Kolom IBRAHIM ISA
Rabu, 23 April 2014
"Komnas HAM,
Keluarkan Daftar Capres dan Caleg Penjahat Kemanusiaan”
* * *
Berbeda-beda
dan
bervariasi ketika seorang jurnalis membuat 'heading' –- kepala
berita yang diturunkannya. Jelas tujuan kepala berita itu
dimaksudkan
sebagai 'surprise' dan lebih-lebih sebagai 'breaking news'.
Wartawan
Kompas.com, 12 Jan, 2013, misalnya menulis kepala berita, sbb:
“Komnas
HAM, Keluarkan Daftar Capres dan Caleg Penjahat
Kemanusiaan”.
Dibaca
dengan
kecepatan biasa, pasti timbul kesan, “Heibat ! --- KomnasHam
mulai 'unjuk-gigi' sebagai lembaga pembela hukum. Akan
mengeluarkan semacam 'daftar hitam', yang memuat nama-nama para
capres dan caleg, pelaku kejahatan kemanusiaan.
Sejenak
kemudian,
setelah dibaca terus, orang jadi kecewa dan mésem
meringis – nyatanya berita itu sekadar 'sebuah saran' oleh Haris
Ashar, kordinator KONTRAS- Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban
Kekerasan. Ia menyatakan ”Komnas
HAM
harus mengeluarkan daftar capres dan caleg yang termasuk
penjahat
kemanusiaan. Hal itu bertujuan agar Komisi Pemilihan Umum
selektif
dalam meloloskan capres dari parpol tertentu.”
Jelas
Ashar selanjutnya, “Komnas HAM harus
mengeluarkan daftar capres dan caleg yang termasuk penjahat
kemanusiaan. Hal itu bertujuan agar Komisi Pemilihan Umum
selektif
dalam meloloskan capres dari parpol tertentu.”
“ .
. . . daftar itu berguna agar politisi busuk tidak dapat
mencalonkan
dirinya lagi pada Pemilu 2014. Komnas HAM memiliki kewenangan
untuk
merinci daftar politikus yang pernah melanggar HAM.
Pelanggaran HAM
tersebut, tidak hanya sebatas kejahatan militeristik, namun
juga
korporasi.
"Bayangkan
kalau setengah direksi Lapindo mencalegkan diri.
Implikasinya akan
sampai menghambat demokrasi. Selain itu, akan memuluskan
rezim
totalitarian di
Indonesia,"
Masih
dalam rangka saran Ashar:
“ .
. . beberapa capres
dari
kalangan militer akan terganjal oleh hal ini. Salah satu
contohnya
adalah capres dari Gerindra, Prabowo
Subianto, yang mendalangi
penculikan
aktivis 97/98 dan kerusuhan Mei 98.Selain Prabowo, nama capres dari Hanura yaitu Wiranto tidak dapat dilepaskan dari pelanggaran HAM berat. Wiranto, menurutnya, bertanggung jawab atas peristiwa Semanggi I dan II, dan Timor Leste.
Selain itu, capres dari Golkar yaitu Aburizal Bakrie atau Ical juga tidak dapat dilepaskan dari pelanggaran HAM. Ical, menurutnya, bertanggung jawab atas luapan lumpur Lapindo. "Kalau rezimnya berubah buruk, Komnas HAM makin sulit. Makin mentok, keluarkan mandat," demikian Haris Azhar mengkahiri sarannya.
*
* *
Saran
Kordinator “Kontras”, disampaikan lebih setahun yang lalu.
Entah bagaimana respons KomnasHam, tidak jelas.
Tetapi
betapapun,
. . saran tsb adalah sebuah saran yang bagus. Seyogianya
di 'follow-upkan'. Diperjuangkan terus agar saran tsb menjadi
kenyataan.
*
* *
Meskipun,
KomnasHam, tampaknya hingga kini, belum mengeluarkan sebuah
'daftar
hitam' pelaku kejahataan kemanusiaan, sudah terbaca sebuh berita
situs SOEDOET PANDANG, tentang KESAKSIAN SUMITRO TENTANG
PRABOWO.
Tulisan itu Dicuplik dari buku Aristides Katoppo, dkk.,
Sumitro
Djojohadikusumo: Jejak Perlawanan Begawan Pejuang (Jakarta:
Sinar
Harapan, 2000), Bab 46, dengan judul asli “Soal Prabowo”.
Isinya
sebuah pembelaan dari sang bapak (Soemitro Djojohadikusumo),
untuk
'membersihkan'nama puteranya, Prabowo Subianto.
* * *
Lalu,
ada lagi yang bisa dikatagorikan sebagai 'breaking news”,
“gebrakan”. Seorang mantan Laksda (AL), yang biasa menangani
masalah intel TNI, tiba-tiba muncul dengan suatu IDE . .
(sesungguhnya bukan ide baru).
Laksda
(Purn) TNI Soleman B, Ponto, menyatakan, . . . . bila
keadaan
sesudah pemilihan caleg dan capres 2014, menjadi kacau, maka “TNI
dapat
melakukan kudeta . .. (yang kata sang mantan Laksda) kudeta
konstitusional”. Muncullah istilah baru . . . 'kudeta
konstitusional'. Katanya seperti yang terjadi di Mesir. Kok
mudah
sekali mengambil contoh dari Mesir??
Memang,
-- – – tokoh-tokoh militer yang haus kekuasaan, pandai menemukan
macam-macam istilah dan dalih seperti 'kudeta konstitusional',
untuk
membenarkan dan melaksanakan rencana perebutan kekuasaan
pemerintah
dan negara? Bukankah proses berdirinya rezim militer Orde Baru,
merupakan pengalaman pahit berdarah yang diderita bangsa ini?
Sekali
militer mengangkangi kekuasan negara, maka yang pertama mereka
lakukan, ialah meniptakan syarat untuk berlangsung terusnya
kekuasaan
yang diperolehnya melalui kudeta itu. Ini pengalaman sejarah
bangsa.
* * *
Menyusun sebuah 'daftar-hitam' mengenai para capres dan caleg yang terlibat dengan kehajahatan kemanusiaan. Akan merupakan pendidikan politik langsung dan berguna bagi pemilih, bagi seluruh masyarakat.
* * *
No comments:
Post a Comment