelas FPI sering sekali bertindak semaunya, -- SAMASEKALI TIDAK PEDULI DENGAN DEMOKRASI!!



* * *



Monday, February 13, 2012

TERGUGGAH OLEH PUISI-PUISI FITRI NGANTHI WANI

Kolom IBRAHIM ISA

Senin, 13 Februari, 2012

------------------------------

hhttp://ibrahimisa.blogspot.com/



TERGUGGAH OLEH PUISI-PUISI FITRI NGANTHI WANI – Putrinya WIJI THUKUL

* * *

Pagi ini punya arti penting bagiku!

Mungkin penting sekali.

Karena pagi ini kami, Murti dan aku, selesai membaca bersama (buku) berisi semua puisi-puisi Fitri Nganthi Wani – putrinya Widji Thukul. Kumpulan puisi-puisi Wani, 1999-1007 itu, diterbitkan oleh PUSDEP, Pusat Sejarah Dan Etika Politik Universitas SANATA DHARMA, Yogyakarta (2009)-- Wah, begitu disebut Universitas Sanata Dharma, aku ingat lagi sahabat-karibku Prof. Dr. Baskara T. Wardaya--)

Penting karena aku ingin 'share' dengan pembaca, puisi-puisi seorang (bayangkan) gadis 10 tahun (lahir di Solo, 6 Mei 1989), --- yang ketika itu, masih duduk di SD, sampai jadi mahasiswa Universitas Gajah Mada sekarang ini. Bagaikan mutiara cemerlang yang menginspirasi!



Wani tidak meratapi atau meneyesali nasibnya tetapi BERONTAK BERLAWAN. Mengilhami didikan dan ajaran bapaknya: HARUS BERANI BERLAWAN terhadap ketidak-adilan. Tidak kebetulan Widji Thukul menamakan putrinya WANI. Melalui puisinya Wani berani berlawan terhadap pengkucilan, diskriminasi dan persekusi rezim Orba terhadap bapaknya, keluarganya, ibunya dan terhadap rakyat Indonesia.



Itulah sebabnya --- Karya seni Wani itu begitu mengharukan, menggugah, mempengaruhi dan menginspirasi kami-kami yang sudah gaék-gaék ini. Menakjubkan sekali. Sehingga sempat aku berfikir puisi-puisi Wani itu merupakan seakan monumen perlawanan generasi baru terhadap rezim Orba dan pendukungnya yang masih kuasa sekarang ini, berani berlawan terhadap ketidak adilan yang diderita rakyat sampai kini.!



Apa yang hendak kulakukan ini belum dan juga tidak ada maksud untuk 'lapor dulu' atau mengkonsultasikannya dengan penerbit buku Wani itu, Pusdep Universitas Sanata Dharma,maupun dengan penulisnya. Pokoknya jalan dulu lah. Urusan belakangan, kalau ada yang tak setuju siaran ini.



Mengapa mengharukan? Karena, justru buah pena Wani itu, ditulisnya dalam situasi persekusi rezim Orba, terhadap siapa saja yang berani menentang kesewenang-wenangan, ketidak-adilannya. Kongkritnya a.l. 'menghilangkan' Widji Thukul, bapaknya Wani.







* * *



Yang hendak aku 'sharekan ' dengan pembaca tanpa seizin penerbit dan penulisnya terlebih dahulu, ialah MENYIARKAN SATTU-SATU ATAU DUA-DUA ATAU TIGA-TIGA sekaligus puisi-puisi Wani itu.



Agar pembaca segera bisa mengkhayatinya, dimulai saja dengan Tiga Puisi berikut ini: SURAT BUAT INDONESIA (17 Agustus 1999), PULANGLAH PAK!! ( 15 Mei, 2000) dan MAAFKAN AKU INDONESIA ( 17 Agustus 2000). Ketika itu Wani baru berumur 10-11 tahun).



* * *



SURAT BUAT INDONESIA

Kepada:

Indonesiaku.



Kamulah tempat lahirku

Kamulah tumpah darahku

Wahai Pertiwiku



Inginku mohon padamu

Perhatikan nasib rakyatmu

Mereka tak bisa nikmati hari bahagiamu

Mereka masih menderita

Mereka hanya memikirkan makan untuk keluarga



Sampai di sini dulu permohonanku

Wahai Indonesiaku



17 Agustus 1999



* * *



PULANGLAH PAK !!

Pulanglah, Pak

Kami sekeluarga menunggumu, Pak

Kawan-kawanmu juga menunggumu, Pak



Pulanglah, Pak

Apakah kamu tidak tahu

Indonesia pecah, Pak?



Pipa-pipa menancap di tubuh pertiwi kita

Asap-asap dari pabrik-pabrik

Mengotori pertiwi kita, Pak

Limbah-limbah membuat sungai-sungai

Dan kali-kali tercemar

Kami terpaksa tutup hidung, Pak

Pertiwi kita menangis

Pertiwi kita butuh kamu, Pak



Pulanglah, Pak

Apakah kau tidak ingat aku lagi

Aku anakmu, Pak

Aku, adik, ibu dan semua orang merindukanmu, Pak

Apakah hanya dengan doa-doa saja

Aku harus menunggu?



