----------------
23 Juli 2008
JOESOEF ISAK, Sukarnois, Penerbit 'Hasta Mitra' *)
Menulis tentang salah seorang sahabatku yang paling akrab, Sukarnois
JOESOEF ISAK , kali ini dalam rangka menyambut ultahnya yang ke-80, tak
bisa tidak, terkait nama 'HASTA MITRA', penerbit buku bermutu. Demikian
pula halnya, menulis tentang fikiran dan cita-cita perjuangan Joesoef
Isak, pasti tak bisa dilepaskan dari nama Bung Karno, serta ajaran Bung
Karno mengenai revolusi Indonesia.
Aku katakan Joesoef Isak adalah Sukarnois. Memang demikianlah
sesungguhnya! Memang fakta-faktanya demikianlah adanya.
Periksalah tulisan-tulisan pakar, wartawan, maupun penulis lainnya,
mengenai Bung Karno. Apalagi yang orang asing. Mereka itu merasa tidak
afdhal, merasa berdosa, bila tidak mengangkat sera menonjol-nonjolkan
kekurangan-kekurangan, atau 'cacad' Bung Karno dalam kehidupan
pribadinya. Mereka merasa kurang lengkap menulis jika tidak
mendeskreditkan Bung Karno secara politik, melakukan 'character
asassination' , memfitnah Bung Karno sebagai 'kolaborator Jepang' dan
penggerak kerja paksa 'romusha', sebagai 'petualangan revolusioner',
bahkan sebagai 'Komunis' dan dalang 'G30S'. Beberapa tulisan dan
wawancara penting Joesoef Isak, serta sementara sejarawan generasi baru
telah menangkis tuduhan dan fitnahan tsb, mendudukkan Bung Karno pada
tempat dan peranannya yang sesungguhnya dan teramat penting dalam
sejarah pergerakan dan revolusi kemerdekaan Indonesia. Pembelaan Joesoef
Isak mengenai peranan Bung Karno dalam sejarah Indonesia, serta
uraiannya yang konsisten dan mantap mengenai ide-ide dan fikiran Bung
Karno, merupakan fakta-fakta kongkrit yang menunjukkan bahwa Joesoef
Isak adalah murid setia Bung Karno, adalah Sukarnois sejati.
Lihat dan periksa sendiri tulisan-tulisan Joesoef Isak mengenai Bung
Karno dan ajaran-ajarannya. Asal saja orang punya sedikit kejujuran
terhadap kenyataan dan fakta, pastilah mengakui bahwa Joesoef Isak
termasuk yang paling banyak menulis serta menguraikan ajaran Bung Karno
sehubungan dengan gerakan kemerdekaan dan revolusi Indonesia.
Sehubungan dengan sosialisasi mengenai peranan dan kepemimpinan Bung
Karno dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, entah sudah berapa buah
buku yang diterbitkan oleh Penerbit Hasta Mitra.
* * *
Catat ini:
Hasta Mitra di bawah pimpinan Joesoef Isak, adalah satu-satunya penerbit
Indonesia yang berani muncul dan melakukan kegiatannya secara legal
selagi Indonesia masih ada di bawah kekuasaan rezim Orba. Penerbit Hasta
Mitra secara terbuka dan berani blak-blakan menantang penguasa, yang
menindas hak-hak warganegara, untuk dengan bebas menyatakan fikiran dan
menerbitkannya. Jangan lupakan satu lagi catatan penting dan unik: Itu
dilakukannuya sambil merangkul orang kedua berkuasa Orba ketika itu,
Wapres Adam Malik. Demi suksesnya rencana menerbitkan buku Pramudya yang
pertama dan paling terkenal BUMI MANUSIA (Jakarta, 1981), Joesoef dan
Hasyim Rakhman langsung pergi mengunjungi Wapres Adam Malik di rumah
wakil presiden RI. Hebatnya, rangkulan jalan pintas itu berhasil. Wapres
Adam Malik menyatakan OK serta memuji karya partama pulau Buru Pramudya.
