Kolom IBRAHIM ISA
-----------------------------
Kemis, 22 November 2007
SEBUAH 'MONUMEN INDONESIA' DI KOTA PARIS
'RESTORAN INDONESIA' di PARIS, pada papan nama restoran, memanjang dari atas ke bawah, tertulis dengan huruf-huruf besar dan indah: *RESTAURANT *I* , Spécialité indonesienne.
Tidak salah untuk menyatakan bahwa gedung kecil mungil, di 12 rue de Vaugirard - 75006 Paris, sesungguhnyalah sebuah 'MONUMEN' . MONUMEN? --- Ya, sebuah Monumen.
Monumen Kemanusiaan, Mental dan Politik sekaligus!
Restoran Indonesia di Paris juga pantas disebut sebagai MONUMEN PERSAHABATAN. Persahabatan sejati antara rakyat Indonesia dan rakyat Perancis. Persahabatan sejati antara dua rakyat, Indonesia dan Perancis, jelas, dari fihak Indonesia, tugas mulya ini, pasti TIDAK BISA DIWAKILI OLEH KBRI - nya rezim ORBA. Hal itu sudah dibuktikan! Tanya saja pada orang-orang Perancis yang cinta demokrasi dan HAM, tanya saja pada orang-orang Indonesia yang berfikiran cerah dan bebas yang pernah datang ke Paris pada periode rezim Orba, bagaimana sikap bermusuhan yang dibawakan KBRI Paris zaman rezim Orba terhadap Restoran Indonesia Paris. Benarlah bila disimpulkan bahwa 'Restoran Indonesia' di Paris, bertahun-tahun terus menerus, memanifestasikan, mencerminkan, membuktikan keuletan dan keteguhan semangat dan daya juang manusia-manusia Indonesia. Membuktikan bahwa mereka, dengan mengandalkan pada semangat, tenaga dan kearifan bersama serta selidaritas kolektif, mampu berhasil bisa servive di negeri yang samasekali asing.
Para pendiri dan pengelola Restoran Indonesia Paris juga membuktikan rasa cinta tak terbatas mereka pada tanah air dan bangsa Indonesia. Bisa disaksikan, selain menyediakan santapan Indonesia asli yang sedap dan nikmat bagi para pelanggan, Resto Indonesia dari waktu ke waktu, menyelenggarakan pameran seni dan budaya Indonesia, mengadakan pertunjukan musik dan tarian, dan secara teratur pula melakukan seminar demi memperkenalkan Indonesia tercinta kepada masyarakat Paris khususnya dan Perancis umumnya.
Maka tidaklah kebetulan bahwa, di masa pemerintahan Presiden Mitterand, Ibu negara Ny Mitterand, bersama rombongannya, paling tidak telah enam kali mengunjungi dan menikmati santapan Indonesia. Juga janda mendiang Presiden Allende dari Chilli, sering berkunjung ke Resto Indonesia Paris. Mereka berkunjung ke sana, tidak semata-mata untuk menyipi santapan Indonesia yang memang lezat-lezat itu, tetapi juga, untuk bertemu muka, bersilaturakhmi dengan para pendiri dan pengelola resto, yang mereka kenal betul adalah manusia-manusia Indonesia yang bisa bicara jujur dan mampu memberikan penjelasan yang benar tentang situasi Indonesia, rakyat dan negerinya. Dengan sendirinya orang-orang Indonesia yang berkunjung ke Paris, tanpa mempedulikan 'kebijakan' KBRI Paris ketika itu, -- untuk JANGAN MENGUNJUNGI Resto Indonesia Paris --- , pernah juga menikmati santapan Indonesia asli di situ. Termasuk kenalanku Arief Budiman yang sekarang bekerja di Ausatralia. Begitu pula halnya banyak orang Malaysia, Tionghoa, Jepang dan Asia lainnya menjadi pengemar Restoran Indonesia Paris.
* * *
Kesetiaan pada rakyat, bangsa dan tanahair Indonesia, itulah yang ditunjukkan selama duapuluh lima tahun belakangan ini oleh orang-orang warganegara Indonesia, --- MANUSIA MANUSIA INDONESIA yang cinta tanah air dan bangsa Indonesia, yang patuh hukum serta mengemban cita-cita kemulyaan , kemakmuran dan keadilan bagi nasion dan tanahair Indonesia. Sekaligus juga memperlihatkan pada dunia, bahwa manusia-manusia Indonesia tsb adalah warganegara Indonesia yang tak bersalah yang dipersekusi dan diperlakukan sewenang-wenang oleh rezim Orba. Paspor mereka dicabut, atas tuduhan dan fitnahan rekayasa bahwa mereka itu melakukan kegiatan 'ANTI-INDONESIA'.
Dengan sewenang-wenang dan semena-mena, tanpa bukti tanpa saksi, mereka dituding. dituduh dan difitnah rezim Orba dan KBRI Paris ketika itu , bahwa mereka terlibat ataupun 'berindikasi' terlibat, atau bersimpati dan mendukung G30S, yang dinyatakan sebagai suatu gerakan untuk merebut kekuasaan politik di Indonesia.
Padahal mereka-mereka itu, para pendiri dan pengelola Restoran Indonesia Paris tak diragukan sedikitpun, adalah manusia-manusia Indonesia pengemban patriotisme, kesetiaan pada tanah air dan bangsa, pada Presiden Sukarno dan Republik Indonesia. Kesetiaan mereka pada bangsa dan tanah air, kepada Republik Indonesia, bisa dipastikan, lebih besar dan lebih sejati, terbanding para elite dan politisi yang bergelimang dengan KKN, dan yang sampai sekarang ini masih saja terus berkiblat pada politik rezim Orba yang telah formal digulingkan oleh gerakan Reformasi dan Demokratisasi 1998.
Wajarlah munculnya harapan, agar KBRI Paris yang sekarang ini, menyadari pengalaman buruk yang dilakukannya selama rezim Orba terhadap Restoran Indonesia Paris, yaitu, menjauhinya, memusuhinya dan menyebarkan fitanahan dan tuduhan tanda dasar dan tanpa bukti. Diharapkan KBRI Paris yang sekarang ini, mengkorekasi kebijakan yang menjauhi dan memusuhi Restoran Indonesia Paris. Hal mana sebenarnya telah dimulai sejak pemerintah Presiden Abdurrahman Wahid, dan diteruskan oleh Dubes Silalahi serta diplomat seorang wanita dari KBRI Paris, bernama Leni, yang dewasa ini telah menjadi Dubes KBRI di Swiss. Semoga harapan ini menjadi kenyatan adanya! Amien, ya rabbul alamiin!
* * *
Bicara soal RESTORAN INDONESIA PARIS, yang tahun ini memasuki tahun ke-25 dalam kehidupannya, tak bisa tidak orang akan terpukau serta mengagumi keuletan mereka bergelimang dalam suka-dukanya kehidupan kota Paris yang sibuk itu.
Maka, kalau saja Anda masih ada sedikit, --- sedikit saja , kejujuran dalam hati sanubari Anda, ---- Maka Anda akan mengacungkan dua jari jempol sekaligus untuk para pelopor pendiri dan pengeloloa RESTORAN INDONESIA PARIS.
Kalau saja sedikit, sedikit saja, --- ada rasa kemanusiaan dan rasa Ke-Indonesiaan dalam rongga dada Anda,----- Maka Anda , tak akan salah, akan sekali lagi, bahkan berkali-kali lagi mengacungkan dua jari jempol Anda kepada para pendiri dan pengelola RESTORAN INDONESIA PARIS. Meyatakan: Lihatlah betapa semangat juang dan semangat berdikari manusia-manusia Indonesia tsb.
Mendengarkan tuturan, kisah-kisah hidup dan tulisan-tulisan yang sudah tidak sekali dua dimuat di media internet maupun di media di Perancis dan di Indonesia, betapa manusia-manusia Indonesia yang terdampar di Paris itu, menyingisngkan lengan baju, bercancut taliwondo, kerja siang malam, mencucurkan keringat dan dengan mengeratkan sabuk pinggangnya, telah menegakkan MONUMEN INDONESIA DI PARIS.
Modal terpokok mereka adalah KEYAKINAN AKAN KEBENARAN DAN BERPIJAK PADA TEKAD UNTUK SURVIVE, terjun dalam kancah kehidupan kota Paris dengan berpijak pada semangat. BERDIKARI DAN MANDIRI. Mereka , melakukan apa saja, segala sesuatu, untuk memperkenalkan bangsa dan tanah air tercinta, INDONESIA, kepada masyarakat Perancis dan Paris khususnya. Agar mereka itu tidak hanya pernah dengar dan baca tentang Bali (thok). Tetapi juga mengenal sastra, budaya dan tradisi bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa yang telah merebut kemerdekaannya melalui perjuangannya sendiri.
Bukan yang pernah dituduhkan terhadap mereka, oleh rezim Orba dan aparat patuhnya ketika itu, Kemlu dan KBRI kota Paris, bahwa mereka terlibat dalam kegiatan 'anti-Indonesia'. Arif Budiman, sekarang profesor di Australia, pernah dosen di Salatiga, ketika tanpa mempedulikan anjuran KBRI untuk tidak menunjungi Rstoran Indonesia Paris, tokh pergi juga ke sana dan menikmati santapan Indonesia asli, berkomentar, bahwa apa yang dilakukan oleh RESTORAN INDONESIA DI PARIS, dalam mempromosi Indonesia, sesungguhnya LEBIH BAIK KETIMBANG KBRI PARIS ketika itu.
Dengan demikian para pendiri, pengelola dan karyawan Restoran Indonesia Paris, telah menegakkan sebuah MONUMEN ABADI di kota Paris, di Perancis, memperkenalkan bagaimana manusia-manusia Indonesia tak kenal putus asa, tak takut susah payah, dengan apa yang ada pada mereka mempertahankan kehormatan mereka sebagai manusia-manusia Indonesia yang berdikari dan bermandiri. Bukan orang-orang yang minta-minta dan hidup dari belas kasihan orang lain.
ITULAH DIA PARA PENDIRI DAN PENGELOLA serta KARYAWAN RESTORAN INDONESIA PARIS.
Harus dijelaskan sejelas-jelasnya, bahwa usaha mereka untuk bisa hidup mandiri dan berdikari, mendirikan dan mengelola RESTORAN INDONESIA PARIS, tidak mungkin akan berhasil, tidak mungkin akan berkembang, menjadi populer, suka didatanngi para penggemar masakan Indonesias, yang diperkenalkan oleh Restoran Indonesia, tanpa -- tanpa --- ADANYA SOLIDARITAS dari kawan-kawan mereka, relasi-relasi mereka orang-orang Perancis yang berpandangan cerah, maju, progresif, dan manusiawi.
Dengan demikian, kiranya, samasekali tidak berkelebihan untuk menamakan RESTORAN INDONESIA PARIS, sebagai sebuah MONUMEN.
Karena ia monumental, dalam mencerminkan keteguhan dan keuletan manusia-manusia, yang notabene adalah orang-orang awam dalam masalah horeca, maupun dagang berdagang. Karena mereka itu adalah orang-orang yang profesinya samasekali tidak ada bau-baunya pengusaha restoran.
Mengenal mereka akan segera tau, misalnya, salah satu pendiri dan pengelola utama, UMAR SAID, adalah seorang wartawan, mantan Pemimpin Redaksi harian Ekonomi Nasional. Kemudian, Budiman Sudharsono (alm), adalah seorang aktifis pemuda-pelajar, mantan pemimpin organisasi pemuda pelajat terbesar di Indonesia ketika itu -- IPPI; -- JJ Kusni putra Dayak, budayawan; Sobron Aidit (alm), penyair dan budayawan dan ---- SUYOSO, penanggungjawab dan pemimpin Restoran Indonesia Paris dewasa ini. Dan para karyawan lainnya.
Teriring harapan dan doa, SEMOGA RESTORAN INDONESIA MAJU TERUS.
Selain menyuguhkan santapan-santapan Indonesia yang asli dan lezat ---- Seperti yang dilakukan selama ini --- Terus memperkenalkan seni dan budaya Indonesia, memperkenalkan tanah dan bangsa kepada khalayak Paris dan Perancis
* * *
Thursday, November 29, 2007
Kolom IBRAHIM ISA - SEBUAH 'MONUMEN INDONESIA' DI KOTA PARIS
IBRAHIM ISA - BERBAGI CERITA - PERGOLAKAN DIMANA-MANA -- - PEMUDA-PELAJAR BELANDA PUN TAK KETINGGALAN !
IBRAHIM ISA - BERBAGI CERITA
---------------------------------------------
Kemis, 29 NOV. 2007
PERGOLAKAN DIMANA-MANA --- PEMUDA-PELAJAR BELANDA PUN TAK KETINGGALAN !
Dimana-mana dalam kehidupan masyarakat dunia ini terjadi pergolakan! Selalu ada, tak pernah berhenti. Tak perduli, ada atau tidak teori reformasi atau teori revolusI. Apalagi bila kekuasaan diktatur militer atau sipil yang anti demokratis merajalela, seperti pengalaman kita dengan Orba di bawah Jendral Suharto, cepat atau lambat pergolakan akan bergelora. Ini bukan bicara politik atau renungan berfalsafah. Ini realita hidup.!
Sudah terbukti.
Pergolakan yang muncul, mungkin saja ditindas, . . . lenyap. Tetapi akan muncul lagi! Itu pasti! Dalam banyak hal termanifestasi dalam bentuk aksi-aksi massa. Aksi-aksi massa tak pernah berhenti dalam kehidupan insan bermasyarakat. Sekali tempo aksi itu besar, sekali tempo kecil, sekali tempo sedang-sedang saja. Semua itu tak perlu digelisahkan, tak perlu ditakuti. Juga tak perlu 'di-kipasi'. Itu wajar! Itu normal! That's life! Itulah kehidupan. Hadapi saja dengan tenang, tapi, tentu perlu persiapan fikiran, agar bisa mengambil sikap dan posisi yang adil dan benar.