Penguasa, Kembalikan Bapakku!!!



15 Mei 2000



* * *\



MAAFKAN AKU INDONESIA

Bendera-bendera merah putih

Dipasang di depan rumah-rumah

Melambangkan arti hari bahagia Indonesia



Tapi maafkan aku Indonesia

Karena tak punya bendera

Benderaku hanya dua potong kain bekas

Yang disambung

Yang merah robek seperempat

Tapi dijahit lagi oleh nenekku



Maafkan aku Indonesia

Karena hanya bisa neyanyikan

Lagu Indonesia Raya



Sekali lagi maafkan aku Indonesia

Karena hanya puisi ini

Hadiah yang dapat kuberi.



17 Agustus 2000



* * *



Rangkuman puisi-puisi Wani yang kita baca diatas sungguh mengharukan dan menggetarkan perasaan keadilan yang membacanya. Mengingatkan pembaca bahwa Indonesia sudah merdeka, tapi rakyat masih menderita. Mengingatkan penguasa atas tanggungjawabnya terhadap negeri, bangsa dan rakyat yang masih papa.



Sebuah puisi lagi Wani, kita rasakan betapa rindunya Wani akan Bapaknya yang “HILANG” itu.



Tidak kebetulan bahwa judul bukunya adalah SELEPAS BABAPPKU HILANG.





* * *

Friday, February 10, 2012

IN MEMORIAM A. SUPARDI ADIWIJAYA

IBRAHIM ISA

Jum'at, 10 Februari 2010

-------------------------------


IN MEMORIAM A. SUPARDI ADIWIJAYA


INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAJI'UN !


Sahabat baikku, A. Supardi Adiwijaya, telah berpulang ke Rakhmatullah, pagi ini jam 11 siang. Keluarganya dan kita-kita ini, semua merasa kehilangan. Kehilangan seorang sahabat yang tekun melakukan tugasnya sebagai Redaktur-Senior Rakyat Merdeka jauh dari tanah-air. Masalah-masalah penting menyangkut hubungan Indonesia-Belanda, seperti belakangan ini sekitar kasus RAWAGEDE, dengan sigap dan cepat dilaporkannya. Demikian halnya, a.l yang bersangkutan dengan kasus Rawagede, sekitar poroses dan keputusan Pengadilan Den Haag yang membenarkan tuntutan para janda korban Pembantaian Rawagede, oleh tentara Belanda (1947).


* * *


Bila jumpa dengannya, dimana saja, Bung Supardi selalu menyinggung situasi tanah air dan mencanegara. Ia selalu bicara dengan gairah dan bersemangat begitu pembicaraan mengenai perjuangan bangsa. Bicara bersangkutan dengan Indonesia, Bung Supardi berkali-kali menyatakan kepadaku: “


Bung, saya ini, seharusnyanya kan berada di tanah air Indonesia tercinta. Bersama rakyat melakukan perjuangan demi Reformasi, Demokrasi,Keadilan dan Kemakmuran bagi seluruh rakyat”.


Tetapi karena saya seorang Sukarnois, paspor saya dicabut oleh rezim Orba, selain juga oleh keadaan pengurusan keluarga mengharuskan saya bersama mereka ketika itu, maka saya tidak bisa pulang”. Tetapi, kata Supardi: Dimana saja kita berada, di dalam atau di luarnegeri, bukankah, yang penting adalah memberikan sumbangan menurut kemampuan dan kondisi dalam perjuangan bangsa kita untuk Reformasi, Demokrasi dan pemberlakuan HAM di Indonesia.


Ya, kataku, yang penting adalah ambil bagian kongkrit dalam kegiatan itu. Kegiatan demi perjuangan, dari dulu selalu memerlukan usaha bersama, dimanapun kita berada. Dengan pengertian bahwa yang terutama perjuangan itu dilakukan di Indonesia bersama rakyat.


Ya, kata, Supardi. andil dalam perjuangan ini besar atau kecil, semua itu diperlukan.


* * *


Menuliskan keprihatin mereka, ketika mendengar berita Bung Supardi kena serangan jantung, --- rekan-rekan junior Bung Supardi, di s.k. Rakyat Merdeka menulis: Kami memang merindukan koreksi-koreksi tajam yang hampir setiap hari diutarakannya via telepon. Dalam tiap kesempatan itu, tidak pernah tidak, Pak Pardi menegaskan, "Saya terus pantau dari sini, tetap semangat ya!" .


Pengawasan Pak Pardi yang terus menerus dari jarak ribuan kilometer, membuat kami para juniornya senantiasa terjaga. Di belahan bumi sana, ada pria tua necis yang tidak pernah putus memberikan inspirasi dan teladan.

Keteguhan sikap yang pasti tertangkap dengan mudah oleh siapapun yang pernah bertemu dengannya,


* * *


Bung Supardi juga ambil bagian aktif dalam kegiatan-kegiatan kebudayaan dan kegiatan yang bersifat patriotik yang dilakukan oleh pelbagai organisasi orang-orang Indonesia di Belanda dan Eropah, khususnya yang dilakukan oleh Perhimpunan Persaudaraan di Belanda. Dan ini selalu dilaporkan oleh Bung Supardi di surat kabarnya.


