Kolom IBRAHIM ISA
Senin, 12 Januari 2009
----------------------
PERJUANGAN KAUM TANI SUlUK BONGKAL, RIAU,
Adalah PERJUANGAN UTK TANAH DAN KEADILAN!
Akan salah samasekali bila tinggal diam saja, tidak berbuat apapun, terhadap kesewenang-wenangan dan kekerasan brutal Brimob Kepolisian RI plus preman setempat, terhadap kaum tani Suluk Bongkal, Bengkalis, Riau. Bila kita katakan bahwa kaum tani desa Suluk Bongkal pada 18 Desember 2008, telah menjadi korban terorisme, maka pernyataan itu tidaklah berkelebihan adanya.
Sebab, faktanya memang menunjukkan bahwa kaum tani Suluk Bongkal diteror oleh aparat keamanan negara. Aksi Mobrig plus preman itu tidak berbeda, sepenuhnya sama dengan aksi t e r o r . Tak lebih tak kurang! Pasti tindakan Brimob bersama preman setempat itu, menimbulkan kemarahan siapa saja yang punya rasa keadilan dan menganggap bahwa kaum tani adalah bagian dari nasion kita, bahkan bagian yang amat penting.
Nyatanya, bangsa ini, masyakat ini, tidak tinggal diam. Masih cukup banyak yang punya rasa keadilan, yang masih punya hati nurani. Pemeduli nasib kaum tani menuntut pengusutan oleh pemerintah agar keadilan diberlakukan!
Juga putra-putri Indonesia, yang berada di Swedia, Belanda, Perancis, dll negeri tidak ketinggalan telah menyatakan solidaritas mereka secara kongkrit kepada perjuangan kaum tani Suluk Bongkal.
Kepedulian masyarakat yang tidak bersikap masa-bodh bisa dilihat a.l.dari pernyataan Komnasham, Walhi, sembilan serikat tani Riau, dan sejumlah pers yang menuntut kasus kekerasan terhadap kaum tani Suluk Bongkal, ditangani dan segera diinvestigasi oleh pemerintah. Supaya pemerintah Jakarta cepat mengambil tindakan terhadap kesewenang-wenangan itu, serta menghukum yang bersalah. Juga lembaga internasional seperti Amnesty International telah menyatakan protes keras, serta menghimbau pemerintah Indonesia segera turun tangan mengadakan investigasi.
* * *
Apa kesewenang-wenangan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan RI dan sejumlah preman yang mereka organisir?
Mari telusuri cuplikan liputan dua orang wartawan, yaitu Yuliawati (Jakarta) dan Jupernalis Samosir (Riau), sbb:
'Dusun Suluk Bongkal, Bengkalis, Riau, pada akhir Desember itu jadi kampung mati. Kini penghuni kampung itu lari ke hutan dan daerah lain. Sebelumnya, Kamis 18 Desember lalu, sekitar 700 polisi Riau mengusir 800-an warga dengan peluru karet dan gas air mata. Aparat menganggap warga tinggal di lahan konsesi hak pengusahaan hutan tanaman industri milik PT Arara Abadi. Pongah, seorang warga Suluk Bongkal, kini "diamankan" Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ke Jakarta untuk diminta keterangan.
'Ketika polisi diminta menunjukkan surat perintah atau surat putusan pengadilan untuk eksekusi, aparat hanya berkata: mereka hanya menjalankan perintah atasan. Karena tak ada surat perintah, warga meminta polisi membatalkan penggusuran. Polisi berkeras. Aparat lalu merangsek. Warga menghalangi. Warga membentuk barisan di depan pintu dusun sambil memekikkan salawat badar dan Indonesia Raya.
'Gas air mata lalu dilontarkan. Pasukan tambahan polisi masuk dan mengepung warga: Suasana panik. Beberapa orang terluka. Intan, 23 tahun, melahirkan lebih cepat karena disepak polisi. Putri, 2,5 tahun, anak pasangan Herman Purba dan Maria, meninggal jatuh ke sumur karena panik. Seperti umumnya warga desa yang lain, mereka kini mengungsi entah ke mana.