Aksi massa itu biasanya muncul untuk menentang sesuatu. Ada pula aksi-aksi massa demi membela sesuatu. Yang ditentang atau yang dibela itu, bisa sesuatu yang salah, atau, diangap benar yang kemudian ternyata salah. Bisa juga yang dibela atau ditentang itu, sesuatu yang benar dan adil. Aksi-aksi massa bisa terjadi secara damai dan teratur. Bisa juga kemudian terjadi bentrokan antara massa yang melakukan aksi, dengan aparat keamanan. Bisanya terjadi bentrokan, mungkin karena disusupi 'oknum' provokator. Bisa juga aparat yang memprovokasinya, karena penguasa sejak awal menentang aksi-aksi massa tsb.
Sebagai contoh mengenai aksi massa yang salah, adalah aksi massa pada tanggal 17 Oktober 1952 di muka Istana Negara, Jakarta. Saat itu aksi massa ditopang dengan moncong-moncong meriam tentara yang diarahkan ke Istana. Dari fihak tentara yang bertanggung jawab adalah Letkol A. H. Nasution. Dikeluarkan tuntutan agar Presiden Sukarno membubarkan DPR, suatu lembaga demokratis. Maka, itu adalah aksi massa yang salah. Suatu aksi rekayasa sementara fihak di kalangan tentara! Juga aksi-aksi KAMI/KAPPI (1965-1966) menuntut Presiden Sukarno supaya turun, adalah KELIRU! Karena aksi itu kemudian menaikkan Jendral Suharto ke singgasana kekuasaan. Jendral Suharto terbukti adalah seorang Presiden yang bergelimang dengan KNN dan pelanggaran HAM. Sedangkan aksi massa yang bergelora pada Mei 1998 yang menuntut Presiden Suharto turun panggung kekuasaan, adalah aksi-massa yang adil, benar dan patut disokong.
Aksi-aksi massa, umumnya menyangkut masalah peri kehidupan. Massa rakyat yang menderita miskin dan kewewenang-wenangan penguasa, yang sudah bosan dan muak dengan janji-jani palsu para elite politik dan penguasa, cepat atau lambat akan bangkit berlawan. Aksi-aksi mereka itu adalah demi untuk bisa 'survive', demi keadilan. Aksi-aksi massa biasanya ada bobot politiknya. Bisa besar, bisa juga kecil.
* * *
Kali ini, ---- aku ingin berbagi-cerita tentang aksi-aksi massa yang belum lama berlangsung di Perancis maupun yang di Belanda. Tidak peduli, meski keadaan ekonomi di Belanda cukup baik, dan di Perancis juga tidak buruk, namun aksi-aksi massa berlangsung juga.
Mengapa? Karena di situ terdapat ketidak-adilan. Sebagian tidak kecil dari masyarakat, baik yang di Perancis maupun yang di Belanda, merasa diperlakukan tidak adil oleh kebijakan pemerintah. Ketidak adilan, ------ itulah sumber aksi-aksi massa tsb.
* * *
TIMUR TENGAH DAN AMERIKA SERIKAT
Har-hari belakangan ini, media dunia dipenuhi oleh berita dan komentar, liputan dan analisis sekitar pergolakan dan perkembangan politik di mancanegara. Maraknya kegiatan politik a.l. ditandai dengan dicetuskannya insiatif Amerika Serikat untuk diselengarakannya suatu pertemuan internasional di Annapolis, AS. Adapun maksud dan tujuan AS, seperti dinyatakannya sendiri, adalah untuk memulai kembali PERUNDINGAN PALESTINA-ISAREL. Pertemuan seperti itu, menurut Menlu AS Condoleeza Rice, dirasakan sudah waktunya, guna menembus kemacetan proses perdamaian sekitar kasus 'konflik' Palestina-Israel.
Oleh sementara fihak yang berpandangan optimis, inisiatif AS tsb dianggap akan bisa dijadikan pemicu dimulainya lagi perundingan Israel-Palestina. Dengan tujuan jelas, yaitu berdirinya negara Palestina merdeka yang hidup berdampingan (secara damai) dengan negara Israel.
Para pengkiritisi inisiatif AS, termasuk yang penting, seperti HAMAS yang berkuasa di Gaza Stroke, mengadakan aksi-massa menentang inisiatif AS. Inisiatif AS itu dilihat sebagai usaha, mengalihkan dan cari-muka semata dan cari nama Presiden Bush, sebelum ia turun dari jabatan Presiden AS. Umum diketahui bahwa Presiden Bush selalu mendukung Israel. Di dalam maupun di luarnegerinya, terjebak oleh kemacetan dan kegagalan petualangan militernya di Afghanistan dan Irak, bak orang yang pelan-pelan, tapi pasti, sedang tenggelam dalam pusaran-air bikinannya sendiri.
Sedangkan Presiden Abbas dari Palestina, yang menjadi peserta dan partner dalam perundingan tsb., dianggap praktis hanya didukung oleh adminstrasi Palestina di daerah West Bank S. Jordan. Di daerah Palestina Jalur Gaza, yang kuasa disitu adalah HAMMAS, Presiden Abbas ditolak. Hammas keras menentang Israel, menentang AS (di fihaknya AS menganggap Hammas adalah organisasi kaum teroris). Hammas juga menentang pemerintahan Presiden Abbas yang dituduhnya bergelimang dengan korupsi.
Isu besar dan utama antara Parlestina dengan Israel, masih tetap tak terpecahkan. Yaitu (1) tuntutan adil fihak Palestina sekitar (internasionalisasi kota Yerualem yang oleh Israel dijadikan ibukota Israel), --- (2) tuntutan Palestina agar pemukiman-pemukiman Jahudi di Tepi Barat Jordan (West Bank) dihentikan dan dibongkar, dan, ---- (3) tuntutan fihak Palestina, agar orang-orang Arab Palestina yang bertahun-tahun lamanya hidup sebagai 'pengungsi' di negeri sendiri, karena diusir-paksa dari kampung halamannya, oleh tentara Israel semasa perang Arab-Israel tahun-tahun 1948 dan 1967, -- agar mereka dibolehkan pulang ke kampung halamannya masing-masing, (yang sah), yang sekarang sudah menjadi wilayah negara Israel. Semua itu adalah kendala-kendala besar dalam masalah konflik Palestina-Israel. Belum lagi isu wilayah Dataran Tinggi Golan, wilayah Syria yang diduduki militer Israel.
Semua isu dan tuntutan Palestina tsb sampai sekarang ditolak keras oleh Israel. Jadik bagaimana perundingan bisa membawa hasil?
Jadi, menurut pandangan pesimis, pertemuan Annapolis, di AS, itu tidak akan menghasilkan apa-apa.
Hanya untuk memupur wajah politik pemerintah Presiden Bush!
PEMOGOKAN DAN DEMO KAUM PEKERJA DAN ANAK-ANAK MUDA AFRO-PERANCIS
Pergolakan lainnya adalah konfrontasi antara pemerintah Presiden Perancis, Sharkozy, dengan kaum pekerja kendaraan umum kota Paris. Akibatnya lalu-lintas umum lumpuh. Kaum pekerja Perancis terpaksa melakukan pemogokan tsb untuk membela nasibnya. Mereka menentang kebijakan pemerintah Presiden Sharkozy yang mengadakan 'reformasi' sistim pensiun, dikatakan, demi efisiensi dan demi pertumbuhan ekonomi yang wajar. Namun oleh kaum buruh dan karyawan., kebijakan Sharkozy tsb dirasakan merugikan mereka. Untung Presiden Sharkozy masih mau berunding, sehingga pemogokan tsb dihentikan (untuk sementara, kata serikatburuh)
Dua tiga hari belakangan ini muncul (lagi) aksi-aksi pemuda-pemuda Afro-Perancis (yang miskin, menganggur dan merasa selalu didiskriminasi oleh aparat keamanan) di jalan-jalan sekitar Paris. Mereka marah pada aparat kepolisian, berhubung dengan terbunuhnya dua pemuda Perancis asal Afrika, akibat tabrakan dengan kendaraan polisi, dan plintat-plintutnya polisi yang menolak tanggungjawab atas kematian dua pemuda Afrro-Perancis tsb. Terjadilah perusakan, pembakaran dan penangkapan terhadap kaum pendemo. Sejumlah polisi luka-luka dan puluhan demonstran ditangkap dan ditahan polisi.
* * *
PEMUDA-PELAJAR BELANDA TIDAK KETINGGALAN -- MEREKA TURUN KE JALAN-JALAN
Seakan-akan untuk menambah kemarakan aksi-aksi massa yang terjadi di Perancis, pemuda-pelajar Belanda tidak ketinggalan, ikut juga mengadakan aksi-aksi massa. Mereka menuntut agar dalam mengambil kebijakan kongkrit yang menyangkut nasib mereka, seryogianya pemerintah, mendengar dan mempertimbangkan pendapat dan fikiran yang bersangkutan. Nyatanya, pejabat yang bertanggungjawab soal pendidikan di Belanda, merasa serba tahu, hanya bersandar dan percaya pada birokrasinya, tanpa penelitian yang rapi, lalu mengambil kebijakan sendiri. Maka terjadilah konflik pemuda-pelajar dengan pemerintah. Itulah pasalnya mengapa, sejak Senin yl pemuda-pelajar Belanda meninggalkan gedung sekolah mereka, turun ke jalan-jalan dan lapangan di puluhan kota besar dan kecil seluruh Belanda. Suatu aksi mogok dan demo besar-besaran kaum pemuda dan pelajar Belanda yang lama tidak pernah terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini.
Aku memerlukan bertanya sendiri pada cucuku yang kebetulan sekolah di sebuah Lyceum di Amsterdam. Ia ikut berdemo hari itu. Apa pasalnya pemogokan pelajar itu, tanyaku. Menurut penjelasan cucuku, duduk perkaranya adalah sbb: Tuntutan aksi kami adalah adil! Kami mengadakan aksi, karena kebijakan pemerintah merugikan studi kami. Aksi turun ke jalan-jalan tsb di organisasi oleh LAKS. Demikian keterangan cucuku yang antusias ambil bagian dalam aksi-aksi tsb.
Kami-kami ini, kata cucuku, bersama para guru dan dosen, menyadari bahwa Belanda secara keseluruhan, mengalami kekurangan guru. Pekerjaan sebagai guru tidak menarik. Gajinya kecil terbanding pegawai negeri lainnya. Pekerjaannya berat dan tanggungjawabnya besar dalam mendidik generasi muda. Di segi lain taraf pendidikan di sekolah-sekolah menurun dibandingkan dengan dasawarsa yang lalu. Sudah sering masalah ini dibicarakan dan diseminarkan. Tetapi pemerintah sudah lama menunda-nunda mengambil langkah yang kongkrit dan efektif untuk menanggulangi masalah tsb. Pemerintah dalam hal ini tidak serius menangani masalah menurunnya mutu pelajaran, isu kekurangan guru, serta rendahnya penghasilan kaum guru. Jelas, cucuku itu bukan ikut-ikutan, tetapi ambil bagian dalam aksi dengan suatu pengertian dan sikap yang jelas.
Lalu muncul kebijakan Sekretaris Negara Urusan Pendidikan menentukan NORMA 1040 JAM PELAJARAN WAJIB SETAHUN. Tidak peduli ada gurunya atau tidak. Tidak peduli bahwa guru yang dipasang sebenarnya tidak cocok atau bahkan tidak berhak dan tidak mampu mengajar di bidang mata pelajaran yg bersangkutan. Murid-murid tsb tetap saja harus tinggal di kelas, untuk memenuhi norma 1040 jam pelajaran setahun. Murid-murid diharuskan tinggal di kelas. Kalau tak ada gurunya, disuruh cari kegiatan sendiri.
Keruan saja para pelajar tsb memprotes, marah dan turun ke jalan-jalan untuk beraksi, berdemo, karena pendapat mereka tidak digubris samasekali oleh pemerintah.
Sesungguhnya, tuntuan para pemuda-pelajar itu sederhana saja. Seperti yang dinyatakan oleh LAKS, Landen Aktie Komitee Scholieren (Komite Nasional Aksi Pelajar), mereka menuntut diturunkannya norma-minimum 1040 jam pelajaran yang diwajibkan pada para pelajar tsb. Mereka menolak dipaksa tinggal di kelasnya tanpa diberi pelajaran yang sepatutnya.
* * *
Seluruh Belanda dicengkam oleh pemogokan pemuda-pelajar. Mereka memprotes, mengeritik, melawan dan menentang kebijakan pemerintah, c.q. Sekretaris Negara Urusan Pendidikan, Marija van Bijsterveld. Dia ini sebelumnya adalah mantan ketua parpol Kristen Demokrat (CDA). Parpolnya Perdana Menteri Peter Balkenende.
Berhari-hari lamanya TV, Radio dan pers Belanda meliput aksi dan masalah sekitar pemogokan pemuda-pelajar itu. Seperti biasa, ada yang pro dengan aksi pemuda-pelajar tsb, dan, ada yang anti. Yang anti, biasanya adalah tokoh politik, pers dan parpol kanan dan konservatif. Biasalah ---- , mereka memfokuskan pemberitaan dan komentarnya serta menyoroti segi-segi yang merupakan akibat sampingan dari aksi tsb, seperti pengrusakan dan bentrokan dengan aparat kepolisian. Sedangkan yang pro dengan aksi, (biasanya golongan progresif dan dari parpol Kiri, seperti Partai Sosialis dan Groen Links,) menyatakan simpati, sekaligus mengungkap problim yang menjadi latar belakang dan penyebab munculnya aksi-aksi adil pemuda-pelajar Belanda itu.
Dalam sidang Tweede Kamer (Parlemen) Belanda kemarin, ternyata Sekretaris Negara Pendidikan, bersikeras membela kebijakannya. Ia tetap mempertahankan NORMA 1040 JAM PELAJARAN WAJIB. Meskipun disana-sini diusahakan 'penyesuaian'. Sikap ini ditolak oleh perhimpunan pemuda-pelajar yang tergabung dalam LAKS. Oleh karena itu, besok 'Jum'at, 30 November 2007, para pemuda-pelajar Belanda akan beraksi demo lagi. Turun ke jalan-jalan dan mengadakan rapat umum di lapangan Museumplein, Amsterdam. Menarik pelajaran dari terjadinya bentrokan dengan aparat pada aksi-aksi yang lalu, organisasi LAKS mengumumkan tata-tertib aksi sendiri.