Tetapi Jaksa Agung RI yang selalu bertindak sebagai pentung Orba,
cepat-cepat melarang buku Pram itu. Tokh cetakan pertama Bumi Manusia
oleh Hasta Mitra, dalam beberapa hari saja sudah habis terjual. Semua
itu tak terlepas dari ide dan perjuangan Joesoef Isak, Hasyim Rakhman
dan para sukarelawan terutama yang muda-muda. Nasib baik buku Bumi
Manusia, makin dilarang makin populer, makin dicari orang yang ingin
membacanya. Sampai-sampai petugas intel yang menginterogasi Joesoef,
berkenaan dengan terbitnya Bumi Manusia, dengan sembunyi-sembunyi takut
ketauan orang-orang kantornya, minta-minta kepada Joesoef sambil
bisik-bisik: Pak Joesoef, masih ada enggak satu buah Bumi Manusia untuk
saya, istri saya ingin membacanya!! Syukur alhamdulillah, masih ada
'orang dalam' yang akhirnya tokh benar-benar tertarik untuk membaca buku
Pram Bumi Manusia.
* * *
Mishi Sharam, wartawan s.k. Amerika 'International Herald Tribune'
(Neuilly-sur-Seine, France), 06 April 1999, menulis tentang hubungan
perjuangan Joesoef Isak dan Pramudya Ananta Tur. Terjemahan bebas ke
dalam bahasa Indonesia, sbb:
"Pramudya punya senjata rahasia. Orang yang memeriksa dan menyusun
kembali tumpukan kertas lepas mengenai masa lampau Pramudya,
mengumpulkan bahan-bahan tsb dan kemudian mengeditnya, adalah Joesoef
Isak. Mantan jurnalis yang senyum-kecil itu, adalah sahabat karib
penulis itu dan adalah seorang tahanan politik yang sepuluh tahun
lamanya meringkuk di sebuah penjara Jakarta. Untuk 20 tahun lamanya,
Joesoef membujuk Pram agar keluar dengan ceritanya yang benar dan ia
menyusun kembali tulisan Pram. Ia sibuk di sekitar Pram, menyemat
bajunya yang lepas dan sesekali bilang kepada Pram apa yang yang harus
dikatakannya.. . . Beberapa tahun yang lalu, seorang tentara memukul
kepala Pram dengan popor bedil; ia kemdian menderita gegar otak dan luka
itu infeksi, yang kemudian merintangi pendengarannya dan kemampuannya
untuk berkomunikasi. Itu membuat Pram segan untuk bicara dengan orang
luar, maka ia sering mengalihkan orang yang mau bicara dengan dia kepada
Joesoef.
"Kepercayaan Pram pada Joesoef adalah mutlak. Joesoef: -- 'Ketika Pram
'bebas', ia datang pada saya dengan setumpuk kertas usang, betul-betul
kertas usang. Ia mengatakan: 'Joesoef, saya menemukan kertas-kertas ini.
Bacalah. Bila menarik, barangkali kau bisa menyusun buku', kata Pram.
Demikianlah, Joesoef lalu menyusun masing-masing babak dalam memoir tsb
menjadi cerita tersendiri. Ia membagi fragmen-fragmen tulisan itu
menjadi tiga seksi."
Demikian tulis wartawan International Herald Tribune, Mishi Sharam,
sembilan tahun yang lalu.
Sesungguhnya apa yang ditulis oleh wartawan 'IHT' tsb sudah pernah
diceriterakan oleh Joesoef Isak kepadaku ketika kami bertemu pertama
kali pada saat Joesoef Isak berkunjung ke Keulen, Jerman. Dalam
cakap-cakap kami bersama Suraedi Tahsin (Amsterdam) dan Umar Said
(Paris) ketika itu Joesoef a.l. sempat menceriterakan tentang
kunjungannya ke Kedutaan AS di Jakarta, dan pembicaraannya dengan wakil
dubes AS di Jakarta, serta dengan utusan khusus Presiden AS Jimmy
Carter, yang dikirim oleh Presiden AS itu untuk melakukan tekanan kepada
Suharto agar tidak terus-menerus memenjarakan orang-orang tanpa proses
pengadilan.
* * *
Menulis tentang JOESOEF ISAK, duapuluh tahunan belakangan ini,
sesungguhnya tak bisa terlepaskan dari 'TETRALOGI' karya Pramudya Ananta
Tur: 'Bumi Manusia', 'Rumah Kaca', 'Jejak Langkah' dan 'Anak Semua
Bangsa'. Yang semuanya terbit di bawah asuhan editor Joesoef Isak dan
dimasyarakatkan oleh penerbit Hasta Mitra yang dipimpin oleh Joesoef
Isak bersama Pram dan Hasyim Rakhman. Tanpa Hasta Mitra, tidak bisa
dibayangkan bisa terbitnya di bawah rezim Orba, Tetralogi Pramudya tsb .
