Jum'at, 18 Mei 2007
-------------------
SUMBANGAN BERMUTU BAGI Literatur Sosialisme(2)
Seperti diberitakan di Jakarta, pada tanggal 03 Mei 2007 y.l. telah diluncurkan karya ilmiah Karl Marx dan F. Engels, DAS KAPITAL III. Karya besar dan klasik tsb diterbitkan oleh Penerbit 'HASTA MITRA', dengan dukungan 'THE GLOBAL JUSTICE'. Penterjemah ke dalam bahasa Indonesia Das Kapital Jilid III, sebagaimana halnya untuk Das Kapital Jilid I dan II, adalah OEI HAI DJOEN.
Yang memberikan sambutan/pengantar pada peluncuran Das Kapital Jilid III tsb a.l. adalah Sucipto Munandar, Ketua Harian Yayasan Azië Studies, Onderzoek en Informatie, Amsterdam.
Berikut ini adalah bagian kedua dan terakhir dari Pengantar Sucipto Menandar, pada Peluncuran Das Kapital III, yang berlangsung pada tanggal 03 Mei 2007 yl di Jakarta.
Silakan lanjutkan baca ulasan SUCIPTO MUNANDAR. Pengantar tsb meskipun singkat, tetapi BERBOBOT dan analitis, diproyeksikan pada situasi internasional dan Indonesia dulu dan sekarang.
* * *
KATA PENGANTAR SUCIPTO MUNANDAR Pada PELUNCURAN DAS KAPITAL JILID III
(BAGIAN II)
---------------------------------------------------------------------
(Bg-I Kata Pengantar tsb diatas, telah disiarkan dalam Kolom Ibrahim Isa, kemarin tg 17 Mei 2007)
* * *
Memang lebih dari satu abad memisahkan kita dari terbitnya karya besar Karl Marx itu. Tapi sumbangan Marx dalam membahas, menganalisis serta mengungkap hukum-hukum umum dalam sistem ekonomi kapitalisme tidak surut dengan beralihnya waktu. Tak terbantahkan bahwa bagi siapapun yang ingin memahami sistem ekonomi kapitalisme, karya Kapital Marx menjadi acuan pokok sampai saat ini, baik bagi yang mendukungnya maupun bagi yan mau membantahnya. Almarhum Prof. W.F. Wertheim, seorang warganegara Belanda, seorang ilmuwan dan pakar Indonesia terkemuka, pernah mengkiaskan ‘dengan berdiri di atas bahu Karl Marx memungkinkan aku menatap lebih jauh ke depan’. Sampai saat ini hasil pemikiran Karl Marx berdampak pada kehidupan bermasyarakat kita.
Abad ke-20 menyaksikan meletusnya dua Perang Dunia Besar 1914-1918 dan 1939-1945 yang makan korban jutaan manusia dan menyengsarakan ratusan juta manusia di seluruh dunia. Sumber dan penyebab kedua perang dunia itu adalah imperialisme. Akar imperialisme ada pada sistem kapitalisme yang telah dianalisis dan dipaparkan oleh Karl Marx dalam karya utamanya. Sementara itu, sejak akhir Perang Dunia I dan khususnya sesudah Perang Dunia II, bangkit pergerakan rakyat semakin luas melawan kapitalisme/imperialisme demi menggantikannya dengan sistem masyarakat lebih adil dan manusiawi, masyarakat sosialis. Pergerakan ini langsung dijiwai oleh gagasan Marx yang dipaparkan dalam karya Das Kapital dan karya-karya lainnya. Lahirlah negeri sosialis USSR dan sejumlah negeri sosialis di Eropah Timur. Di Asia berdiri Republik Rakyat Tiongkok, Republik Rakyat Demokratik Korea, Republik Sosialis Vietnam. Di benua Amerika tetap tegak Republik Kuba yang terus berjuang mewujudkan masyarakat sosialis.
Pada akhir tahun 1980-an kita saksikan lagi perubahan dan pergolakan besar di skala internasional. Uni Soviet runtuh dan berbagai republik yang tadinya tergabung dalam negeri itu menjadi republik-republik berdiri sendiri. Republik Federasi Sosialis Yugoslavia (Socialist Federal Republic of Yugoslavia juga buyar tercerai-berai melalui empat macam perang berdarah, menjadi republik-republik sendiri. Jerman Timur telah lebur dalam Republik Federasi Jerman. Negeri-negeri Eropah Timur lainnya semua sudah beralih ke sistem kapitalisme. Kapitalisme menjadi sistem global meliputi seluruh dunia, seakan tiada lagi tempat untuk sistem masyarakat yang lain selain kapitalisme. Fukuyama mengexpresikannya sebagai ‘the end of history’(‘berakhirnya sejarah’). Apakah ini realitasnya?