Kepada cucuku, kukatakan bahwa aksi pemogokan itu adalah adil dan demokratis. Oleh karena itu pantas memperoleh dukungan masyarakat!. Pemerintah Belanda seyogianya mendengar baik-baik pendapat para pemuda-pelajar yang berdemo, (dan juga mendengar dan berunding dengan para guru dan dosen) , untuk kemudian mengambil sikap yang bijaksana. Karena ini menyangkut nasib mereka, para pemuda-pelajar dan para dosen dan guru. Menyangkut haridepan pendidikan di Belanda.
* * *
Thursday, November 15, 2007
Kolom IBRAHIM ISA *) - 'WERTHEIM AWARD 2008' ------ Untuk BENNY G. SETIONO
Kolom IBRAHIM ISA *)
-----------------------
Kemis, 15 November 2007.
'WERTHEIM AWARD 2008' ------ Untuk
BENNY G. SETIONO
Menjelang akhir 2007 Pengurus Wertheim Foundation <> memutuskan memberikan 'WERTHEIM AWARD 2008' kepada BENNY G. SETIONO, sebagai pengakuan dan penghargaan terhadap usaha, kegiatan dan karya Benny G. Setiono, dalam rangka usaha besar EMANSIPASI NASION INDONESIA.
Nama Benny G. Setiono, dengan demikian, turut menghiasi daftar nama-nama tokoh-tokoh Indonesia yang oleh WERTHEIM FOUNDATION telah diberikan WERTHEIM AWARD. Nama-nama para tokoh Indonesia yang telah diberikan WERTHEIM AWARD, adalah: Pramoedya Ananta Toer (novelis), S. Rendra (penyair), Widji Thukul (penyair), Goenawan Mohammad (budayawan) dan Joesoef Isak (wartawan/publisis). Sumbangan mereka terhadap usaha EMANSIPASI NASION INDONESIA dalam arti yang seluas-luasnya, mereka berikan dari posisi mereka masing-masing dalam masyarakat yang aktif peduli terhadap usaha pembebasan bangsa Indonesia . Itulah pertimbangan utama yang telah mendorong Wertheim Foudantion memberikan pengakuan dan penghargaan tsb.
Penyerahan WERTHEIM AWARD kepada Goenawan Mohammad dan Joesoef Isak, masih jelas dalam ingatan orang, telah berlangsung akhir tahun 2005, dengan mengambil tempat di Ruangan Nusantara Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag. Suatu peristiwa yang penuh makna, bahwa, penyerahan 'Wertheim Award' telah berlangsung di gedung KBRI, yang menurut hukum internasional, formal diakui sebagai wilayah Republik Indonesia. Apalagi bila disadari bahwa tokoh-tokoh Goenawan Mohammad dan Joesoef Isak, dalam kegiatan dan perjuangan mereka demi membela hak-hak untuk kebebasan menyatakan pendapat, untuk hak-hak demokrasi dan HAM, sasaran utama mereka adalah penguasa ( rezim Orba) yang dengan sewenang-wenang telah melanggar hak-hak demokrasi. Untuk itu, Orba telah menjebloskan Pramoedya A. Toer, ke pulau pembuangan BURU, serta memenjarakan Joesoef Isak 12 tahun lamanya di Penjara Salemba. Majalah Tempo yang dipimpin oleh Goenawan Mohammad, pernah diberangus karena membela hak-hak demokrasi.
Gelombang gerakan Reformasi dan Demokrasi yang bergelora dalam tahun 1998 dan jatuhnya Presiden Suharto, adalah faktor utama yang bisa menjelaskan mengapa penyerahan WERTHEIM AWARD 2005 kepada Goenawan Mohammad dan Joesoef Isak bisa berlangsung dengan hikmat dan lancar di Ruangan Nusantara Kedutaan Besar Republik Indonesia, Den Haag.
* * *
Menurut rencana, pemberian Wertheim Award kepada Benny G. Setiono akan dilangsungkan bertepatan pada peringatan SEABAD Prof. W.F. WERTHEIM, yang akan dilangsungkan bersama oleh Wertheim Foundation dengan IISG, pada kwartal ke-2 tahun 2008. Penyampaian Wertheim Award, dan seminar Peringatan Seabad Wertheim, akan mengambil tempat di IISG, Internationaal Instituut voor Sociaal Geschiedenis - Institut Internasional untuk Sejarah Sosial - di kota Amsterdam. IISG adalah sa;ah satu lembaga dokumentasi dan penelitian terbesar di dunia yang melakukan kegiatan di bidang ilmu sejarah sosial dunia.
* * *
SIAPA BENNY G. SETIONO
Benny G Setiono dilahirkan di desa Ceracas, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, pada 31 Oktober 1943. Ayahnya, Endang Sunarko (Khouw Sin Eng), adalah seorang penulis. Buku yang ditulisnya a.l. adalah ‘ Tiongkok Baru, Kawan atau Lawan. Endang Sunarko sering menulis di majalah 'Pantjawarna’ dan harian ‘ Sin Po’. Benny menempuh studinya di Fakultas Ekonomi Universitas Respublica, Jakarta. Baru mencapai tingkat tiga, Benny terpaksa ‘drop out’ , karena kampusnya dibakar rombongan KAMI/KAPPI yang didukung milisia.
Pada tahun 1999 Benny G. Setiono ikut mendirikan Perhimpunan Indonesia Tionghoa, INTI, dan pada 2002 turut mendirikan Lembaga Kajian Masalah Kebangsaan (ELKASA).
Untuk lebih mengenal siapa Benny G Setiono, apa dan bagaimana visi dan misinya, mengenai hasil studi dan analisisnya, barangkali yang terbaik adalah membaca bukunya yang telah diterbitkan oleh ELKASA di Jakarta.
Ketika menjelaskan tentang studinya yang disimpulkan dalam buku TIONGHOA DALAM PUSARAN POLITIK, Benny a.l. mencatat, bahwa bukunya disusun atas dasar rangkaian informasi dari berbagai buku, majalah, koran, tabloid dll. Tujuan ditulisnya buku tsb ialah untuk berbagi pengetahuan dan memberikan keseimbangan kepada para pembaca. Karena, masalah Tionghoa seperti juga masalah G30S/PKI selama ini ditulis dengan kurang berimbang hingga sangat menyudutkan kedua kelompok tsb. Sedang, dalam kenyataannya, mereka itu merupakan bagian integral bangsa kita.
Dikemukakan oleh Benny bahwa dalam bukunya itu, peranan etnis Tionghoa ditulis dengan tidak mengkotak-kotakkan atau memisahkannya dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia. Ditandaskannya pula bahwa etnis Tionghoa telah mempunyai akar sejarah lebih dari 500 tahun di bumi Nusantara, serta merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bangsa Indonesia.
Bisalah dikatakan dengan pasti, bahwa visi dan misi Benny ialah untukTERUS memberikan sumbangsihnnya bagi usaha pencerahan masyarakat kita, mengenai etnis Tionghoa di Indonesia, khususnya pada generasi muda yang lahir dan dibesarkan dalam periode Orba, bahwa:
ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA adalah BAGIAN YANG INTEGRAL DARI BANGSA INDONESIA.
Dengan demikian segala masalah yang timbul terpaut etnis Tionghoa, solusinya, pemecahannya harus dicari/diusahakan dalam pemecahan keseluruhan pembangunan dan pengkonsolidasian nasion Indonesia. Dengan tidak ‘mengkotak-kotakkan’ atau ‘ memisahkannya dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia.
* * *
INDONESIANIS Dr Daniel S. LEV mengenai BENNY G. SETIONO
1 Januari 2003.
Dalam bukunya, tulis Dr. Daniel Lev, ---- Benny G. Setiono mencoba menggali kembali sejarah (etnis Tionghoa) yang kompleks itu. Buku ini, tulis Dan Lev dalam Kata Pengantar pada buku Benny, bukan buku pertama mengenai minoritas etnis Tionghoa di Indonesia. Ada banyak buku lain yang telah dibuat dan diterbitkan sejak dulu, baik oleh sarjana asing maupun Indonesia dan penulis awam juga.
Harus saya akui, tulis Dan Lev, bahwa ketika Pak Ben minta apakah saya rela membaca naskahnya yang belum selesai dan masih mentah, saya agak ragu karena dia bukan seorang sarjana profesional. (Ini juga pengakuan arogansi seorang sarjana profesional).
Dan naskah itu ternyata panjang sekali, beberapa ratus halaman. Akan tetapi, sesegera setelah mulai membaca, saya jadi heran, karena kelihatan bahwa si penulis yang ‘awam’ itu mempunyai otak dan hati seorang sarjana tulen yang tertarik pada seluk beluk sejarah dan ingin mengerti suatu proses evolusi yang penuh teka-teki yang perlu dipikirkan kembali sambil mengajukan berbagai pertanyaan baru.
Dr Daniel S. Lev, sarjana yang berdomisili di Seattle, Washington itu, menutup kata pengantarnya dengan menunjukkan bahwa:
‘Fokus buku ini sebetulnya adalah sejarah Indonesia, dimana minoritas Tionghoa juga memiliki peranan. Perspektifnya berganti-ganti dan keseimbangan selalu dicari di antara banyak peserta dalam sejarah yang serba kompleks.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan sebuah gambaran sejarah yang realistis tentang orang yang sudah lama merupakan bagian dari masyarakat Indonesia, orang Indonesia yang kebetulan minoritas yang diciptakan sejarah itu. Demikian a.l. Dr Daniel S. Lev tentang buku Benny.
* * *
Diberikannya WERTHEIM AWARD 2008 kepada Benny G Setiono, pertama-tama merupakan pengakuan dan penghargaan oleh Wertheim Foundation atas kegiatan, usaha dan karya (buku yang ditulisnya berjudul ETNIS TIONGHOA DALAM PUSARAN POLITIK. Dari segi lain menunjukkan kepedulian lembaga Belanda terhadap Indonesia, persoalan-persoalan yang dihadapinya, perkembangan dan kemajuannya.
Sebagai suatu lembaga ornop Belanda, diberikannya WERTHEIM AWARD 2008 kepada Benny G Setiono, juga memanifestasikan solidaritas rakyat Belanda terhadap perjuangan bangsa Indonesia untuk demokrasi, keadilan dan kemakmuran.
* * *
Lampiran
DAFTAR ISI Buku ETNIS TIONGHOA DALAM PUSARAN POLITIK
BAGIAN I
BANGSA INDONESIA DAN KEDATANGAN ORANG TIONGHOA
BAB 1 - Asal Usul Bangsa Indonesia . BAB 2 - Awal Kedatangan Orang Tionghoa di Indonesia
BAB 3 - Orang Tionghoa Menyebarkan Islam di Jawa. BAB 4 - Pengaruh Kedatangan Orang Tionghoa di Jawa
BAB 5 - Kedatangan Orang Belanda
BAGIAN II
MASYARAKAT TIONGHOA ABAD XVI - AWAL ABAD XX
BAB 6 - Souw Beng Kong : Kapiten Tionghoa Pertama. BAB 7 - Phoa Beng Gan : Kapiten Tionghoa Ahli Irigasi
BAB 8 - Pembunuhan Etnis Tionghoa 1740 .BAB 9 - Tindakan VOC Pasca Pembunuhan Etnis Tionghoa 1740
BAB 10 - Perang Etnis Tionghoa Bersama Etnis Jawa Melawan VOC (1740-1743) BAB 11 - Tan Djin Sing : Kapiten Tionghoa Yang Jadi Bupati Yogyakarta. BAB 12 - Pembantaian Tionghoa Pada Masa Perang Jawa (1825-1830)
BAB 13 - "Republik" Langfong di Borneo Barat BAB 14 - Tanam Paksa. BAB 15 - Etnis Tionghoa di Sumatera
BAB 16 - Oey Tamba Sia : Jutawan Kriminil Dihukum Gantung BAB 17 - Lie Kim Hok : Perintis Sastra dan Jurnalistik Melayu-Tionghoa . BAB 18 - Mayor Tionghoa Oei Tiong Ham : Raja Gula dari Semarang BAB 19 - mayor Tionghoa Tjong A Fie : Dermawan dari Medan
BAGIAN III
MASA KEBANGKITAN NASIONAL - PROKLAMASI KEMERDEKAAN (1900-1945)
BAB 20 - Tionghoa Hwe Koan. BAB 21 - Kebangkitan Nasional 1900-1927 .BAB 22 - Aksi Boikot Pedagang Tionghoa di Surabaya. BAB 23 - Kerusuhan Anti Tionghoa di Kudus .BAB 24 - Berkembangnya Sastra Melayu Tionghoa
BAB 25 - Jaman Keemasan Pers Melayu Tionghoa . BAB 26 - Munculnya Kesadaran Politik Orang Tionghoa
BAB 27 - Orang Tionghoa dan Pergerakan Partai Politik Nasional (1926-1942) . BAB 28 - Orang Tionghoa di Masa Pendudukan Jepang (1942-1945) . BAB 29 - Menyongsong Kemerdekaan
BAGIAN IV
MASA REVOLUSI (1945-1950)
BAB 30 - Awal Kemerdekaan . BAB 31 - Pembunuhan Massal Etnis Tionghoa (1946-1948) . BAB 32 - Pao An Tui
BAB 33 - Perjuangan Bersenjata dan Politik Diplomasi . BAB 34 - Peristiwa Madiun . BAB 35 - KMB dan Republik Indonesia Serikat
BAGIAN V
MASA DEMOKRASI PARLEMENTER (1950-1959) . BAB 36 - Negara Kesatuan Republik Indonesia
BAB 37 - Peristiwa 17 Oktober 1952 . BAB 38 - BAPERKI dan LPKB . BAB 39 - KAA dan Pemilu Pertama
BAB 40 - PRRI/PERMESTA
BAGIAN VI
MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1965)
BAB 41 - Politik Pasca Dekrit Presiden . BAB 42 - PP-10 . BAB 43 - Trikora . BAB 44 - Peristiwa Rasialis 10 Mei 1963
BAB 45 - Dwikora . BAB 46 - G30S
BAGIAN VII
MASA ORDE BARU (1966-1998)
BAB 47 - Supersemar. BAB 48 - Penggusuran Presiden Sukarno . BAB 49 - Kampanye dan Aksi Anti Tionghoa Pasca G30S
BAB 50 - Pembangunan Ekonomi Orde Baru dan CSIS
BAB 51 - Peristiwa Rasialis 5 Agustus 1973 dan Malari 1974 . BAB 52 - Skandal Pertamina . BAB 53 - Aneksasi Timor Timor
BAB 54 - Bakom-PKB . BAB 55 - Peristiwa Rasialis Anti Tionghoa Solo Semarang . BAB 56 - Rejim Otoriter Orde Baru
BAB 57 - Presiden Soeharto Lengser dan Keruntuhan Rejim Orde Baru . BAB 58 - Penutup
TAMBAHAN
Kata Pengantar . Catatan Penulis . Pengarang . Lampiran . Daftar Pustaka
* * *
*) Ibrahim Isa,
Sekretaris Wertheim Foundation, Leiden - Amsterdam.
