Amsterdam, Kemis, 15 Juli 2010
-----------------------------------------
MEMPERINGATI ULTAH JUSUF ISAK
Kemarin, kubaca di Facebook, kiriman dari sahabatku sejarawan generasi muda, Wilson Obrigados
JUSUF ISAK yang tak pernah berhenti berjuang demi cita-cita luhurnya, meninggal dunia tahun yang lalu.
Mengenangkan Jusuf Isak dengan sebuah esay seperti yang dilakukan oleh Wilson Obrigados, adalah cara yang baik sekali untuk belajar dari keteladaan Jusuf Isak. Suatu perjalanan hidup yang hingga akhir umurnya terus berjuang demi KEBEBASAN MENYATAKAN PENDAPAT, DEMOKRASI, dan AJARAN-AJARAN BUNG KARNO..
Di bawah ini dipublikasikan esay Wilson Obrigados tsb dalam dua kali siaran.
* * *
” Selamat Ulang Tahun, Selamat Tidur Panjang” : Joesoef Isak 15 Juli 1928-15 Juli 2010.
Tanggal 14 Agustus 2009, sekitar lima kali saya menelpon rumah Joesoef Isak. Pembantu dirumah yang menerima telepon menjawab bahwa pak Joesoef sedang kontrol ke rumah sakit. Saat itu Joesoef Isak sudah beberapa bulan terakhir terkena penyakit agak berat. Tabung gas pernafasan disediakan dirumah, bersiaga bila beliau susah bernafas.
”Tolong sampaikan ke pak Joesoef bawah Wilson tadi telpon dan besok siang akan mampir kerumah.” pesan saya, setiap kali telpon diangkat.
Jumat siang, 15 Agustus 2009 saya datang menemui Joesoef Isak. Saya tak pernah menduga itulah pertemuan terakhir dengan beliau. Joesoef duduk diruang tengah sambil menonton televisi. Tabung oksigen ada disebelah kursinya. Desantara, anak bungsunya juga duduk diruang tengah. Tubuh Joesoef kelihatan lemah. Wajahnya pucat. Saya duduk dikursi disebelahnya.
”Ada apa bung, kemarin katanya berkali-kali telepon. Saya sedang keluar, kontrol ke dokter, ” ujar Joeosoef dengan suara lirih.
Kedatangan saya memang punya dua tujuan hari itu. Pertama saya menjelaskan rencana untuk membawa Sitor Situmorang bertemu dan berdiskusi dengan beliau. Pertemuan itu adalah bagian dari film dokumenter yang dibuat kawan-kawan JAVIN dalam rangka ulang tahun Sitor Situmorang yang ke-85. Saya sendiri berharap Joesoef Isak dapat memancing berbagai pemikiran dan pengalaman Sitor berkait dengan Soekarnoisme dalam berbagai kurun sejarah.
”Bung dan Sitor sama-sama Soekarnois tulen, jadi diskusi antara bung berdua tentang Soekarno akan menjadi kerangka utama dari film kawan-kawan JAVIN,” ucap saya.
Ternyata Joesoef sudah beberapa tahun tak pernah bertemu fisik secara langsung dengan Sitor. Jadi kedatangan Sitor benar-benar disambut dengan antusias. Bahkan bu Asni akan menyiapkan makan siang bersama untuk merayakan pertemuan tersebut. Pertemuan akan dilakukan hari Sabtu, 16 Austus jam 11 siang.
”Besok siang saya akan bawa Sitor Situmorang kemari bersama Dolo Rosa Sinaga”, ujar saya.
Setelah urusan pertemuan dengan Sitor selesai, saya mengeluarkan sebuah fotocopy naskah dari tas ransel saya.
”Bung saya membawa naskah yang sejak lama bung cari-cari, yaitu tentang Dewan Ekonomi (Dekon) yang menjadi stategi pembangunan yang dirumuskan oleh pemerintahan Bung Karno.” Naskah yang saya bawa adalah skripsi Amirudin anak sejarah UI.” Di belakang ada lampiran konsep Dekon. ”ujar saya sambil menunjukan fotocopy-an yang saya bawa dan saya sorongkan kepadanya.
Menurut Joesoef, selama ini Soekarno dituduh oleh para pendukung Soeharto dan orde baru bahwa ia tak punya konsep pembangunan ekonomi. Soekarno hanya memikirkan mobilisasi politik dan ideologis untuk mempersatukan bangsanya. Bahka kajian-kajian tentang Soekarno sangat jarang membahas soal konsep pembangunan ekonomi yang sedang disiapkan oleh Bung Karno menjelang akhir kekuasaan konstitusionalnya.