Dalam rangka mempromosi budaya dan kesenian Indonesia, Bung Supardi, aktif mendampingi putrinya, Agustina, yang giat sekali ambil bagian menyemarakkan peringatan-peringatan Hari Nasional 17 Agustus dsb dengan tari-tarian Indonesia yang dikuasai Agustina secara profesional.


* * *


Bung A. Supardi Adiwijaya telah tiada. Kita ikut berbelasungkawa bersama keluarganya dan mengharapkan keluarga yang ditinggalkan tabah melalui hari-hari duka ini.


Semoga arwah Bung A. Supardi Adiwijaya, diterima TUHAN YANG MAHA ESA, di sisi Beliau. Amien.


* * *



Thursday, February 9, 2012

J.P. Coen is ‘De grootste schurk’

Kolom IBRAHIM ISA

Kemis, 09 Februari 2012

------------------------------

http://ibrahimisa.blogspot.com/


VOC Gouverneur-Generaal J.P. Coen is ‘De grootste schurk’

(Untuk PEMBACA BELANDA DAN INDONESIA)


Tulisan di bawah ini, adalah terjemahan ke dalam bahasa Belanda dari teks Kolom Ibrahim Isa, tertanggal 17 Juni 2011. Ada tiga sebab mengapa teks ini disiarkan kembaali. Sekaligus disiarkan terjemahannya ke dalam bahasa Belanda.


Pertama, Diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, karena dirasakan masih perlu bagi banyak orang Belanda, baik mereka-mereka yang dari generasi 'senior', yang pernah mengalami masa “tempo doeloe”, zaman Indonesia oleh dunia Barat di kenal sebagai 'Nederlands Indïe', atau Hindia Belanda --- maupun bagi mereka-mereka yang dari generasi muda. Yang kebanyakan hanya kenal Pulau Bali, 'Borobudur', dan “Toba Meer”.


* * *


Kepada mereka-mereka itu perlu pelan-pelan tetapi konsisten, dijelas-jelaskan, diterang-terangkan, bahwa kolonialisme Belanda atas Indonesia, telah menyebabkan penderitaan dan pengorbanan yang amat besar bagi rakyat Indonesia. Keputusan Pengadilan Den Haag, membenarkan gugatan para janda korban Pembantaian Rawagede oleh tentara Belanda, merupakan pendidikan yang baik bagi masyarakat Belanda, maupun bagi Indonesia, penguasanya khsusunya. Belajar mengakui dosa dan kesalahan yang dilakukan penguasa terhadap rakyat.


Kedua, Mendorong sahabat-sahabat dan cendekiawan Indonesia, khususnya yang menggeluti sejarah Indonesia-Belanda, agar dengan sungguh-sungguh dan terrencana menguasai bahasa Belanda. Karena, hendak belajar sejarah Indonesia, maka sumber utama di macanegara adalah NEGERI BELANDA. Juga orang-orangnya, pakar-pakarnya, masih bisa ditemui dan diajak meriset sama-sama sekitar hubungan Indonesia-Belanda. Di bidang ini masih, boleh dikata, simpang siur tafsiran orang. Termasuk tafsir mengenai peranan, umpamanya, Persetujuan Linggarjati, Renville, maupun Konferensi Meja Bundar. Apalagi mengenai peranan VOC. Tidak kurang dari mantan PM Belanda, Pieter Balkenende, yang menilai peranan VOC sebagai sesuatu yang positif. Harus belajar dari semangat VOC, katanya di muka forum PERINGATAN 400 TAHUN VOC di Den Haag.


Dengan sendirinya, sebagai saran kepada Belanda, khususnya cendekiawannya yang menggeluti masalah Indonesia-Belanda, BELAJARLAH BAHASA INDONESIA baik-baik.


Ketiga, Terus terang! Karena bangga dan ingin “pamer”. “Pamer” bahwa aku berhasil mengajarkan bahasa Indonesia, kepada cucu kami MAYA KEUNING (19), putri si Sulung, Pratiwi Tjandra Rini. Maya kini studi di tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Amsterdam. Kepadanya kuberitahukan bahwa terjemahannya itu, akan disiarkan untuk publik. Sebagai penghargaan dan dorongan agar ia terus belajar bahasa Indonesia. Sampai menguasainya. Ucapannya, intonasinya sudah mirip sekali. Yang masih perlu ditambah adalah khazanah, vocabulary, kata-kata Indonesia. Maya sudah bisa mengkhayati 'logika' bahasa Indonesia. Tahun depan ia hendak berkunjung agak lama ke Indonesia. Mau praktek di salah satu hospital di Indonesia, katanya.


* * *


VOC Gouverneur-Generaal J.P. Coen is ‘De grootste schurk’

Vertaald door Maya Keuning


VOC Gouverneur-Generaal J.P. Coen is ‘De grootste schurk,’ zegt het geweten van de Nederlandse mens.


