Kolom IBRAHIM ISA
Jum'at, 18 April 2014
------------------------------
KONFERENSI ASIA-AFRIKA DI BANDUNG (1955) ADALAH TONGGAK SEJARAH YANG MEMBUAT SEJARAH!!
Tetapi bangsa-bangsa Asia dan Afrika, yang para
wakilnya berkumpul di Bandung 59 tahun yang lalu, telah
menciptakan
KEAJAIBAN SEJARAH . Sutu FONOMENA LANGKA DALAM GEO-POLITIK
INTERNASIONAL menjadi suatu kenyataan.
Para utusan dari negeri-negeri Asia Afrika itu bisa berunding, bisa musyawarah dan TELAH MENCAPAI KATA SEPAKAT. Mereka mewakili bangsa-bangsa dan negeri-negeri yang mendambakan kermerdekaan dan kebebasan, kerjasama, kemajuan dan perdamaian dunia. Musuh bersama mereka adalah kolonialisme dalam segala manifestasinya!
* * *
Artikel di bawah ini ditulis dalam suasana PERINGATAN SETENGAH ABAD KEONFERENSI BANDUNG. Berikut cuplikannya: (24 Maret 2005 yl )
* *
Akhir tahun limapuluhan, permulaan tahun 60-an --- , sebenarnya sudah dimulai sebelumnya, yaitu dengan pembatalan Persetujuan Konferensi Meja Bundar(KMB) dengan Belanda, yang dilakukan secara sepihak oleh pemerintah RI, dan dengan kembalinya Indonesia ke Undang-Undang Dasar RI 1945, --- kampanye pembebasan Irian Barat semakin gencar. Setiap Pidato 17 Agustus untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, Bung Karno sudah biasa menutup pidatonya yang berapi-api dan menyemangati hati rakyat kita itu, dengan kata-kata sbb: SEBELUM AYAM JANTAN BERKOKOK PADA TAHUN . . . . (maksudnya tahun sesudah pidato 17 Agustus itu) Irian Barat sudah berada dipangkuan Ibu Pertiwi. Sudah bebas dari penjajahan Belanda.
Yang diceriterakan kepadaku oleh kawanku wartawan KB Antara di Cairo, Saleh Bawazir pada suatu malam pertemuan di KBRI ketika itu, begini:
S. Bawazir: --- Nyatanya orang-orang Mesir yang saya kenal, khususnya para wartawannya, ada yang sikapnya sinis terhadap pidato Bung Karno tsb. Mereka bilang sudah berapa kali ayam jantan berkokok, . . . . tetapi Irian Barat masih saja ada di bawah kekuasaan Belanda. Masih harus berapa kali lagi ayam jantan itu harus berkokok! Saleh Bawazir sungguh jengkel mendengar (yang katanya sih) gurau kenalannya, wartawan Mesir itu.
Catatanku: Secara umum, orang Mesir mengagumi Bung Karno, sebagai pemimpin besar dan kampiun perjuangan kemerdekaan bangsa, dan penegak nasion Indonesia. Bung Karno diakui sebagai tokoh penting Gerakan Kemerdekaan dan Solidaritas Asia-Afrika, teristimewa setelah KAA-Bandung. Belakangan, bersama Presiden Gamal Abdel Nasser, Nehru dan Tito, Bung Karno diakui sebagai tokoh dan pencetus Gerakan Non Blok, atau Non-Aligned. Namun, disela-sela pendapat umum yang positif itu, bisa dirasakan dan terdengar pendapat orang-orang Mesir yang mencerminkan cemburu mereka terhadap popularitas Presiden Sukarno di kalangan bangsa-bangsa dan negeri-negeri Asia-Afrika. Adalah suatu kenyataan bahwa Mesir menonjol sebagai pelopor kemerdekaan Arab dan Palestina, yang mengusahakan persatuan Arab melawan dominasi asing – Barat - , Mesir diakui kepeloporan dan potensi intelektualnya sebagai bangsa Arab, serta kedudukannya yang strategis secara politik dan militer. Hal ini menyebabkan munculnya sikap “saudara tuaisme” terhadap bangsa-bangsa Arab lainnya, juga terhadap bangsa Afrika. Suatu sikap yang cenderung hendak mendominasi dan berhegemoni di kalangan bangsa-bangsa Arab dan Afrika. Dengan sendirinya “hegemonisme” Mesir seperti itu dilawan.