Kemudian dilanjutkan dengan terbitnya terjemahan karya-karya Pram tsb
dalam bahasa asing di luarnegeri, sehingga Pram dan Tetraloginya dikenal
luas di dunia internasional, sebagai novelis terbesar Indonesia dewasa
ini.
* * *
Joesoef Isak memang berani beravontur, berlanglang buana ke luarnegeri,
padahal ketika itu ia belum lama keluar penjara Orba. Selain itu, ia
tiap kali masih harus lapor ke penguasa militer setempat. Statusnya
masih ET, eks tapol. KTP-nya masih ada tulisan 'ET' di paling atas.
Lalu, apa pasalnya Joesoef mau ke luar negeri? Sasarannya ialah negeri
Belanda. Joesoef tau ada sahabatnya mantan pemimpin s.k Bintang Timur,
yang kemudian diangkat Bung Karno jadi dubes RI di Mali, Suraedi Tahsin,
yang akhirnya menjadi seorang eksil di Belanda. Sebagai hasil
kongko-kongko mereka berdua, berdirilah 'Manus Amici', penerbit dan toko
buku di Amsterdam, yang dimaksudkan mereka nantinya bertindak sebagai
perwakilan Hasta Mitra, di Amsterdam. Itulah yang akan menerbitkan
karya-karya Pram di luarnegeri. Memang, kemudian terbit edisi bahasa
Belanda pertama di Amsterdam oleh Manus Amici bersama penerbit Belanda
lainnya. Joesoef Isak berhasil menerobos intel tentara pergi ke Keulen,
Jerman, dengan menutup tanda ET pada KTP-nya, mengkopinya, dan
menyerahkannya kepada sebuah travelbureau untuk mengurus paspor dan
ticket.
Apa yang dilakukan Joesoef Isak, menerobos ke luar negeri, lolos dari
pengawasan Kopkamtib, pasti akan dibilang orang sebagai avontur yang
penuh risiko. Kan bisa dicekal lagi dan dijebloskan kembali ke penja ra
Salemba. Apa Joesoef tidak takut? Takut . . . . ? Joesoef Isak jelas
menyadari bahwa ia bukannya malaekat. Ia manusia biasa, yang juga punya
rasa takut. Hal itu, terus terang diceritakannya kemudian, ketika
cakap-cakap dengan sementara kawan Indonesia, di Restoran Indonesia
Paris
bahwa, sebagai manusia biasa, tentu saja ia juga punya rasa takut.
Tetapi, kata Joesoef, rasa takut itu jangan diperlihatkan di hadapan
musuh. Yang penting ialah dalam keadaan bagaimanapun teruskan perjuangan
itu.
* * *
Nama Joesoef Isak juga tak bisa terpisahkan lagi dengan Penerbit Hasta
Mitra, anak kandungnya sendiri. Di rumahnya itulah, Duren Tiga No 36,
Jakarta, Hasta Mitra berkantor. Diruangan ukuran pas-pasan itu ia
menerima tamu, sahabat, handai-taulan dari dalam dan luarnegeri. Joesoef
sudah sejak menjadi 'ET' - eks tapol, dikunjungi makin banyak orang.
Selain wartawan profesional, penulis dan penerbit, yang tak kalah
penting, Joesoef Isak adalah, kata orang Belanda, menjadi 'vraagbak'.
Alamat yang dicari dan didatangi orang. Ia menjadi tempat yang bisa
dipercayai untuk bertanya mengenai situasi aktual dan lampau Indonesia,
sebagai partner bertukar fikiran dan mendengar cerita penderitaan para
tapol di dalam tahanan Orba.
Bicara politik dengan Joesoef Isak, bertukar-fikiran mengenai hal-hal
yang sangat mendetail dan akurat, orang tak akan merasa khawatir, bahwa
Joesoef akan cerita 'yang tidak-tidak' atau isapan jempol belaka.
Joesoef tidak hanya mengungkap fakta-fakta dan episode-episode kejadian
politik, yang tak akan ditemukan di media terbuka. Tetapi juga
memberikan analisa dan penilaiannya sendiri. Joesoef banyak memiliki,
katakanlah, 'inside information', maka analisisnya terhadap situasi
sungguh mendasar, membikin pendengarnya ketika meninggalkan rumah
Joesoef, menjadi 'wel-informed' mengenai 'the who's and the why's'
tentang negeri ini.