'WALHI dan 24 organisasi nirlaba hingga kini masih bertahan di sana untuk menginvestigasi.
'Dalam waktu lima jam, 500 rumah kayu itu hancur berantakan. Dengan eskavator, polisi meratakan dusun itu. Menurut seorang warga, pada saat helikopter polisi terbang di atas dusun, sejumlah rumah warga terbakar. Seusai penggusuran, polisi menangkap 81 orang warga.
'Direktur Kelompok Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Bambang Aswandi, menyesalkan tindakan polisi yang main gusur. Menurut dia, Walhi kini berniat mengajukan gugatan praperadilan kepada polisi.
Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, M. Ridha Saleh, menuding polisi melanggar hak asasi. Kata Ridha, "Tindakan mereka bukan melindungi masyarakat, tapi justru menyiksa."
* * *
Soalnya, itu bukan semata-mata kekerasan brutal aparat keamanan plus preman setempat. Di satu segi kekerasan tsb telah menimbulkan korban dua orang anak tewas. Kaum tani diusir dari tanah garapannya, dan dipaksa meninggalkan rumah mereka, yang kemudian dibakar habis. Beberapa orang tani dijebloskan dalam tahanan polisi. Ratusan lainnya menyelamatkan diri dari kejaran dan lari ke hutan-hutan di sekitar desa itu.
Yang teramat serius ialah bahwa aparat keamanan negara telah melakukan kekerasan brutal terhadap kaum tani, terhadap rakyat, dalam rangka membela kepentingan pengusaha PT Arara Abadi. Untuk kesekian kalinya bisa disaksikan betapa aparat keamanan berdiri berhadap-hadapan menodong rakyat miskin. Kejadian seperti itu tidak aneh, bila terjadi pada periode Orba Presiden Suharto.
Tetapi pada periode pasca Suharto dewasa ini, ketika gerakan massa telah berhasil menggulingkan Presiden Suharto dan negeri ini memasuki periode REFORMASI, seyogianya, aparat keamanan negara mengubah diri, ikut ambil bagian dalam REFORMASI. Yang peranannya tadinya menakut-nakuti dan menindas rakyat kecil, melakukan pemersan dan pungli, melindungi koruptor, sekarang ini agar berusaha sedikit-sedikit berbuat positif untuk masyarakat. Jangan terus-terusan hanya melindungi diri sendiri, konco-konconya, orang-orang kaya dan kaum yang berkuasa umumnya, seperti dalam periode rezim Orba.
Tetapi Brimob Kepolisian RI yang berkordinasi dengan preman melakukan tindakan teror terhadap kaum tani. Ini amat disesalkan.
* * *
Teringatlah aku suatu ketika beberapa tahun yang lalu ketika sempat bertemu dan cakap-cakap dengan almarhum Cak Ruslan Abdulgani di kantor beliau di Pejambon, Jakarta. Cak Rus merasa bangga dan gembira sudah punya kantor (baru) untuk bekerja.
Dengan bangga pula Cak Rus cerita bahwa kantor itu diperolehnya berkat Gus Dur yang baru menjabat Presiden RI. Dalam percakapan ketika itu, kutanyakan: Cak Rus! Sampai sekarang ini apa hal positif yang sudah dilakukan Presiden Abdurrahman Wahid. Dengan tegas Cak Rus menjawab: Saya sebut satu saja yang penting: Presiden Wahid telah melakukan hal yang amat penting dalam urusan ketatanegaraan kita. Gus Dur telah memisahkan tugas-tugas dan kewajiban TNI dari Kepolisian. Dengan demikian masalah keamanan (rakyat), tugas memembela hukum dan menjunjung undang-uandang dan hukum, akan ada pada Kepolisian Negara. Kepentingan rakyat akan mendapat perhatian yang lebih baik! Demikian Cak Ruslan Abdulgan, yang menyatakan harapannya pada kepolisian negara sesudah kita memasuki era Reformasi.
Sayang sekali, harapan Cak Ruslan itu, ternyata tinggal harapan saja. Kecuali penanganan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir yang pada akhir tahun ini tampak mundur jauh kebelakang, dengan divonis-bebasnya Jendral Muchdi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ada lagi peristiwa teror kepolisian dan preman terhadap kaum tani Suluk Bongkal.