Wednesday, November 14, 2007
IBRAHIM ISA - Macam-macam Cara Orang Diskusi Tap MPRS No 25/1966
[INDONESIA-L] IBRAHIM ISA - Macam-macam Cara Orang Diskusi Tap MPRS No 25/1966
From: apakabar@saltmine.radix.netDate: Wed Apr 19 2000 - 16:53:14 EDT
From: "Ibrahim Bramijn" <herri@worldonline.nl>
To: <herri@worldonline.nl>
Subject: Kolom IBRAHIM ISA: Macam-macam cara orang diskusi tentang TAP-MPRS No25/66
Date: Wed, 19 Apr 2000 18:41:11 +0200
Kolom IBRAHIM ISA
---------------------------
19 April 2000
MACAM-MACAM CARA ORANG DISKUSI MENGENAI TAP-MPRS NO 25/1966.
Sejak bergulirnya diskusi megenai usul Gus Dur untuk dicabutnya TAP-MPRS
No.25/1966, macam-macam cara, warna, gaya dan isi perdebatan yang
berlangsung mengenai masalah tsb. Sementara elite bukan mempersoalkan secara
tenang dan bertanggungjawab, tetapi mengarahkan sasaran serangan terhadap
Gus Dur. Sampai-sampai mengancam akan _mengimpeached_, melorot, Gus Dur dari
jabatannya sebagai presiden dalam sidang MPR bulan Agustus yad. Amat
disayangkan bahwa ada sementara fihak, dengan motif yang jauh, telah
menggunakan cara yang tidak etis, seperti a.l. unjuk-rasa dengan membawa
pedang, untuk _meyakinkan_ orang bahwa kebenaran ada difihaknya. Cara itu,
bukanlah yang terpuji dalam berargumentasi
YUSRIL GUNAKAN CARA FITNAH DAN INTIMIDASI.
Salah satu contoh mengenai cara berdebat yang tidak terpuji, ialah yang
dilakukan oleh Menkumdang Yusril Ihza Mahendra baru-baru ini. Beliau
menggunakan cara dusta, fitnah, dan intimidasi. Dalam wawancara dengan
harian _Republik_ beberapa hari yang lalu,, untuk mencoba mendiskreditkan
para pendukung usul Gus Dur untuk mencabut TAP-M- PRS/25/66, Yusril
mencetuskan bahwa mantan guru Gus Dur, Ibrahim Isa, adalah anggota CC-PKI.
Hari ini saya ditilpun oleh seorang sahabat dekat, yang baru pulang dari
Jakarta yang sempat membaca wawancara Yusril tab di harian _Republik_.
Sahabat saya itu bertanya: _Bagaimana itu Pak Isa, kok Yusril mengatakan
bahwa Pak Isa adalah seorang anggota CC-PKI_. Saya tertawa terbahak-bahak.
Sahabat itu heran. Kok Pak Isa tertawa, tanya sahabat saya itu. . Saya
bilang, bahwa omongan Yusril itu, betu-betul suatu lelucon.Tapi sesudah
diendapkan sedikit, pernyataan Yusril itu, setidaknya ada dua maksud yang
tak etis. Apalagi keluar dari seorang menteri.
Pertama: Yusril memfitnah. Karena apa yang dinyatakannya itu adalah tuduhan
ke alamat saya sebagai anggota CC PKI. Hal yang merupakan isapan jempol
Yusril belaka. Menurut pandangan Yusril dan orang-orang yang sefikiran
dengan beliau itu, CCPKI adalah suatu _monster_yang jahat. Dengan mengatakan
bahwa saya adalah anggota CC PKI, ma-
ka _jatuhlah_ nama saya. Yusril bermotif untuk memburukkan dan menghitamkan
nama saya, dengan berdusta dan memfitnah.
Namun, kemungkinan besar, dengan melemparkan cap CC PKI kepada saya, yang
mantan gurunya Gus Dur, sesungguhnya sasaran tonjokan utama Yusril itu,
adalah pribadi Gus Dur. Yusril seperti memberikan sugesti kepada masyarakat:
Coba lihat, mantan guru Gus Dur, tidak kurang adalah anggota CC PKI.
Kedua: Yusril melakukan intimidasi. Dengan fitnahannya itu Yusril bermaksud
untuk menakut-nakuti publik . Dengan memasang label CC PKI pada nama saya,
Yusril menabuh canang dimuka umum, _awas, orang ini adalah anggota CC PKI_,
_jangan mempercayai-nya_, _orang itu berbahaya_. Selain itu, Yusril juga
hendak menakut-nakuti saya. Kasarnya ia menuding saya _Awas, kau sudah saya
cap komunis_, _kalau berani bicara lagi, akan ditindak lanjuti_. Sungguh,
saya tidak ingat bahwa saya pernah menganggkat Yusril menjadi _PRO_ (Public
Relation Officer) saya. Heran, mengapa sampai begitu gairah dia membikin
publikasi mengenai diri saya. Disayangkan di era reformasi ini masih ada
menteri, yang seorang menteri hukum dan perundang-undangan pula, seperti
Yusril, yang begitu _aduhai_ mentalitasnya.
Namun, bagaimanapun cara yang ditempuh dalam diskusi ini, kenyataannya ialah
bahwa diskusi telah berlangsung dengan inetnsif dan hangat. Ini pertanda
bahwa masyarakat kita bersedia ambil bagian dalam memikirkan masalah yang
dihadapi bangsa, baik menyangkut yang kini maupun yang mengenai masa
lampau.
MASIH MENGENAI YUSRIL
Yang khas dalam bincang-bincang dan perdebatan mengenai TAP- 25/66 ini,
ialah peran yang diambil oleh menteri Kumdang Yusril Mahendra. Pada tanggal
17 Januari 2000, telah berlangsung diskusi di KBRI, Den Haag, antara Menteri
Yusril dengan masyarakat orang-orang Indonesia yang tidak bisa pulang
sesudah peristiwa G30S. Ketika itu, a.l. saya mengajukan usul, dalam rangka
meratakan jalan ke usaha Rekonsiliasi Nasional, sebaiknya TAP-MPRS - 25/66
dicabut . Sementara hadirin lainnya juga mengajukan usul serupa. Saya bukan
satu-satunya yang mengajukan pencabutan TAP-MPRS No 25/1966 itu.
Dalam semangat yang sepenuhnya menyokong kebijaksanaan Presiden Gus Dur
mengenai Rekonsiliasi Nasional, Yusril menyatakan bahwa masalah TAP-MPRS N
o.25/66, bukanlah wewenang beliau sebagai menteri Kumdang, untuk mencabut
atau mempertahankannya. Itu adalah wewenang MPR, tandas Yusril. Beliau juga
menjanjikankan bahwa nanti akan ada langkah-langkah yang hakikatnya akan
meniadakan keputusan-keputusan dan ketetapan zaman Orba mengenai perlakuan
yang tidak adil di waktu yang lalu.
Tetapi baru-baru ini, dalam rangka menyanggah beleid Gus Dur yang
mengusulkan pencabutan TAP tsb, Yusril dengan tandas telah menantang
Presiden Gus Dur untuk berdebat mengenai masalah TAP-MPRS, No.25/66.
Sekarang kita ingin bertanya, Yusril yang mana yang bisa dipegang
omongannya, apakah menteri Yusril yang ketika itu menyatakan bahwa mengenai
TAP-25/66 bukanlah wewenangnya, tapi wewenang MPR; ataukan Yusril yang
sekarang ini, yang menantang Presiden Gus Dur untuk berdebat mengenai
masalah tersebut. Maka wajar-wajar saja bila Wakil Ketua DPR, Muhaimin
Iskandar, yang juga kebetulan adalah Sekjen PKB, berpendapat, bahwa Yusril,
dalam posisinya sebagai tokoh _Poros Tengah_, bertujuan mencari popularitas.
Yusril, kata Muhaimin Iskandar, dalam hal ini, naif.
Seorang menteri dari suatu kebinet presidensiil seperti kebinet pemerintahan
Gus Dur sekarang ini, mestinya bisa diandalkan dan mendukung kebijaksanaan
presidennya, bukan menantangnya untuk berdebat. Kalau sang menteri
pendapatnya sudah tidak sesuai lagi dengan kebijaksanaan presiden, maka ia
harus mengambil sikap yang logis, sat-satunya dan _fair_, yaitu secara
terhormat mengundurkan diri dari kabinet.
Tetapi sampai saat ini Yursril masih betah menduduki kursi menteri Kumdang,
dan juga belum menarik tantangannya terhadap Gus Dur.
DISKUSI HILVERSUM;
Masalah TAP-MPRS No.25/66, memang tidak sederhana. Banyak seginya. Yang
terlibat dalam bincang-bincang mengenai masalah tsb juga tidak
tanggung-tanggung, mulai dari Presiden, kepala negara sendiri, sampai ke
Ketua DPR dan Ketua MPR; dari wartawan sampai ke menteri; dari pakar sampai
ke _orang biasa_, _wong cilik_. Perdebatan dilakukan mulai dari skala
nasional sampai ke luar perbatasan kedaulatan wilayah Republik Indonesia:
Sampai-sampai Radio Nederland Wereld Omproep, Hilversum, yang lebih dikenal
dengan nama _Radio Hilversum_ tidak ketinggalan pula untuk ikut ambil bagian
dalam bincang-bincang tentang pencabutan TAP-MPRS No 25/66. Inisiatf
Hilversum ini perlu disambut.
Demikianlah pada 14 April yl, telah berlangsung diskusi dng tema_TAP MPRS
N-o25/66" di Gedung RNWO (Radio Nederland Wereld Omroep). Hadir kurang lebih
50 orang. Ada pakar, ada pendeta, ada yang dari KBRI, tampak juga tiga orang
anggota pengurus _Stichting Azie Studies, Onderzoek en Informatie_ dan juga
turut ambil bagian dalam diskusi lewat tilpun dari Jakarta, Hatta Rajasa,
Ketua Fraksi Reformasi dalam DPR, dari LIPI Jakarta, Indira Samego, dan
seorang lagi dari Melbourne.
Yang ingin disoroti di sini ialah argumentasi dari Hatta Rajasa, ketua
Fraksi Reformasi dalam DPR. Dalam orasinya, beliau mengemukakan hal, yang
saya anggap perlu dibincang-bincangi. Hal tsb ialah mengenai masalah
sejarah, yang berhubungan dengan masa lampau. Ini sehubungan dengan
pernyataan Hatta Rajasa bahwa PKI memang pasti harus dilarang, karena PKI
sudah tiga kali melakukan pemberontakan.
Pada kesempatan yang diberikan, dengan mencampakkan kekhawatiran akan
dituduh PKI, saya mengemukakan bahwa sebagai orang yang memperhatikan dan
ingin belajar dari sejarah, penilaian yang dikemukakan oleh Hatta Rajasa
itu, tidak sesuai dengan kenyataan dan fakta sejarah. Yang dimaksudkan
Hatta Rajasa dengan pembrontakan PKI yang pertama itu, adalah pemberontakan
PKI dalam tahun 1926 melawan kolonialisme Belanda.
Lalu, apa salahnya berontak melawan kolonialisme Belanda. Seyogianya
bukanlah suatu pemberontakan yang harus dikutuk dan dihujat, apalagi sebagai
pertanda dari suatu partai yang harus dilarang. Yang berbuat seperti Orba
itu adalah pemerintah kolonial Belanda. Tidakkah seharusnya disokong adanya
kekuatan politik yang memberontak melawan kolonialisme Belanda? Hatta
Rajasa, kiranya tidak mengetahui bahwa pemerintah-pemerintah RI sebelum
Orba, telah memberikan penghargaan sebagai PERINTIS KEMERDEKAAN, kepada
orang-orang Indonesia yang memberontak melawan Belanda dalam tahun-tahun
1926-1927. Orang-orang tsb adalah yang oleh Belanda kemudian dijebloskan
dalam kamp konsentrasi Boven Digoel, Papua Barat. Kaum _Digoelist_, yang
diberi kehormatan sebagai PERINTIS KEMERDEKAA itu, terdiri dari 60 persen
orang Komunis dan 40 persen orang nasionalis
bukunya itu, kamp konsentrasi di Boeven Digoel adalah _bakermat_, buaian,
dari kemerdekaan Indonesia. Ini fakta. Bukan rekayasa.
Yang dimaksud Hatta Rajasa dengan pemberontakan PKI yang kedua kalinya,
kiranya adalah yang dikatakan pemberontakan PKI di Madiun dalam tahun 1948.
