Saturday, September 28, 2013

Surat Terbuka DR Aswi Adam kepada Presiden SBY: REHABILITASI Dr SOEBANDRIO!

Kolom IBRAHM ISA Jum'at, 27 September 2013 ------------------------- Surat Terbuka DR Aswi Adam kepada Presiden SBY: REHABILITASI Dr SOEBANDRIO! Suatu Tuntutan Tepat dan Adil Dalam Rangka MENEGAKKAN NEGARA R.I JADI NEGARA HUKUM * * * Dua hari yang lalu, -- masyarakat Indonesia bisa membaca sepucuk SURAT TERBUKA DR ASWI ADAM (Peneliti Senior LIPI) kepada Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Dimuat di s.k Tempo, 25 September 2013. Kepadaku Dr Aswi Adam mengirimkan sebuah eksemplar kopinya. Di bawah ini kusiarkan ulang. Karena arti amat penting Surat Terbuka Dr Aswi Adam kepada Presiden RI. Pertama-tama karena misi yang tercantum dalam Surat Terbuka Dr Aswi Adam itu – yaitu tuntutan REHABILITASI SOEBANDRIO, adalah suatu misi Keadilan dan Penegakkan Hukum Negara Republik Indonesia. Surat Terbuka Dr Aswi Adam kepada Presiden SBY – ditulis pada waktu yang krusial. Sudah 15 tahun Orba digantikan oleh pemerintah-pemerintah yang menjanjikan Reformasi dan Demokrasi. Indonesia sudah memiliki Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Sudah dua kali SBY menjabat kedudukan kepala negara dan kepala pemerintahan. Beliau antara lain menjanjikan pemberlakuan demokrasi dan keadilan . . . Namun, nasib seorang mantan pejabat tertinggi RI nomor dua, sesudah jabatan Presiden RI – Dr. Soebandrio, Wakil Perdana Menteri I dan Menlu RI, yang dipersekusi dan diperlakukan sewenang-wenang oleh penguasa militer, sampai divonis hukuman mati atas tuduhan terlibat G30S, -- melalui suatu pengadilan militer rekayasa – sampai saat ini masih dalam kedudukan hukum seorang yang dihukum mati. Yang kemudian diubah menjadi hukuman seumur hidup – berkat . . . sepucuk SURAT RATU ELISABETH DARI INGGRIS kepada Presiden Suharto. Kemudian dibebaskan karena maslah kesehatannya. Sampai detik ini Presiden SBY belum mengambil tindakan apapun sekitar kasus Dr Soebandrio. Padahal Abdurrahman Wahid, sewaktu beliau menjabat Presiden RI, telah menugaskan dua menterinya, yaitu Yusril Ihza Mahendra dan Marsilam Simanjuntak untuk menindak-lanjuti permintaan Dr Soebandrio agar direhabilitasi. * * * Surat terbuka DR Aswi Adam itu mengingatkan Presiden SBY, bahwa beliau berhak memberikan rehabilitasi, berdasarkan UUD 1945 fasal 14 ayat 1. Dr Aswi Adam juga mengingatkan bahwa pada tanggal 21 Desember 2000, Dr Soebandrio yang pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri I, Menteri Luar Negeri dan Kepala BPI (Badan Pusat Intelijen), ------ menemui Presiden Abdurrachman Wahid selama satu jam dan meminta rehabilitasi. * * * Sejak mulai berkuasa, Jendral Suharto yang menjadi Presiden rezim otoriter Orba, telah melakukan pelanggaran besar-besaran di bidang hukum dan hak-hak azasi manusia Indonesia, yang tidak ada bandingnya selama seluruh sejarah Republik Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Selain melakukan pembantaian masal terhadap warga tidak bersalah atas tuduhan terlibat atau diduga terlibat dalam G30S, anggota atau diduga anggota PKI, simpatisan PKI dan kekuatan Kiri lainnya yang mendukung politik dan kebijakan