Joesoef dan Hasta Mitra, dua kata itu sudah menyatu, senyawa. Sebab,
Hasta Mitra, itulah urusan dan perjuangan Ucup - sapaan akrab - begitu
ia keluar dari penjara Salemba. Sebelumnya ia aktif sebagai Sekjen PWAA,
Persatuan Wartawan Asia-Afrika. Pernah pemimpin surat kabar 'Merdeka'.
Ucup memang wartawan, kini wartawan senior dan kawakan, tetapi bukan
sebarang wartawan. Ia pertama-tama adalah seorang wartawan pejuang yang
punya visi dan misi. Perjuangannya merealisasi visi dan misinya,
mengimbau rasa hormat dan respek, terutama dari luarnegeri. Mungkin yang
di dalam negeri belum punya syarat atau bahkan belum berani terus terang
menyatakan penghargaan dan rasa respek kepada Joesoef Isak sehubungan
dengan perjuangannya demi kebebasan menyatakan pendapat dan
menerbitkannya. Meskipun aku yakin, tidak sedikit orang Indonesia
menghormati dan menghargai Joesoef Isak sebagai patriot dan pejuang
untuk demokrasi, khususnya untuk pelaksanaan hak untuk dengan bebas
menyatakan pendapat dan menyiarkannya.
Penghargaan awal dan terbuka yang datang dari lingkungan media, pembela
demokrasi dan HAM, yang pasti kita tau, adalah dari perkumpulan PEN
Amerika, kemudian Australia, Perancis dan Belanda. Penghargaan dari
Belanda ini patut dicatat khusus karena memang lain dari pada yang lain.
Siapa tidak tau bahwa Joesoef Isak adalah seorang yang
progresif-revolusioner, orang Kiri, Sukarnois, dalam praktek dan
konsistensinya, jauh melebihi Sukarnois-Sukarnois atau Marhaenis
lainnya, yang mengklaim diri atau kelompoknya sebagai Sukarnois atau
Marhaenis.
Tapi di luar dugaan siapapun, baik yang di luar negeri apalagi yang di
Indonesia, bahwa penyerahan Wertheim Award 2005 kepada Joesoef Isak dan
Goenawan Mohammad dilakukan di wilayah Republik Indonesia di Belanda,
yaitu di ruang Nusantara Kedutaan Besar Republik Indonesia, Tobias
Asserlaan 8, Den Haag, Holland. Bagaimana mungkin hal yang demikian bisa
terjadi!. Tokh terjadi. Seperti halnya pernah Wapres RI Adam Malik,
wakilnya Presiden Suharto, menyanbut baik terbitnya buku Pramudya 'Bumi
Manusia'. Seperti juga utusan khusus Presiden AS Jimmy Carter, Patricia
Derien, sengaja menemui Joesoef Isak, bicara dengannya dan kemudian
mantan Presiden Carter sendiri, menyatakan penghargaan terhadap Joesoef
Isak sebagai 'a respected publisher who represented himself and
thousands of other political prisoners, many of whom had been imprisoned
since the mid-1960s, . . .
. 'seorang publisis yang terhormat, yang mewakili dirinya sendiri dan
ribuan tapol lainnya, yang banyak diantara mereka itu ditahan sejak
pertengahan tahun 1960-an ... . . .>
* * *
Maka: - - Apa yang paling baik dinyatakan kepada Joesoef Isak ketika ia
memasuki umur 80th, selain, Happy birthday? SELAMAT ULTAH KE-80, semoga
sehat dan panjang umur, bahagia sekeluarga? Tentu, kata-kata itu harus
dinyatakan kepadanya. Karena harapan yag dinyatakan itu, memang
sesungguhnyalah demikian, bukan 'baso-basi' saja. Supaya Joesoef panjang
umur! Bahagia bersama istrinya, Asni, yang begitu cinta, peduli dan
setia padanya. Tanpa Asni mana mungkin Joesoef Isak bisa kiprah seperti
selama ini.
Siapa yang mengenalnya dari dekat, tau betul, setiap hari, setiap jam,
setiap detik yang berlalu, bagi Jusuf Isak, asal saja ia tidak sedang
tidur - - - waktu itu tak berlalu begitu saja. Ia terus mikir!