Sepengetahuan saya, lagi-lagi sebagai yang suka pada sejarah dan
obyektivitas, dalam tahun 50-an DN Aidit sendiri, ketua PKI ketika itu,
menggugat pemerintah di Pengadilan Negeri Jakarta. Aidit mengemukakan bahwa
yang dikatakan pemberontakan PKI di Madiun, 1948, adalah suatu provokasi
dari pemerintah RI ketika itu, untuk membersihkan TNI dari elemen dan
pengaruh Kiri. Menurut gugatan DN Aidit, tindakan pemerintah ketika itu
adalah realisasi dari usul _Red Drive Proposals_ yang diajukan AS. Usul
itu adalah sebagai syarat AS untuk bisa menyokong Indonesia melawan
Belanda. Pemerintah samasekali tidak mengeluarkan pernyataan ketika itu,
untuk menyanggah pernyataan DN Aidit itu. Jadi, soalnya masih bisa
diperdebatkan dan diselidiki lebih lanjut.. Tidak bisa sesuatu analisa dan
pendapat sefihak mengenai peristiwa Madiun, dianggap sebagai fakta sejarah.
Selanjutnya, yang dimaksudkan Hatta Rajasa dengan pemberontakan PKI yang
ketiga kalinya, rupanya adalah Gerakan 30 September, yang oleh Orba
dinyatakan sebagai usaha PKI untuk merebut kekuasaan. Menurut pengetahuan
saya, Gerakan 30 September adalah suatu aksi kesatuan-kesatuan militer,
dilakukan pada dinihari tanggal 1 Oktober 1965Kesatuan militer itu terdiri
dari berbagai elemen-elemen ABRI yang dipimpin oleh sekolompok periwra ABRI
. Mereka menyatakan bahwa tindakan mereka itu untuk mengalahkan yang mereka
namakan _Dewan Jendral_. Dinyatakan pula oleh para pelakunya, bahwa gerakan
itu untutk membela Bung Karno, sebagai Presiden RI. Sepengetahuan saya,
salah seorang pimpinan dari G30S itu, yaitu Brigjen Suparjo, pada tanggal 1
Oktober 1966 telah melapor kepada Presiden Sukarno, mengenai tindakan yang
telah mereka ambil. Presiden Sukarno memerintahkan untuk menghentikan
gerakan mereka itu, untuk mencegah pertumpahan darah. Kenyataannya aksi
militer dari G30S serta merta dihentikan.
Lalu yang terjadi seterusnya adalah gerakan militer yang dikomandoi oleh
Jendral Suharto. Kemudian Suharto membangkang terhadap Pangti ABRI Presiden
Sukarno, dan mengangkat dirinya sendiri menjadi pemimpin AD. Suharto
menggeser Presiden Sukarno dari jabatannya. Akhirnya Suharto sendiri yang
menjadi presiden RI. Jadi, siapa yang berontak terhadap siapa.
Jawaban Hatta Rajasa ialah sbb: Jika masalah sejarah dibicarakan, maka
soalnya tidak akan kunjung selesai. Hatta menolak untuk membicarakan
masalah masa lampau sehubungan dengan masalah TAP-MPRS N o25/66.
Disini kita dihadapkan pada cara berfikir Hatta Rajasa yang janggal dan
sulit diikuti. Yang kita bicarakan justru adalah masalah masa lampau:
TAP-MPRS N o 25/66, adalah me-ngenai suatu ketetapan yang diambil oleh MPRS
pada tahun 1966. Sesuatu yang terjadi 34 tahun yang lalu. Lagipula Hatta
Rajasa mengemukakan sebagai alasan tentang tepatnya TAP-MPRS No25/66 itu,
dengan mengajukan _fakta_ bahwa PKI adalah parpol yang sudah tiga kali
mengadakan pemberontakan. Tapi, ketika dikemukakan argumentasi bahwa yang
dikatakan pemberontakan PKI itu, tidak bisa dijadikan alasan untuk melarang
PKI, Hatta Rajasa berbalik menjadi tidak bersedia membicarakan hal-hal yang
menyangkut masa lampau.
Padahal adalah Hatta Rajasa sendiri yang mengajukan hal-hal yang terjadi di
waktu yang lampau, yang sudah menjadi sejarah.Cara diskusi seperti ini,
namanya TIBA DIMATA DIPICINGKAN, TIBA DIPERUT DIKEMPISKAN.
Demikianlah, berbagai cara dan gaya orang ambil bagian dalam diskusi besar
kali ini mengenai TAP-MPRS No. 25/1966. Semakin digalakkan dan diikuti
diskusi ini, semakin menarik, dan merupakan suatu latihan yang berguna dalam
merintis upaya ke arah Rekonsiliasi Nasional. Juga masyarakat semakin
mengenal tokoh-tokoh elite politik yang ambil bagian dalam perdebatan ini.
Semakin tampak jelas juga bahwa Rekonsiliasi Nasional tidak mungkin
direalisasi tanpa membeberkan dan meneliti, tanpa membicarakan dan mencari
kebenaran mengenai masa lampau kita. Seperti kata seorang diplomat terkenal:
PAST. Kau tidak bisa memasuki masa depan, tanpa menyelesaikan masa lampau.
Juga, ACCOUNTABILITY IS ONE OF THE TWO OR THREE KEYS TO DEMOCRACY,
Pertanggunganjawab adalah salah satu dari dua atau tiga kunci ke demokrasi.
Sunday, November 11, 2007
Kolom IBRAHIM ISA -- PENTING MENGENAL BETUL : -- SIAPA PAHLAWAN BANGSA
Kolom IBRAHIM ISA
---------------------------------
Senin, 05 November 2007
PENTING MENGENAL BETUL : -- SIAPA PAHLAWAN BANGSA
Baru-baru ini Aku membaca sebuah berita menarik dan penting (Kompas, 02 Nov 2007). Bisa dilihat dari pilihan berita-berita yang dipublikasikan oleh kawanku TOSSI, di media internet. Tampaknya ini salah satu kegiatan Tossi setelah memasuki kehidupan 'baru' sebagai 'orang pensiunan'. Berita tsb menarik bagiku karena ada tanggapan khusus mantan Presiden RI, Ketua Umum PDI-P, Megawati Sukarnoputri. Yang ditanggapi adalah tokoh pejuang dan pahlawan, JUSUF RONODIPURO, dll.
JUSUF RONODIPURO, --- adalah mantan direktur Radio Republik Indonesia (RRI) di Jakarta, pada tahun-tahun awal Revolusi Kemerdekaan Indonesia . Para pejuang kemerdekaan dan setiap patriot Indonesia ketika itu selalu mengikuti dengan cermat siaran-siaran Radio Republik Indonesia, Jakarta. Kita semua menganggap RRI, sebagai 'Suara dan Benteng tangguh RI', yang menyuarakan SUARA REVOLUSI AGUSTUS 1945.
JUSUF RONODIPURO, bersama anak-buahnya dengan berani melakukan tugasnya mengabdi Revolusi Agustus, mengabdi Republik Indonesia, betul-betul di bawah ancaman moncong senjata musuh, di tengah-tengah kepungan pendudukan militer Inggris dan Nica. (Baca tulisan khusus tentang Jusuf Ronodipuro, dibawah)
* * *
Tampaknya, dewasa ini, tokoh Jusuf Ronodipuro, seorang pejuang kawakan dan senior, pada periode revolusi kemerdekaan Indonesia, sudah dilupakan orang, khususnya oleh para elite dan penguasa. Keruan saja, pejuang, pengabdi bangsa yang bersih dari korupsi ini, nasibnya terlunta-lunta, sehingga tak cukup dana ketika menderita sakit dan harus diopname di rumah sakit..
Megawati secara tulus menyuarakan hati nuraninya dan kita semua, ketika beliau menyatakan bahwa bangsa ini jangan sekali-kali melupakan para pahlawan pejuang kemerdekaan yang sudah tiada, maupun yang masih hidup sekarang ini. Tergugah hati Megawati melihat keadaan Jusuf Ronodipuro sekarang ini, beliau menyingsingkan lengan-baju, cari bantuan sana-sini untuk menutupi ongkos rumah sakit bagi Jusuf Ronodipuro. Dikatakan oleh Megawati dengan nada agak kesal, a.l.: "Bagaimana ya kita ini, tidak menghargai jasa-jasa pejuang? Coba hitung, tinggal berapa orang lagi generasi 1945 yang tersisa? " katanya dengan nada meninggi.
Selanjutnya Megawati menyebut beberapa nama para pejuang dan pahlawan kemerdekaan. Disebutlah a.l. nama S.K. Trimurti, Joesoef Ronodipuro, . . . lulu . . .PAK HARTO . . . . . . dst. 'PakHarto?' ---- Wah, kok Suharto digolongkan sebagai pejuang/pahlawan? Ini bukan soal kecil!
PAHLAWAN ATAU KORUPTOR DAN PEMBANTAI ORANG TAK BERSALAH?
Mari fikirkan baik-baik, endapkan bersama, bagaimana kok Megawati sampai menderetkan nama Suharto dalam urutan nama-nama pejuang dan pahlawan. Merupakan suatu KEJUTAN, bahwa ucapan demikian mengenai Suharto keluar dari mulut Megawati Sukarnoputra, mantan Presiden RI dan Ketua Umum PDI-P, yang juga adalah salah seorang anak kandung mantan Presiden Sukarno - yang benar-benar pejuang dan pahlawan itu --- yang dipersekusi Jendral Suharto sampai meninggal dalam keadaan yang amat menyedihkan.
Masalah ini perlu benar-benar dijernihkan., sebelum 'kadung kebablasan'. Hitam dibilang putih. Jelek dbilang bagus. Pengkomplot dan koruptor terbesar dibilang pahlawan!
Apakah gerakan REFORMASI DAN DEMOKRATISASI (1998) yang telah menumbangkan rezin Orba; yang dengan keras dan lantang menuntut supaya Suharto, mantan Presiden RI, diadili karena kejahatannya melakukan korupsi besar-besaran; karena tanggungjawabnya atas pembantaian lebih sejuta rakyat yang tidak bersalah, yang begitu mengerikan dan biadab. ---- Apakah hal-hal itu sudah terlupakan? Apakah benar dan adil untuk begitu saja melupakan kejahatan-kejahatan yang dilakukannya? Apakah atas nama, 'melupakan yang sudah-sudah', 'jangan membuka luka-luka lama', dan 'supaya memandang kedepan' , lalu membiarkan saja kejahatan besar terhadap bangsa dan tanah air, terhadap negara yang dilakukan oleh Jendral Suharto dan kroni-kroninya? Bahkan, bolehkah, atas nama REKONSILIASI NASIONAL lalu Suharto diberi titel pejuang dan pahlawan??
Bangsa ini tak boleh lagi mengulangi, sikap yang 'nrimo' begitu saja. Tidak boleh lagi dibiarkan praktek sewenang-sewenang dan sembrono rezim Orba, yang dengan seenak perutnya , tanpa bukti apapun, tanpa proses pengadilan manapun, memfitnah orang-oranmg tak bersalah sebagai 'terlibat', 'pengkhianat' , 'orang bermasalah', dsb. Harus dihentikan kebijakan Orba yang setiap menjelang Hari Nasional 17 Agustus, membagi-bagi kado titel 'pahlawan bangsa', kepada kroni-kroni pendukung setia Suharto dan rezim Orba, menganugerahkan titel 'pahlawan' kepada istri atau sanak keluarganya. Bukankah praktek itu meniru-niru ulah sewenang-wenang, misalnya dari seorang NAPOLEON. Yang begitu mengangkat dirinya sendiri sebagai k a i s a r Perancis, Kaisar Napoleon, lalu dengan boros menganugerahkan titel 'pangeran' 'yang dipertuan putri' dan lain-lain titel kerajaan kepada siapa saja yang disukainya.
Megawati Sukanoputra menderetkan nama Suharto sebagai p e j u a n g .
Suharto memang p e r n a h ambil agian dalam perang kemerdekaan. Mengenai peristiwa bersejarah, 'Serangan Umum 1 Maret terhadap Jogyakarta, yang populer dengan nama, 'ENAM JAM DI JOGJA', sempat pula Suharto memelintir fakta sejarah, dengan mempublikasikan bahwa dialah yang punya ide-cemerlang menyerbu dan menduduki Jogja beberapa jam, dengn maksud menunjukkan pada bangsa dan dunia bahwa Republik Indonesia masih eksis dan berjuang terus.
Kepalsuan Suharto terungkap, karena catatan sejarah menunjukkkan bahwa ide 'Serangan Umum 1 Maret' adalah dari DOROJATUN, Sri Sultan Hamekubowono IX.
Dari sini saja sudah bisa dilihat bahwa Suharto bukan pejuang sejati yang tanpa pamrih.Ini satu hal. Bagaimana dengan pemberian nama 'pahlwan' kepada 'Pak Harto', yang diucapkan oleh Megawati? Bukankah sudah menjadi rahasia umum, bahwa kemudian, Jendral Suharto bergelimang dengan praktek manipulasi, menjadi penjelundup klas kakap ketika ia menjadi komandan militer di Jawa Tengah, sehingga ia kena tindakan disiplin militer, 'disekolahkan', ke Bandung.
Selanjutnya semua tau -- dalam tahun-tahun 1965-66 Jendral Suaharto melakukan makar dengan orang-orang militer sekitarnya, menggunakan 'Peristiwa G30S' untuk melakukan 'KUP MERANGKAK' terhadap negara Republik Indonesia. Kemudian menggulingkan Presiden Republik Indonesia Sukarno. Sesudah itu melalui suatu manipulasi dan rekayasa institusionil, menjadikan dirinya Presiden yang kedua Republik Indonesia.
Selain itu, Jendral Suharto bertanggung jawab atas persekusi dan pembunuhan lebih sejuta rakyat Indonesia yang tak bersalah. Selama periode rezim Orba yang ditegakkan dan dipimpinnya, selama 32 tahun, telah terjadi pelanggaran HAM terbesar dalam sejarah Indonesia. Telah mengubah Indonesia menjadi negara tanpa-hukum, yang paling besar hutang luarnegerinya, dalam periode itu berlangsung dengan sejadi-jadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu lembaga PBB menempatkan Suharto sebagai koruptor terbesar dan terkaya di dunia ini. Bisakah fakta-fakta ini ditiadakan begitu saja? Dengan pertimbangan hendak berkoalisi lagi dengan Golkar?
