Kolom
IBRAHIM
ISA
Sabtu,
22 Maret 2014----------------------------
ENAM PULUH TAHUN
SEHIDUP-SEMATI
PATUTLAH
BERSYUKUR!
*
* *
Beberapa
hari yang lalu kukatakan kepada Murti:
“Eh,
. . . . 22 Maret tahun ini, genap 50 tahun perkawinan kita”.
Murti segera berreakasi: “Ah, bagaimana . . . bukan limapuluh.
Sudah enampuluh tahun!! Betul! Perkawinan kami berlangsung pada
22
Maret 1954.
|Kami
tidak biasa mengadakan peringatan khusus pada ulangtahun
perkawinan.
Bukan kebiasaan kami. Tapi putri-putri kami ingat terus. Ayah,
kata
mereka, ulangtahun perkawinan yad 'kan yang ke- enampuluh! Akan
bikin
acara apa? Ah, tidak akan bikin acara khusus. Kami biasa pada
hari
22 Maret itu pergi “makan diluar”.
Malam
ini putri kami dari Jerman bersama suami dan putra-putranya akan
datang, sambil “noto” rumah putranya. Putra sulungnya baru
teken-kontrak rumah-sewa di Den Haag. Ia harus pindah ke Den
Haag,
karena kantor tempat ia kerja di “Crowd Roaming” pindah ke Den
Haag.
Paling-paling
kami akan minum-minum kopi, “koffie uurtje” kata orang Belanda,
dan makan sedikit “hapjes”, panganan . .
* * *
Kutanyakan
kepada Murti: Apa kesanmu kita sudah 60 tahun bersuami-istri?
Murti
berfikir sejenak. Ia menjawab:
“LIEF
EN LEED SAMEN GEDEELD” .
Indonesianya “Dalam Masa
Senang dan Dalam Kesulitan Dilakoni Bersama”.
Singkatnya,
“SEHIDUP SEMATI”
Memang
sering-sering Murti lebih mudah menyatakan fikirannya dalam
bahasa
|Belanda. Di keluarga mereka dulu bahasa sehari-harinya, bahasa
Belanda!! Ya, begitulah keadaannya di zaman kolonial.
“SEHIDUP
SEMATI, Lief en Leed Samen Gedeeld”. Ungkapan itu
dinyatakan
dalam satu kalimat saja. Namun, isinya adalah “masa suka dan
duka”
selama 60 tahun. Sungguh suatu kebahagiaan bagi keluarga yang
bisa
terus mempertahankan LIEF EN LEED SAMEN GEDEELD. Patutlah kami
bersyukur!
* * *
Sejak
bocah, aku dididik menurut ajaran ISLAM. Pendidikan itu
berlangsung di rumah dan di sekolah. Termasuk madrasah. Kesan
yang
paling mendalam dari pendidikan agama itu adalah SUPAYA BISA
MEMBEDAKAN MANA YANG BENAR DAN MANA YANG SALAH. Kelanjutannya
tentu
MENGHINDARI YANG SALAH DAN MEMPERTAHANKAN YANG BENAR .
Bila
ingin lebih banyak tahu tentang kehidupan keluarga kami, bisa
dibaca buku yang kuterbitkan tahun ini,”KABAR DARI SEBERANG,
Memoar
Ibrahim Isa”. Dengan Pengantar Bonnie Triyana. Penerbit
Historia
Publisher, 2013.
* * *
Mengenang
pengalaman hidup kami bersuami-istri, kupesankan pada
putri-putri
serta para suami mereka, dan cucu-cucu kami: CURAHKAN
PERHATIAN
SEBESAR-BESARNYA MEMBANGUN KEHIDUPAN KELUARGA YANG HARMONIS.
Keluarga yang harmonis adalah pilar kehidupan masyarakat yang
sehat.
Dan
. . . selalu mempertimbangkan matang-matang keputusan yang akan
diambil . . . . setelah mendengar banyak pendapat orang lain.
Kemudian mengambil keputusan dalam kehidupan atas pertimbangan
fikiran sendiri yang bebas dan atas tanggung-jawab sendiri.
* * *
Ini
bukan kuliah . . kataku pada putri-putri dan cucu-cucu kami
serta
suami mereka. . . SEKADAR PENGALAMAN HIDUP SEBAGAI SUAMI ISTRI .
* * *
No comments:
Post a Comment