IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita
--------------------------------
Kemis, 24 Januari 2008
INTERMEZO - (11)
- 'Al Zajeera' Tentang 'Warisan (Suharto) Sang Diktator'
- Orasi Emile Salim
- Sanggahan Wimar Witular dan Mugiyanto
'Warisan Seorang Diktator!'
'The Legazy of a Dictator'. Begitulah kata 'Aljazeera'. 'Diktator'! Perhatikan itu, 'diktator' bukan 'Bapak Pembangunan', bukan pula 'Anak Desa' seperti kata Suharto sendiri.
Tadi itu adalah ucapan-ucapan yang bisa didengar dalam salah satu acara sebuah stasiun pemancar TV di Timur Tengah bernama 'AL JAZEERA', yang belum lama didirikan. Acara tsb kurasa menarik sekali. Karena di situ berkonfrontasi pemuji lawan pengkritisi mantan Presiden Suharto.
Talkshow' tsb adalah tayangan 'Al Jazeera'. Sempat aku melihat dan mendengarnya sendiri dalam siaran 'YouTube' (rekaman video) , yang diforwardkan oleh sahabatku MD Kartaprawira. Di situ moderator mengajukan pertanyaan kepada salah seorang partisipan, yaitu DR Emile Salim, sbb: 'Did Indonesia's progress justify Suharto's iron fist approach? Bahasa kita kira-kira begini: Apakah 'kemajuan' Indonesia bisa memberikan pembenaran terhadap pendekatan tangan besi Suharto?
Tidak bisa lain, Emile Salim hanya memberikan jawaban yang mencoba mengelak. Dan plintat-plintut. Emile Salim berucap bahwa (sebenaryna) pada permulaan periode mantan Presiden Suharto telah berlangsung 'demokrasi' dan 'pembangunan' ekonomi negeri, bla, bla, bla. Adalah pada periode belakangan saja, terjadi kesalahan-kesalahan yang merupakan 'ekses' Orba. Janganlah melihat periode Orba dengan pandangan berat sebelah. Kalau demikian 'kan tidak obyektif. Ada kemajuan tapi ada 'ekses', kata Emile. Siapa saja tidak sempurna. Pasti ada kesalahannya. Demikian pembelaan Emile Salim mengenai Orba di bawah mantan Presiden Suharto.
Yakin bahwa keterlibatannya sebagai pejabat tinggi dalam Orba yang dianggapnya telah 'berhasil menyelamatkan' Indonesia dari krisis (1965) dan melaksanakan pembangunan ekonomi Indonesia,--- dalam nada puas diri dan sombong, Emile Salim mengajukan pertanyaan: Dimana kaum kritisi ketika itu? Apa sumbangan mereka terhadap pembangunan Indonesia? Demikian Emile.
Kontan saja dijawab oleh Wimar Witular, bahwa rezim Orba telah mengakibatkan kerusakan besar terhadap bangsa Indonesia. Baik di bidang politik maupun ekonomi. Dan kami yang di luar 'establishment', di luar Orba, justu memberikan sumbangan kami dalam perjuangan kami melawan Orba yang melakukan pelanggaran HAM dan bergelimang dalam kultur KKN.
* * *
Acara 'talkshow' tsb dipandu oleh Teymoor Nabili, moderator 'Aljazeera' . Hadir di studio 'Aljazeera' , komentator politik Wimar Witular, mantan penasihat Presiden Wahid; lalu aktivis Mugiyanto, Kordinator IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang). Emile Salim, yang ada di Jakarta, bicara lewat satelit.
Argumentasi Emile yang membela Orba dan mantan Presiden Suahrto itu, dibantah secara kena dan telak oleh Wimar Witular dan Mugiyanto. Masing-masing berargumentasi bahwa pemerintahan Presiden Suharto sudah sejak semula melakukan kesalahan serius dan pelanggaran HAM besar. Hal itu terjadi dengan dilancarkannya kampanye pembasmian dan pembunuhan besar-besaran terhadap kaum Komunis dan golongan Kiri lainnya yang tak berasalah.