Joesoef memegang naskah yang saya berikan. Ia memandang sejenak, membuka-buka halaman dan berhenti di lampiran konsep Dekon di bagian belakang buku.
”Dulu saya pernah punya naskah asli konsep Dekon ini. Buku kecil berwarna biru sampulnya. Namun ketika saya kembali dari penjara, buku itu hilang. Baru sekarang ini saya melihat kembali naskahnya,” ujar Joesoef.
Menurut Joeosoef saat itu Soekarno sedang menyiapkan dua strategi besar untuk menyiapkan bangsanya agar ’berdaulat secara politik’ dan ’berdaulat secara ekonomi’ tanpa mengekor atau menjadi epigon kekuatan ekonomi politik global saat itu.
Menurut Joesoef, dalam kedaulatan politik, Soekarno mengeluarkan konsep ’Demokrasi Terpimpin”, sebagai suatu konsep untuk mempertahankan ’persatuan’ dan kedaulatan bangsanya agar tak dikoyak-koyak oleh kekuatan neokolim. Saudara kembarnya adalah ’Dewan Ekonomi’, sebuah konsep pembangunan ekonomi yang menolak jalan kapitalisme yang pro pasar bebas, tapi juga tidak mengadopsi ekonomi negara ala komunisme yang sentralis. Ini merupakan komitmen bung Karno dalam merealisasikan apa yang ia sebut dengan kemandirian dalam ekonomi.
”Bung tahu siapa yang berada dibelakang konsep penyusunan Dekon ini?, tanya Joeosef.
Saya menduga, karena saat itu bung Karno sedang menyatukan tiga kekuatan ’NASAKOM”, maka ketiga komponen pendukung politik bung Karno itulah yang merumuskannya.
”Bung keliru. Bukan orang PKI, bukan orang PNI yang membuat draft konsep Dekon ini. Tapi justru orang-orang dari PSI yang terlibat dalam perumusan draft konsepnya. Ali Wardana, yang kemudian menjadi konseptor ekonomi dalam pemerintahan orde baru adalah orang yang ditunjuk oleh Soekarno untuk memimpin proyek ini,” ujar Joesoef.
Menurut Joesoef Dekon ini bukanlah sebuah bentuk ekonomi komunis yang sentralis, tapi lebih tampak sebagai sebuah konsep ’ekonomi kerakyatan’ yang menjadi amanat dari UUD 1945 dimana aset strategis bangsa dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Bila begitu, sepertinya Dekon lebih dekat dengan gagasan ’sosio-ekonomi’ (ekonomi sosial) yang menjadi gagasan lama Soekarno. Boleh dikatakan gagasan sosio-ekonomi lebih dekat dengan gagasan-gagasan sosial demokrasi, hanya saja Soekarno menyesuaiakannya dengan kondisi ke Indonesia-an.
Joesoef lalu menyatakan ketertarikannya akan naskah skripsi Dekon tersebut dan berencana akan diterbitkan oleh Hasta Mitra.
Joesoef mengangap naskah Dekon ini sangat penting. Selama ini ada kesalah pahaman dikepala banyak orang bahwa Soekarno itu dianggap tak punya strategi ekonomi untuk pembangunan bangsanya. Dia hanya urus ideologi dan politik saja. Ini memang propaganda kotor yang sengaja dilempar untuk membedakan Soekarno dengan Soeharto. Faktanya, Soekarno juga punya konsep pembangunan ekonomi untuk bangsanya. Tapi sayang konsep pembangunan ekonomi Soekarno tak sempat dijalankan, karena dia keburu digulingkan oleh Orde Baru.
Soeharto sendiri menurut Joesoef tak punya konsep pembangunan ekonomi. Semua konsep ekonomi Orde Baru adalah cetak biru yang disiapkan oleh Bank Dunia dan IMF. ”Jadi tak heran bila kepentingan kapitalisme global menjadi majikan dalam strategi ekonomi orde baru. Sesuatu yang berkebalikan dengan konsep kemandirian ekonomi dalam strategi Dekon Bung Karno”
”Oke bung hubungi penulisnya, saya yang akan cari ongkos cetaknya. Saya sendiri yang akan buat pengantar,” ucap Joesoef bersemangat lupa akan sakitnya.
Rencana penebitan buku itu, ternyata menjadi rencana terakhir Joesoef Isak. Beliau wafat sebelum penerbitan buku ini menjadi kenyataan. Saya sendiri bertekad suatu hari nanti akan menerbitkan naskah ini. Rencana penerbitan ini saya anggap sebagai ’hutang’ yang harus dipenuhi, sebagai penghargaan kepada Joesoef Isak. Dan paling penting lagi ”agar orang tidak keliru dan secara utuh memahami bung Karno,” ujar Joesoef Isak.
