Kolom
IBRAHIM ISA
Kemis, 13 Maret, 2014
Kemis, 13 Maret, 2014
------------------------------
MEMECAH “KEBISUAN”
–
Mengkahiri
“IMPUNITY”
Kali
ini
disampaikan sedikit tentang pertemuan silaturahmi antara
generasi
tua dan muda di rumah Dini Setyowati. Lalu tentang Soe Tjen
Marching
– pemrakarsa PETISI MELAWAN MAKSUD APRESIDEN SBY MENOBATKAN
JENDRAL
SARWO EDHIE jadi pahlawan nasional – – yang memeruskan
kegiatannya di Eropah MENSOSIALISASIKAN ide pentingnya kegiatan
MELAWAN DIAM . . . . . . . Dan Melawan Lupa . .
*
* *
Senin
pagi
kemarin dulu, -- Murti mengingatkan lagi, agar “jangan
lupa” untuk membeli bunga ANGREK ketika berbelanja. Pasti tak
akan
lupa, kataku, 'kan untuk disampaikan pada sahabat kita Dini
Setyowati, yang hari itu merayakan hari ultahnya. Pertemua di
rumah
Dini itu itu sifatnya . . bertukar fikiran antara generasi tua
tua
dan muda -- mengenai hal-hal aktuil dan masa lampau, tentang
kegiatan “Melawan Lupa” dan “Melawan Impunity”.
Terjadilah
cakap-cakap
tukar pengalaman dan silaturahmi dengan SOE TJEN
MARCHING dari generasi muda, yang khusus datang dari London.
Soe
Tjen
meneruskan perjalanan kegiatan penting di Eropah dalam rangka
'MEMECAH KEBISUAN' . . . .
*
* *
Senin
sore
itu belasan kawan-kawan tua, yang sengaja diundang Dini
Setiyowati, dalam kesempatan itu, untuk berkenalan dan
cakap-cakap
dengan Soe Tjen. (antara lain tampak Cisca Patipilohy dan Aminah
Idris dari Yayasan DIAN -- Sungkono, Ketua Perhimpunan
Persaudaraan;
Chalik Hamid, Perhimp Persaudaraan; YSBI; Soelardjo – YSBI;
Sarmaji, PERDOI; I. G Arke; dll.)
*
* *
Dalam
undangan untuk pertemuan publik di Amsterdam pada tanggal 11
Maret
2014 dengan tema MELAWAN DIAM (diselenggarakan oleh “Friends of
1965-People’s Tribunal Indonesia”), dimana Soe Tjen
bicara, dijelaskan kan bahwa:
Soe
Tjen Marching adalah penulis
dan komponis. Ia memenangkan kompetisi nasional untuk
piano yang
diadakan oleh Kedutaan Besar Jerman di Indonesia pada
tahun 1998.
juga memenangkan kompetisi internasional untuk komponis
yang
diselenggarakan di Singapura pada tahun 2010. Soe Tjen
telah
menerbitkan 5 buku dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris. Antara
lainThe
Discrepancy between the Public and Private Selves of
Indonesian
Women dan
memoarnya tentang kanker, Kubunuh
Di Sini. Dia sekarang sedang menulis tentang kisah-kisah
keluarga
korban 1965 Indonesia. Dia juga koordinator IPT1965 di
Britania.
* * *
Ketika menguraikan tentang
tema yang disampaikanya dalam perjalanan
kegiatannya di Eropah kali ini, dalam rangka sosialisasi
tema
Melawan Diam – Melawan Lupa diam . . . Soe Tjen
menuturkankan
antara lain:
"Saya
melihat kepala teman saya digondol anjing."“Sungai dekat
rumah
saya tersumbat karena timbunan mayat.""Bapak diberitahu
kalau komunis itu iblis. Kalau membiarkan mereka hidup
berarti
mendukung kejahatan mereka. Kami diharuskan membunuh siapa
saja yang
komunis".
Pernyataan
ini terlontar dari beberapa saksi kepada saya tentang
periode kelam
di Indonesia, periode yang menjadi salah satu pembunuhan
massal
terbesar di dunia. Film Joshua Oppenheimer telah ikut
membuka sejarah
kelam ini, sehingga memungkinkan bagi banyak orang untuk
mengungkapkan apa yang mereka lihat, dengar atau alami
pada massa
itu.
Kebanyakan
dari orang-orang ini mengatakan bahwa inilah pertama
kalinya mereka
telah menceritakan hal di atas kepada orang lain di luar
keluarga
mereka. Sebagian besar menyimpan kisah ini untuk diri
mereka sendiri
selama bertahun-tahun. Tragedi yang terjadi sekitar
lima puluh
tahun yang lalu, telah dibungkam, karena takut. Itulah
yang dilakukan
mama saya juga. Dia telah membuat dirinya sendiri cerita
tentang
siapa papa saya sebenarnya, sampai tahun lalu.
Ketakutan
masih dominan di antara para korban, dan para preman masih
berkeliaran dengan bebas untuk melecehkan mereka. FAKI
(Forum Anti -
komunis Indonesia) telah menyerang pertemuan para keluarga
korban di
Jogja - Jawa Tengah pada 27 Oktober tahun lalu. Dan tahun
ini pada
tanggal 16 Februari, FPI (Front Pembela Islam) menyerang
pertemuan
para mantan tahanan politik di Semarang - Jawa Tengah.
Ya
, beberapa orang telah berani membuka diri tentang
tragedi ini,
tetapi mereka dengan cepat dilupakan, diabaikan, atau
bahkan
dibungkam.
Pada
kesempatan ini, saya ingin melawan keterbungkaman
yang telah
berlarut-larut.
Saya
ingin menceritakan kisah keluarga saya dan
berbagai ketakutan kami.
Saya sadar bahwa saya tidak bisa melakukan ini
sendiri, dan untuk
ini, saya meminta saudara-saudara semua mendukung
saya untuk melawan
kediaman, serta menuntut pemerintah Indonesia
untuk segera mengambil
tindakan ataskekejian yang terjadi pada tahun ‘65.
* * *
Pertemuan
Publik
yang berakhir dengan sukses (hadir – sekitar 75 orang)
berlangsung pada tanggal 11 Maret di Amsterdam. Tema yang
diusung
adalah MELAWAN DIAM.
Prof
Dr Saskia
Wieringa menguraikan
sekitar Kampanye
penyebaran rasa benci serta pembantaian masal di Jawa
Timur. Ia
memaparkan hasil penelitian awal bersama dengan para
jagal.
Soe Tjen Marching bicara sekitar Kesaksian dari generasi ke dua
Cisca
Pattipilohy
, menyampaikan Kesaksian
dari generasi pertama.
Ton
van Naerssen [Indonesiёgroep
Nijmegen
1966-1976] bicara tentang Kampanye
isyu 1965 di Belanda; Keterlibatan Belanda: IGGI,
Fak.
Psikhologi [KUN/Katholieke Universiteit Nijmegen].
Joop
van Wijk [sedang
menyiapkan Imitatio Ignacio, sebuah filem
dokumenter fiktip
tentang Pater Beek] | …mencoba menyoroti peran
pokok rohaniwan
Jesuit asal Belanda ini sebagai ‘otak’ di dalam
kudeta, serta
perannya di balik layar sebagai penasehat penting
rezim
Suharto pada tahun-tahun kemudian.
* * *
No comments:
Post a Comment