Senin, 20 Juli 2009
------------------------------------------
ISENG-ISENG ÉH, KEBENERAN!
Sabtu siang kemarin dulu, seperti biasanya, bersama Murti, kami jalan-jalan keluar. Ini adalah acara harian kami. Tiap hari harus keluar jalan kaki. Paling tidak satu jam. Sambil belanja untuk keperluan dapur. Bila jatuh pada hari Senin atau Kemis, kami mampir di pasar. Dua kali seminggu di Winkelcentrum Amsterdamse Poort, ada hari 'pasaran'. Di situ sering bisa didapat komoditi yang 'twee halen, een betalen'. Artinya ambil dua bayarnya satu saja. Lumayan! Jadinya, setiap jalan-jalan keluar, selalu 'napsack' atau rugzak itu dibawa.
Begitulah! Hari Sabtu itu kami keluar jalan-jalan. Kali ini, kataku kepada Murti, mari kita ke Reigersbos. Jarak tiga stasiun Metro dari tempat kami, Amsterdam Bijlmer Arena. Sambil bertanya untuk apa, Murti sudah bilang OK. Aku ingin mengunjungi Openbare Biliotheek Amsterdam (OBA), cabangya di Reigersbos, kataku. Siapa tau ada buku yang interesan mengenai Indonesia.
Pergilah kami jalan-jalan ke Reigersbos. Pas turun dari Metro bertemu dengan sahabat lama kami, Chalik Hamid. Ia kebetulan ada keperluan ke rumah teman yang sedang libur. Untuk nyirami tanamannya. Begitulah antara sahabat, biasa. Manifestasi saling perhatikan dan saling bantu.
* * *
'Iseng-iseng, éh, kebeneran'. Memang sungguh terjadi. Tujuan ke Bibliotheek Reigersbos itu, maksudnya 'iseng-iseng' saja. Jalan-jalan, sambil liat-liat. Barangkali saja ada sesuatu yang interesan. Tiba di Biliobtheek, dari luar tampak di dalam ada orang-orang yang sedang duduk-duduk baca buku. Kami cari-cari dimana pintu masuk. Tak ketemu. Kami ketok-ketok kaca jendela. Orang di dalam agak tersentak. Heran melihat kami ketok-ketok. Lewat gerak-gerak tanganku orang yang di dalam mengerti bahwa kami cari pintu 'íngang' mau masuk. Melalui gerak tangannya, ia tunjukkan bahwa pintu masuk ada di bagian sisi gedung. Bukan di depan gedung.
Kami masuk. Tampak ruangan Bibliotheek cukup bagus. Ada kursi meja untuk baca. Selain itu juga ada sofa. Cukup mewah! Terlintas di fikiran perpustakaan di negeri kita. Umumnya amat sederhana Kecuali Perpustakaan Nasional di Jakarta. Karena Bibliothek Reigersbos itu baru sekali ini kami kunjungi, langsung kutanyakan pada karyawan yang bertugas, dimana letak buku-buku tentang Indonesia.
Ia mengantarkan ke tempat dimana terdapat buku-buku Indonesia. Pada rak buku dengan abjad huruf ' I '. Memang di situ ada buku-buku tentang India, Irak, Israel, dll dan . . . . Indonesia. Tapi aku sedikit kecewa karena kok sedikit sekali buku-buku tentang Indonesia yang ada di situ. Juga di Openbare Bibliotheek Amsterdam (OBA) Pusat, di dekat Centraal Station Amsterdam, gedung baru bertingkat 9, toh buku-buku mengenai Indonesia masih sedikit sekali. Tapi di situ memang lebih banyak buku tentang Indonesia. Belakangan ini rupanya ditambah.
* * *
Nah, di situlah, pada rak buku di bawah abjad huruf 'I ', aku menemukan buku yang memang interesan bagiku: 'GESCHIEDENIS Van INDONESIË'.' Sejarah Indonesia'. Terbitan Walburg Pers, Zutphen, 2006. Disusun oleh redaksi terdiri dari pakar-pakar Belanda: Leo Dakhuizen , sejarawan dan penulis; Dr Mariëtte van Selm (sejarawan), dan Frans Steeg. Dari luar buku ini menarik. Tampaknya edisi lux, tebal 192 halaman. Menggunakan kertas kwalitas mahal berukuran 30 x 24 cm. Begitu dicomot dan diangkat, wah cukup berat. Aku fikir kurang praktis membaca buku lux seperti itu. Sudah besar ukurannya, berat pula. Aku lebih suka baca buku berukuran pocketbook. Seperti , umpamanya buku Barack Obama (edisi asli bahasa Inggris) yang belum lama kubeli. Yang pertama 'Dreams From My Father' . . . . setebal 442 halaman. Buku kedua 'The Audicity Of Hope . . . . ' setebal 375 halaman. Ukurannya kecil dan menggunakan kertas biasa-biasa saja. Ringan dan gampang dibawa-bawa untuk dibaca dalam perjalanan. Dua buku Obama itu jauh lebih ringan terbanding satu buku 'Geschiedenis van Indonesië'.