* * *
Berkali-kali kita dengar bahwa negeri kita adalah negeri agraria, mayoritas bangsa kita tinggal di pedesaan dan pegununangan. Rakyat yang hidupnya dari bercocok tanam, dari bertani. Berkali-kali juga bisa dibaca, tanpa kaum tani yang memberikan dukungan frontal terhadap revolusi kemerdekaan kita, tanpa dukungan kaum tani terhadap perjuangan gerilya melawan tentara kolonial Belanda, bangsa ini tak akan bisa membela dan mempertahankan Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.
Tetapi sesudah tercapainya kemerdekaan, nasib kaum tani tak banyak berubah. Perubahan agraria dan perubahan tanah,meskipun sudah ada UU Perubahan Tanah dan UU Bagi Hasil, yang disahkan selama periode Presiden Sukarno, kaum tani miskin yang masih merupakan mayoritas bangsa samasekali belum mengenyam bagaimana rasanya sebagai bangsa yang merdeka, yang punya negara dan pemerintah sendiri. Apa yang sering mereka alami, bahwa dalam pelbagai konflik tanah, aparat kekuasaan negara biasanya berpihak pada tuan-tuan pemilik tanah, pada perusahaan-perusaan swasta yang di belakangnya adalah penguasa juga.
Pengalaman menunjukkan bahwa untuk mmengubah nasib mereka, kaum tani Indonesia harus bersandar pada kekuatannya sendiri, pada organisasi-organisi mereka yang rapi dan pandai melakukan perjuangan. Tidak diragukan bahwa dalam perjuangan kaum tani Indonesia, mereka amat-amat memerlukan dukungan dan solidaritas dari seluruh masyarakat.
Perjuangan kaum tani Suluk Bongkal, Bengkalis,Riau adalah bagian dari perjuangan seluruh kaum tani Indonesia untuk tanah dan perbaikan nasib!
* * *
Senin, 12 Januari 2009
----------------------
PERJUANGAN KAUM TANI SUlUK BONGKAL, RIAU,
Adalah PERJUANGAN UTK TANAH DAN KEADILAN!
Akan salah samasekali bila tinggal diam saja, tidak berbuat apapun, terhadap kesewenang-wenangan dan kekerasan brutal Brimob Kepolisian RI plus preman setempat, terhadap kaum tani Suluk Bongkal, Bengkalis, Riau. Bila kita katakan bahwa kaum tani desa Suluk Bongkal pada 18 Desember 2008, telah menjadi korban terorisme, maka pernyataan itu tidaklah berkelebihan adanya.
Sebab, faktanya memang menunjukkan bahwa kaum tani Suluk Bongkal diteror oleh aparat keamanan negara. Aksi Mobrig plus preman itu tidak berbeda, sepenuhnya sama dengan aksi t e r o r . Tak lebih tak kurang! Pasti tindakan Brimob bersama preman setempat itu, menimbulkan kemarahan siapa saja yang punya rasa keadilan dan menganggap bahwa kaum tani adalah bagian dari nasion kita, bahkan bagian yang amat penting.
Nyatanya, bangsa ini, masyakat ini, tidak tinggal diam. Masih cukup banyak yang punya rasa keadilan, yang masih punya hati nurani. Pemeduli nasib kaum tani menuntut pengusutan oleh pemerintah agar keadilan diberlakukan!
Juga putra-putri Indonesia, yang berada di Swedia, Belanda, Perancis, dll negeri tidak ketinggalan telah menyatakan solidaritas mereka secara kongkrit kepada perjuangan kaum tani Suluk Bongkal.
Kepedulian masyarakat yang tidak bersikap masa-bodh bisa dilihat a.l.dari pernyataan Komnasham, Walhi, sembilan serikat tani Riau, dan sejumlah pers yang menuntut kasus kekerasan terhadap kaum tani Suluk Bongkal, ditangani dan segera diinvestigasi oleh pemerintah. Supaya pemerintah Jakarta cepat mengambil tindakan terhadap kesewenang-wenangan itu, serta menghukum yang bersalah. Juga lembaga internasional seperti Amnesty International telah menyatakan protes keras, serta menghimbau pemerintah Indonesia segera turun tangan mengadakan investigasi.