* * *
Saya sendiri, tak tahu dengan persis sejak kapan kenal dengan Joesoef Isak. Seingat saya kunjungan pertama kerumah Joesoef Isak di jalan duren tiga, Kalibata Selatan adalah sekitar awal tahun 1990-an. Saat itu saya mengantar Wiji Thukul. Tenyata Wiji sudah pernah berkunjung ke sekretariat Hasta Mitra tersebut. Saya sempat ragu, apa mungkin penyair rakyat dari Solo benar-benar tahu alamat Joesoef Isak. Wiji tampaknya membaca keraguan itu.
”Rumahnya itu gampang dikenali. Ada kotak surat berbentuk rumah minang,” ucap Thukul.
Ciri rumah tersebut, setelah 20 tahun kemudian,sampai sekarang belum berubah. Kotak surat yang sepertinya tak berfungsi itu menjadi penanda untuk mengenali rumah Joesoef Isak. Joesoef memang dari keluarga minangkabau tulen. Jadi maklum bila simbol rumah gadang menghiasi pagar garasi rumahnya.
Inilah untuk pertama kali saya mendatangi kediaman Joesoef Isak. Setelah itu bila Wiji Thukul ke Jakarta, saya hampir selalu mengantarnya menemui Joesoef Isak. Dalam pertemuan biasanya saya tak banyak cakap. Paling-paling hanya memberikan majalah Progress dan beberapa penerbitan gerakan. Biasanya Wiji yang bicara. Lalu selanjutnya kami lebih banyak sebagai pendengar. Joesoef adalah seorang pencerita yang baik dan memukau.
Diakhir pertemuan Joesoef akan masuk kedalam dan mengambil beberapa buku terbitan Hasta Mitra terbaru kepada Wiji Thukul. Tak lupa ia memberi tanda tangan dihalaman muka. Saya sendiri, karena dianggap ’anak bawang’ saat itu belum mendapat jatah. Saya baru mendapat buku setelah pendirian Persatuan Rakyat Demokatik, Mei 1994. Kebetulan panitia mengirim saya untuk mengantar undangan deklarasi Persatuan Rakyat Demokratik ke rumahnya di Kalibata. Setelah menjelaskan sedikit tentang latar belakang pembentukan PRD dan siapa saja yang terlibat didalamnya Joesoef tampak bersemangat sekali dan berjanji akan datang. Ia menepati janjinya. Bahkan Joesoef memberikan pidato sambutan. Setelah itu ia masuk kedalam dan memberikan sebuah buku Hasta Mitra.
Beberapa pekerjaan bersama Joesoef juga sempat saya lakukan beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2002 Joesoef menghubungi saya untuk membantu penerjemahan dokumen pemerintah Amerika Serikat yang didalamnya juga ada banyak fakta tentang peristiwa 30 September 1965 di Indonesia. Dokumen itu adalah keluaran State Departement yang berjudul Foreign Relations of the United States 1964-1968; Volume XXVI. Dokumen ini diterbitkan oleh United States Government Printing Office, Washington 2002.
Dokumen resmi pemerintah AS ini sebetulnya membuat dokumen-dokumen resmi menyangkut perkembangan politik dan sikap pemerintah Amerika Serikat di kawasan Indonesia, Malaysia dan Filipina sepanjang tahun 1964-1968..
Mendadak pada bulan Juli 2002, pejabat di State Departement di Washington menarik kembali peredaran dokumen tersebut. Dokumen ini sempat di upload di situs National Security Archive (NSA) www.nsarchieve.org. State Departement lalu meminta NSA untuk menutup akses dokumen itu diinternet. Namun penyebaran dokumen via internet sudah tak dapat lagi dicegah. Dari situs inilah Joeosoef Isak men download dokumen ini lalu membuat printout-nya.
Dari periode 1964-1968 tersebut, peristiwa penggulingan Soekarno akibat peristiwa G 30 September 1965 menjadi perhatian penuh pemerintah AS. Maklumlah penggulingan Soekarno menjadi model bagi Amerika Serikat untuk mendukung rezim-rezim otoriter guna menjamin jalan kapitalisme global. Karena itu penarikan dokumen ini diduga untuk mengamankan relasi politik Amerika dan angkatan darat dan pemerintah Indonesia yang telah berjalan sangat dekat sejak tahun 1965.
”Dokumen ini harus segera diterjemahkan bung, Ini bukti bahwa pemerintah Amerika Serikat terkait dengan penggulingan Soekarno dan peristiwa 30 September 1965.” ujar Joesoef.