Wimar Witular menyatakan keherananya, mengapa seorang pandai seperti Dr Emile Salim, membiarkan pelanggaran HAM besar-besaran yang berlangsung atas tanggung jawab mantan Presiden Suharto. Membiarkan berkembangnya kultur korupsi, kolusi dan nepotisme. Bagaiamana bisa Dr Emile Salim sampai mengatakan bahwa pelanggaran besar-besaran HAM dan penindasan terhadap setiap pengkritik Orba, sebagai suatu 'ekses'. Semua tau bahwa hal-hal itu berlangsung sejak berdirinya Orba.
Mugiyanto, kordinator IKOHI, menegaskan bahwa sebagian terbesar dari jutaan korban 1965 adalah pendukung Presiden Sukarno. Merek itu adalah kaum nasionalis dan golongan Kiri lainnya. Jangan lupa tempat pengasingan ribuan tahanan politik Orba di P Buru. Jangan lupa Peristiwa Malari, Kasus Tanjung Priok - penindasan dan pembunuhan terhadap kelompok Islam, DOM Aceh, Papua, invasi dan pendudukan Timor Timor yang membawa korban tidak kurang 200.000 rakyat Timor Timur. Belum lagi kasus penembakan misterius (PETRUS), penindasan terhadap Kantor PDI-Mega di Jakarta, dll itu semua adalah satu rentetan politik, POLITIK ORBA. Itu bukan terjadi baru belakangan saja, dan bukan pula suatu 'ekses'. ITU POLITIK ORBA .
Waktu yang digunakan untuk 'talkshow' 'Aljazeera' kurang lebih setengah jam. Itu semua bisa dilihat di 'YouTube'.
Namun, kesediaan Dr Emile Salim, yang mantan menteri dalam pemerintahan Orba itu, sebagai orang kepercayaan dan yang mempercayai mantan Presiden Suharto, untuk turut ambil bagian dalam diskusi dengan dua orang pengkritisi mantan Presiden Suharto, bolehlah disambut. Memang ada baiknya bila para pejabat elite yang dalam periode rezim Orba telah memberikan 'sumbangannya' terhadap 'kestabilan' pemerintahan Suharto, tidak menolak untuk mengadakan tukar-fikiran dan diskusi, dengan para pengkritisi Orba, -- Untuk menjawab pertanyaan, apa sebabnya mereka begitu getol menyokong Orba, dan tidak bisa melihat ataupun menyadari pelanggaran HAM maupun hukum, yang telah terjadi sejak awal Orba, serta korupsi yang dilakukan oleh mantan Presiden Suharo dan kroni-kroninya.
* * *
Associated Press (AP, Amerika), Agence France Press (AF, Prancis) dan Reuters (Ingg ris)
Tampil dengan Puluhan Foto.
Coba kita lihat, . . . bagaimana tiga kantor berita mancanegara, i.e. AP, AFP dan Reuters meliput pemberitaan sekitar Suharto sejak sakit kemudian krisis. Dengan sendirinya banyak sekali. Yang biasa-biasa saja, maupun liputan yang analitis ataupun yang mengantisipasi.
Yang kuangkat dan soroti kali ini bukan siaran yang dilemparkan ke publik umum dalam bentuk 'news-items'. Tetapi siaran yang dipublikasikan berupa foto-foto. Jangan keliru pula, di sini sama sekali tidak ada maksud untuk menyiarkan kembali foto-foto tsb. Kalau ingin melihatnya sendiri pembaca harus melihatnya di media internet. Yang hendak kutulis adalah apa yang dinyatakan foto-foto yang dipublikasikan itu.
Sampai siang tanggal 23 Januari, 2008, tidak kurang dari 139 foto-foto sekitar Suharto sakit dan krisis, yang disiarkan AP, AFP dan Reuters. Di media internet bisa dilihat di 'Yahoo Foto-News' hari-hari ini.
Belum pernah aku melihat foto Suharto sedemikian banyaknya. Ini memang betul begitu. Dalam buku Suharto saja yang berjudul 'Soeharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya', suatu otobiografi, di situpun tidak sebegitu banyak foto-foto mantan Presiden Suharto yang dipublikasikan..
