Kolom IBRAHIM ISA
Senin, 09 Februari 2009
-----------------------
Masalah PENDIDIKAN INDONESIA Dan J.K.I.
*
Sabtu, 07 Februari 2009, kemarin dulu, aku ikut hadir dalam sebuah rapat Jaringan Kerja Indonesia, JKI, di Amsterdam. Hadir di situ sekitar 30-an mahasiswa dan sementara kompatriot di Belanda dan Perancis. Bagiku rapat tsb punya arti penting. Antara lain karena di situ dibicarakan masalah situasi PENDIDIKAN DI INDONESIA yang mencemaskan dewasa ini. Dalam hal ini diangkat dan disoroti terutama tidak seriusnya pemerintah menangani masalah tsb.
Bahkan ditandaskan bahwa pemerintah telah melanggar UUD RI 1945 yang berlaku sekarang ini, mengenai masalah pendidikan nasional. Juga DPR telah pelanggaran yang sama terhadap UUD RI 1945 tsb. Sehingga diajukan pendapat karena pelanggaran tsb pemerintah SBY harus 'di-impeach'.
* * *
Salah seorang rekan JKI, dosen pada sebuah universitas di Jerman, yang belum lama berkunjung ke Indonesia, melukiskan keresahannya mengenai situasi pendidikan di Indonesia sbb:
Sejak beberapa lama ini saya terus concern dengan masalah pendidikan di Indonesia. Mestinya tema pendidikan ini harus galak kita diskusikan. Negara kita saat ini kepayahan kalah oleh negara2 tetangga terutama karena investasi pemerintah kita terhadap pendidikan sangat minimal, kalau tak bisa dibilang kurang. Jadinya SDM bangsa Indonesia pun tetap jalan di tempat.
Anggaran pendidikan pada APBN masih terlalu sedikit. Sekolah2 dan Universitas2 negeri mestinya bebas SPP. Atau, kalaupun dikenakan SPP, maka harus bisa dijangkau kalangan miskin. Beasiswa pendidikan maupun beasiswa untuk riset ilmiah mestinya digalakkan. Rasanya para siswa dan mahasiswa kita selama ini hanya memperoleh beasiswa dari luar negeri saja. Tak ada inisiatif beasiswa yang cukup dari pemerintah RI.
Dulu kalau diterima di Universitas Negeri calon mahasiswa tidak perlu bayar apa-apa lagi. Sekarang belum juga perkuliahan dimulai, orang tua mahasiswa langsung ditanya: 'Berapa Ibu/Bapak bisa bayar??? . . . . . . . Semakin pendidikan dikomersialisasikan, semakin anak-anak miskin akan terpinggirkan, tak ada akses sama sekali terhadap pendidikan. Padahal mendapatkan pendidikan adalah hak untuk setiap warga negara. Bukan suatu privilege atau hak istimewa!
Seorang rekan JKI lainnya menambahkan sbb:
Mengenai pendidikan, Pembukaan UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu tujuan untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia adalah "mencerdaskan kehidupan bangsa". Untuk memenuhi amanat itu pulalah MPR periode 1999-2004 menambahkan ayat 4 pada BAB XIII, Pasal 31 UUD 1945 yang berbunyi "...anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah....".
Oleh karena itu, adalah melanggar ketentuan UUD 1945 bila sebuah pemerintah pusat atau pemerintah daerah tidak mengalokasikan 20% dari APBN dan APBD masing-masing daerah untuk pembeayaan pendidikan. Dari sini dapat kita lihat betapa seenaknya pemerintah melanggar UUD yang seharusnya menjadi pegangan kita dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Tidak masuk akal samasekali bila dengan alasan "APBN kita tidak cukup", pemerintah melanggar UUD. Yang diharuskan oleh UUD kita bukan jumlah nominal anggaran pendidikan, melainkan persentasenya. Bila, misalnya APBN kita 100 trilliun, maka sekurang-kurangnya 20 trilliun harus dialokasikan untuk pembeayaan pendidikan.