Zo beschuldigt de Nederlander Jan Pieterszoon Coen (1587-1629) van de VOC. Zo wordt het geweten geuit van de Nederlanders, die respect hebben voor de geschiedenis van de relatie tussen Indonesië en Nederland en daar meer over willen weten. Van hen, die de historische feiten erkennen zoals die zich werkelijk hebben voorgedaan. En dan in het bijzonder de feiten betreffende de periode dat gouverneur-generaal J.P. Coen in dienst was van de machtige VOC in Indonesië.

Het voorgaande schreef Eric van de Beek in de Volkskrant van 12 juli 2011. Verder vond hij: 'iemand als Coen hoor je niet te eren' en 'De tijdsomstandigheden waren geen verzachtende omstandigheden voor de massamoordenaar J.P. Coen.' 'De geschiedenis van ons vaderland kent geen grotere schurk dan deze,' stelt Eric van de Beek.

De woorden die Van de Beek schrijft zijn hard, gedreven door zijn woede en zijn kritiek op de gemeenteraad van Hoorn. De gemeenteraad heeft het verzoek afgewezen om het beeld van voormalig gouverneur-generaal Coen midden in de stad Hoorn te verwijderen, evenals een petitie van Hoornse inwoners. De inwoners beschouwen het beeld van J.P. Coen als onterend voor de goede naam van het Nederlandse volk. Het beeld was door de gemeente Hoorn opgericht ter gelegenheid van de 300ste geboortedag van Coen.

De vraag is nu: waarom wordt Coen geacht onterend te zijn voor de goede naam van het volk? Eric van de Beek schrijft dat deze man de stad Batavia heeft opgericht door het veroveren en platbranden van Jayakarta. Hij heeft daarnaast massamoorden gepleegd op de Banda-eilanden. Toen zijn er in totaal bijna 15.000 Bandanezen vermoord. Coen erkende zelf het volgende: “De inboorlingen sijn meest allen dood door den oorloch, aarmoede ende gebreck vergaen. Zeer weynich isse in de omliggende eilanden ontcomen.”



In feite was er al protest te horen voordat het beeld in Hoorn werd opgericht. In het jaar 1887 schreef een historicus genaamd J.A. van der Chijs het volgende: ‘Ik betwijfel of het oprichten van een beeld voor J.P. Coen nog wel zal worden doorgezet. Aan zijn naam kleeft immers bloed.’ Desondanks stond het ‘vervloekte’ beeld van Coen zes jaar later (1893) midden in de stad. Na de oprichting ontstond veel protest van het volk: er werd meerdere malen over geschreven door de pers en er werden petities getekend tegen het bestaan van het beeld van Coen. Maar de politici en de vertegenwoordigers van Hoorn bleven zich koppig verdedigen. Deze zaak geeft aan hoe groot de invloed en de macht nog is van de conservatieve politiek onder de leiders van Nederland, met inbegrip van de vertegenwoordigers van Hoorn. Er vonden destijds demonstraties plaats waarbij het beeld zelfs beklad werd met verf. Dit laat zien hoe groot de afkeur en de woede is van de inwoners van Hoorn. Waarom wordt er op deze manier eer betoond aan de massamoordenaar J.P. Coen? Eric van de Beek: 'Een massamoordenaar hoort niet te worden geëerd met het oprichten van een standbeeld in het centrum van onze stad'. De directeur van het Westfries Museum verklaarde in het RTL-nieuws: 'Coen was een wreed mens, maar hij was in zijn tijd niet de enige.' Met een diepe zucht sluit Eric van de Beek zijn artikel af: 'In de stad Hoorn staat een standbeeld geweid aan de massamoordenaar Jan Pieterszoon Coen: dit is voer voor psychologen.'


***


Tijdens een bijeenkomst op 21 juni j.l. op het Indonesisch Instituut van Wetenschappen te Jakarta werd het onderwerp 'de relatie tussen Indonesië en Nederland' aangesneden door Asvi Warman Adam. Ik heb toen gezegd dat Jan Pieterszoon Coen, die als gouverneur-generaal van de VOC over ons land heerste, een plunderaar was die met zijn schip vol soldaten naar Indonesië voer om onze rijkdom aan specerijen te roven. Leunend op de armada en het leger van de VOC werd hij een van de leiders van Indonesië. Het is niet toevallig dat het Koninklijke Nederlandsch-Indische Leger in die koloniale periode het leger van de Compagnie werd genoemd door ons volk.

Ik heb naar voren gebracht dat de gegevens over de gruwelijkheden van Coen destijds zeer duidelijk zijn terug te lezen in het boek “De Garoeda en De Ooievaar” van historicus Herman Burgers.

De relatie tussen Indonesië en Nederland is af en toe hecht en kan dan weer zuur zijn. Een zogenaamde ‘hate and love relationship’. De voornaamste oorzaak van deze veranderlijke relatie is enkel en alleen de houding van de leiders in Den Haag. Als er wordt gesproken over een 'love relationship' dan was dat hoogstwaarschijnlijk gedurende de periode van de Orde Baru. Al het kapitaal, de bedrijven en ander 'bezit' van Nederland, zoals de tuinbouw, waren hiervoor genationaliseerd onder leiding van President Sukarno. Tijdens het Orba-regime werd het allemaal teruggegeven aan Nederland.