Maka, nama Suharto tak patut dideretkan sejajar dengan nama-nama : SK Trimurti, Jusuf Ronodipuro, Rosihan Anwar, Des Alwi dan lain-lain, seperti yang dikatakan oleh Megawati.
Masalahnya ialah, karena, Suharto telah mengkhianati Presiden Republik Indonesia Sukarno, telah mengkhianati bangsa , Undang-Undang Dasar RI, falsafah negara Pancasila. Suharto dengan sewenang-wenang telah mengenakan tahanan rumah terhadap Presiden RI, sampai beliau meninggal dunia. Bagaimana pula Megawati Sukarnoputri sampai menderetkan nama Suharto dengan SKTrimurti dll. yang benar-benar adalah pejuang-pejuang dan pahlawan kemerdekaan .
* * *
Untuk tambah pengenalan pembaca mengenai siapa JUSUF RONODIPURO, ada baiknya dipublikasikan lagi tulisan brikut ini mengenai KEPAHLAWANAN PEJUANG KEMERDEKAAN --- JUSUF RONODIPURO, sbb:
IBRAHIM ISA dari BIJLMER
Juma't, 18 Agustus 2006
----------------------------------------
KEPAHLAWANAN PEJUANG KEMERDEKAAN
Lahirnya satu bangsa baru, suatu nasion baru Indonesia, adalah hasil perjuangan dari seluruh bangsa, dari Sabang sampai ke Merauké. Sementara peranan dalam proses ini lebih dikenal dan dinilai lebih penting dari lainnya. Seperti peranan para pendahulu, tokoh-tokoh pemimpin bangsa ini dalam perjuangan pembangunan-bangsa dan perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme.
Seperti (untuk menyebut berapa nama saja) diantaranya : Dr. Soetomo, H.O.S, Tjokoroaminoto, Alimin, Tan Malaka, Husni Thamrin, Sukarno, Hatta, Syahrir, Amir Syarifuddin, K. Dewantoro, Leimena, Ratulangi, Tan Ling Djie, Siauw Giok Tjhan, Subadio Sastrosatomo, Yap Thiam Hien, dan banyak lainnya. Tak terhitung pula jumlah pahlawan yang tak dikenal namanya, yang berjuang, menderita dan gugur demi kemerdekaan bangsa dan tanah air.
Kiranya sudah tiba waktunya, kita mendirikan sebuah monumen nasional pejuang-pejuang kemerdekaan bangsa dan negeri, dimana ditatah nama-nama beliau-beliau yang telah memberikan jiwa dan raganya pada cita-cita mulya kemerdekaan bangsa dan nasion dan demi keadilan sosial bagi rakyat. Lebih penting lagi kiranya untuk tidak melupakan para PAHLAWAN YANG TAK DIKENAL. Tetapi yang sumbangan dan jasanya tidak kurang dari para tokoh dan founding fathers bangsa ini.
* * * *
Yang ingin aku kemukakan kali ini ialah: Tindakan kepahlawanan dari JUSUF RONODIPURO, dan kawan-kawannya dari kantor pemancar radio pendudukan militer Jepang di Jakarta. Berkat tekad dan keberanian revolusioner beliau dan kawan-kawannya maka PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA dapat disiarkan ke seluruh Indonesia dan dunia.
Betapa besar arti tindakan Jusuf Ronodipurro dan kawannya Bahtar tak ternilaikan, ketika mereka menerobos isolasi ketat Kenpeitai Jepang, menyelinap ke kamar siaran luarnegeri yang digunakan Jepang untuk siaran ke Indonesia dan ke luarnegeri. Kemudian di situ membacakan teks dari secarik kertas: PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA. Sesudah membacakan dan menyiarkan teks Proklamai tsb, mereka digerebeg Kenpeitei. Digebuki, ditendangi lars Kenpeitan, dan .... nyaris saja leher mereka ditebas samurai Kenpeitai Jepang. Syukur Alhamdulillah , rupanya masih ada yang melindungi dua orang pejuang itu.
Juga adalah berkat tindakan berani Jusuf Ronodipuro dan kawan-kawannya, melaksanakan saran teramat penting dari dr. Abdurrahman Saleh yang sering disebut Pak Karbol, tentang PERLUNYA REPUBLIK INDONESIA punya pemancar Radio sendiri. Maka, Jusuf Ronodiputro bersama kawan-kawan seperjuangannya membangun pemancar pertama Radio Republik Indonesia. Pemancar pertama Radio Republik Indonesia tsb tersembunyi di belakang "kamar mayat" di RSUP ketika itu (sekarang namanya RSCM).
Dalam rangka peristiwa bersejarah tsb diatas itulah, ku-ingin memboyong pembaca untuk membaca satu tulisan penting: Wawancara dalam KCM Kompas Cyber Media, 18 Agustus 2006. Yang diwawancarai adalah Jusuf Ronodipuro mantan direktur Radio Republik Indonesia (RRI), Jakarta. Sekarang ini umur beliau kira-kira sekitar 80-an. Wartawan KCM yang menulisnya bernama --- LUSIA KUS ANNA.
* * *
Kolom IBRAHIM ISA -- 'Jalan Baru' dan 'True-Confession H. ROSIHAN ANWAR
Kolom IBRAHIM ISA
-------------------------------
Minggu, 11 Nov, 2007
'Jalan Baru' dan 'True-Confession H. ROSIHAN ANWAR
Belum lama ini aku sempat ngomong-ngomong dengan seorang kawanku, pejuang kawakan, yang kini sudah mencapai umur di atas 80. Usianya kira-kira setara dengan umur Rosihan Anwar, wartawan senior, sebagaimana Rosihan selalu menamakan dirinya. Kawanku itu kenal Rosihan sejak zaman Revolusi Kemerdekaan. Mengenai masalah politik, dalam banyak hal, mereka, pejuang kawakan itu dan Rosihan Anwar, sering bertolak belakang. Dalam cakap-cakap itu, kami menyinggung artikel yang belum lama ditulis Rosihan Anwar, berjudul: 'AKU MAU PRESIDEN BARU'. Tulisan yang patut dibaca. Aku menanyakan kepada kawan itu, apakah ia sudah membaca tulisan Rosihan Anwar tsb. Belum, katanya.
Tidak lama kawanku itu menilpunku lagi. Katanya, ia sudah membaca tulisan Rosihan itu.. Kesan kawan itu: Wah kali ini tulisan Rosihan itu baik. Ada perubahan pada Rosihan, tambahnya, tanpa menjelaskan persis apa alasannya, ia menyatakan bahwa 'ada perubahan baik' pada Rosihan Anwar.
* * *
Aku sendiri berpendapat bahwa memang, sejak ia menulis 'kenang-kenangannya' mengenai ultah ke-55 Konferensi Asia-Afrika, Bandung (1955) ---- mengenai sikap terhadap peristiwa sejarah, tulisan Rosihan Anwar, memang lebih baik, terbanding tulisan-tulisan sebelumnya. Rosihan menulis (22 April 2005) tentang pengalamannya ikut hadir sebagai wartawan muda pada Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung (1955). Dengan lugu ia menulis tentang keadaan wartawan-wartawan Indonesia, periode itu. Perlengkapan kerjanya yang amat sederhana, menjurus ke wartawan yang miskin. Rosihan berusaha menjelaskan betapa pentingnya arti sejarah Konferensi Asia-Afrika di Bandung. Saat ketika para pejuang kemerdekaan dan pemimpin bangsa-bangsa Asia dan Afrika untuk pertama kalinya bertemu, berembuk bersama dalam suasana membina persatuan dan solidaritas demi perjuangan kemerdekaan, tanpa seizin dan restu fihak Barat. Blok Barat ketika itu, jelas sekali mengharapkan konferensi tsb akan gagal. Di Bandungnya Indonesia, tulis Rosihan, disitulah bertemu untuk pertama kalinya begitu banyak pemimpin-pemimpin Asia dan Afrika, membicarakan perihal perjuangan kemerdekaan dan perdamaian dunia. Disitulah bertemu tokoh-tokoh penting seperti Sukarno, Nehru, Ali Khan, Zhou En-lai, U Nu, Kotelawala, Nasser dll.
Arti penting apa yang ditulis Rosihan itu, disebabkan oleh gejala-gejala menyolok waktu itu dan sampai sekarangpun, di kalangn sementara fihak di negeri kita, termasuk kaum intelektuil dan pekerja medianya, yang tidak atau kurang menyadari, kurang mengkhayati arti penting Konferensi Bandung. Baik ditinjau secara strategi perjuangan bangsa-bangsa AA ketika itu, maupun dalam usaha untuk ikut aktif dalam memperjuangan perdamaian daunia. Mereka-mereka itu menganggap memperingati KAA sebagai 'nostalgia'. Tak lebih dari itu. Mereka tidak bisa melihat, betapa besar dampak 'Semangat 10 Prinsip Bandung' yang dideklarasikan oleh Konferensi , di masa itu, juga untuk masa depan bangsa-bangsa Asia dan Afrika.
Rosihan juga menekankan pada generasi muda kita tentang arti penting mempelajari dan memahami sejarah bangsa sendiri. Menghargai usaha para pemimpin bangsa sendiri dalam membina bangsa dan kehidupan bersama bangsa-bangsa Asia dan Afrika.
Mari baca lagi secuplik dari tulisan Rosihan tsb tentang Konferensi AA di Bandung:
'Dewasa ini ada orang yang bertanya apakah gunanya bagi kita memperingati 50 tahun KAA Bandung, sedangkan dunia sudah berubah? Sebagai wartawan yang meliput KAA dulu saya ingin menjawabnya dengan mengemukakan bahwa betul dunia sudah berubah, namun kita mesti berusaha menanamkan kesadaran sejarah kepada generasi muda Indonesia. Generasi muda jangan sampai melihat sejarah bangsa kita seperti terputus- putus, merasa hidup hanya dalam zamannya saja, bersikap bagaikan "muara melupakan hilirnya". 50 Tahun yang lalu Indonesia tampil aktif di gelanggang politik internasional dengan tujuan membebaskan bangsa Asia-Afrika dari kolonialisme.
'Indonesia sukses menyelenggarakan KAA walaupun keadaannya masih sukar dan pengalamannya masih kurang. Tapi, Indonesia tetap maju ke depan dan aktif bergerak dalam human pilgrimage, perjalanan umat manusia.
'Apakah pengetahuan sejarah tentang KAA itu tidak memberi inspirasi dan optimisme bagi generasi sekarang untuk menatap masa depan? Saya yakin ada, karena itu ada gunanya memperingati 50 tahun KAA Bandung. God bless Indonesia.' Demikian Rosihan Anwar tentang arti sejarah Konferensi AA di Bandung (1955).
Sungguh tepat dan kena sekali apa yang dikemukakan oleh Rosihan Anwar tertuju pada generasi muda, khususnya para wartawannya dewasa ini. Itulah antara lain, yang terpenting, mengapa kukatakan tulisan Rosihan itu baik.
* * *
Lalu, ------ Ada puisi Rosihan Anwar yang berjudul, 'SAYA TIDAK MALU JADI ORANG INDONESIA'
Di tengah-tengah pendapat yang direkayasa menjadi 'pendapat umum', bahwa Indonesia dewasa ini amat 'memalukan', disebabkan merajalelanya budaya KKN, situasi ketiadaan kepastian hukum, dsb. Sedangkan sementara orang meneriakkan dengan suara menyesal, bahwa ia 'MALU JADI ORANG INDONESIA'. Nah, dalam situasi demikian itulah, bak gebrakan di tengah-tengah cerita wayang yang bikin sementara orang ngantuk dan mulai bosan, muncullah puisi Rosihan. Seperti ia tulis sendiri, itulah bentuk perlawanan Rosihan terhadap korupsi.
* * *
Lihat cara Rosihan menumpahkan kritik sosialnya dalam puisi
SAYA TIDAK MALU JADI ORANG INDONESIA, a.l.
'Catatlah, Bung Karno menciptakan keamanan dan persatuan bangsa
Pak Harto menciptakan kemakmuran bangsa dan keluarganya
Habibie menciptakan demonstrasi
Gus Dur menciptakan partai kebangkitan bangsa
Megawati menciptakan kenaikan-kenaikan harga'
Semakin keras kritik Rosihan terhadap budaya korupsi, s.l.:
'Akan tetapi drakula-drakula Indonesia tetap perkasa
Beroperasi 24 jam, ya malam ya siang mencari korban
Sehingga sia-sialah aksi melawan korupsi membasmi drakula
Yang telah merasuki rongga dan jiwa aparat negara
Yang membuat media memberitakan
Akibat bisnis keluarga pejabat, Tutut-Tutut baru bermunculan.
'Aku orang terpasung dalam terungku kaum penjarah harta negara
Akan aneh bila berkata aku malu jadi orang Indonesia
Sorry ya, Aku tidak malu jadi orang Indonesia
Kuhibur diri dengan sajakku magnus opus karya sang Empu
Sajak pendek yang berbunyi:
Katakan beta
Manatah batas
Antar gila Dengan waras
Sorry ya, inilah puisiku melawan korupsi
Siapa takut?'
(Dibacakan pada acara Deklamasi Puisi di Gedung Da'wah Muhammadiyah di Jakarta, 31 Desember 2004. Juga dibacakan dalam acara pertemuan keluarga wartawan senior di rumah penulis pada tanggal 9 Januari 2005, di Jakarta)
Demikian Rosihan yang TAK MALU JADI ORANG INDONESIA.
* * *
Belakangan ada dua lagi tulisan Rosihan Anwar yang bagiku menunjukkan benarlah kata pejuang kawakan kawanku itu, bahwa Rosihan SUDAH BERUBAH jadi baik.
Yang ingin kubicarakan di sini ialah tulisannya yang berjudul '10 NOVEMBER, TANPA MITOS'.
Yang utama maksud tulisan itu adalah untuk menyampaikan kepada umum, sbb:
'Bulan November 1945 itu, saya sudah ke Surabaya, tetapi tidak pernah sampai ke front pertempuran paling depan. Jadi apa yang saya banggakan? Maka bila saya menulis bahwa saya adalah wartawan perang di zaman revolusi, hal itu tak lebih hanya mitos. (Kutipan selesai)
Sebelumnya Rosihan menjelaskan:
(Kutipan mulai) 'Hari ini, memperingati perjuangan arek Suroboyo 10 November 1945, saya
ingin berhenti memitoskannya atau mendewa-dewakannya, sejauh mengenai diri saya sebagai wartawan dan pelaku sejarah saat itu.