Memikirkan bagaimana dengan milik satu-satunya 'senjata' yang ada
ditangannya dan dikuasainya, PENERBIT HASTA MITRA, membikinnya
se-efektif mungkin ambil bagian dalam proses perjuangan besar dan
panjang, di bidang pencerahan fikiran. Suatu bidang dan wadah perjuangan
yang maha penting. Lebih-lebih karena saat itu berlangsung (masih) di
bawah kekuasaan politik dan kultur Orde Baru Suharto. Termasuk yang amat
sulit diatasi Hasta Mitra, adalah di bidang pendanaan penerbitan
buku-bukunya. Betapa sulitya usaha itu, bisa disadari. Disebabkan,
selama 30 tahun lebih di bawah rezim otoriter Orba, bangsa kita, lapisan
yang cukup luas cendekiawan Indonesia, kaum muda kita, sudah di
'brainwashed' demikian rupa, sehingga taraf kemampuan berfikir mandiri
sudah menjadi demikian terpuruknya. Sehingga tidak lagi mampu dan berani
berfikir bebas berinisiatif lepas dari kungkungan dan apa yang dinamakan
'pengarahan' para pemimpin, elite, terutama penguasa.
Joesoef memberikan perhatian besar pada usaha untuk ambil bagian aktif
dalam membersihkan kontaminasi Orba yang telah menyebabkan bangsa ini,
selama 30 tahun menjadi 'mandek' berfikir. 'Nrimo' saja
'kebenaran-kebenaran' yang disodorkan dan dijejalkan oleh penguasa
kepada masyarakat. Kebohongan yang disuguhkan sebagai fakta, sebagai
kebenaran itu, dimulai dengan cerita akhir 1965, mengenai 'keganasan'
dan 'kebiadaban' wanita-wanita anggota Gerwani yang dikatakan telah
menari-nari mesum didepan para jendral sebelum mereka dibunuh di Lubang
Buaya. Diberitakan terus menerus, bahwa kemaluan para jendral
disayat-sayat dan matanya dicungkil. Yang semuanya itu, seperti ditulis
oleh John Rosa, adalah dalih semata-mata untuk melancarkan pembantaian
masal terhadap anggota-anggota PKI, diduga PKI atau simpatisan PKI.
Dalam setiap kesempatan bicara atau menulis Joesoef selalu menekankan
arti penting dan perlunya masyarakat dan lapisan tidak kecil dari
masyarakat dan kaum cendekiawan kita mengubah sikap dan cara berfikir
mereka. Agar mereka berani dan mampu berfikir sendiri, berani dan
mandiri dalam berfikir dan mengambil kesimpulan. Disebabkan selama
periode Orba dan juga masih diteruskan sampai sesudah Reformasi, . . .
tidak berfikir kritis, menelan mentah-mentah kebohongan-kebohongan
penguasa yang akhirnya di terima sebagai 'kebenaran', sebagai 'kenyataan'.
* * *
Menjelang ultah ke-80 Joesoef Isak, yang jatuh bulan Juli 2008 ini,
sesuai pula dengan saran jurnalis dan sejarawan muda, Bonnie Triyana,
padaku untuk menulis sebuah 'surprise' bagi Joesoef Isak, berupa
tulisan, ---- kufikir, yang paling baik, ialah dari sisiku pribadi,
memperkenalkan kepada pembaca, manusia yang bagaimana Joesoef Isak,
seperti yang kutau selama mengenalnya.
Kebetulan, menjelang hari ultah ke-100 Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei
2008, masyarakat Indonesia di Nederland, dengan Perkumpulan Persaudaraan
Indonesia sebagai pemrakarsa, berrencana mengadakan peringatan penting
tsb dengan mengambil tempat di Diemen pada tanggal 18 Mei 2008. Karena
Panitia Penyelenggara minta aku bicara dalam peringatan tsb, aku
perlukan betul untuk berkonsultasi dengan Joesoef Isak, menanyakan
kepadanya, menurut dia, masalah apa yang patut diajukan dalam
pembicaraan itu.