***

Voorlopig is het niet nodig om de pre-onafhankelijkheidsperiode van Indonesië in het tijdperk van kolonialistisch Nederland te bespreken. Wij beperken ons tot de periode vanaf het einde van de Pacifische Oorlog met de overwinning van de geallieerden op het Keizerrijk Japan. Nederland beschouwde de Proclamatie van de Onafhankelijkheid van Indonesië en daarmee het oprichten van de Republik Indonesia op 17 augustus 1945 als een schending van de soevereiniteit van het koninkrijk Nederland en haar Hindia Belanda.

De Republik Indonesia was volgens Nederland een illegale staat: het schond de Nederlandse constitutie en viel daardoor buiten haar wetten. President Sukarno van de Republik Indonesia werd collaborateur van Japan genoemd, wat van de republiek een Japanse creatie maakte, een marionet. Het gevolg was dat Den Haag de luitenant gouverneur-generaal Van Mook naar Indonesië stuurde, gesteund door zijn leger en de NICA. Zo is in Indonesië het eerste conflict begonnen na de Pacifische Oorlog. Namelijk die van de Indonesische Republiek versus het Nederlands Koninkrijk, die hardnekkig de status quo wilde handhaven.

In die periode was er nooit sprake van een warme en vriendelijke relatie tussen Indonesië en Nederland. Er was altijd wel wat aan de hand. Zoals de betrokkenheid van Nederland bij de coup d'etat van Kapitein Westerling, ook wel de Ratu Adil genoemd. Het Nederlandse beleid, die hardnekkig haar macht wilde behouden over Irian Barat, had tot gevolg dat er een reeks subversieve acties hebben plaatsvonden. Dit was de oorzaak van de volgende lange periode van wrijving in de relatie tussen Indonesië en Nederland.


* * *


Na de reformatie in 1998 was dit nog steeds een hindernis. Een andere belangrijke kwestie was die van de Onafhankelijkheidsdag. Nederland bleef van mening dat Indonesië een onafhankelijk land werd na het ondertekenen van de Overeenkomst van de Rondetafelconferentie. Het ondertekenen werd gevolgd door de soevereiniteitsoverdracht aan de Republiek der Verenigde Staten van Indonesië. Dit vond plaats op 29 december 1949 terwijl wij, het volk van Indonesia, volhouden dat wij een onafhankelijk en soeverein land en volk zijn geworden op een andere dag. Namelijk 17 augustus 1945 toen de onafhankelijkheid van Indonesia werd geproclameerd door Sukarno en Mohammed Hatta. Het maakt niet uit of dit feit wordt erkent of ontkent door Nederland of door wie dan ook.

Er zijn nog verscheidene andere problemen geweest, zoals het zetelen van de regering van de Republiek Zuid Maluku in Nederland, terwijl Nederland alleen een diplomatieke relatie zou hebben met de Republiek Indonesië. Dit was de reden van het afzeggen van het staatsbezoek van president Yudhoyono naar Nederland.

Als je de ontwikkelingen bekijkt in de relatie tussen Indonesië en Nederland kan men concluderen dat er in Nederland nog een conservatieve opinie domineert over de rol van het Nederlandse kolonialisme in Indonesië, over de VOC en over het ontstaan van de Republiek Indonesia op 17 augustus 1945. Met name in de kringen van machthebbers.

Tegelijkertijd begint er ook een objectieve en realistische visie op te komen in de kringen van Nederlandse geleerden en historici. Dit wordt onder andere weerspiegeld in het artikel van Eric van de Beek en in het boek van historicus Herman Burgers over de geschiedenis van de relatie tussen Indonesië en Nederland.


* * *


Kolom IBRAHIM ISA
Minggu, 17 Juli 2011
---------------------------


Gubernur Jendral VOC J.P. COEN (1587-1629), -Adalah BAJINGAN PALING
BESAR, -- Kata Hati Nurani Orang Belanda


Kalimat-kalimat tsb diatas adalah pernyataan orang Belanda sendiri.
Begitulah cetusan hati nurani orang Belanda yang mau tau, dan merespek
sejarah hubungan Indonesia-Belanda. Yang mau mengakui fakta-fakta
sejarah sebagaimana apa adanya. Khususnya yang bersangkutan dengan masa
berkuasanya VOC di Nusantara di bawah gubernur jendral J. Pieterszoon
Coen(1587-1629).

Semua itu (penulisnya, Eric van de Beek) bisa dibaca di s.k nasional
Belanda, "De Volkskrant", 12 Juli 2011. Ditambahkannya pula, 'iemand
als Coen hoor je niet te eren'. Terjemahan bebas: 'Orang seperti Coen
tak patut dihormati'. Tambah lagi "De tijdomstandigheden waren geen
verzachtende omstandigheden voor de massamoordenaar J.P. Coen'. Artinya,
'Situasi ketika itu, bukanlah sesuatu yang (bisa) meringankan bagi
seorang pembantai-massal seperti J.P. Coen'. Eric Van de Beek
menegaskan, 'sejarah tanah air kita, tak mengenal bajingan yang lebih
besar lagi' (maksudnya tak ada bajingan yang lebih besar selain JP Coen).