Untuk mayoritas rakyat di kebanyakan negeri di dunia ini kapitalisme, lebih-lebih dalam wujud neo-liberalisme, berarti kesengsaraan dan kemiskinan, bukan kesejahteraan rakyat banyak. Tak putus-putus rakyat mencari jalan keluar dari kesengsaraan ini mengusahakan sistem masyarakat yang akan melenyapkan ketimpangan ekonomi, sosial dan politik, suatu masyarakat yang dapat membawa kesejahteraan untuk rakyat banyak. Di berbagai negeri di Amerika Latin rakyat tidak menikmati kebaikan-kebaikan kapitalisme. Malah kapitalisme neoliberalisme lebih memperberat penindasan atas rakyat. Berkembanglah gerakan-gerakan sosial rakyat yang melawan penindasan dan ketimpangan itu. Melalui pemilihan umum terpilih pemimpin-pemimpin beraliran kiri seperti di Brasil, Venezuela, Cili, Bolivia dan Ekuador, membantah ‘blessings’ dari globalisasi kapitalisme.
Di Indonesia pergerakan dan perjuangan untuk kemerdekaan nasional berhadapan langsung dengan kolonialisme Belanda -- perwujudan imperialisme dari expansi kapitalis Belanda. Wajarlah bahwa ideologi pergerakan kemerdekaan nasional ini dipengaruhi gagasan-gagasan Karl Marx. Tokoh-tokohnya, mulai dari H.O.S. Tjokroaminoto, dr. Tjipto Mangunkusumo, Ki Hajar Dewantoro, Douwes Dekker, Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka dan banyak lainnya lagi beraliran kiri, sedikit atau banyak, dijiwai oleh pikiran Karl Marx mengenai pembebasan manusia. Pledoi Bung Karno ‘Indonesia Menggugat’ yang disampaikan pada sidang pengadilan kolonial pada Desember 1930.merupakan testimony kuat dan bersejarah menggugat kolonialisme/imperialisme Belanda dan pembenaran atas tuntutan rakyat Indonesia untuk merdeka. Dokumen historis ini sangat berharga dan penting bagi kita untuk dapat sungguh-sungguh memahami dasar-dasar perjuangan kita untuk Indonesia Merdeka. Dari tulisan-tulisan di masa pembuangan, kita tahu Bung Karno mengagumi Karl Marx sebagai manusia yang ‘heibat’.
Banyak tulisan yang diterbitkan mengenai perjuangan sekitar Revolusi Agustus 1945. Dengan tidak mengurangi sumbangan karya-karya beragam mengenai perjuangan kemerdekaan kita saya ingin menyebut di sini salah satunya, yaitu tulisan almarhum Subadio Sastrosatomo ‘Perjuangan Revolusi Indonesia’, terbitan tahun 1970-an. Dalam menguraikan proses perjuangan pada masa 1945-1947 Subadio menggambarkan peranan golongan-golongan kiri (Marxis) yang menonjol pada periode itu. Maka beliau menegaskan dari pengalaman revolusi itu bahwa untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia, Marxisme nyata peranannya.
Sampai 1965 ide-ide Marx dan Marxisme dapat beredar dengan leluasa di Indonesia. Bung Karno berkali-kali menyatakan cita-citanya membangun “sosialisme ala Indonesia”.