Aku, tulis 'ISENG-ISENG, 'EH, KEBENERAN'. Tadinya hanya iseng-iseng saja jalan-jalan ke Bibliotheek Reigersbos. Tau-tau kudapati di situ buku tentang SEJARAH INDOENSIA. Kebeneran, karena selama ini aku selalu mencari buku-buku tentang sejarah Indonesia. Atau yang mengandung hal-hal mengenai Indonesia. Seperti soal Indonesia, ternyata ada terdapat di buku Barack Obama: The Audicity of Hope . . .
Tentu, buku sejarah Indonesia yang ditulis oleh sejarawan TNI-AD Prof Dr Nugroho Notosusanto, bukan buku sejarah. Karena sejarawan tentara ini, adalah salah seorang 'pakar sejarah' yang memelintir sejarah kita. Baginya yang pokok mengabdi rezim Orba. Itulah sebabnya di Indonesia banyak ditulis dan dibicarakan, diseminarkan tentang perlunya PELURUSAN SEJARAH. Karena selama rezim Orba, telah terjadi pemelintiran, pemalsuan terhadap fakta-fakta sejarah Indonesia. Apalagi bila hal itu menyangkut fakta tentang pelanggran HAM terbesar dalam sejarah kita. Terjadi pada periode ketika Pembantaian Masal 1965, di bawah rezim Orde Baru Jendral Suharto.
Aku segera pinjam buku 'Geschiedenis Van Indonesië'. Bukan karena kulit luarnya menampilkan antara lain foto PRESIDEN SUKARNO. Yang bagus. Kita tau beberapa buku tentang sejarah Indonesia, atau tentang Bung Karno, yang ditulis oleh pakar Barat juga oleh pakar pendukung Orba, sengaja memuat gambar Bung Karno, yang menampilkan wajah seorang yang tampak bengis dan buruk rupanya.
Aku tertarik ingin baca buku itu. Pertama-tama karena aku anggap penulisannya 'boleh lah'. Banyak yang sesuai dengan apa yang terjadi. Sejenak kubaca beberapa halaman depan, tengah dan akhir. Misalnya, tentang Bung Karno yang baru tamat perguruan tinggi teknik THS Bandung, ditulis begini:
'Soekarno menjadi sekretaris dan redaktur majalah bulanan INDONESIA MUDA. Di situ ia menyatakan bahwa ia menginginkan lebih dari sekadar meningkatkan (bangsa ini) di bidang sosial-kulturil. Dan bahwa tujuannya ialah aksi politik. Ia (Sukarno) menginginkan suatu gerakan rakyat yang didasarkan atas sintese ideologi nasionalisme, Islam dan marxisme. Ia menjadi ketua dari gerakan baru ini, Perserikatan Nasional Indonesia (PNI), didirikan pada tanggal 04 Juli 1929, yaitu hari Kemerdekaan Amerika. Jelas, bahwa PNI dibawah pimpinannya, harus melakukan usaha dan kegiatan untuk merealisasi kemerdekaan Indonesia (terjemahan bebas dari bahasa Belanda, I.I.).
Membaca bagian yang ini saja mengenai Bung Karno, aku sudah berfikir buku sejarah bikinan orang-orang Belanda ini akan kubaca.
Tak kututup-tutupi, bahwa, bagiku, ukuran penting untuk menilai obyektif-tidaknya buku sejarah mengenai gerakan kemerdekaan Indonesia, antara lain ialah, dari kenyataan bagaimana ditulis tentang kegiatan Bung Karno sejak dulu. Buku yang ini tidak menfitnah bahwa Sukarno itu 'kolaborator Jepang' atau menyatakan bahwa pembunuhan masal hampir tiga juta orang Indonesia tak bersalah, itu disebabkan oleh politik Presiden Sukarno. Buku ini juga tidak memfitnah bahwa begitu banyak korban orang tak bersalah itu adalah tanggungajwab Sukarno. Memang, nyatanya juga begitu banyak analisis dan pengungkapan-pengungkapan, seperti pernyataan Mayor-Jendral Sarwo Edhi, yang menegaskan bahwa tanggungjawab pembunuhan masal, dimana ia turut aktif ambil bagian, adalah pada – ATASANNYA.
Bukankah justru pemelintiran sejarah mengenai peranan Bung Karno dalam sejarah, itulah yang antara lain hendak DILEMPANGKAN sekarang ini?
Pemelintiran sejarah telah berlangsung, dengan penulisan yang menyatakan, bahwa naiknya Presiden Suharto ke panggung kekuasaan adalah melalui 'pemilihan' oleh MPRS. Bahwa itu kemudian dikokohkan oleh berkali-kali 'pemilu' periode Orba. Bukankah itu pemelintiran fakta sejarah yang hendak dilempangkan sejak gerakan Reformasi? Tokh, dalam situasi seperti ini , masih muncul suara-suara sumbang yang malah, menuduh usaha untuk meluruskan sejarah, difitnah hendak 'memelintir' fakta sejarah.
* * *
Bagiku, masih ada lagi yang bisa dipakai untuk melihat betapa penulisan sejarah itu obyektif atau tidak. Dilihat, bagaiman ditulis tentang PKI dan peranannya dalam sejarah Indonesia. Apakah isinya fitnahan semata-mata, rekayasa. Yang samasekali menegasi peranan PKI dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Ataukah menulis apa adanya.
Buku 'GESCHIEDENIS VAN INDONESIË' mengenai PKI a.l.menulis, bahwa pada mulanya antara Islam dan marxisme berlangsung kerjasama. Dalam bentuk kerjasama antara SI dan kaum komunis. Yang menarik ialah ditulis bahwa, pada suatu periode -- adalah barang biasa bahwa orang-orang Indonesia pada waktu yang sama menjadi anggogta lebih dari satu organisasi nasional. Terutama di Semarang. Di situ banyak anggota SI (Sarekat Islam) menjadi anggota dari pelbagai organisasi sosialis. Sesudah berdirinya PKI, bukan sesuatu yang luarbiasa bahwa anggota SI juga anggota PKI. Namun sesudah Kongres Sarekat Islam th. 1919, Agus Salim dan Hasan Djajadininggrat, mencoba untuk membangun suatu koalisi anti-PKI dalam SI. Demikian ditulis dalam 'Geschiedenis van Indonesië'.Tentu, apa yang tertulis itu masih harus dicek dan di-ricek dengan sumber lainnya.
Ukuran lainnya untuk melihat apakah pencatatan sejarah itu, rekayasa atau tidak, ialah bagaimana ditulis mengenai digulingkannya Presiden Sukarno. Bagaimana tentang naiknya Jendral Suharto jadi Presiden. Bagaimana ditulis sekitar G30S dan masa pembunuhan masal terhadap PKI dan orang-orang Kiri yang terjadi sesudah itu. Serta bagaimana ditulis mengenai periode Orba, dan bagaimana pula mengenai gerakan Reformasi dan jatuhnya Presiden Suharto.
Bila penulisan didasarkan atas hasil penelitian mengenai fakta-fakta yang ada, maka bisa dikatakan penulisan itu berusaha obyektif. Bila didasarkan pada bahan-bahan yang pada pokoknya dikeluarkan oleh Orba dan pendukungnya, maka biasanya penulisan akan berlaku menurut versi Orba. Jadi termasuk yang harus dilempangkan!
* * *
Menarik apa yang ditulis dalam buku yang sedang dibicarakan, dalam INLEIDINGnya sbb:
'Indonesia, lebih dari negeri lainnya di Asia, memperoleh perhatian di Nederland. Alasannya bisa dimengerti. Dalam banyak hal ia merupakan negeri yang mempesonakan dengan penduduk, yang meskipun masa kolonialnya, terhadap orang Belanda ramah. Juga merupakan negeri yang bagi sejumlah besar orang Belanda masih ada hubungan pribadi. Di kalangan generasi tertua terdapat banyak yang pernah tinggal lama atau dalam waktu yang lebih pendek di Indonesia. Banyak yang lahir di Indonesia dan baru setelah dekolonisasi kembali ke Nederland. Semua mereka itu meneruskan cinta mereka pada Indoensia pada keluarga mereka dan orang-orang lain. Kiasan ataupun harafiah Indonesia tetap hidup di kalangan banyak keluarga Nederland.'
Teks tsb diatas adalah terjemahan bebas dari teks bahasa Belandanya. Bisa juga ada kekelireuan. Tetapi intinya kira-kira begitulah. Sebisabisa aku menterjemahkannya dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Demikian inilah hasilnya.
Pernyatan demikian di dalam Pengantar buku 'Sejarah Indonesia' karya orang-orang Belanda yang ditulis untuk orang-orang Belanda, mencerminkan semangat persahabatan dengan rakyat Indonesia.
Ini salah satu sebab aku akan baca habis buku ini.
Tanggapan, belakanagan!
* * *