Van de Beek menulis kata-kata seperti tsb diatas terdorong oleh
kejengkelannya serta kritik keras pada Dewan Perwakilan Gemeente Hoorn,
Holland, yang menolak permintaan dan petisi sebagian masyarakat yang
menuntut agar patung mantan gubernur jendral VOC J.P. Coen di tengah
kota Hoorn itu, disingkirkan dari situ. Dianggap mencemarkan nama (baik)
bangsa Belanda. Patung tsb didirikan oleh Gemeente Hoorn sebagai
kenangan ulangtahun ke-300 J.P. Coen.

Mengapa Coen dinyatakan telah mencemarkan nama baik bangsa Belanda?
Tulis Eric van de Beek: Dia (Coen) mendirikan kota Batavia dengan
terlebih dahulu membakar habis kota Jayakarta. Ia (Coen) melakukan
pembantaian masal di kepulauan Banda. Hampitr keseluruhan 15.000
penduduk kepulauan Banda habis dibunuh. Coen sendiri mengakuinya,
tulisnya: 'De inboorlingen sijn meest allen dood door den oorloch,
aarmoede ende gebreck vergaen. Zeer weynich isse in de omliggende
eilanden ontcomen'.

Sesungguhnya, sebelum dibangunnya patung Coen di tengah kota Hoorn, hal
itu sudah menjadi masalah. Pada tahun 1887, seorang historikus Belanda
bernama J. A Van der Chijs. Menulis a.l sbb: Saya ragukan apakah
(dibangunnya patung JP Coen) masih akan diteruskan. (Karena) pada
namanya melekat darah.' Namun, 6 tahun kemudian (1893) patung Coen (
yang sialan itu) berdiri juga di tengah kota Hoorn. Setelah berdirinya
patung Coen disitu, banyak protes diajukan masyarakat. Tidak sedikit
tulisan dan petisi yang dimuat di pers yang memprotes keberadaan patung
JP Coen di tengah kota Hoorn. Tetapi politisi dan penguasa kota Hoorn
berkeras-kepala mempertahankannya. Hal mana menunjukkan bahwa pengaruh
dan kekuatan politik konservatif masih kokoh dikalangan penguasa
Belanda, termasuk di kotapraja Hoorn.

Demonstrasi-demonstrasi diadakan dan bahkan patung Coen disirami cat
dsb. Menunjukkan ketidak-relaan dan kemarahan masyarakat Hoorn. Mengapa
'bajingan pembunuh masal' JP Coen diberikan penghormatan dengan
mendirikan patungnya di tengah kota Hoorn. Eric van de Beek: 'Seorang
pembunuh masal tidak patut dihormati, dengan mendirikan patungya dipusat
kota kita'.

Direktur Musium Westfries menyatakan di RTL-Nieuws: ; Dia (Coen) adalah
seorang yang kejam. Tetapi dia(Coen) bukan satu-satunya orang yang
begitu'. Dengan keluhan berat Eric van de Beek menutup tulisannya sbb:
'Sebuah kota Hoorn dengan patung yang diperuntukkan bagi seorang
penjagal-manusia seperti JP Coen: Ini suatu bahan (pemikiran)bagi para
akhli ilmu jiwa'

* * *

Ketika bicara di pertemuan di LIPI, Jakarta, 21 Juni y.l., menyinggung
masalah hubungan Indonesia-Belanda, yang dikemukakan oleh Asvi Warman
Adam, aku nyatakan bahwa Jan Pieterszoon Coen (1587-1629), gubernur
jendral VOC yang menguasai negeri kita dulu, adalah p e r a m p o k,
yang dengan kapal dan tentaranya datang ke Indonesia untuk merampok
kekayaan rempah-rempah kita. Selanjutya JP Coen menjadi penguasa
Nusantara, dengan bersandar pada armada dan tentara VOC-nya. Tidak
kebetulan tentara KNIL di periode kolonial oleh masyarakat kita disebut
tentara KUMPENI, maksudnya compagnie, VOC.

Kukemukakan, bahwa catatan mengenai kekejaman JP Coen di Indonesia dulu,
jelas sekali dikemukakan dalam buku sejarawan Herman Burgers (2010), "De
Garoeda en De Ooievaar".


Memang, hubungan Indonesia-Belanda benar-benar sebentar "mesra" sebentar
"kecut". Suatu 'hate and love relation'. Sebab utama dari keadaan
seperti itu semata-mata disebabkan oleh 'ulahnya' fihak penguasa di Den
Haag sendiri. Bila tokh dikatakan ada masa 'love relation' antara
Indonesia dan Belanda, maka itu kemungkinan besar, terjadi pada periode
rezim Orde Baru.

Di saat itu rezim Orba mengembalikan semua modal, perusahaan dan 'milik'
Belanda lainnya, seperti perkebunan-perkebunan, yang sebelumnya
dinasionalisasi oleh pemerintahan Presiden Sukarno.