Aku tau, Ucup
RS karena kesehatannya yang agak mundur belakangan ini. Tetapi, karena
aku tau juga bahwa Ucup tak pernah berhenti berfikir yang menyangkut
masa lampau dan haridepan bangsa ini, ku ajukan jugalah pertanyaan
berikut ini: Cup coba kasih saran, apa yang baik kuajukan dalam sambutan
100th Hari Kebangkitan Nasional di Diemen, Holland nanti.
Inilah respons Joesoef Isak:
"Dari perjalanan 100 Tahun Kebangkitan Nasional, rakyat Indonesia sejak
1908 sampai 1945 mengalami kekuasaan kolonialisme Belanda dan pendudukan
Jepang yang singkat.
Sejak 1945 sampai 2008 ini, rakyat hidup dalam dua periode kemerdekaan :
periode Indonesia Mandiri 1945-1965, dan periode Indonesia Tergantung
1965 - . . . . (2008 dan masih terus sampai entah kapan).
Sesudah 40 tahun lebih merdeka dalam ketergantungan di bawah Golkarnya
Orde Baru dan kekuasaan kelanjutannya dalam "Era Reformasi", patut dan
wajar kita bertanya apakah rakyat Indonesia sudah sejahtera?
Jawabnya hanya ada fakta keras sebagai kesimpulan : bumi tanah-air
Indonesia
yang kaya melimpah-ruah sumber-sumber alamnya, dihuni oleh mayoritas
rakyat yang sangat miskin. Dan fakta keras lain lagi yang tidak
terbantahkan,
rakyat yang sangat miskin itu mempunyai banyak milyuner dollar di
kalangan elitnya.
Logika keledai pun bisa menjelaskan mengapa demikian.
Kalau kekayaan alam yang melimpah-ruah itu 40 tahun mengalir ke kantong
rakyat, jelas rakyat Indonesia sudah hidup makmur sejahtera.
Keledai yang tidak pernah kenal Rotterdam dan Berkeley, pun tahu bahwa
para manajer kekayaan alam Indonesia yang melimpah-ruah itu memang
mengatur supaya kekayaan alam Indonesia itu masuk ke kantong elit
Suharto, kroni-kroninya dan para pelanjut kekuasaan Suharto di Era
Reformasi sepuluh tahun belakangan ini.
Tetapi bagaimana pun Indonesia sudah maju. Kita tidak mengalami defisit
demokrasi, cuma defisit nasionalisme. Defisit manajer-manajer pengurus
negara yang mampu mendistribusikan kemakmuran secara adil merata.
Indonesia parah sekali mengalami defisit nasionalisme progresif
revolusioner*,
sebaliknya inflasi nasionalisme reaksioner* yang mengidentifilkasi
selapis elit kecil sebagai Rakyat yang harus dimakmurkan . . .
Penjelasan tambahan :
Nasionlaisme Progresif Revolusinert identik dengan Humanisme.
Nasionalisme reaksioner identik dengan chauvinisme authoritair
* * *
Rupanya Joesoef memang masih merasa lemah dan lelah. Kesehatannya belum
pulih betul. Responsnya terputus di situ. Tapi, beberapa jam kemudian
menyusul lagi e-mail dari Joesoef., sbb:
Rada segar sekarang, sesudah bisa dua jam tidursiang nyenyak.
Nyambung yang terputus tadi . . . . .
'Aku ingin dengar apa yang orijinal dan appealing dari bung dalam kaitan
Peringatan Kebangktan Nasional.
'Aku sendiri -- entah akan menggunakan saluran apa -- akan mencoba
melansir
ke publik pikiran kira-kira dengan singkat sebagai berikut :
'Khusus dalam kaitan Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional.
(1) Apakah moral dan message paling inti dan paling hakekat dari peristiwa
Kebangkitan Nasionlal 100 tahuh yang lalu itu???
This is it : PERSATUAN NASIONAL ! !
Karena Persatuan Nasional kita merdeka, karena Persatuan Nasional kita
Kuat
dan Mandiri, karena Persatuan Nasional amburadul negeri terimbas
amburadul,
akibatnya negeri serba tergantung, rakyat sengsara, cuma segelintir elit
yang tetap senang.
(2) Setelah menjalani100 Tahun, sudah waktunya bikin satu moment-opname
tentang situasi dan kondisi Indonesia hari ini. Dengan berat dan sedih
inilah
kesimpulannya : Indonesia dengan bumi kaya-raya melimpah-ruah, memiliki
rakyat yang sangat miskin di dunia; dan rakyat yang miskin ini memiliki
paling banyak elit yang milyuner dollar. Opo ora sedih setelah 100 tahun
bangkit dan 60 tahun lebih merdeka?
