Kolom IBRAHIM ISA
Minggu, 28 Agustus, 2011
------------------------------
BUNG KARNO PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT INDONESIA – CINDY ADAMS
( Bagian 1 )
ADA “SOAL BESAR” DENGAN EDISI INDONESIA, 1966.
Rezim Orde Baru Memelintir buku OTOBIOGRAFI BUNG KARNO.
Buku penting ini pertama kali kupinjam dari seorang kawan di Belanda. Edisi Aslinya. Bahasa Inggris. Setelah itu ketemu edisi Belandanya. Kuceriterakan kepada Jusuf Isak, tentang edisi Belanda tsb. Ia ingin sekali membaca buku edisi bahasa Belanda. Kita tahu, sejak sekolah dan dirumah sekeluarga Jusuf Isak berbahasa Belanda. Kalau bertemu dengan sahabat-sahabatnya maka ceritanya selalu dalam bahasa Belanda. Kuperlukan mengkopi edisi Belanda tsb dan mengirimkannya kepada Jusuf Isak. Bukan main senangnya Jusuf Isak.
Ketika itu kami, --- Jusuf Isak, dan teman-teman lain yang sudah membacanya tidak ada 'soal besar' sekitar buku otobiografi Bung Karno, yang terdapat di edisi Indonesianya. Mungkin, karena memang sudah sering membaca tulisan dan buku bersangkutan dengan perjuangan bangsa untuk kemerdekaan nasional dan peranan Bung Karno di dalamnya, maka ketika membaca otobiografi Bung Karno edisi Indonesia, tidak teliti. Juga karena SUDAH BACA EDISI ASLINYA. Atau, karena sudah membaca edisi aslinya, yang berbahasa Inggris itu, tidak menganggap perlu lagi membaca seluruhnya edisi Indonesianya. Meskipun buku itu dibeli juga untuk disimpan.
Bagiku juga demikian.
Aku tidak menemukan soal apapun, ketika membaca buku (Edisi Asli bahasa Inggris) -- “SUKARNO, AN AUTOBIOGRAPHY, AS TOLD TO CINDY ADAM”.
Yang kuperoleh dari membaca Edisi Asli Bahasa iNGGRISNYA, --- adalah insprirasi besar dari Bapak Nasion Bung Karno. Kekaguman yang teramat sangat pada tokoh pejuang kemerdekaan yang begitu ulet dan tabah. Yang dengan mantap memimpin perjuangn bangsa ini, dengan strategi dan taktik yang tepat! Yang telah memberikan seluruh hidup serta jiwa-raganya demi bangsa dan tanah air. Demi rakyat dan kemerdekaan serta kejayaan Indonesia, dari Sabang sampai Merauké.
* * *
Ketika berkunjung ke Indonesia, Juni yang lalu, jalan-jalan ke toko buku Gramedia, kutemukan buku Edisi Indonesia, buku Sukarno – An Autobiorgraphy As Told to Cindy Adams. Judul buku samasekali baru berbunyi: CINDY ADAMS, “BUNG KARNO PENYAMBUNG lIDAH RAKYAT INDONESIA”. Dan ada sebuah tambahan penting, sbb: EDISI REVISI, Alih Bahasa Syamsu Hadi.
Edisi Revisi ini diterbitkan oleh YAYASAN BUJNG KARNO, Penerbit Media Pressindo. Edisi Revisi ini adalah Cetakan Kedua (2011). Cetakan Pertama, Agustus 2007.
Menurut Peneliti Senior LIPI, Dr Asvi Warman Adam, yang menulis kata pengantar pada EDISI REVISI (2007), -- Edisi Indonesia (cetakan pertama 1966) mengalami berkali-kali cetak ulang sejak berkuasanya Suharto sebagai Panglima KOPKAMTIB. Cetak ulang itu terjadi pada th 1982, 1984, 1986 dan 1988. Bahwa, sang penerjemahnya ketika itu adalah Mayor AD Abdul Bar Salim. Serta dikemukakan pula bahwa penterjemahan buku Bung Karno itu, sudah direstui oleh Menteri/Pangad Letnan Jendral Suharto.