Ceritera S. Bawazir selanjutnya: Jelas isinya mengéjék. Saleh Bawazir tidak tahan lagi dan melakukan “serangan balas” sbb –
Saya jamin di depan kalian semua, bahwa Irian Barat akan bebas, s e b e l u m rakyat Palestina bebas dari kekuasaan dan pendudukan Israel. . . . .
Di lihat pada saat sekarang ini, “jaminan” Saleh Bawazir itu, ternyata benar juga. Irian Barat sudah lama kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, sebelum rakyat Palestina bebas.
Mereka dengan gigih meneruskan perjuangan kemerdekaannya. Dan adalah kewajiban kita menyokong sepenuh hati perjuangan rakyat Palestina untuk berdirinya NEGARA PALESTINA MERDEKA.
* * *
Jum'at, 18 April 2014
------------------------------
KONFERENSI ASIA-AFRIKA DI BANDUNG (1955) ADALAH TONGGAK SEJARAH YANG MEMBUAT SEJARAH!!
Tanggal 19 April,
1955, – – – – 59 tahun yuang lalu, ----- kota Bandung menjadi
pusat perhatian dunia. Terutama bagi negeri-negeri Dunia Ketiga,
dan . . . dunia Barat. Wakil-wakil dan utusan dari 29 negeri dan
wilayah benua Asia dan Afrika, yang sudah lama merdeka, yang
baru
merdeka, dan yang dalam proses memerdekakan diri dari
kolonialisme,
sedang berjuang melawan imperialisme, ---- berkumpul bersama,
mengadakan musyawarah dan mufakat.
Pada akhir konferensi
dideklarasikan DASASILA BANDUNG, 10 PRINSIP- PRINSIP BANDUNG
(Bandung Declaration, 24 April, 1955).
* * *
Dunia tersentak!
Terheran-heran menyaksikan suatu peristiwa sejarah yang belum
pernah
terjadi sebelumnya. Terselenggaranya suatu konferensi yang
terdiri
dari bangsa-bangsa dan negeri-negeri merdeka, seperti Ethiopia,
Mesir, Thailand, India, Burma, Indonesia dan Jepang; yang dalam
proses merdeka, seperti Ghana dan Vietnam Selatan. Hadir di situ
negeri-negeri yang terikat dengan pakta-pakta militer Barat
SEATO,
CENTO DAN NATO.
Bagaimana mungkin
negeri-negeri yang begitu beraneka ragam politik luar negeri dan
aliansi militernya, bisa berkumpul dan mencapai PERSETUJUAN
BERSAMA?
Negeri-negeri Barat
yang
selama ratusan tahun menjadi penjajah mayorias negeri-negeri
benua
Asia dan Afrika, dan para juru-ramal mereka memprediksi dan
mengharapkan bahwa Konferensi Asia-Afrika di Bandung itu akan
berakhir dengan percekcokan dan kegagalan total. Di dunia ini
tidak
mungkin mengambil sikap bebas dan berdikari. “Kalau kalian tidak
berfihak kami, berarti kalian menentang dan jadi musuh kami”!
Begitu logika blok Barat yang dikepalai oleh Amerika Serikat,
Inggris
dan Perancis ketika itu. “If you are not with us, you are
against
us!” Begitu John Foster Dullers, Menlu AS pernah mengancam . . .
.
* * *
Bangsa-bangsa
Asia-Afrika
yang berkumpul di Bandung selama seminggu itu, menyatakan bahwa
mereka berhasrat dan bertekad untuk hadir di dunia ini sebagai
kekuatan politik yang berjuang untuk bebas berdiri sendiri,
tidak
menjadi émbél-émbél blok-blok yang merupakan fihak-fihak
terlibat
dalam 'Perang Dingin'. Hal mana sesungguhnya merupakan fenomena
baru
yang muncul di dunia geo-politik internasional.
Apakah mungkin suatu
negeri atau kelompok negeri-negeri untuk berdiri sendiri, tidak
'mihak sana' tidak 'mihak sini'? Bukankah di antara yang hadir
di
Bandung itu ada yang terikat dengan blok Barat, seperi Filipina
dan Thailand yang anggota SEATO, yang dikepalai oleh AS?