Keadaan berubah drastis dengan berkuasanya Orde Baru Suharto. Arah pembangunan dibalikkan ke arah kapitalisme dengan membuka Indonesia untuk investasi seluas-luasnya bagi modal asing. Sungguh berkembanglah kapitalisme di Indonesia di semua bidang dengan membawa akibat-akibat buruk seperti yang dipaparkan oleh Karl Marx. Akumulasi primitif kapital berlangsung dengan perampasan alat-alat produksi dari para pekerja, sehingga tercipta barisan penganggur yang luas. Berbagai sarjana asing telah menerbitkan studi mengenai perkembangan ‘kapitalisme kasar’ tersebut. Di Indonesia pun terdapat pengritisi atas jalan kapitalisme yang ditempuh Indonesia. Pada kuranglebih sebulan yang lalu seorang tokoh ekonom Indonesia, Prof. Sarbini Sumawinata meninggal dunia. Pak Sarbini pernah dipenjarakan dua tahun berkaitan dengan peristiwa ‘Malari’.Dari kumpulan wawancara beliau dengan media massa setelah presiden Suharto turun kita ketahui, bahwa pada 1966, pada awal Orde Baru beliau mewakili apa yang dinamakan ketua ‘sindikat politik’, sedangkan Widjojo Nitisastro mewakili ‘sindikat ekonomi’ Suharto. Pak Sarbini mencanangkan bahaya militerisme, menghendaki kerjsasama sederajat sipil-militer dan adanya kebebasan pers. Tapi pikiran-pikirannya tidak diterima dan pak Sarbini tersingkir. Konsepsi beliau mengenai pembangunan yalah ‘ekonomi kerakyatan’. Apa yang dimaksud dengan itu? Kata pak Sarbini: ‘Ekonomi kerakyatan sesunguhnya strategi pembangunan untuk Indonesia dengan dasar sosialisme kerakyatan’. Pemikiran-pemikiran seperti Prof Sarbini juga tersebar di kalangan masyarakat Indonesia yang emoh pembangunan kapitalisme ala Orde Baru. Sayangnya dalam periode reformasi ini belum ada pemutusan radikal dari kebijakan ekonomi yang lalu. Namun cukup banyak pernyataan, baik dalam tindakan maupun pengupasan dari berbagai LSM yang menggugat kapitalisme yang berlaku. Satu tuntutan utama yang dikumandangkan pada Hari Buruh 1 Mei ini yalah ‘Hapuskan Sistem Kerja Kontrak’. Sistem kerja kontrak atau ‘outsourcing’ merupakan suatu sistem eksploatasi kapitalis yang sangat melemahkan posisi kaum buruh. Institute for Global Justice yang turut mendukung penerbitan Buku III Kapital ini telah menerbitkan berbagai artikel yang mengupas neoliberalisme dan bahayanya bagi Indonesia.
Kembali pada Buku III Kapital Marx. Isinya mengungkap berbagai kontroversi dengan menyajikan jawaban-jawabannya. Buku ini melengkapi pemahaman kita mengenai kebesaran pemikiran Marx dalam mengkritik kapitalisme. Marx seorang ilmuwan, aktivis revolusioner dan seorang visioner. Marx bukan seorang peramal kejadian-kejadian masa depan dengan pembatasan waktu, tapi berdasarkan kesimpulan-kesimpulan ilmiah memberi visinya mengenai arah perkembangan masyarakat yang akan menggantikan kapitalisme dengan sosialisme. Perkembangan dunia dengan globalisasinya pada dasarnya memperkuat visi itu dan membawa relevansi karya Marx kepada masakini.
Bagi Marx semua pengetahuan berkaitan dengan mengkritik ide-ide. Subjudul KAPITAL ‘Sebuah Kritik Ekonomi Politik’ memanifestasikan sikap dasar itu. Ilmu pengetahuan dapat dan akan terus maju didorong oleh sikap kritik ini.
Mengakhiri pengantar ini saya kutip dan menggarisbawahi bagian-bagian dari PRAKATA PENERBIT:
‘Yang jelas, dan ini kenyataan yang mesti kita camkan setiap kali kita membaca dan membicarakan atau menggali dari KAPITAL, Marx tidak memberi resep atau dogma apapun.’
Alinea-alinea penutup PRAKATA menegaskan:
‘ ... tidak benarlah teriakan-teriakan bahwa paparan-paparan Marx sudah ketinggalan zaman; bahwa analisis Marx tidak lagi memadai bagi kebutuhan-kebutuhan kita masa kini. Karya Marx merupakan suatu alat kultur intelektual yang tiada bandingannya.
‘Baru dengan dibebaskannya kelas pekerja dari kondisi-kondisi keberadaannya sekarang, metode Marx akan tersosialisasikan berangkaian dengan cara-cara produksi lainnya, sehingga ia dapat sepenuhnya dipergunakan demi keuntungan kemanusiaan seluruhnya, dan dengan demikian dapat dikembangkan sesuai kemampuan fungsinya.’
Terima kasih. 3 Mei 2007
Sucipto Munandar
-----------------------------------------------
ERATA:
Pada siaran teks bagian pertama dari Kata Pengantar tsb diatas, pada alinea ketiga dari bawah yg dimulai dng kata-kata: Sistem kapitalisme . . . dsb.; terdapat pengulangan pada alinea berikutnya. Halmana adalah suatu kekeliruan cetak. Dengan ini kekeliruan itu, sudah diralat.
Terima kasih tertuju pada teman yang mengingatkan tentang kekeliruan tb. (I.I)
* * *
No comments:
Post a Comment