* * *

Tidak usahlah kita singgung lagi sementara ini, mengenai periode pra
kemerdekaan Indonesia, pada zaman kolonialisme Belanda. Kita batasi saja
sejak berakhirnya Perang Pasifik, dengan kemenangan Sekutu (A,B,C,D --
yaitu America, Britain, China dan Dutch) atas Kerajaan Jepang. Belanda
menganggap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, -- berdirinya negara
Republik Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945, sebagai suatu
'pelanggaran' terhadap 'kedaulatan' Kerajaan Belanda, yang meliputi
Hindia Belanda (Indonesia).

Republik Indonesia, oleh Belanda dianggap sesuatu yang ilegal, di luar
hukum. Karena melanggar Konstitusi Kerajaan Belanda. Presiden RI,
Sukarno, menurut Belanda, adalah kolaborator Jepang. Maka RI adalah
ciptaan dan boneka Jepang. Lalu Den Haag mengirim Van Mook (dari
Australia) yang diangkat jadi Letnan-Jendral Gubernuir Hindia Belanda,
dengan tentara NICA-nya. Dimulailah 'konflik' pertama pasca Perang
Pasifik, di Indonesia. Yaitu antara Republik Indonesia versus Kerajaan
Belanda yang berkeras hendak mempertahankan statusquo.

Selama periode selanjutnya tak pernah ada hubungan 'bersahabat' yang
'hangat' antara Indonesia dan Belanda. Ada saja soalnya, Misalnya
keterlibatan Belanda dengan kudeta Kapten Westerling yang pakai nama
'Ratu Adil'. Aksi-aksi subversi dan kemudian yang terpanjang masa
'kecut' dalam hubungan Indonesia --Belanda, disebabkan oleh politik
Belanda yang bersikeras hendak terus menguasai Irian Barat.

* * *

Setelah Reformasi (1998), -- masih tetap ada ganjelan itu. Antara lain
yang terpenting ialah, mengenai masalah HARI MERDEKANYA INDONESIA.
Belanda bertahan pada sikapnya, bahwa Indonesia menjadi negeri merdeka,
s e t e l a h ditandatanganinya Persetujuan Konferensi Meja Bundar
(KMB), yang diikuti oleh suatu proses PENYERAHAN KEDAULATAN oleh
Kerajaan Belanda kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Itu terjadi
pada tanggal 29 Desember 1949. Sedangkan kita, bangsa Indonesia,
bertahan pada kenyataan bahwa dengan diproklamasikannya KEMERDEKAAN
INDONESIA, oleh Sukarno dan Moh, Hatta, atas nama bangsa Indonesia, pada
tanggal 17 Agustus, 1945, -- -- -- pada saat itulah kita menjadi SUATU
NEGERI DAN BANGSA YANG MERDEKA DAN BERDAULAT. Tidak peduli diakui atau
ditolak oleh Belanda atau oleh siapapun.

Ada serentetan masalah lainnya, antara lain bermukimnya 'pemerintah RMS
(Republik Maluku Selatan), di Belanda, padahal Belanda hanya mengakui
dan punya hubungan diplomatik dengan negara Republik Indonesia. Sehingga
kasus ini sempat menjadi kendala kunjungan Presiden Republik Indnesia,
S.B Yudhoyono, ke negeri Belanda.

Menelusuri perkembangan hubungan Indonesia-Belanda, bisa disaksikan
bahwa di Belanda (terutama di kalangan yang berkuasa) masih berkuasa
pandangan kolot tentang peranan kolonialisme Belanda di Indonesia,
tentang peranan VOC dan tentang harijadi Republik Indonesia, 17 A|gustus
1945.

Bersamaan dengan itu tumbuh terus pandangan yang obyektif dan realis di
kalangan cendekiawan dan pakar sejarah Belanda, seperti antara lain
tercermin dalam tulisan Eric van de Beek dan buku sejarah hubungan
Indonesia-Belanda yang ditulis oleh sejarawan Herman Burgers.

* * *

__._,_.__


Tuesday, February 7, 2012

Dari PUISI-PUISI FITRI NGANTHI WANI,

Kolom IBRAHIM ISA

Selasa, 07 Februari 2012

-------------------------------


BEBERAPA RANGKUM Dari PUISI-PUISI FITRI NGANTHI WANI,

* * *

Sekitar puisi-puisi Wani, putrinya Widji Thukul, publikasinya diteruskan lagi hari ini. Dari yang berjumlah 88 sajak itu sudah dan masih akan dikutip lagi untuk pembaca yang belum memiliki buku kumpulan puisi Wani, atau belum pernah membacanya.


Semakin jelas bahwa Wani, yang mulai menulis sajak-sajaknya ketika ia masih di SD, ketika masih berumur 10 th , --- perkembangannya: sebagai penyajak, proses pematangan dan pendewasaannya berlangsung dalam pergolakan yang heibat dan penderitaan hidup disebabkan oleh penindasan oleh kekuasaan rezim Orba yang melakukan persekusi diskriminasi dan pengucilan terhadap keluarga Widji Thukul .