Presiden Sukarno --- rezim Orba juga menjebloskan ratusan ribu warga tanpa proses hukum apapun ke dalam penjara dan/atau ke pembuangan seperi P. Buru. Masalah pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pemerintah rezim Orba di masa itu, sampai sekarang ini masih belum dijamah samasekali oleh pemerintah! * * * Dr. Subandrio adalah salah seorang pejabat tinggi negara, sebagaimana sejumlah besar menteri-menteri Kabinet Presiden Sukarno, yang “diamankan”, dijebloskan ke dalam penjara dan diperlakukan secara wewenang-wenang. Sepanjang ingatan, selain Dr Soebandrio tidak ada seorangpun menteri lainnya dari Kabinet Presiden Sukarno yang diajukan ke “pegadilan” oleh rezim Jendral Suharto. Diantara menteri-menteri kabinet Presiden Sukarno ada yang dibunuh secara ekstra judisial, seperti Menteri Negara Nyoto (Wakil Ketua II PKI). Lain-lainnya masuk penjara. Seperti Menteri Tenaga Listrik Ir Setiadi Reksoprodjo, yang meringkuk di penjara selama 12 tahun, tanpa proses pengadilan apapun. * * * Dalam surat terbukanya Dr Aswi Adam menunjukkan dengan jelas dan tegas, bahwa tuduhan yang dijatuhkan terhadap Dr Soebandrio, bahwa ia terlibat dalam G30S, samasekali tanpa bukti dan alasan. Seluruhnya TIDAK BENAR. Oleh karena itu Dr Aswi Adam menegaskan, --- seyogianyalkah Presiden SBY yang punya hak untuk merehabilitasi. . . BERINDAKSEKARANG INI MERHABILITASI DR SOEBANDRIO. * * * Surat Terbuka Kepada Presiden REHABILITASI SOEBANDRIO ! Asvi Warman Adam Berdasarkan UUD 1945 fasal 14 ayat 1, Presiden RI berhak memberikan rehabilitasi. Tanggal 21 Desember tahun 2000 Soebandrio yang pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri I, Menteri Luar Negeri dan Kepala BPI (Badan Pusat Intelijen) menemui Presiden Abdurrachman Wahid selama satu jam dan meminta rehabilitasi. Gus Dur memerintahkan dua Menteri yakni Yusril Ihza Mahendra dan Marsillam Simandjuntak untuk menindaklanjuti permohonan tersebut yang sampai sekarang belum ada realisasinya. Tanggal 3 Juli 2004 malam, Soebandrio meninggal dunia dalam usia 90 tahun. Ke rumah duka datang memberikan penghormatan terakhir dua mantan Menteri Luar Negeri, Roeslan Abdulgani dan Ali Alatas serta Kepala BIN Hendroprijono. Suratkabar The Guardian dan The New York Times mewartakan kematiannya. Semula direncanakan persidangan Dr Haji Soebandiro dimulai tanggal 30 September 1966 jam 24.00. Waktu itu di Jakarta berlaku jam malam, berarti terbatas orang yang bisa hadir. Sebab itu acara itu akhirnya dimulai tanggal 1 Oktober 1966 pukul 20.00. Bagaikan pembuatan sinetron kejar tayang, kurang dari sebulan, tepatnya tanggal 25 Oktober 1966 Mahmilub (Mahkamah Militer Luar Biasa) menjatuhkan hukuman mati kepada Dr H Soebandrio. Ketika akan dieksekusi, melayang surat protes Ratu Elizabeth dari Inggris, negara tempat Soebandrio merintis kantor perwakilan Indonesia sejak tahun 1946 dan resmi menjabat sebagai Duta Besar tahun 1950-1954, sehingga hukuman itu menjadi seumur hidup. Tahun 1995 dengan pertimbangan kesehatan, ia dibebaskan setelah mendekam selama 29 tahun di penjara. Tidak jelas apakah Soekarno atau Sjahrir yang menugaskannya ke London selepas proklamasi, namun sejak 1946 sampai dengan 