Anehnya, DPR yang mengatasnamakan wakil rakyatpun ikut menyetujui pelanggaran terhadap UUD 1945 hasil amandemen ini. Begitulah sulitnya rakyat mendapatkan haknya untuk pendidikan. Meskipun telah dicantumkan dalam UUD negara, toh masih tetap dilanggar oleh pemerintah kita. Apalagi mau menuntut yang lain-lainnya yang menjadi hak warganegara, tetapi tidak tercantum dalam UUD. Pelanggaran terhadap ketentuan UUD ini telah ikut "memperbodoh" bangsa kita, yang seharusnya bila amanat UUD dilaksanakan, maka akan lebih tinggilah tingkat SDM bangsa. Kita mendesak agar pemerintah menghentikan pelanggaran terhadap UUD 1945 Hasil Amandemen dan menjalankannya secara konsekwen ! Adalah hak setiap warganegara menuntut agar pemerintah berjalan menurut UUD !
* * *
Rekan JKI lainnya a.l. menggarisbawahi pentingnya masalah pendidikan dengan kata-kata sbb:
Masa depan Indonesia tidak lepas dari pelaksanaan sistem pendidikan yang dilancarkan pemerintah. Ketimpangan-ketimpangan dalam pendidikan dewasa ini memang sesuatu yang sangat memilukan. Dua hal yang bisa ditonjolkan sebagai kesalahan pemerintah (penyelenggara negara):
Pertama, pemerintah tidak melaksanakan apa yang sudah ditetapkan dalam UUD'45, yaitu jumlah 20% dari APBN untuk pendidikan. Berarti Presiden seharusnya diimpeach karena melangggar UUD'45.
Kedua, pemerintah menerapkan sistem neo-liberalisme di segala bidang kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Hutan sudah digunduli, sumber-sumber kekayaan alam dikuras, kemudian menjerat pendidikan rakyat. Tampak dan terasa sekali bagi rakyat beratnya untuk menyekolahkan anaknya, agar supaya anaknya bisa melanjutkan sekolah. Untuk itu semua harus ada dompet tebal. Itulah kommersialisasi pendidikan akibat dijalankannya politik neoliberalisme.
** * **
Sungguh pas sekali JKI, Jaringan Kerja Indonesia, yang terutama terdiri dari generasi muda, mahasiswa post-graduates dan orang-orang Indonesia yang bermukim di Belanda, yang berkepedulian dengan nasib haridepan Indonesia, mengangkat a.l. soal teramat penting MASALAH PENDIDIKAN INDONESIA.
Sampai sekarang, di negeri kita masih belum tampak adanya gerakan Reformasi dan Demokratisasi yang bersifat nasional, bersatu serta serempak langkahnya. Namun, kekuatan baru itu eksis, tumbuh dan berkembang. Di satu segi, kita pasti tambah bersemangat dan optimis menyaksikan bahwa, dalam keadaan sulit bagaimanapun, generasi muda Indonesia, termasuk mahasiswa dan intelektuilnya, tidak sedikit yang mengkhayati kepedulian besar terhadap haridepan bangsa dan tanah air. Lebih penteing lagi ialah bahwa mereka langsung aktif dalam praktek kegiatan aktual.
Di lain fihak, masalah pendidikan di Indonesia masih jauh dari penananganan sesuai UUD RI 1945 yang berlaku sekarang. Perhatian dan program pemerintah banyak hanya diomongkan saja.
Yang menyedihkan ialah, bahwa masalah pendidikan, yang merupakan masalah vital suatu bangsa, dijadikan SARANA UNTUK CARI UANG SEMATA. Dijadikan bisnis untuk memperkaya diri. Sehingga dengan demikian kesempatan untuk memperoleh pendidikan, apalagi pendidikan tinggi, menjadi semakin kecil, bagi warga yang tak mampu. Anak-anak muda yang putus-sekolah bertambah terus dari tahun ke tahun. Mereka adalah penganggur baru yang menambah jutaan barisan penganggur yang belakangan ini membengkak terus karena krisis finansil-global.
Yang mendesak mendapat perhatian besar sehubungan dengan masalah pendidikan Indonesia, ialah masih besarnya pengaruh WARISAN ORBA di bidang pendidikan, yang telah menjadikan bangsa kita TIDAK MANDIRI dalam berfikir.