Saya sepakat seratus persen. Selama ini hanya ’analisa imajinatif’ dan teori konspirasi yang memenuhi tulisan sekitar 30 September 1965. Dokumen ini membuktikan bahwa peristiwa 1965 dan penggulingan Soekarno berkait dengan strategi politik pemerintah AS dan sekutunya Angkatan Darat pimpinan Soeharto di Indonesia.
” Saya tanggung resikonya bila Hasta Mitra nanti dapat masalah hukum dengan penerbit asli dan pemerintah Amerika Serikat nanti. Bung sanggup dalam waktu 2 bulan menyelesaikan terjemahanya kedalam bahasa Indonesia ?”
Dokumen itu cukup tebal. Ketika di cetak menjadi buku tebalnya saja menjadi 648 halaman. Saya pun menyanggupi, tapi akan membentuk tim penerjemah untuk menyelesaikan proyek penting ini secara kilat. Lalu saya menghubungi Megi, Vidi, Irvan, Asep Salmin, Mugiyanto dan Hendra untuk membantu proyek terjemahan yang harus selesai dalam waktu kilat ini. Akhirnya, terjemahan selesai sesuai jadwal dan diterbitkan oleh Hasta Mitra pada bulan Agustus 2002 dengan judul ”Dokumen CIA: Melacak Penggulingan Sukarno dan Konspirasi G30S 1965”.
Meskipun saya tak begitu puas dengan hasil terjemahan ’keroyokan’ ini, tapi tetap bangga, karena sebuah fakta tentang hubungan antara pemerintah AS dengan politik Indonesia di tahun 1964-1968 dapat dipublikasikan kepada publik. Dengan buku ini maka semakin benarlah ucapan Joesoef Isak dalam pengantar buku ini yang diberi judul ”Abad Intervensi adalah Abad Intelligence !”.
” Kecanggihan intelligence membikin orang-orang sipil dan militer yang digunakan tidak merasa digunakan, atau sebaliknya mereka memang sadar sepenuhnya digunakan, bahkan rela dan mau melayani induk-semang karena merasa sepaham dalam benak dan dalam hati. Di sini kita lihat bukan saja di bidang ekonomi dan kapitalisme berlangsung globalisme, tetapi juga di bidang ke-intel-en, intellegence”
Pekerjaan kedua yang juga secara dadakan ia berikan adalah ketika Hasta Mitra ingin menerbitkan biografi Soemarsono, tokoh dan pimpinan Peristiwa Madiun 1948 pada tahun 2008.
Menjelang bulan puasa pada bulan Agustus 2008 Joesoef Isak menelpon saya untuk datang kerumahnya bertemu dengan kawan dari Belanda katanya. Dia tak memberi tahu tujuan pertemuan itu. Kawan dari Belanda itu ternyata sorang anak muda yang diutus oleh tim penulis biografi Soemarsono untuk menerbitkan naskah itu di Indonesia. Baru saja saya duduk, sebuah fotocopy-an naskah tebal disorong kepada saya.
” Bung coba baca naskah ”Revolusi Agustus” Soemarsono ini. Dalam waktu sebulan bung saya harap bisa selesai membuat pengantarnya,” ucapnya tanpa menunggu jawaban dari saya.
Saya memang pernah mendengar soal proyek biografi ’Revolusi Agustus” Soemarsono ini, namun tak pernah terbayang sekalipun untuk memberikan pengantar. Ini bukan cuma pengantar, tapi ada beban ideologis, politik dan histiografi sekaligus didalamnya.
Saya mencoba mengelak awalnya dengan mempertanyakan pada Joeosoef ” kenapa saya ? Bukankah banyak sejarawan hebat dan terkenal di luar sana yang pastinya akan dapat memberi pengantar ?”
Satu hal lagi yang membuat saya agak ’gugup’ dengan tugas membuat pengantar ini adalah karena Soemarsono secara keras mengritik karya sejarah yang baik dari Hesri, mantan tapol Pulau Buru tentang peristiwa Madiun. Terus terang ,saya juga mengagumi karya ini. Sebuah tulisan yang ditulis dengan metode sejarah dan bahasa yang mudah dicerna. Bagaimanapun saya juga pengagum dan respek dengan karya-karya Hesri. Saya tak mau pekerjaan membuat pengantar ini menciptakan problem baru bagi saya atau menciptakan kesalahpahaman.
Joesoef memahami kegamangan tersebut.
” Itukan interprestasi Soemarsono atas buku Hesri, kamu menulis bebas dan buat juga interprestasi sendiri sebagai sejarawan, ” ujar Joesoef.
Akhirnya, saya memberanikan diri menerima tugas membuat pengantar untuk buku Revolusi Agustus.
No comments:
Post a Comment