Dalam edisi Indonesia sejak yang pertama terdapat sambutan Suharto, yang berbunyui: “Dengan penerbitan ini, diharapkan dapat terbaca luas di kalangan rakyat, Bangsa Indonesia”.
* * *
Sekarang ini yang kuangkat adalah apa yang dikemukakan oleh Asvi Warman Adam dalam Kata Pengantarnya untuk Edisi Revisi, berjudul KESAKSIAN BUNG KARNO, a.l sbb:
“Dalam diskusi yang diselnggarakan Yayasan Bung Karno di Gedung Pola tahun 2006, Syafii Maarif (mantan Ketua Muhammadiyah, dan guru besar pada pelbagai perguruan tinggi di Indonesia, I.I.), mengutip buku Cindy Adams mengatakan bahwa Sukarno sangat melecehkan Hatta karena menganggap perannya tidak ada dalam sejarah Indonesia.”
Tanggapan Syafii Maarif tsb krusial sekali. Karena adalah tanggapan Syafii Maaarif itulah yang menjadi awal terungkapnya pemelintiran dan pemalsuan yang dilakukan oleh (paling sedikit) diketahui penerjemah seorang Mayor dari Angkatan Darat pada edisi Indonesia pertama (1966). Jenderal Suharto, yang telah memasukkan kata pengantar pada edisi Indonesia pertama tsb bisa dipastikan (setidak-tidaknya) tahu tentang pemalsuan dan pemelintiran tsb. Orang bisa menganalisis, tanpa pemalsuan dan pemelintiran buku asli Bung Karno, tanpa pengantar Jendral Suharto yang sudah riil memegang kekuasaan di Indonesia, edisi pertama bahasa Indonesia itu (1966) TAK MUNGKIN TERBIT.
Bagaimanakah pemalsuan itu? Mengapa dilakukan pemalsuan tsb.
Syafii Maarif sudah menunjukkannya. Yaitu sekitar hubungn Sukarno-Hatta. Dalam edisi Indonesia yang dipalsukan itu, menurut Maarif: . . . . Sukarno sangat melecehkan Hatta karena menganggap perannya tidak ada dalam sejarah Indonesia.” Tidak sulit untuk menyimpulkan bahwa apa yang dikatkan bahwa “Sukarno sanga melecehkan Hatta . . . dst” tujuannya adalah untuk 'mengdudomba Sukarno dengan Hatta. Untuk menimbulkan kesan keliru bahwaq Sukarno sangat melecehkan Htta.
Terungkapnya pemalsuan ini adalah berkat kewaspadaan Asvi Adam yang mengajukan suatu usul kepada Yayasan Bung Karno. Karena mereka berrencana menerbitkan (ulang) Edisi Indonesia, Asvi menyarankan agar memeriksa kembali terjemahan bahasa Indonesia sejak Edisi Pertama (1966),
* * *
“Yang mengagetkan”, tulis Asvi. “Pada temuannya (temuan oleh Syamsu Hadi, penerjemah baru yang ditugaskan oleh Yayasan Bung Karno. I.I.) di samping ada beberapa kekeliruan terjemahan adalah dua alinea yang ditambahkan dalam edisi bahasa Indonesia sejak tahun 1966. Padahal kedua alinea itu tidak ada dalam bahasa Inggris”.
Lanjut Aswi, “ Pada halaman 341 tertulis: “. . . Rakyat sudah berkumpul. Ucapkanlah Proklamasi”Badanku masih panas, akan tetapi aku masih dapat mengendalikan diriku. Dalam suasana di mana setiap orang mendesakku, anehnya aku masih dapat berpikir dengan tenang.
“Hatta tidak ada”, kataku. Saya tidak mau mengucapkan proklamasi kalau Hatta tidak ada”.