Kebijakan pendidikan rezim Orba, telah menjadikan kaum terpelajar kita, orang-orang yang tidak bebas berfikir, yang takut dan patuh seratus persen pada penguasa. Segala sesuatu yang dilakukan, harus menurut PENGARAHAN dan PETUNJUK ATASAN.
KHUSUS mengenai masalah pendidikan SEJARAH INDONESIA adalah yang paling gawat. Di bawah rezim Orba pencatatan dan penulisan sejarah bangsa harus menurut interpretasi penguasa. Merupakan monopoli pemerintah. Maka sejarah bangsa yang ditulis adalah sejarah yang diplintir, direkayasa dan dipalsu. Kebijakan ini harus diakhiri.
Sebagai misal bisa dilihat bahwa, nyatanya sampai sekarang, di sekoklah-sekolah text-book sejarah Indonesia, yang bersangkutan dengan Peristiwa G30S, penulisannya mutlak harus menurut interpretasi penguasa. Peristiwa 'G30S' harus dirumuskan sebaggai 'G30S/PKI' , sesuai penaksiran ORBA. Harus ada kata 'PKI' untuk menunjukkan bahwa 'G30S' adalah ulah PKI. Buku-buku sejarah yang tidak menuliskannya seperti interpretasi pemerintah, dinyatakan sebagai buku TERLARANG dan harus ditarik dari peredaran. Ini sekadar satu contoh bagaimana pendidikan sejarah periode Orba , masih dipertahankan.
Usaha melakukan pendidikan ilmu harus digalakkan. Hal ini harus dicengkam. Sepenuhnya tepat. Selain itu, yang lebih penting lagi ialah: Menggalakkan PENDIDIKAN JIWA DAN SEMANGAT BERDIKARI, BERDIKARI DALAM BERFIKIR, berani BEBAS BERFIKIR.
Bangsa ini memerlukan garis pendidikan nasional yang memberlakukan falsafah PANCASILA, seperti diuraikan dalam Pidato Bung Karno, 1 Juni 1945.
Nasion ini memerlukan kebijakan pendidikan yang sesuai dengan prinsip BHINNEKA TUNGGAL IKA, SEKULARISME dan MULTI-KULTURISME. * * *
Senin, 09 Februari 2009
-----------------------
Masalah PENDIDIKAN INDONESIA Dan J.K.I.
Sabtu, 07 Februari 2009, kemarin dulu, aku ikut hadir dalam sebuah rapat Jaringan Kerja Indonesia, JKI, di Amsterdam. Hadir di situ sekitar 30-an mahasiswa dan sementara kompatriot di Belanda dan Perancis. Bagiku rapat tsb punya arti penting. Antara lain karena di situ dibicarakan masalah situasi PENDIDIKAN DI INDONESIA yang mencemaskan dewasa ini. Dalam hal ini diangkat dan disoroti terutama tidak seriusnya pemerintah menangani masalah tsb.
Bahkan ditandaskan bahwa pemerintah telah melanggar UUD RI 1945 yang berlaku sekarang ini, mengenai masalah pendidikan nasional. Juga DPR telah pelanggaran yang sama terhadap UUD RI 1945 tsb. Sehingga diajukan pendapat karena pelanggaran tsb pemerintah SBY harus 'di-impeach'.
* * *
Salah seorang rekan JKI, dosen pada sebuah universitas di Jerman, yang belum lama berkunjung ke Indonesia, melukiskan keresahannya mengenai situasi pendidikan di Indonesia sbb:
Sejak beberapa lama ini saya terus concern dengan masalah pendidikan di Indonesia. Mestinya tema pendidikan ini harus galak kita diskusikan. Negara kita saat ini kepayahan kalah oleh negara2 tetangga terutama karena investasi pemerintah kita terhadap pendidikan sangat minimal, kalau tak bisa dibilang kurang. Jadinya SDM bangsa Indonesia pun tetap jalan di tempat.
Anggaran pendidikan pada APBN masih terlalu sedikit. Sekolah2 dan Universitas2 negeri mestinya bebas SPP. Atau, kalaupun dikenakan SPP, maka harus bisa dijangkau kalangan miskin. Beasiswa pendidikan maupun beasiswa untuk riset ilmiah mestinya digalakkan. Rasanya para siswa dan mahasiswa kita selama ini hanya memperoleh beasiswa dari luar negeri saja. Tak ada inisiatif beasiswa yang cukup dari pemerintah RI.