1956 ia memperjuangkan kepentingan Indonesia di luarnegeri. Duta Besar untuk Uni Soviet dijabatnya tahun 1954-1956 sebelum ditarik Soekarno sebagai Sekjen Kementerian Luar Negeri. Selanjutnya ia menjadi Menteri Luar Negeri selama 9 tahun sampai tahun 1966. Tahun 1962 ia diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri yang menangani masalah luarnegeri, selain itu mengepalai Badan Pusat Intelijen yang menjadi koordinator antara unit intelijen pada empat Angkatan Bersenjata dan Kejaksaan Agung. Tetapi dalam urusan ini pun fokus Soebandrio adalah masalah luarnegeri. Soebandrio juga Koordinator Urusan Irian Barat. Tidak aneh pada tahun 1965 BPI membagikan dokumen Gilchrist Duta Besar Inggris di Jakarta kepada para peserta konferensi Asia Afrika yang rencananya diadakan di Aljazair. Dokumen itu menyebut hubungan pihak Inggris dengan perwira Indonesia (“our local army friends”).Terlepas dari keotentikan dokumen tersebut, penyebarannya dimaksudkan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap pihak Inggris yang memang mendukung Malaysia yang ketika itu berkonfrontasi dengan kita. Soebandrio selalu Menteri Luar Negeri memindahkan rekening Kementerian Luar Negeri sebesar 500.000 USD kepada Badan Pusat Intelijen karena situasi darurat untuk keperluan operasi “Ganyang Malaysia”. Dana itu tidak ditaruh pada rekening pribadinya dan menurut pembelanya, Yap Thiam Hien, itu tidak melanggar aturan. Soebandrio sama sekali tidak terlibat G30S (pencantuman namanya pada Dewan Revolusi tidak setahu dirinya seperti juga halnya beberapa tokoh lainnya seperti Umar Wirahadikusuma dan Amir Machmud). Ketika meletus G30S Soebandrio dan rombongan sedang berada di Medan bahkan meneruskan perjalanan ke Langsa. Tanggal 3 Oktober 1965 baru mereka pulang ke Jawa. Ia didakwa memberi kesempatan kepada orang lain untuk melakukan makar dengan logika yang tidak diterima akal sehat yaitu Soebandrio meminta Aidit pulang ke Jakarta sehingga terjadi percobaan kudeta tahun 1965. Soebandrio atas perintah Presiden Soekarno mengirim telegram 30 Juli 1965 meminta Aidit dan Njoto pulang ke Jakarta (terkait penyusunan pidato Presiden 17 Agustus 1965). Jamin, sekretaris Presiden bersaksi di persidangan bahwa ia menelegram Njoto (hanya Njoto) tanggal 2 Agustus agar pulang ke Jakarta. Ini disimpulkan oleh oditur bahwa Soebandrio menambahkan nama Aidit sementara yang disuruh pulang oleh Presiden hanya Njoto. Namun fakta persidangan juga mengungkap bahwa telegram Soebandrio itu diterima Aidit di Beijing, ia menjawab bahwa ia akan pulang ke Jakarta dan bahwa Njoto berada di Moskow. Jadi kenapa Jamin sekretaris Presiden Soekarno hanya menelegram Njoto beberapa hari kemudian, jelas alasannya karena Aidit sudah memberi jawaban. “Durno” dan “Haji Peking” adalah dua istilah yang digunakan untuk merusak nama baik Soebandrio. Hakim Ketua Ali Said dan Oditur umum Durmawel Ahmad menulis buku tentang perkara ini yang berjudul tendensius “Sangkur Adil Pengupas Fitnah Chianat”. Ia dituding mengadu domba Angkatan Darat dan PKI, padahal memang sudah ada rivalitas antara keduanya. Julukan Haji Peking diberikan karena Soebandrio menjalankan diplomasi yang