(3) Seperti diamanatkan Bung Karno, sejarah jangan sekali-kali dilupakan.
Sejarah harus dikuasai dan dipelajari betul bukan hanya untuk bernostalgi
pada prestasi masa lalu, akan tetapi terpenting justru untuk menarik
pelajaran
guna dengan lebih baik lagi menangani dan memasuki masa-depan.
(4) Sejarah memiliki kandungan moral, bagaimana secara benar dan tepat
memaknainya???
Sejarah menuntut dari kita semua, kesediaan dan kemampuan untuk
self-koreksi, mawas-diri. Meaning? Semua pihak, semua institusi
birokrasi, orpol, ormas, perorangan, tanpa kecuali, mau dan berani
membedah dan membenahi diri untuk tidak mengulangi, untuk mencegah semua
bentuk kebodohan dan
kesalahan yang mubasir di masa lalu ! ! ! Kemubasiran yang telah dan
masih terus harus dibayar dengan peringkat kemajuan negeri yang terpuruk
dan rakyat yang berkelanjutan hidup miskin sampai hari ini.
(5) Apa kandungan amanat yang built-in dalam manifestasi Kebangkitan
Nasional.
Ini : menegakkan kemerdekaan, kesejahteraan adil-makmur dan kemandirian
dengan agenda permanen berlawan terhadap kekuatan yang menghambat
dan mau mentiadakan kemerdekaan dan kemandirian tersebut - di mana, kapan
dan oleh siapa pun.
Tragis sekali kalau ada segmen masyarakat -- karena ketidak-matangan dan
ignorance politik, malah membantu dan berjalan seiring-sejalan dengan
kekuatan yang agendanya justru menggerogoti kemerdekaan, kemandirian dan
kekayaan alam Indonesia.
(6) What to do, how and where to begin now?
Kita sudah cukupan menikmati demokrasi, tetapi defisit sekali
nasionalisme.
Demokrasi mutlak diperlukan, tetapi hanya demokrasi yang berisi
nasionalisme
modern yang cinta tanah-air, cinta rakyat -- dengan sendirinya watak
nasionalisme yang selalu mementingkan rakyat di atas segala-galanyanya,
jijik pada korupsi, konsiten menolak ketergantungan dalam segala bentuk.
Untuk itu perlu dimulai dengan membenahi kerangka-berpikir (mind-set)
rancu
yang digendong-gendong selama ini.
Diperlukan mind-set revolusioner yang membangun nasionalisme modern,
membangun kebiasaan (habit) cinta rakyat, habit memelihara persatuan yang
positif, benar dan produktif bagi rakyat dan negeri, bukan persatuan
asal persatuan sekalipun dengan unsur-unsur negatif yang justru
meredusir kemerdekaan dan kemandirian.
Joesoef menyarakan agar mencurahkan pesannya itu dalam pembicaraanku
pada Hari Kebangkitan Nasional. Bila merasa cocok, kata Joesoef agar
butir-butir itu dikembangkan dan disempurnakan. Supaya menggunakan
bahasa yang tajam, karena, kalau bahasa rutin dan lembek, orang tidak
tersentak bangun dari kerangka berfikir (mind-set) yang rancu yang
digendong-gendong selama ini.
Diperlukan mind-set revolusioner yang membangun nasionalisme modern,
membangun kebiasaan (habit) cinta rakyat, habit memelihara persatuan yang
positif, benar dan produktif bagi rakyat dan negeri, bukan persatuan
asal persatuan sekalipun dengan unsur-unsur negatif yang justru
meredusir kemerdekaan dan kemandirian.
* * *
Demikian uraian dan saran Joesoef Isak kepadaku, yang pada pokoknya
kusetujui semuanya.
* * *
*)
Artikel ini dibuat atas permintaan, sebuah Panitia Untuk Memperingati Ultah Ke-80
Joesoef Isak, khusus untuk buku peringatan, 'LIBER OMICURUM'. Buku 'Liber Omicurum'
yang memuat tulisan-tuisan lainnya dari kenalan dekat Joesoef Isak, diluncurkan di Taman Ismail Marzuki,
Jakarta, pada tanggal 15 Juli 2008 y.l.
* * *
No comments:
Post a Comment