Dulu kalau diterima di Universitas Negeri calon mahasiswa tidak perlu bayar apa-apa lagi. Sekarang belum juga perkuliahan dimulai, orang tua mahasiswa langsung ditanya: 'Berapa Ibu/Bapak bisa bayar??? . . . . . . . Semakin pendidikan dikomersialisasikan, semakin anak-anak miskin akan terpinggirkan, tak ada akses sama sekali terhadap pendidikan. Padahal mendapatkan pendidikan adalah hak untuk setiap warga negara. Bukan suatu privilege atau hak istimewa!
Seorang rekan JKI lainnya menambahkan sbb:
Mengenai pendidikan, Pembukaan UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu tujuan untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia adalah "mencerdaskan kehidupan bangsa". Untuk memenuhi amanat itu pulalah MPR periode 1999-2004 menambahkan ayat 4 pada BAB XIII, Pasal 31 UUD 1945 yang berbunyi "...anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah....".
Oleh karena itu, adalah melanggar ketentuan UUD 1945 bila sebuah pemerintah pusat atau pemerintah daerah tidak mengalokasikan 20% dari APBN dan APBD masing-masing daerah untuk pembeayaan pendidikan. Dari sini dapat kita lihat betapa seenaknya pemerintah melanggar UUD yang seharusnya menjadi pegangan kita dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Tidak masuk akal samasekali bila dengan alasan "APBN kita tidak cukup", pemerintah melanggar UUD. Yang diharuskan oleh UUD kita bukan jumlah nominal anggaran pendidikan, melainkan persentasenya. Bila, misalnya APBN kita 100 trilliun, maka sekurang-kurangnya 20 trilliun harus dialokasikan untuk pembeayaan pendidikan.
Anehnya, DPR yang mengatasnamakan wakil rakyatpun ikut menyetujui pelanggaran terhadap UUD 1945 hasil amandemen ini. Begitulah sulitnya rakyat mendapatkan haknya untuk pendidikan. Meskipun telah dicantumkan dalam UUD negara, toh masih tetap dilanggar oleh pemerintah kita. Apalagi mau menuntut yang lain-lainnya yang menjadi hak warganegara, tetapi tidak tercantum dalam UUD. Pelanggaran terhadap ketentuan UUD ini telah ikut "memperbodoh" bangsa kita, yang seharusnya bila amanat UUD dilaksanakan, maka akan lebih tinggilah tingkat SDM bangsa. Kita mendesak agar pemerintah menghentikan pelanggaran terhadap UUD 1945 Hasil Amandemen dan menjalankannya secara konsekwen ! Adalah hak setiap warganegara menuntut agar pemerintah berjalan menurut UUD !
* * *
Rekan JKI lainnya a.l. menggarisbawahi pentingnya masalah pendidikan dengan kata-kata sbb:
Masa depan Indonesia tidak lepas dari pelaksanaan sistem pendidikan yang dilancarkan pemerintah. Ketimpangan-ketimpangan dalam pendidikan dewasa ini memang sesuatu yang sangat memilukan. Dua hal yang bisa ditonjolkan sebagai kesalahan pemerintah (penyelenggara negara):
Pertama, pemerintah tidak melaksanakan apa yang sudah ditetapkan dalam UUD'45, yaitu jumlah 20% dari APBN untuk pendidikan. Berarti Presiden seharusnya diimpeach karena melangggar UUD'45.
Kedua, pemerintah menerapkan sistem neo-liberalisme di segala bidang kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Hutan sudah digunduli, sumber-sumber kekayaan alam dikuras, kemudian menjerat pendidikan rakyat. Tampak dan terasa sekali bagi rakyat beratnya untuk menyekolahkan anaknya, agar supaya anaknya bisa melanjutkan sekolah. Untuk itu semua harus ada dompet tebal. Itulah kommersialisasi pendidikan akibat dijalankannya politik neoliberalisme.