bersahabat dengan RRC. Keislamannya diragukan, dalam sidang oditur menanyakan apakah ia shalat dan berapa rakaat sehari semalam ? Soebandrio menjawab diplomatis bahwa ia bersembahyang lebih banyak daripada yang diwajibkan. Ketika demonstrasi terhadap terus menerus dilakukan oleh mahasiswa dan pelajar (KAMI dan KAPPI) dibentuklah Barisan Soekarno. Meski terlambat (karena itu tidak efektif) Presiden Soekarno yang membentuknya bulan Februari 1966 bukan Soebandrio seperti yang dituduhkan. Soebandrio jelas berjasa dalam bidang politik luar negeri dan diplomasi pembebasan Irian Barat. Lahir di Kepanjen Malang 15 September 1914, ia sempat praktek dokter bedah di Batavia pada zaman penjajahan. Tahun 1946 merintis pembentukan perwakilan Indonesia di Inggris kemudian berturut-turut menjadi Duta Besar di London dan Moskow. Tahun 1957 menjadi Sekjen Kementerian Luar Negeri dan selanjut Menteri Luar Negeri sampai tahun 1966. Ia juga menjadi Wakil Perdana Menteri I dan Kepala Badan Pusat Intelijen. Pada 25 Januari 2001, diluncurkan buku Soebandrio, Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat yang mengungkapkan pentingnya peran diplomasi bukan hanya operasi militer. Jenderal Susilo Bambang Yudoyono selaku Menkopolkam memberi kata sambutan, “Nilai dan manfaat buku ini semakin bertambah ketika ditulis dan dituturkan sendiri oleh Bapak Dr Soebandrio, sebagai salah satu pelaku sejarah yang memiliki peran amat penting…” Diharapkan bukan hanya kata sambutan melainkan rehabilitasi dari Presiden Susilo Bambang Yudoyono terhadap Haji Soebandrio. Soebandrio dijatuhi hukuman mati walaupun bukan komunis, dan tidak terkait sama sekali dengan Gerakan 30 September 1965. * * *

KEMAJUAN DAN PENEMUAN YG TAK HENTI-HENTINYA -- Terciptanya Software Baru CrowdRoaming di Belanda

Kolom IBRAHIM ISA Kemis, 26 September 2013 ------------------------ – HIRUK-PIKUKNYA DUNIA TELE-KOMUNIKASI -- KEMAJUAN DAN PENEMUAN YG TAK HENTI-HENTINYA -- Terciptanya Software Baru CrowdRoaming di Belanda Di era tele-komunikasi yang hiruk-pikuk dan semakin canggih, dewasa ini, kita menyaksikan hampir setiap bulan ada produk dan penemuan baru di bidang (tele) komunikasi. Dan bidang-bidang lainnya bersangkutan dengan informatika, digital, elektronik dan tele-komunikasi. Entah berapa jumlah siaran dalam bentuk majalah dan buku yang sudah diterbitkan. Sungguh tak bisa diramalkan kapan perkembangan ini akan berhenti. Berhenti? Pasti tidak! Karena, kehidupan berjalan terus, ekonomipun berkembang pesat, meski disela-sela oleh pelbagai krisis, seperti krisis pasaran properti, bank atau pasaran bursa dunia. * * * Cobalah gunakan kendaraan umum ketika berpergian kemana saja. Ambil saja sebagai contoh, kota Amsterdam, sebuah metropolitan yang merupakan ibukota Kerajaan Belanda. Belanda adalah sebuah negeri kecil dan penduduknya kurang-lebih 17 juta. Tapi , -- memainkan peranan penting dalam kehidupan ekonomi Eropah dan dunia. Karena negeri ini adalah PINTU GERBANG keluar-masuk benua Eropah. * * * Gunakan kendaraan umum apa saja di kota Amsterdam ini, . . . bus, tram,metro atau kereta-api pada waktu-waktu “rush hour”, ketika orang berangkat kerja, sekolah atau pulang