Kolom
IBRAHIM
ISA
Minggu,
13 April 2014------------------------------
SEBUAH
“CANANG” UTK PDI-P DAN MEGAWATI
*
* *
Situasi
politik tanah air Pasca “09/4”, pemilihan legeslatif yang lalu,
di dunia media . . . nasional maupun internasional, menampilkan
berbagai analisis yang menarik.
Diantara
sekian banyak komentar dan analisis, tulisan Michel Maas (12
April
'14), wartawan “de Volkskrant” yang bertugas di Jakarta,
termasuk mengandung analisis yang baik direnungkan dan
dipertimbangkan. Teristimewa bagi PDI-P dan para pendukungnya.
Analisis
tsb
baik dijadikan canang bagi para petinggi PDI-P, khususnya bagi
Ketum Megawati Sukarno Putri dan Puan Maharani.
*
* *
Tulis
Michel Maas dengan tajam: “Kampanye pemilihan telah
menjelaskan sebuah problem fundamental: pemimpin partai
Megawati dan
putrinya Puan Maharani, ---- merekalah yang berkuasa”.
Penganalisis
khawatir nanti akan terulang lagi praktek 'dagang sapi' di dunia
perpolitikan. Sebagaimana terjadi selama ini di Indonesia.
Tulis
wartawan Belanda itu selanjutnya: “PDI, singkatnya, masih
saja
seperti selama ini, adalah sebuah kendaraan (politik) untuk
kekuasaan
bagi ex-presiden Megawati, putri Sukarno. Dia yang melakukan
perundingan dengan yang kemungkinan diajak berkoalisi. Dialah
juga
yang memilih siapa-siapa yang akan jadi calon wapres. Baru
nanti
belakangan Jokowi boleh memilih dari tiga kandidat (yang sudah
dipilih lebih dulu oleh Mega). Katanya ia (Jokowi) yang
terakhir
yang menentukan, tapi tidak lebih dari itu.
Lalu
saran yang cukup bersahabat yang diajukan oleh Michel Maas, sbb:
“Jokowi hanya bisa memenuhi harapan, bila ia
diberikan kebebasan, untuk
menentukan politiknya dan menyusun kabinetnya sendiri. Sebagai
gubernur Jakarta Jokowi telah menciptakan keajaiban. Ia
menangani
problim-problim yang dulunya dianggap merupakan problim yang
tidak
mungkin dipecahkan. Dan ia menanganinya dengan kejernihan dan
kesegaran. Yang membuatnya jadi fonomena, menjadi luar biasa,
terkenal jauh di luar kota (Jakarta).
Ia
lain:
Ia bukan bagian dari 'establishment politik'. Ia tidak
memutar-balikkan hukum dan undang-undang demi kepentingannya
sendiri.
Dan ia tidak ambil bagian dalam praktek 'salam témpél',
korupsi.
Sebagai
orang
yang jujur ia telah menjadi pahlawan rakyat, yang mengharapkan
bila ia (nanti) jadi presiden, juga bisa mengadakan
pembersihan besar
yang seperti ia lakukan selama ini.
Tapi
setelah
apa yang terjadi akhir minggu ini – – apa hal itu bisa
terjadi atau tidak kita lihat saja.
Demikian
Michel Maas, wartawan 'de Volkskrant” di Jakarta.
* * *
Untuk
para pemilih yang telah 'mencoblos' tanda gambar NOMOR 4, PDI-P,
hasil pemilihan 09 April y.l merupakan suatu 'kekecewaan' .
Pemimpin-pemimpin PDI-P meramalkan bahwa PDI-P paling tidak akan
menggondol 25% suara.
Diberitakan
bahwa Jokowi pernah 'nyeletuk' PDI-P akan capai 35%. Pemilihan
09
April lalu, PDI-P dapat HANYA sekitar 20% SAJA. Benar PDI-P
keluar
dari pemilihan sebagai parpol terbesar, tetapi jauh dari harapan
PDI-P dan pendukungnya.
* * *
Wartawan
Aboeprijadi Santoso, menulis di Facebook, bahwa yang keluar
sebagai
pemenang adalah PKB. PDI-P malah kalah.
Dari
Jakarta
seorang kawan menyampaikan bahwa hasil diluar harapan PDI-P
disebabkan oleh sebab pokok a.l dalam masalah kampanye
pemilihan yang
dilakukan oleh PDI-P.
Ini
nyambung dengan apa yang dinyatakan oleh Jokowi sendiri:
“Seharusnya
mereka (PDI-P) secara besar-besaran melakukan kampanye pada saat
saya
menyatakan kandidatur saya, tetapi mereka tidak melakukannya”. .
Kami bahkan tidak memperoleh anggaran sama sekali untuk memasang
iklan. Baru tiga hari menjelang pemungutan suara. Ada perubahan.
Itu
sudah terlambat. Kata Jokowi.
Analisis
wartawan Michel Maas, bagi sementara pembaca mungkin nyambung
dengan
analisis mereka sendiri. Bagi banyak pembaca merupakan suatu
pengungkapan.
* * *
Bagi
PDI-P
dan Megawati, analisis Michel Maas patut menjadi canang.
Masalahnya
menyangkut kehidupan intern parpol PDI-P. Seyogianya PDI-P
dengan
serius memperhatikan dan mempertimbangkan suara-suara kritis
mengenai langgam pimpinan PDI-P di dalam partainya, khususnya
peranan Megawati dan putrinya Puan Maharani. Dalam satu kata
“tidak
demokratis”.
Ditengah
ramainya komentar dan analisis bisa juga dibaca yang bagi banyak
pendukung Jokowi merupakan angin segar:
Jokowi
akan pimpin tim sukses sendiri, tak di bawah Puan. "Iya
berbeda.
Mbak Puan tetap di Pemilu.
“Dan
saya juga akan turun sendiri untuk pemenangan," tegasnya di
bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (11/4).
* * *
No comments:
Post a Comment