Mari kita ikuti puisi pertama dari buku kumpulan puisi-puisi Fitri Nganthi Wani ( 1999-2007), a.l berikut ini:


* * *


SURAT BUAT INDONESIA


Kepada

Indonesiaku


Kamulah tempat lahirku

Kamulah tumpah darahku

Wahai pertiwiku


Inginku mohon padamu

Perhatikan nasib rakyatmu

Mereka tak bisa nikmati hari bagiamu

Mereka masih menderita

Mereka hanya memikirkan makan untuk keluarga


Sampai di sini dulu permohonanku

Wahai Indonesiaku


17 Agustus 1999


* * *


Harus diingat, puisi ini ditulis oleh Wani, ketika ia masih berumur 10 tahun. Umur sekecil itu, masih di SD, namun, telah bisa melahirkan puisi yang punya arti dalam dan sarat dengan kesadaran yang disebabkan oleh perjuangan hidup, --- kepedihan, kesedihan dan penderitaan, sebagai anak orang 'buron'.


* * *


Wani sangat merindukan bapaknya pulang. Dalam waktu cukup lama ia masih belum bisa percaya bahwa bapaknya tak akan pulang-pulang lagi. Jadi korban “Tim Mawar” Kopassus TNI-AD, yang melakukan 'pembersihan dan pelikwidasian' atas kekuatan oposisi di sekitar PRD, setelah meletusnya 'Peristiwa Sabtu Kelabu' di kantor PDI Mega, di Jl Diponegoro 56, Jikt. Khayati puisi Wani berikut ini:



PULANGLAH, PAK!!


Pulanglah, Pak

Kami sekeluarga menunggumu, Pak

Kawan-kawanmu juga menunggumu, Pak


Pulanglah, Pak

Apakah kamu tidak tahu

Indonesia pecah, Pak?


Pipa-pipa menancap di seluruh tubuh pertiwi kita

Asap-asap dari pabrik-pabrik

Mengotori pertiwi kita , Pak

Limbah-limbah membuat sungai-sungai

Dan kali-kali tercemar

Kami terpaksa tutup hidung, Pak

Pertiwi kita manangis

Pertiwi kita butuh kamu, Pak


Pulanglah, Pak

Apakah kau tidak ingat aku lagi

Aku, anakmu, Pak

Aku, adik, ibu dan semua orang merindukanmu, Pak

Apakah hanya dengan doa-doa saja

Aku harus menunggu?


Penguasa, Kembalikan Bapakku!!!


15 Mei 2000


* * *


Mei 2000, Wani baru memasuki umur 11 tahun. Penguasa sudah berganti. Rezim Orba sudah terguling dengan tergulingnya Presiden Suharto. Maka kini Wani menuntut kepada Penguasa untuk mengembalikan bapaknya. Tapi penguasa baru yang tahu benar duduk perkaranya pura-pura atau berlagak 'pilon'.


* * *


Dalam puisinya MAAFKAN AKU INDONESIA, Wani dengan berani dan lantang mengungkapkan situasi kehidupannya sebagai orang miskin dan anak 'buron'.



MAAFKAN AKU INDONESIA


Bendera-bendera merah putih

Dipasang di depan rumah-rumah

Melambangkan arti hari bahagia Indonesia


Tapi maafkan aku Indonesia

Karena tak punya bendera

Benderaku hanya dua potong kain bekas

Yang disambung

Yang merah robek seperempat

Tapi djahit lagi oleh nenekku


Maafkan lagi aku Indonesia

Karena hanya bisa nyanyikan

Lagu Indonesia Raya


Sekali lagi maafkan aku Indonesia

Karena hanya puisi ini

Hadiah yang dapat kuberi


17 Agustus 2000



* * *


Rasa keadilan, kesadaraan dan pengalaman pribadi dan keluarga dikucilkan pertama-tama oleh penguasa dan apratnya, juga oleh maswyarakat sekeliling, telah berangsur-angsur membentuk jiwa dan karakter Wani untuk BERANI BERLAWAN TERHADAP KETIDAK ADILAN. Tentu, melalui alat perjuangan satu-satunya yang dimilikinya, PROTES KERAS melalui PUISI-PUISI.


Salah satu diantaranya, berikut ini:


BERIKAN AKU KEADILAN


Saat ini malam kian sepi

Mataku tak sanggup terpejam

Pikiranku kacau, membayang masa-masa itu

Masa rumahku digrebeg polisi

Karena bapakku terlampau berani

Suarakan nasib rakyat dalam puisi-puisi


Aku juga terngiang

Kala ibuku mati-matian berjuang

Demi hidup kami ia berdagang pakaian

Lari sana lari sini

Demi kehidupan yang lebih berarti


Kini sekian tahun sudah bapakku menghilang

Keluargaku taklengkap, ibuku banting tulang

Dengan peluh-peluh asanya ibu dapatkan uang


Akupun teringat adikku

Ia relakan sepedanya untuk modal ibu

Namun selalu ceria hadapi masa kanak-kanaknya


Tuhan, aku tahu inilah cobaan

Lewat penguasa yang kikir dan hidup senang


Keluargaku terinjak penuh kesedihan

Tuhan, bisikkan pada nurani mereka

Tuk berikan keluargaku

Keadilan yang sempurna . . .



3 Februari 2001


* * *