** * **
Sungguh pas sekali JKI, Jaringan Kerja Indonesia, yang terutama terdiri dari generasi muda, mahasiswa post-graduates dan orang-orang Indonesia yang bermukim di Belanda, yang berkepedulian dengan nasib haridepan Indonesia, mengangkat a.l. soal teramat penting MASALAH PENDIDIKAN INDONESIA.
Sampai sekarang, di negeri kita masih belum tampak adanya gerakan Reformasi dan Demokratisasi yang bersifat nasional, bersatu serta serempak langkahnya. Namun, kekuatan baru itu eksis, tumbuh dan berkembang. Di satu segi, kita pasti tambah bersemangat dan optimis menyaksikan bahwa, dalam keadaan sulit bagaimanapun, generasi muda Indonesia, termasuk mahasiswa dan intelektuilnya, tidak sedikit yang mengkhayati kepedulian besar terhadap haridepan bangsa dan tanah air. Lebih penteing lagi ialah bahwa mereka langsung aktif dalam praktek kegiatan aktual.
Di lain fihak, masalah pendidikan di Indonesia masih jauh dari penananganan sesuai UUD RI 1945 yang berlaku sekarang. Perhatian dan program pemerintah banyak hanya diomongkan saja.
Yang menyedihkan ialah, bahwa masalah pendidikan, yang merupakan masalah vital suatu bangsa, dijadikan SARANA UNTUK CARI UANG SEMATA. Dijadikan bisnis untuk memperkaya diri. Sehingga dengan demikian kesempatan untuk memperoleh pendidikan, apalagi pendidikan tinggi, menjadi semakin kecil, bagi warga yang tak mampu. Anak-anak muda yang putus-sekolah bertambah terus dari tahun ke tahun. Mereka adalah penganggur baru yang menambah jutaan barisan penganggur yang belakangan ini membengkak terus karena krisis finansil-global.
Yang mendesak mendapat perhatian besar sehubungan dengan masalah pendidikan Indonesia, ialah masih besarnya pengaruh WARISAN ORBA di bidang pendidikan, yang telah menjadikan bangsa kita TIDAK MANDIRI dalam berfikir.
Kebijakan pendidikan rezim Orba, telah menjadikan kaum terpelajar kita, orang-orang yang tidak bebas berfikir, yang takut dan patuh seratus persen pada penguasa. Segala sesuatu yang dilakukan, harus menurut PENGARAHAN dan PETUNJUK ATASAN.
KHUSUS mengenai masalah pendidikan SEJARAH INDONESIA adalah yang paling gawat. Di bawah rezim Orba pencatatan dan penulisan sejarah bangsa harus menurut interpretasi penguasa. Merupakan monopoli pemerintah. Maka sejarah bangsa yang ditulis adalah sejarah yang diplintir, direkayasa dan dipalsu. Kebijakan ini harus diakhiri.
Sebagai misal bisa dilihat bahwa, nyatanya sampai sekarang, di sekoklah-sekolah text-book sejarah Indonesia, yang bersangkutan dengan Peristiwa G30S, penulisannya mutlak harus menurut interpretasi penguasa. Peristiwa 'G30S' harus dirumuskan sebaggai 'G30S/PKI' , sesuai penaksiran ORBA. Harus ada kata 'PKI' untuk menunjukkan bahwa 'G30S' adalah ulah PKI. Buku-buku sejarah yang tidak menuliskannya seperti interpretasi pemerintah, dinyatakan sebagai buku TERLARANG dan harus ditarik dari peredaran. Ini sekadar satu contoh bagaimana pendidikan sejarah periode Orba , masih dipertahankan.
Usaha melakukan pendidikan ilmu harus digalakkan. Hal ini harus dicengkam. Sepenuhnya tepat. Selain itu, yang lebih penting lagi ialah: Menggalakkan PENDIDIKAN JIWA DAN SEMANGAT BERDIKARI, BERDIKARI DALAM BERFIKIR, berani BEBAS BERFIKIR.
Bangsa ini memerlukan garis pendidikan nasional yang memberlakukan falsafah PANCASILA, seperti diuraikan dalam Pidato Bung Karno, 1 Juni 1945.
Nasion ini memerlukan kebijakan pendidikan yang sesuai dengan prinsip BHINNEKA TUNGGAL IKA, SEKULARISME dan MULTI-KULTURISME. * * *
No comments:
Post a Comment