* * *
Apa kesewenang-wenangan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan RI dan sejumlah preman yang mereka organisir?
Mari telusuri cuplikan liputan dua orang wartawan, yaitu Yuliawati (Jakarta) dan Jupernalis Samosir (Riau), sbb:
'Dusun Suluk Bongkal, Bengkalis, Riau, pada akhir Desember itu jadi kampung mati. Kini penghuni kampung itu lari ke hutan dan daerah lain. Sebelumnya, Kamis 18 Desember lalu, sekitar 700 polisi Riau mengusir 800-an warga dengan peluru karet dan gas air mata. Aparat menganggap warga tinggal di lahan konsesi hak pengusahaan hutan tanaman industri milik PT Arara Abadi. Pongah, seorang warga Suluk Bongkal, kini "diamankan" Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ke Jakarta untuk diminta keterangan.
'Ketika polisi diminta menunjukkan surat perintah atau surat putusan pengadilan untuk eksekusi, aparat hanya berkata: mereka hanya menjalankan perintah atasan. Karena tak ada surat perintah, warga meminta polisi membatalkan penggusuran. Polisi berkeras. Aparat lalu merangsek. Warga menghalangi. Warga membentuk barisan di depan pintu dusun sambil memekikkan salawat badar dan Indonesia Raya.
'Gas air mata lalu dilontarkan. Pasukan tambahan polisi masuk dan mengepung warga: Suasana panik. Beberapa orang terluka. Intan, 23 tahun, melahirkan lebih cepat karena disepak polisi. Putri, 2,5 tahun, anak pasangan Herman Purba dan Maria, meninggal jatuh ke sumur karena panik. Seperti umumnya warga desa yang lain, mereka kini mengungsi entah ke mana.
'WALHI dan 24 organisasi nirlaba hingga kini masih bertahan di sana untuk menginvestigasi.
'Dalam waktu lima jam, 500 rumah kayu itu hancur berantakan. Dengan eskavator, polisi meratakan dusun itu. Menurut seorang warga, pada saat helikopter polisi terbang di atas dusun, sejumlah rumah warga terbakar. Seusai penggusuran, polisi menangkap 81 orang warga.
'Direktur Kelompok Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Bambang Aswandi, menyesalkan tindakan polisi yang main gusur. Menurut dia, Walhi kini berniat mengajukan gugatan praperadilan kepada polisi.
Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, M. Ridha Saleh, menuding polisi melanggar hak asasi. Kata Ridha, "Tindakan mereka bukan melindungi masyarakat, tapi justru menyiksa."
* * *
Soalnya, itu bukan semata-mata kekerasan brutal aparat keamanan plus preman setempat. Di satu segi kekerasan tsb telah menimbulkan korban dua orang anak tewas. Kaum tani diusir dari tanah garapannya, dan dipaksa meninggalkan rumah mereka, yang kemudian dibakar habis. Beberapa orang tani dijebloskan dalam tahanan polisi. Ratusan lainnya menyelamatkan diri dari kejaran dan lari ke hutan-hutan di sekitar desa itu.
Yang teramat serius ialah bahwa aparat keamanan negara telah melakukan kekerasan brutal terhadap kaum tani, terhadap rakyat, dalam rangka membela kepentingan pengusaha PT Arara Abadi. Untuk kesekian kalinya bisa disaksikan betapa aparat keamanan berdiri berhadap-hadapan menodong rakyat miskin. Kejadian seperti itu tidak aneh, bila terjadi pada periode Orba Presiden Suharto.