Bukankah
Tiongkok dan Vietnam Utara, adalah bagian dari Blok Timur yang
dikepalai oleh Uni Sovyet? Bukankah Turki anggota NATO, dan
bukankah
Irak anggota CENTO, yang dikepalai oleh AS? Selain itu terdapat
negeri-negeri yang menemp;uh politk luarnegeri yang 'bebas dan
aktif'
, yang sering dikatakan 'netral', tidak mihak sana dan tidak
mihak
sini, seperti India dan Indonesia?
Bisakah negeri-negeri
yang demikian berbedanya politik luarnegerinya, berkumpul dan
berunding. Di tengah-tengah situasi berkecamuknya 'Perang
Dingin'?
Para utusan dari negeri-negeri Asia Afrika itu bisa berunding, bisa musyawarah dan TELAH MENCAPAI KATA SEPAKAT. Mereka mewakili bangsa-bangsa dan negeri-negeri yang mendambakan kermerdekaan dan kebebasan, kerjasama, kemajuan dan perdamaian dunia. Musuh bersama mereka adalah kolonialisme dalam segala manifestasinya!
* * *
Muncullah pertanyaan
berikut ini? Apakah DASA SILA BANDUNG, 10 PRINSIP BANDUNG masih
relevan. Memperingati Konferensi Bandung (1955), bukankah itu
NOSTAGIA SEMATA?
Nyatanya – – -
dimulai dengan BANDUNG PRINCIPLES, tercipta gerakan dan
persepakatan
negeri-negeri NON BLOK, negeri-negeri yang NON-ALIGNED..
yang
menempuh dan mempertahankan politik NON ALIGNMENT . .
.Yang
menolak berfihak ketika berkecamuk Perang Dingin, dan TETAP
MEMPERTAHANKAN POLITIK LUAR NGERI YANG BEBAS BERDIRI SENDIRI.
Dalam situasi dunia
yang
bertambah rumit, masih terjadinya berbagai konflik kekeraasan
serta
munculnya kecenderungan baru hegemonisme pasca 'Perang Dingin',
benarlah sikap Indonesia dan sementara negeri AA lainnya bahwa
SEMANGAT BANDUNG dan 10 PRINSIP BANDUNG MASIH RELEVAN.
Menarik membaca ulang
yang pernah ditulis oleh waratawan senior (mendiang) Rosihan
Anwar
tentang Konferensi Bandung:
'Dewasa ini ada orang
yang
bertanya apakah gunanya bagi kita
memperingati 50 tahun
KAA
Bandung, sedangkan dunia sudah berubah?
Sebagai wartawan yang
meliput KAA dulu saya ingin menjawabnya dengan
mengemukakan bahwa
betul
dunia sudah berubah, namun kita mesti berusaha
menanamkan kesadaran
sejarah kepada generasi muda Indonesia. Generasi
muda jangan sampai
melihat
sejarah bangsa kita seperti terputus- putus,
merasa hidup hanya
dalam
zamannya saja, bersikap bagaikan "muara
melupakan hilirnya".
50 Tahun yang lalu Indonesia tampil aktif di
gelanggang politik
internasional dengan tujuan membebaskan bangsa
Asia-Afrika dari
kolonialisme.
'Indonesia sukses
menyelenggarakan KAA walaupun keadaannya masih sukar
dan pengalamannya masih
kurang. Tapi, Indonesia tetap maju ke depan dan
aktif bergerak dalam
human
pilgrimage, perjalanan umat manusia.
'Apakah pengetahuan
sejarah tentang KAA itu tidak memberi inspirasi dan
optimisme bagi generasi
sekarang untuk menatap masa depan? Saya yakin
ada, karena itu ada
gunanya memperingati 50 tahun KAA Bandung. God bless
Indonesia.' Demikian
Rosihan Anwar tentang arti sejarah Konferensi AA di
Bandung (1955).
* * *
Wakil
Menlu
Indonesia, Wardana pernah menyatakan: Saya memiliki keyakinan
bahwa semangat Bandung tetap relevan dengan situasi global
saat ini,
kita bergabung untuk menciptakan tatanan dunia yang
berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian dan kesejahteraan sosial.
* * *
Dibawah ini bisa
dibaca
lagi apa itu DEKLARASI BANDUNG?