Lanjutan alinea ini – kalau dicek teks asli bahasa Inggris: Dalam detik yang gawat dalam sejarah inilah Sukarno dan tanah air Indonesia menunggu kdatangan Hatta. Namun di antara kedua kalimat itu ternyata disisipkan dua alinea yang tidak ada dalam teks Inggrisnya, yaitu:
Tidak ada yang berteriak, Kami menghendaki Bung Hatta.”Aku tidak memerlukannya. Sama seperti aku tidak memerlukan Syahrir yang menolak untuk memperlihatkan diri di saat pembacaan Proklamasi. Sebenanrya aku dapat melakukannya seorang diri dan memang aku melakukannya sendirian.Di dalam dua hari yang memecahkan urat syaraf itu maka peranan Hatta dalam sejarah tidak ada.
Peranannya yang tersendiri selama nasa perjuangan kami tidak ada, Hanya Sukarnolah yang telah mendorongnya ke depan. Aku memerlukan orang yang dinamakan “pemimpin” ini karena satu pertimbangan. Aku memerlukannya oleh karena aku orang Jawa dan dia orang Sumatra dan di hari-hari yang demikjian itu aku memerlukan setiap orang denganku. Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatra. Dia adalah jalan yang paling baik untuk menjamijn sokongan dari rakyat pulau yang nomor dua terbesar di Indonesia.
Lnjut Aswi Adam,”Sukarno tidak memerlukan Hatta dan Syahrir bahkan 'peranan Hatta dalam sejarah tidak ada'. Demikian pernyataan Bung Karno dalam edisi bahasa Indonesia yang tgerbit sejak tahun 1966. (Sejak Suharto rill memegang kekuasan. I.I.) Ternyata dua alinea itu tidak ada dalam naskah alsi berbahasa Inggris. Kalau demikian, apakah ada sesorang merekayasa cerita tambahan ini? Hal itu tentu dapat ditanyakan kepada (Mayor) Abdul Bar Salim, kalau ia masih hidup. Demikian Aswi Adam.
* * *
Tentu orang waras akan berfikir, --- Buku-buku Bung Karno lainnya, yang terpenting : DIBAWAH BENDERA REVOLUSI, praktis sudah tak beredar lagi karena larangan penguasa. Lalu, mengapa buku Bung Karno yang teramat penting ini, kok, bisa terbit tahun 1966? Ketika persekusi, penindasan, pembantaian, pemenjaraan dan pembuangan terhadap orang-orang PKI dan yang diduga PKI serta pendukung Bung Karno lainnya, sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh fihak Suharto dan pendukungnya.
Lagipua, kok ada pengantar LetJen Suharto? Bis disimpulan pula: -- Tentu saja buku otobiografi Bung Karno itu bisa diizinkan terbit oleh Jendral Suharto, (kesimpulan yang wajar) , karena buku Otobiografi Bung Karno itu SUDAH DIPALSU – SUDAH DIPLINTIR oleh fihak penguasa. Dengan maksud untuk menipu pembca, untuk menyebarkan racun hasutan perpecahan antara Sukarno dan Hatta dan Syarir, antara pengikut dan pendukung Sukarno, Hatta dan Syahrir.
Dari sini jelas sekali. Sudah sejak semula. Suharto berkomplot untuk menghancurkan imago Bung Karno sebagai pejuang besar kemerdekaan Indonesia. Dari sini jelas pula, bahwa penguasa militer tidak segan-segan untuk terang-terangan memalsu buku otobiografi Bung Karno demi kepentingan politik Orbanya.
Pemelintiran sejarah oleh rezim Orba dan pendukungnya, bukanlah suatu tuduhan atau mitos.
PEMALSUAN SEJARAH, PEMELINTIRAN FAKTA-FAKTA SEJARAH ADALAH RIIL,NYATA DAN TERBUKTI HITAM DIATAS PUTIH DILAKUKAN OLEH ORBA DAN PENDUKUNGNYA.
(Bersambung)