Untuk menghapuskan mitos, ada ungkapan, demitologisasi. Orang lain bilang debunking menolak aneka kepalsuan seseorang. Saya pakai istilah true confessions, pengakuan-pengakuan sejati'.(Kutipan selesai)
Bila diterjemahkan dalam bahasa sehari-hari, maka begini kira-kira jadinya --- Selama ini sementara orang menganggap Rosihan Anwar, wartawan senior, suatu waktu ketika bekecamuk PERTEMPURAN SURABAYA (12 November, 1945), ia berkiprah sebagai wartawan perang. Sebagai wartawan yang meliput pertempuran Surabaya yang bersejarah itu.. Padahal keadaan sebenarnya tidak demikian. Memang Rosihan ke Surabaya, tetapi tidak hadir di front. Cerita-cerita seolah-olah Rosihan melaporkan situasi perang lawan Inggris di Surabaya, di tengah-tengah pertempuran yang sedang berkobar, itu tidak benar. Rosihan lama-lama merasa tidak énak keberadaannya di Surabaya ketika itui, dibikin menjadi mitos. Entah oleh siapa. Maka Rosihan sekarang ini, MELAKUKAN DEMITOLOGISASI, pengakuan-pengakuan sejati, atau TRUE-CONFESSION. Ngaku sendiri, bahwa mitos itu tidak benar.
Betullah adanya, . . . . . sungguh jarang ada orang, apalagi wartawan, yang berani berbuat seperti halnya Rosihan Anwar yang melakukan TRUE-CONFESSION secaras terbuka dan blak-blakan begitu. Meskipun nyerempet-nyerempet menyinggung Sumarsono, pemimpin PRI, yang dikatakannya tidak pernah dilihatnya pada waktu pertempuran di Surabaya (Ini dibantah oleh Sumarsono yang menegaskan bahwa dia hadir di Surabaya ketika itu, hanya Rosihan yang tidak melihatnya, karena memang Rosihan tidak pernah ke front pertempuran). Bagaimanapun Rosihan hendak menunjukkan bahwa ia seorang wartawan yang mau JUJUR. Yang tidak mengada-ada, yang tidak ngibul.Maka dalam hal ini, Rosihan Anwar memberikan teladan bagi para wartawan junior dewasa ini.
Rosihan menyatakan , ini saya lho, berterus terang saja. Saya adalah wartawan biasa yang tidak ikut berperang di zaman PERTEMPURAN SURABAYA. Titik.
* * *
'AKU MAU PRESIDEN BARU' dan 'JALAN BARU' BAGI INDONESIA
Selanjutnya. Sikap Rosihan yang kritis dan analitis mengenai pertemuan di Gedung Perpustakaan
Nasional di Salemba, Jakarta, siang, 1 November 2007, yang diselenggarakan oleh Komite Bangkit Indonesia, atas inisiatif mantan Menko Ekonomi Kabinet Abdurrahman Wahid, dr Rizal Ramli. Menurut Rosihan, dalam tulisannya 'AKU MAU PRESIDEN BARU', banyak selebriti politik dari tempo dulu hingga sekarang, tokoh intelektual di luar establishment, pemimpin lintas agama, hadir untuk memberi warna pada pertemuan itu.
Dengan panjang lebar Rosihan memberitakan sekitar orasi Rizal Ramli, mengenai 'Jalan Baru' yang perlu ditempuh negeri dan bangsa ini. Karena, kata Ramli, dalam 40 tahun terakhir Indonesia menjadi negara yang tertinggal dari negara lain di Asia Timur. Reformasi pada 1998 belum juga berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat. Karena watak feodal para pemimpin. Karena praktik neokolonialisme di mana kebijakan ekonomi Indonesia hanya menjadi subordinasi dan alat kepentingan internasional. Karena adanya kepemimpinan yang tidak efektif serta lemah secara visi dan karakter. Maka untuk keluar dari keterpurukan dan untuk menciptakan kesejahteraan
bagi mayoritas rakyat, Indonesia harus memperjuangkan jalan baru yaitu jalan yang anti-neokolonialisme dan lebih mandiri..
Bagaimana pendapat Rosihan sendiri? Inilah dia: SEKITAR 'JALAN BARU' BAGI INDONESIA.
Rosihan mengharapkan mudah-mudahan usaha elite politik dan oligarki hendak merintis JALAN BARU bagi Indonesia, menimbulkan harapan baru di kalbu rakyat, dapat bergaung dan berterima baik di kalangan rakyat. Saya teringat salah satu dikotomi lain yakni hall of fame (bangsal kemasyhuran) dan hall of shame (bangsal keaiban). Bila usaha berhasil, maka dalam sejarah mereka akan tercatat masuk ke dalam hall of fame. Bila gagal, tempat mereka dalam hall of shame.
Lanjut Rosihan:
Dalam pertemuan itu saya dengar, tulis Rosihan, banyak orang bertanya: What next? Apakah cuma bicara dan silaturahmi saja sebagaimana diperlihatkan oleh Komite Bangkit Indonesia? Apakah cuma tinggal pada NATO belaka yaitu akronim bukan dari North Atlantic Treaty Organization, melainkan dari No Action Talk Only? Tiada aksi ngomong doang? Saya pikir, bila mau sedikit lebih
serius, NATO itu bisa pula diartikan sebagai New Action Towards Oneself. Tindakan (gerakan) baru ke arah diri pribadi sendiri. Ke arah watak pribadi bangsa yang mandiri, yang menjunjung harkat dan martabat kemanusiaan. Sebagaimana sudah dikemukakan oleh Soebadio Sastrosatomo, tokoh PSI (Partai Sosialis Indonesia) dalam bukunya Pengembang Misi Politik (1995), "Bangsa Indonesia harus kembali menegakkan be yourself".
Berarti jadilah kamu bangsa mandiri, punya harga diri, menolak dijadikan budak oleh kepentingan-kepentingan asing. Demikian liputan dan pendapat Rosihan mengenai situasi dewasa ini.
Rosihan mengutip ucapan tokoh PSI Soebadio Sastrosatomo. Mudah-mudahan, dalam rangka menempuh JALAN BARU tsb., ia tidak lupa strategi perjuangan Subadio Sastromo, yang mengimbau persatuan dengan Bung Karno, (sekarang tentunya dengan para Sukarnois dan pendukung Bung Karno yang sungguh-sungguh) dalam rangka membangun kekuatan nasional untuk MENEGAKKAN YOUSELF. Halmana adalah kebijakan strategi Bung Karno yang dirumuskannya dalam TRISAKTI dan PRINSIP BERDIKARI bagi Indonesia.
Hematku, Rosihan Anwar benar-benar telah berubah, bila ia memanfaatkan sisa umurnya, memberikan sumbangannya demi membangun kekuatan nasional seperti yang digariskan oleh Bung Karno dan juga oleh Subadio Sastrosatomo.
* * *
Monday, November 5, 2007
IBRAHIM ISA - KASUS PRAMUDYA - MASIH SAJA MAU MEMBALIKKAN PERKARA
IBRAHIM ISA
Minggu, 04 NOV 2007
KASUS PRAMUDYA - MASIH SAJA MAU MEMBALIKKAN PERKARA
*
Judul tulisan Kohar Ibrahim yang dimuat di
Hidup Mati Penulis & Karyanya (2) Oleh A.Kohar Ibrahim
Bila ditelusuri 'artikel' yang berjudul seperti tsb diatas, ternyata itu bukan artikel. Tetapi sebuah wawancara seorang wartawan(?). Sebuah wawancara dengan fokus tokoh Pramudya Ananta Tur. Yang diwawancarai adalah sahabat saya, seorang penyair dan pelukis, A. Kohar Ibrahim. Wawancara, semua tau, berbeda dengan sebuah artikel. Sebuah wawancara memberikan kesempatan kepada sang wartawan untuk menentukan tema dan jalur serta arah yang ia kehendaki. Ia memberikan pembatasan-pembatasan yang tak tampak. Tapi mendorong, mengarahkan orang yang diwawncarai supaya bicara sesuai dengan arah yang diinginkannya. Lalu ada masalah publikasi. Tidak jarang terjadi, bahwa yang dipublikasi oleh pe-wawancara adalah bagian-bagian yang ia ingin hal itu diketahui pembaca. Yang kurang berkenan dihatinya tidak disiarkannya.
Seluruh wawancara tsb diatas, kesan saya (mudahan-mudahan kesan saya itu tidak benar) dimaksudkan untuk membenarkan persepsi atau tuduhan bahwa dunia sastra di periode Presiden Sukarno, penguasanya adalah Pram. Dan bahwa Pram ketika itu punya 'otoritas' untuk membikin takut penentangnya dan membungkamnya. Tentu saja, mengenai KASUS PRAM --- ini adalah suatu usaha untuk MEMUTARBALIKKAN PERKARA.
Tidaklah sulit untuk membalik-balik surat kabar pada periode itu, bahwa sesudah Pram menulis bukunya tentang 'Hoakiaw di Indonesia', tak lama kemudian ia dipendjarakan oleh fihak militer yang ketika itu sudah berkuasa melalui SOB, Undang-Undang Darurat Perang.
Saya ingat ketika di Bandung (1960) dilangsungkan Munas Perdamaian, yang diselenggrakan oleh Komite Perdamaian Indonesia. Saya diminta oleh Panitia Munas untuk bicara dengan Pram, salah seorang nara sumber dalam Munas ketika itu, untuk hati-hati bicara ketika mengeritik penguasa, khususnya fihak tentara, yang memang sedang cari dalih untuk membungkam Pram. Saya jelaskan pesan Panitia kepada Pram. Pram dengn tegas menolak pembatasan apapun terhadap tulisan atau makalahnya. Sesudah bicara, kontan, Pram 'dicari' fihak militer. Kawan-kawan berhasil menyelamatkan Pram. Untung tentara tidak berhasil mencekal Pram dan menjebloskannya lagi ke dalam penjara. Memang Pram adalah salah seorang penulis yang tajam sekali mengeritik penguasa yang sesungguhnya di Indonesia, yaitu tentara.
Pram berulangkali bicara dan memprotes tentang kenyataan bahwa yang mengobrak-abrik rumahnya, dan yang sampai sekarang menduduki rumahnya, membakar buku-buku dan dokumentsinya yang disusunnya dalam waktu panjang, yang membuangnya ke P. Buru, adalah fihak penguasa, yang membungkamnya untuk bicara dan menulis, adalah tentara. Pram sering mengulang-ulang bahwa yang berkali-kali mempersekusi dan memenjarakan dia, ya, penguasa yang itu-itu juga, yaitu tentara.
Jelas kiranya, bahwa Pram adalah KORBAN persekusi, Pram bukan penguasa, kapanpun dan dimanapun Pram tak pernah punya kekuasan. Yang pegang kekuasaan adalah tentara. Itu selalu dikemukakan Pram.
Bahkan sesudah jatuhnya Suharto, Pram masih bicara bahwa yang sesungguhnya kuasa adalah tentara. Bila Pram bicara demikian, banyak pendengarnya ingat bahwa ketika Gus Dur didongkel dari kedudukannya sebagai Presiden RI yang ke-4, adalah tentara yang memarkir kendaraan-kendaraan lapis baja dengan moncong-moncong meriamnya diarahkan ke Istana Negara, tempat domisili Gus Dur ketika itu. Kesimpulan umum ketika itu: Tanpa tentara, Mega, Amin Rais, Akbar Tanjung atau siapapun tidak akan mungkin menjatuhkan Gus Dur..
Pram juga pernah menggugat, mengapa ketika itu, ketika dimulainya perdebatan sekitar masalah apakah SENI UNTUK SENI ataukah SENI UNTUK RAKYAT, fihak pembela Manikebu tidak menggunakan kesempatan sebaik-baiknya, mengangat pena untuk melakukan perdebatan terbuka dengan fihak yang menentang faham SENI UINTUK SENI, yang dibela oleh Manikebu? Mengapa? Bukan tidak bisa, kata Pram. Tetapi memang tidak bersedia.
Dari sumber yang bisa dipercaya saya memperoleh keterangan bahwa Nyoto, salah seorang pimpinan Lekra ketika itu, juga salah seorang pimpinan PKI, heran dan menyayangkan mengapa Menteri PPK Prof Priyono (Murba), membubarkan Manikebu? Sayang, kata Nyoto. Sebaiknya, katanya, diadakan perdebatan terbuka, melalui argumentasi, mengenai masalah seni dan budaya. Teritistimewa mengenai masalah, apakah seni untuk seni, ataukah seni untuk rakyat, seni untuk revolusi.
Menurut Nyoto, dia sudah siap untuk melakukan perdebatan tsb. Dari keterangan tsb terungkap bahwa adalah Menteri PPK Prof Priyono (Murba) yang membubarkan Manikebu, bukan Presiden Sukarno, samasekali bukan Lekra. Mana Lekra punya kekuasaan untuk membubarkan Manikebu.
Dengan mengingat-ingat kembali, peristwa-peristiwa yang terjadi pada zaman Presiden Sukarno maupun periode Orba, jelas bahwa Pram, dan golongan Kiri, tidak pernah punya kekuasaan. Yang kuasa selalu adalah fihak yang punya bedil: Tentara.
Sesudah golongan Kiri, PKI, Lekra dsb dibubarkan, dilarang dan dijadikan golongan paria oleh rezim Orba, dan pendukung Manikebu dapat kesempatan, seingat saya, tokh Manikebu tidak mengangkat masalah yang diperdebatkan, dan membuka diskusi besar mengenai masalah apakah SENI UNTUK SENI atau SENI UNTUK RAKYAT, suatu msalah yang tidak sampai cukup diperdebatkan pada zaman Presiden Sukarno.
Suatu masalah yang sampai dewasa ini tetap berguna untuk dibicarakan bersama oleh para budayawan kita yang mencari kejernihan sekitar masalah tsb.