Isi Dasasila Bandung
-
Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
-
Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa
-
Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun kecil
-
Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalan-soalan dalam negeri negara lain
-
Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian ataupun kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB
-
Tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak melakukannya terhadap negara lain
-
Tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan politik suatu negara
-
Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi (penyelesaian masalah hukum) , ataupun lain-lain cara damai, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB
-
Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama
-
Menghormati hukum dan kewajiban–kewajiban
internasional
* * *
Artikel di bawah ini ditulis dalam suasana PERINGATAN SETENGAH ABAD KEONFERENSI BANDUNG. Berikut cuplikannya: (24 Maret 2005 yl )
* *
Akhir tahun limapuluhan, permulaan tahun 60-an --- , sebenarnya sudah dimulai sebelumnya, yaitu dengan pembatalan Persetujuan Konferensi Meja Bundar(KMB) dengan Belanda, yang dilakukan secara sepihak oleh pemerintah RI, dan dengan kembalinya Indonesia ke Undang-Undang Dasar RI 1945, --- kampanye pembebasan Irian Barat semakin gencar. Setiap Pidato 17 Agustus untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, Bung Karno sudah biasa menutup pidatonya yang berapi-api dan menyemangati hati rakyat kita itu, dengan kata-kata sbb: SEBELUM AYAM JANTAN BERKOKOK PADA TAHUN . . . . (maksudnya tahun sesudah pidato 17 Agustus itu) Irian Barat sudah berada dipangkuan Ibu Pertiwi. Sudah bebas dari penjajahan Belanda.
Yang diceriterakan kepadaku oleh kawanku wartawan KB Antara di Cairo, Saleh Bawazir pada suatu malam pertemuan di KBRI ketika itu, begini:
S. Bawazir: --- Nyatanya orang-orang Mesir yang saya kenal, khususnya para wartawannya, ada yang sikapnya sinis terhadap pidato Bung Karno tsb. Mereka bilang sudah berapa kali ayam jantan berkokok, . . . . tetapi Irian Barat masih saja ada di bawah kekuasaan Belanda. Masih harus berapa kali lagi ayam jantan itu harus berkokok! Saleh Bawazir sungguh jengkel mendengar (yang katanya sih) gurau kenalannya, wartawan Mesir itu.
Catatanku: Secara umum, orang Mesir mengagumi Bung Karno, sebagai pemimpin besar dan kampiun perjuangan kemerdekaan bangsa, dan penegak nasion Indonesia. Bung Karno diakui sebagai tokoh penting Gerakan Kemerdekaan dan Solidaritas Asia-Afrika, teristimewa setelah KAA-Bandung. Belakangan, bersama Presiden Gamal Abdel Nasser, Nehru dan Tito, Bung Karno diakui sebagai tokoh dan pencetus Gerakan Non Blok, atau Non-Aligned. Namun, disela-sela pendapat umum yang positif itu, bisa dirasakan dan terdengar pendapat orang-orang Mesir yang mencerminkan cemburu mereka terhadap popularitas Presiden Sukarno di kalangan bangsa-bangsa dan negeri-negeri Asia-Afrika. Adalah suatu kenyataan bahwa Mesir menonjol sebagai pelopor kemerdekaan Arab dan Palestina, yang mengusahakan persatuan Arab melawan dominasi asing – Barat - , Mesir diakui kepeloporan dan potensi intelektualnya sebagai bangsa Arab, serta kedudukannya yang strategis secara politik dan militer. Hal ini menyebabkan munculnya sikap “saudara tuaisme” terhadap bangsa-bangsa Arab lainnya, juga terhadap bangsa Afrika. Suatu sikap yang cenderung hendak mendominasi dan berhegemoni di kalangan bangsa-bangsa Arab dan Afrika. Dengan sendirinya “hegemonisme” Mesir seperti itu dilawan.
Ceritera S. Bawazir selanjutnya: Jelas isinya mengéjék. Saleh Bawazir tidak tahan lagi dan melakukan “serangan balas” sbb –
Saya jamin di depan kalian semua, bahwa Irian Barat akan bebas, s e b e l u m rakyat Palestina bebas dari kekuasaan dan pendudukan Israel. . . . .
Di lihat pada saat sekarang ini, “jaminan” Saleh Bawazir itu, ternyata benar juga. Irian Barat sudah lama kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, sebelum rakyat Palestina bebas.
Mereka dengan gigih meneruskan perjuangan kemerdekaannya. Dan adalah kewajiban kita menyokong sepenuh hati perjuangan rakyat Palestina untuk berdirinya NEGARA PALESTINA MERDEKA.
* * *
No comments:
Post a Comment