Tetapi pada periode pasca Suharto dewasa ini, ketika gerakan massa telah berhasil menggulingkan Presiden Suharto dan negeri ini memasuki periode REFORMASI, seyogianya, aparat keamanan negara mengubah diri, ikut ambil bagian dalam REFORMASI. Yang peranannya tadinya menakut-nakuti dan menindas rakyat kecil, melakukan pemersan dan pungli, melindungi koruptor, sekarang ini agar berusaha sedikit-sedikit berbuat positif untuk masyarakat. Jangan terus-terusan hanya melindungi diri sendiri, konco-konconya, orang-orang kaya dan kaum yang berkuasa umumnya, seperti dalam periode rezim Orba.
Tetapi Brimob Kepolisian RI yang berkordinasi dengan preman melakukan tindakan teror terhadap kaum tani. Ini amat disesalkan.
* * *
Teringatlah aku suatu ketika beberapa tahun yang lalu ketika sempat bertemu dan cakap-cakap dengan almarhum Cak Ruslan Abdulgani di kantor beliau di Pejambon, Jakarta. Cak Rus merasa bangga dan gembira sudah punya kantor (baru) untuk bekerja.
Dengan bangga pula Cak Rus cerita bahwa kantor itu diperolehnya berkat Gus Dur yang baru menjabat Presiden RI. Dalam percakapan ketika itu, kutanyakan: Cak Rus! Sampai sekarang ini apa hal positif yang sudah dilakukan Presiden Abdurrahman Wahid. Dengan tegas Cak Rus menjawab: Saya sebut satu saja yang penting: Presiden Wahid telah melakukan hal yang amat penting dalam urusan ketatanegaraan kita. Gus Dur telah memisahkan tugas-tugas dan kewajiban TNI dari Kepolisian. Dengan demikian masalah keamanan (rakyat), tugas memembela hukum dan menjunjung undang-uandang dan hukum, akan ada pada Kepolisian Negara. Kepentingan rakyat akan mendapat perhatian yang lebih baik! Demikian Cak Ruslan Abdulgan, yang menyatakan harapannya pada kepolisian negara sesudah kita memasuki era Reformasi.
Sayang sekali, harapan Cak Ruslan itu, ternyata tinggal harapan saja. Kecuali penanganan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir yang pada akhir tahun ini tampak mundur jauh kebelakang, dengan divonis-bebasnya Jendral Muchdi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ada lagi peristiwa teror kepolisian dan preman terhadap kaum tani Suluk Bongkal.
* * *
Berkali-kali kita dengar bahwa negeri kita adalah negeri agraria, mayoritas bangsa kita tinggal di pedesaan dan pegununangan. Rakyat yang hidupnya dari bercocok tanam, dari bertani. Berkali-kali juga bisa dibaca, tanpa kaum tani yang memberikan dukungan frontal terhadap revolusi kemerdekaan kita, tanpa dukungan kaum tani terhadap perjuangan gerilya melawan tentara kolonial Belanda, bangsa ini tak akan bisa membela dan mempertahankan Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.
Tetapi sesudah tercapainya kemerdekaan, nasib kaum tani tak banyak berubah. Perubahan agraria dan perubahan tanah,meskipun sudah ada UU Perubahan Tanah dan UU Bagi Hasil, yang disahkan selama periode Presiden Sukarno, kaum tani miskin yang masih merupakan mayoritas bangsa samasekali belum mengenyam bagaimana rasanya sebagai bangsa yang merdeka, yang punya negara dan pemerintah sendiri. Apa yang sering mereka alami, bahwa dalam pelbagai konflik tanah, aparat kekuasaan negara biasanya berpihak pada tuan-tuan pemilik tanah, pada perusahaan-perusaan swasta yang di belakangnya adalah penguasa juga.
Pengalaman menunjukkan bahwa untuk mmengubah nasib mereka, kaum tani Indonesia harus bersandar pada kekuatannya sendiri, pada organisasi-organisi mereka yang rapi dan pandai melakukan perjuangan. Tidak diragukan bahwa dalam perjuangan kaum tani Indonesia, mereka amat-amat memerlukan dukungan dan solidaritas dari seluruh masyarakat.
Perjuangan kaum tani Suluk Bongkal, Bengkalis,Riau adalah bagian dari perjuangan seluruh kaum tani Indonesia untuk tanah dan perbaikan nasib!
* * *
No comments:
Post a Comment