* * *
Kolom IBRAHIM ISA -- Senin, 05 November 2007
Kolom IBRAHIM ISA
-----------------------------------------
Senin, 05 November 2007
PENTING MENGENAL BETUL : -- SIAPA PAHLAWAN BANGSA
Baru-baru ini Aku membaca sebuah berita menarik dan penting (Kompas, 02 Nov 2007). Bisa dilihat dari pilihan berita-berita yang dipublikasikan oleh kawanku TOSSI, di media internet. Tampaknya ini salah satu kegiatan Tossi setelah memasuki kehidupan 'baru' sebagai 'orang pensiunan'. Berita tsb menarik bagiku karena ada tanggapan khusus mantan Presiden RI, Ketua Umum PDI-P, Megawati Sukarnoputri. Yang ditanggapi adalah tokoh pejuang dan pahlawan, JUSUF RONODIPURO, dll.
JUSUF RONODIPURO, --- adalah mantan direktur Radio Republik Indonesia (RRI) di Jakarta, pada tahun-tahun awal Revolusi Kemerdekaan Indonesia . Para pejuang kemerdekaan dan setiap patriot Indonesia ketika itu selalu mengikuti dengan cermat siaran-siaran Radio Republik Indonesia, Jakarta. Kita semua menganggap RRI, sebagai 'Suara dan Benteng tangguh RI', yang menyuarakan SUARA REVOLUSI AGUSTUS 1945.
JUSUF RONODIPUTO, bersama anak-buahnya dengan berani melakukan tugasnya mengabdi Revolusi Agustus, mengabdi Republik Indonesia, betul-betul di bawah ancaman moncong senjata musuh, di tengah-tengah kepungan pendudukan militer Inggris dan Nica. (Baca tulisan khusus tentang Jusuf Ronodipuro, dibawah)
* * *
Tampaknya, dewasa ini, tokoh Jusuf Ronodipuro, seorang pejuang kawakan dan senior, pada periode revolusi kemerdekaan Indonesia, sudah dilupakan orang, khususnya oleh para elite dan penguasa. Keruan saja, pejuang, pengabdi bangsa yang bersih dari korupsi ini, nasibnya terlunta-lunta, sehingga tak cukup dana ketika menderita sakit dan harus diopname di rumah sakit..
Megawati secara tulus menyuarakan hati nuraninya dan kita semua, ketika beliau menyatakan bahwa bangsa ini jangan sekali-kali melupakan para pahlawan pejuang kemerdekaan yang sudah tiada, maupun yang masih hidup sekarang ini. Tergugah hati Megawati melihat keadaan Jusuf Ronodipuro sekarang ini, beliau menyingsingkan lengan-baju, cari bantuan sana-sini untuk menutupi ongkos rumah sakit bagi Jusuf Ronodipuro. Dikatakan oleh Megawati dengan nada agak kesal, a.l.: "Bagaimana ya kita ini, tidak menghargai jasa-jasa pejuang? Coba hitung, tinggal berapa orang lagi generasi 1945 yang tersisa? " katanya dengan nada meninggi.
Selanjutnya Megawati menyebut beberapa nama para pejuang dan pahlawan kemerdekaan. Disebutlah a.l. nama S.K. Trimurti, Joesoef Ronodipuro, . . . lulu . . .PAK HARTO . . . . . . dst. 'PakHarto?' ---- Wah, kok Suharto digolongkan sebagai pejuang/pahlawan? Ini bukan soal kecil!
PAHLAWAN ATAU KORUPTOR DAN PEMBANTAI ORANG TAK BERSALAH?
Mari fikirkan baik-baik, endapkan bersama, bagaimana kok Megawati sampai menderetkan nama Suharto dalam urutan nama-nama pejuang dan pahlawan. Merupakan suatu KEJUTAN, bahwa ucapan demikian mengenai Suharto keluar dari mulut Megawati Sukarnoputra, mantan Presiden RI dan Ketua Umum PDI-P, yang juga adalah salah seorang anak kandung mantan Presiden Sukarno - yang benar-benar pejuang dan pahlawan itu --- yang dipersekusi Jendral Suharto sampai meninggal dalam keadaan yang amat menyedihkan.
Masalah ini perlu benar-benar dijernihkan., sebelum 'kadung kebablasan'. Hitam dibilang putih. Jelek dbilang bagus. Pengkomplot dan koruptor terbesar dibilang pahlawan!
Apakah gerakan REFORMASI DAN DEMOKRATISASI (1998) yang telah menumbangkan rezin Orba; yang dengan keras dan lantang menuntut supaya Suharto, mantan Presiden RI, diadili karena kejahatannya melakukan korupsi besar-besaran; karena tanggungjawabnya atas pembantaian lebih sejuta rakyat yang tidak bersalah, yang begitu mengerikan dan biadab. ---- Apakah hal-hal itu sudah terlupakan? Apakah benar dan adil untuk begitu saja melupakan kejahatan-kejahatan yang dilakukannya? Apakah atas nama, 'melupakan yang sudah-sudah', 'jangan membuka luka-luka lama', dan 'supaya memandang kedepan' , lalu membiarkan saja kejahatan besar terhadap bangsa dan tanah air, terhadap negara yang dilakukan oleh Jendral Suharto dan kroni-kroninya? Bahkan, bolehkah, atas nama REKONSILIASI NASIONAL lalu Suharto diberi titel pejuang dan pahlawan??
Bangsa ini tak boleh lagi mengulangi, sikap yang 'nrimo' begitu saja. Tidak boleh lagi dibiarkan praktek sewenang-sewenang dan sembrono rezim Orba, yang dengan seenak perutnya , tanpa bukti apapun, tanpa proses pengadilan manapun, memfitnah orang-oranmg tak bersalah sebagai 'terlibat', 'pengkhianat' , 'orang bermasalah', dsb. Harus dihentikan kebijakan Orba yang setiap menjelang Hari Nasional 17 Agustus, membagi-bagi kado titel 'pahlawan bangsa', kepada kroni-kroni pendukung setia Suharto dan rezim Orba, menganugerahkan titel 'pahlawan' kepada istri atau sanak keluarganya. Bukankah praktek itu meniru-niru ulah sewenang-wenang, misalnya dari seorang NAPOLEON. Yang begitu mengangkat dirinya sendiri sebagai k a i s a r Perancis, Kaisar Napoleon, lalu dengan boros menganugerahkan titel 'pangeran' 'yang dipertuan putri' dan lain-lain titel kerajaan kepada siapa saja yang disukainya.
Megawati Sukanoputra menderetkan nama Suharto sebagai p e j u a n g .
Suharto memang p e r n a h ambil agian dalam perang kemerdekaan. Mengenai peristiwa bersejarah, 'Serangan Umum 1 Maret terhadap Jogyakarta, yang populer dengan nama, 'ENAM JAM DI JOGJA', sempat pula Suharto memelintir fakta sejarah, dengan mempublikasikan bahwa dialah yang punya ide-cemerlang menyerbu dan menduduki Jogja beberapa jam, dengn maksud menunjukkan pada bangsa dan dunia bahwa Republik Indonesia masih eksis dan berjuang terus.
Kepalsuan Suharto terungkap, karena catatan sejarah menunjukkkan bahwa ide 'Serangan Umum 1 Maret' adalah dari DOROJATUN, Sri Sultan Hamekubowono IX.
Dari sini saja sudah bisa dilihat bahwa Suharto bukan pejuang sejati yang tanpa pamrih.Ini satu hal. Bagaimana dengan pemberian nama 'pahlwan' kepada 'Pak Harto', yang diucapkan oleh Megawati? Bukankah sudah menjadi rahasia umum, bahwa kemudian, Jendral Suharto bergelimang dengan praktek manipulasi, menjadi penjelundup klas kakap ketika ia menjadi komandan militer di Jawa Tengah, sehingga ia kena tindakan disiplin militer, 'disekolahkan', ke Bandung.
Selanjutnya semua tau -- dalam tahun-tahun 1965-66 Jendral Suaharto melakukan makar dengan orang-orang militer sekitarnya, menggunakan 'Peristiwa G30S' untuk melakukan 'KUP MERANGKAK' terhadap negara Republik Indonesia. Kemudian menggulingkan Presiden Republik Indonesia Sukarno. Sesudah itu melalui suatu manipulasi dan rekayasa institusionil, menjadikan dirinya Presiden yang kedua Republik Indonesia.
Selain itu, Jendral Suharto bertanggung jawab atas persekusi dan pembunuhan lebih sejuta rakyat Indonesia yang tak bersalah. Selama periode rezim Orba yang ditegakkan dan dipimpinnya, selama 32 tahun, telah terjadi pelanggaran HAM terbesar dalam sejarah Indonesia. Telah mengubah Indonesia menjadi negara tanpa-hukum, yang paling besar hutang luarnegerinya, dalam periode itu berlangsung dengan sejadi-jadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu lembaga PBB menempatkan Suharto sebagai koruptor terbesar dan terkaya di dunia ini. Bisakah fakta-fakta ini ditiadakan begitu saja? Dengan pertimbangan hendak berkoalisi lagi dengan Golkar?
Maka, nama Suharto tak patut dideretkan sejajar dengan nama-nama : SK Trimurti, Jusuf Ronodipuro, Rosihan Anwar, Des Alwi dan lain-lain, seperti yang dikatakan oleh Megawati.
Masalahnya ialah, karena, Suharto telah mengkhianati Presiden Republik Indonesia Sukarno, telah mengkhianati bangsa , Undang-Undang Dasar RI, falsafah negara Pancasila. Suharto dengan sewenang-wenang telah mengenakan tahanan rumah terhadap Presiden RI, sampai beliau meninggal dunia. Bagaimana pula Megawati Sukarnoputri sampai menderetkan nama Suharto dengan SKTrimurti dll. yang benar-benar adalah pejuang-pejuang dan pahlawan kemerdekaan .
* * *
Untuk tambah pengenalan pembaca mengenai siapa JUSUF RONODIPURO, ada baiknya dipublikasikan lagi tulisan brikut ini mengenai KEPAHLAWANAN PEJUANG KEMERDEKAAN --- JUSUF RONODIPURO, sbb:
IBRAHIM ISA dari BIJLMER
Juma't, 18 Agustus 2006
----------------------------------------
KEPAHLAWANAN PEJUANG KEMERDEKAAN
Lahirnya satu bangsa baru, suatu nasion baru Indonesia, adalah hasil perjuangan dari seluruh bangsa, dari Sabang sampai ke Merauké. Sementara peranan dalam proses ini lebih dikenal dan dinilai lebih penting dari lainnya. Seperti peranan para pendahulu, tokoh-tokoh pemimpin bangsa ini dalam perjuangan pembangunan-bangsa dan perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme.
Seperti (untuk menyebut berapa nama saja) diantaranya : Dr. Soetomo, H.O.S, Tjokoroaminoto, Alimin, Tan Malaka, Husni Thamrin, Sukarno, Hatta, Syahrir, Amir Syarifuddin, K. Dewantoro, Leimena, Ratulangi, Tan Ling Djie, Siauw Giok Tjhan, Subadio Sastrosatomo, Yap Thiam Hien, dan banyak lainnya. Tak terhitung pula jumlah pahlawan yang tak dikenal namanya, yang berjuang, menderita dan gugur demi kemerdekaan bangsa dan tanah air.
Kiranya sudah tiba waktunya, kita mendirikan sebuah monumen nasional pejuang-pejuang kemerdekaan bangsa dan negeri, dimana ditatah nama-nama beliau-beliau yang telah memberikan jiwa dan raganya pada cita-cita mulya kemerdekaan bangsa dan nasion dan demi keadilan sosial bagi rakyat. Lebih penting lagi kiranya untuk tidak melupakan para PAHLAWAN YANG TAK DIKENAL. Tetapi yang sumbangan dan jasanya tidak kurang dari para tokoh dan founding fathers bangsa ini.
* * * *
Yang ingin aku kemukakan kali ini ialah: Tindakan kepahlawanan dari JUSUF RONODIPURO, dan kawan-kawannya dari kantor pemancar radio pendudukan militer Jepang di Jakarta. Berkat tekad dan keberanian revolusioner beliau dan kawan-kawannya maka PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA dapat disiarkan ke seluruh Indonesia dan dunia.
Betapa besar arti tindakan Jusuf Ronodipurro dan kawannya Bahtar tak ternilaikan, ketika mereka menerobos isolasi ketat Kenpeitai Jepang, menyelinap ke kamar siaran luarnegeri yang digunakan Jepang untuk siaran ke Indonesia dan ke luarnegeri. Kemudian di situ membacakan teks dari secarik kertas: PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA. Sesudah membacakan dan menyiarkan teks Proklamai tsb, mereka digerebeg Kenpeitei. Digebuki, ditendangi lars Kenpeitan, dan .... nyaris saja leher mereka ditebas samurai Kenpeitai Jepang. Syukur Alhamdulillah , rupanya masih ada yang melindungi dua orang pejuang itu.
Juga adalah berkat tindakan berani Jusuf Ronodipuro dan kawan-kawannya, melaksanakan saran teramat penting dari dr. Abdurrahman Saleh yang sering disebut Pak Karbol, tentang PERLUNYA REPUBLIK INDONESIA punya pemancar Radio sendiri. Maka, Jusuf Ronodiputro bersama kawan-kawan seperjuangannya membangun pemancar pertama Radio Republik Indonesia. Pemancar pertama Radio Republik Indonesia tsb tersembunyi di belakang "kamar mayat" di RSUP ketika itu (sekarang namanya RSCM).
Dalam rangka peristiwa bersejarah tsb diatas itulah, ku-ingin memboyong pembaca untuk membaca satu tulisan penting: Wawancara dalam KCM Kompas Cyber Media, 18 Agustus 2006. Yang diwawancarai adalah Jusuf Ronodipuro mantan direktur Radio Republik Indonesia (RRI), Jakarta. Sekarang ini umur beliau kira-kira sekitar 80-an. Wartawan KCM yang menulisnya bernama --- LUSIA KUS ANNA.
* * *