Memang, sakitnya mantan Presiden Suharto, kemudian dilanda krisis demi krisis, banyak menarik perhatian media dalam maupun luarnegeri. Tentu ada sebabnya. Mantan Presiden Suharto, bukan orang biasa. Ia terkenal, bukan saja di Indonesia tetapi juga di luarnegeri.
Sama seperti Presiden Sukarno yang juga amat terkenal di dalam dan luarnegeri. Di luarnegeri, khususnya di negeri-negeri berkembang di Asia dan Afrika, Presiden Sukarno harum namanya. Beliau dikenal sebagai bapak bangsa Indonesia swbagai pejuang kemerdekaan Indonesia dan pemrakarsa Konferensi Asia - Afrika di Bandung (1955) yang telah memberikan solidaritas dan dorongan kuat terhadap gerakan kemerdekaan nasional di Asia dan Afrika periode itu. Maka bukan kebetulan bahwa Afrika Selatan telah memberikan bintang pengharagaan khusus kepada mntan Presiden Sukarno. Seperti kita ingat, mantan Presiden Megawati sendiri yang datang ke Afrika Selatan, untuk menerima tanda penghargaan tinggi Afrika Selatan kepada mantan Presiden Sukarno.
Sedangkan 'terkenalnya' mantan Presiden Suharto lain lagi. Di kalangan luas dunia, mantan Presiden Suharto dikenal sebagai seorang jendral yang dalam tahun 1965 menggulingkan Presiden Sukarno dan melakukan 'creeping coup d'état', kup merangkak dalam perebutan kekuasaan pemerintahan dan negara Indonesia. Mantan Presiden Suharto juga dikenal sebagai seorang diktator yang bertanggungjawab atas lebih sejuta korban warganegara Indonesia yang tak bersalah dalam tahun-tahun 1965-66-67. Ia juga dinyatakan bertanggungjawab atas pelanggaran HAM besar-besaran di Aceh, Papua, Tanjung Priok, dll. yang ia lakukan demi membungkam oposisi dan mempertahankan kekuasaanya. Suharto juga dikenal sebagai kepala pemerintahan Indonesia yang melakukan invasi, menduduki dan 'menganschlus' Timor Timor, menjadikannya salah satu propinsi Republik Indonesia. Sehingga telah jatuh korban tidak kurang dari 200.000 rakyat Timor Timur.
Yang menarik ialah bahwa kantor-kantor berita internasional itu, memberikan dua atribut pada Suharto. Pertama, sebagai mantan Presiden Republik Indonesia. Penamaan lainnya, ialah Suharto disebut MANTAN DIKTATOR INDONESIA.
Melanjutkan cerita tentang foto-foto yang disiarkan oleh AP, AFP dan Reuers, jelas sekali bahwa jumlah terbesar (70% lebih) dari foto-foto tadi adalah mengenai pelbagai lapisan masyarakat, ada yang dari golongan mahsiswa yang berdemo, di Jakarta, Solo, Jogyakarta dan lain-lain tempat. Para pendemo yang tidak setuju mantan Presiden Suharto dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Tuntutan tegas yang diajukan adalah mengajukan mantan Presiden Suharto ke pengadilan. Apakah dia nantinya dimaafkan atau tidak, itu harus dipelajari secara kongkrit.
Ada foto Suharto dengan gambar di belakang jeruji besi penjara. Di bawahnya tertulis: 'SBY - JK, -Kapan Janji Dipenuhi?'; 'Suharto Bapak Pembangunan, Dipimpin Suharto Indonesia Jadi Sengsara'; dan banyak lagi poster yang dibawa kaum pendemo yang menuntut Suharto diadili.
Terdapat juga foto-foto kaum elite yang berdoa untuk Suharto. Selanjutnya agar mantan Presiden Suharto dimaafkan, diberi amnesty dsb. Juga ada satu dua foto tentang orang-orang yang berdoa di mesjid untuk Suharto.
* * *
Sungguh menarik menyaksikan begitu banyak foto yang menuntut supaya mantan Presiden Suharto diadili. Demikian banyaknya yang menolak Suharto diberi ampun, tanpa dia sendiri mengakui kesalahannya, apalagi minta maaf.
* * *
Monday, January 28, 2008
> IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita -- INTERMEZO - (11)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment