Selasa, 23 Februari 2010
------------------------------
SUKARNO DAN PANCASILA MASIH TETAP MEMIMPIN INDONESIA MASAKINI (1)*
“Lahirnya Pancasila” (1 Juni 1945), uraian Bung Karno mengenai dasar-dasar negara Indonesia Merdeka yang segera akan lahir sekitar periode itu, adalah sebuah pemikiran mendalam yang lahir dari tanah air Indonesia. Ia merupakan hasil penggalian Bung Karno dalam usaha beliau merumuskan falsafah dan prinsip-prinsip kenegaraan bagi suatu Indonesia Merdeka yang meluas dan memanjang dari Barat sampai ke Timur. Dari Sabang sampai Merauké. Lahirnya Pancasila merupakan perpaduan pengetahuan teori ilmu politik, sosial dan ekonomi serta pengalaman perjuangan langsung Bung Karno dan perjuangan rakyat Indonesia, melawan kolonialisme Belanda.
Secara singkat padat Bung Karno merumuskan bahwa negara dan masyarakat yang kita sedang bangun adalah suatu nasion Indonesia yang dibangun atas dasar prinsip “Bhinneka Tungggal Ika”, sering juga beliau merumuskannya secara sederhana sebagai suatu masyarakat GOTONG ROYONG, yang bersatu, adil dan makmur.
Negara kesatuan Republik Indonesia mencantumkan falsafah dan prinsip-prinsip Pancasila dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Lahir dan beridirinya negara Republik Indonesia didasarkan atas falsafah dan prinsip-prinsip kenegaraan seperti yang dirumuskan oleh Bung Karno dalam pemikiran politiknya yang klasik dan historis: “LAHIRNYA PANCASILA”.
* * *
Menarik perhatian adalah pandangan seorang cendekiawan dan penyair berbangsa Kanada, Prof. Dr Peter Dale Scott, mantan profesor di The University of California, Berkely, mengenai Pancasila dan Bung Karno.
Dengan judul:
SOEKARNO Dan PANCASILA Masih Tetap Memimpin Indonesia Masa kini”.
Tulisan tsb khusus dibuat Peter Dale Scott dalam rangka merayakan “PERINGATAN SEABAD BUNG KARNO” <06 Juni 1901- 2001> , sebagai artikel pertama pada buku “100 TAHUN BUNG KARNO”, yang diterbitkan oleh Penerbit Hasta Mitra di bawah pimpinan editor Joesoef Isak. Buku tsb merupakan sebuah LIBER AMICORUM (Jakarta, Juni 2001).
Peter Dale Scott dikenal di Indonesia dengan hasil kajiannya tentang konspirasi CIA bersama klik militer Suharto dalam penggulingan Presiden Sukarno sesudah terjadinya G30S. Mengantar tulisannya mengenai Pancasila Bung Karno, Peter Dale Cott menulis kepada Joesoef Isak: “ . . . . I must say it was inspiring to read Soekarno's speech, which carries a very rich intelectual content”. Scott menambahkan bahwa Pancasila tetap valid bukan saja buat Indonesia, tetapi juga bagi Dunia – Josoef Isak, Editor Hasta Mitra.
Dalam situasi politik Indonesia yang politis dan ideologis masih sngat labil, teristimewa menyangkut arah perkembangan nasion dan negara RI selanjutnya, sungguh perlu sekali mengkaji kembali ajaran Bung Karno mengenai falsafah Pancasila.
Lebih-lebih lagi formalnya Pancasila tetap merupakan dasar falsafah negara Republik Indonesia. Dan hal itu resmi dan formal pula dicantumkan di dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Oleh karena itu dirasa perlu menyiarkan kembali in-extenso tulisan Prof. Peter Dale Scott, mengenai SOEKARNO DAN PANCASILA.
* * *
Sebagai tambahan bahan pengenalan dengan Peter Dale Scott, baik juga dibaca kembali tulisan (mungkin yang pertama) Peter D. Scott tentang Indonesia. Dalam majalah berkala Pacific Affairs,58, Musim Panas 1985,
“This article argues instead that, by inducing, or at a minimum helping to induce, the Gestapu "coup", the right in the Indonesian Army eliminated its rivals at the army's center, thus paving the way to a long-planned elimination of the civilian left, and eventually to the establishment of a military dictatorship. Gestapu, in other words, was only the first phase of a three-phase right-wing coup -- one which had been both publicly encouraged and secretly assisted by U.S. spokesmen and officials.
Di Indonesiakan, menjadi kira-kira sbb: “Artikel ini memberikan argumentasi sebaliknya, yaitu, dengan menggiring, atau paling tidak mambantu menggiring, 'kup' Gestapu, kaum kanan di Tentara Indonesia, mengeliminasi saingannya di Markas Angkatan Darat, dengan demikian melapangkan jalan untuk melaksanakan penghancuran kaum kiri sipil yang sudah lama direncanakan, dan akhirnya menegakkan kediktatoran militer. Dengan kata lain, Gestapu, hanyalah merupakan fase pertama dari tiga fase kup sayap kanan – sesuatu yang didorong/disokong secara terbuka dan secara rahasia dibantu oleh jurubicara dan pejabat-pejabat AS”.
Jelas, analisis Peter Dale Scott, bertolak belakang dengan versi Orba dan seluruh barisan pendukungnya sampai dewasa ini. Orba dan pendukungnya menyatakan bahwa G30S adalah kudeta PKI (yang dilakukan dengan sepengetahuan, didukung atau didalangi oleh Presiden Sukarno). Sedangkan salah seorang tokoh pimpinan G30S, Kolonel A. Latief, dengan tegas menyatakan di dalam pleidooinya di muka sidang Mahmilub, bahwa Suharto jelas-jelas terlibat dengan G30S. Sejarawan John Roosa menganalisis bahwa G30S adalah dalih untuk pembunuhan masal (1965), suatu kampanye kolosal pembamian kaum Komunis dan golongan Kiri lainnya di Indonesia, sebagai strategi menggulingkan Presiden Sukarno dan menegakkan rezim kediktator militer yang pro-Barat.
* * *
PETER DALE SCOTT:
SOEKARNO Dan Pancasila Masih Tetap Memimpin Indonesia Masakini.
Pada saat Indonesia sekarang ini mengalami lagi krisis kepemimpinan nasional, sangatlah berguna mengenang kembali pemikiran nation-building Soekarno. Seperti juga Nehru di India, U Nu di Birma, Soekarno merupakan bagian dari suatu arus baru munculnya pemimpin-pemimpin pasca-imperialist yang menjanjikan suatu dunia dengan fondasi dan arah baru dalam membenahi dunia seusai Perang Dunia Ke-II. Kini pada saat harapan di tahun-tahun semasa Soekarno seakan sedang menyusut di mana-mana, kepemimpinan dan pencerahan Soekarno yang istimewa itu tetap masih bermanfaat untuk bangsanya maunpun bagi dunia.
Tantangan bagi para pemimpin Dunia Ketiga adalah memelihara persatuan mereka sebagai nasion sesudah tentara penjajah angkat kaki, dan memberdayakan rakyat-rakyat mereka yang sekian lama tidak dipenuhi kebutuhannya, selanjutnya juga membuat rakyat yang kurang berpengalaman agar memiliki rasa tanggung-jawab.
Melihat ke belakang di masa-masa lalu, prestasi Soekarno nampaknya luar biasa, walaupun tidak selalu hasil-hasil itu terjamin kelestariannya. India terpecah dan kebanyakan negeri-negeri Asia Tenggara mengalami pemberontakan parah atau perang saudara yang berkepanjangan. Tetapi Soekarno dengan kombinasi ajarannya, kepemimpinannya dan kharisma pribadinya, mampu memlihara persatuan dan dan kesatuan Indonesia hampir sepanjang zamannya. Yang terjadi hanyalah gangguan-gangguan bawaan berupa kekerasan relatif kecil yang lazim terjadi di tempat-tempat lain di kawasan itu. Hal-hal itu terjadi bersamaan pada saat negeri-negeri kerajaan sebagai penjajah terpaksa di sana-sini melakukan penyesuaian.
Sukarno dalam menerapkan kepemimpinannya menghadapi tantangan besar dari dalam dan luar negeri. Untuk menghindari perpecahan antara kekuatan religius dan sekuler – yang masih menggangu tetangganya di Filipina – Soekarno pada tahun 1945, mengucapkan pidatonya yang termasyhur: ^/Pidato Pancasila. / ^Di situ dia mem- ^/balans / ^kekuatan nasionalisme, humanisme, dan demokrasi-permufakatan dengan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan cara itu ia memberlakukan toleransi kemanusiaan di suatu negeri yang didominasi oleh kaum Muslim, suatu prestasi yang sangat berhasil dan tetap masih valid di Indoneisa walaupun menghadapi berbagai tantangan dan kegagalan berkali-kali. Kenyataan ini tidak ada duanya, bila dibandingkan dengan negeri Muslim di manapun di dunia.
Sungguh luar biasa – bahkan setelah penggulingan Soekarno – , musuh-musuhnya di kalangan militer Orde Baru tetap terpaksa secara munafik mengunyah-ngunyah Pancasilanya Soekarno. Kenyataan seperti itu rada memudahkan para pembela Pancasila sejati – seperti PDI sekular pimpinan anak Soekarno, Megawati Soekarnoputri, dan golongan Islam dari Nahdatul Ulama – untuk diam-diam bekerjasama me-restorasi demokrasi pada saat kekuatan Suharto melemah. Bahkan Golkar, manifestasi bassis kekuatan Suharto, harus mengemban komitmen untuk mewudjudkan tujuan-tujuan Pancasila. Jadi dalam artian sesungguhnya dan dalam kenyataan kongkrit, Soekarno dan Pancasila masih tetap memimpin Indonesia masakini.
Pancasila memberikan suatu ^/point of no return – / ^tidak ada jalan mundur selain maju ke depan – bagi persatuan dan kesatuan nasional Indonesia, sebagaimana juga Konstitusi Amerika menjadi point of no return setelah bancana perang saudara Amerika yang mengerikan (dan sebenarnya belum pernah usai secara tuntas). Orang di Amerikapun berharap kata-kata bersayap Roosevelt tentang “The Four Freedoms” (Empat Kebebasan) juga sama menjadi point of no return setalah usai Perang Vietnam. Tetapi sekarang orang sudah jarang mendengar tentang Empat Kebebasan Roosevelet itu, kecuali dari mereka yang ingin menunjukkan betapa Amerika sudah jauh meléncéng dari cita-cita Roosevelt itu.
Kebalikannya sangat kontras: Pancasila malah masih kiprah berkembang terus.
(Besambung)
*) Judul Artikel Prof Dr Peter Dale Scott.
* * *
No comments:
Post a Comment