kerumahnya masing-masing pada sore hari. Kita akan menyaksikan, dari sepuluh penumpang disamping kita, lebih separuhnya “sibuk” berkomunikasi. Ada yang sibuk cerita, atau kutak-katik di HP masing-masing, Ipod atau Mp3nya. Barang yang ditangannya itu . . bisa jadi sebuah HP merek Samsung atau Apple. Dua merek ini tampaknya yang sedang ngetop. Kemajuan ilmu informatika, teristimewa di bidang telekomunikasi dan media, memang punya lebih satu aspek. Satu aspek adalah perusahaan-perusahaan multi-nasional yang bersaing di bidang ini berusaha mengeduk keuntungan secara maksimal. Di segi lain, kompetisi ini mendorong perkembangan ilmu pengetahuan. Memainkan peranannnya dalam kehidupan ekonomi yang sudah lama mengglobal. Di segi lain lagi – mengefektifkan dan memasyarakatkan komunikasi di bidang ilmu dan teknologi. Memasalkan penyebaran informasi dan ilmu pengetahuan,khususnya dalam rangka menggalakkan pendidikan dengan sedikit bahkan tanpa ongkos samasekali. Sebut saja pelayanan yang diberikan oleh “WIKIPEDIA”, “Google”, “Yahoo”, “Facebook”, “Twitter” dll sejumlah besar situs yang sarat dengan informasi penting dan mutakhir. Itu semua bisa diperoleh lewat internet TANPA ONGKOS. Tak bisa disangkal aspek penyebaran informasi dan ilmu yang gratis untuk umum LUAR BIASA. Meliihat film yang disukai dan mendengarkan konser yang indahpun bisa dilakukan tanpa ongkos dengan adanya perkembangan ilmu komunikasi dewasa ini. * * * Penemuan software baru “CrowdRoaming” Belum lama di Belanda, sejumlah sarjana muda yang terlibat dalam dunia internet dan komunikasi – INFORMATIKA – berhasil menciptakan sebuah SOFTWARE BARU . . yang mereka beri nama CrowdRoaming. Sofware ini: CrowdRoaming Android app baru, memungkinkan internet – gratis pada waktu bepergian. Merupakan Community-based app CrowdRoaming, yang meniadakan ongkos tinggi 'roaming' dengan merespons 'economy of sharing' yang baru. Dengan demikian melakukan sharing foto-foto pada waktu libur, mengecek WhatsApp, mengikuti perkembangan berita, memperoleh informasi perjalanan, semakin banyak orang yang mengarungi internet dengan menggunakan smartphone masing-masing. Tanpa ongkos! Android app CrowdRoaming memungkinkan penggunaan smartphone untuk share sebagian dari data mobil mereka yang tidak digunakan – dengan para pelancong lainnya. App ini bisa di-download tanpa ongkos di Google Play store. * * * Selain mencegah ongkos roaming yang tinggi, app juga merespons terhadap tren baru yang terasosiasi dengan situasi ekonomi sekarang ini, yaitu yang dikenal sebagai 'economy of sharing'. “Sharing adalah pemilikan baru, merupakan populerisasi pelayanan seperti Couchsurfing atau Airbnb yang sedang tumbuh. Dengan CrowdRoaming tidak hanya menghindari ongkos tinggi tetapi juga memberikan manfaat bagi seseorang”, kata Homayun Zahidi, CEO dari CrowdRoaming.com. “Dengan CrowdRoaming kami melihat kemungkinan menghubungkan falsafah “Give and Take” dengan teknologi mobil yang baru dan kami bangga dengan hasil tsb.” * * * Mari kita ikuti sebuah wawancara yang diberikan oleh HOMAYUN ZAHEDI, CEO dari CrowdRoaming.com, a.l. Sbb: Tanya: Siapa Anda-anda ini dan apa yang kalian lakukan? Homayun Zahedi (HMZ): CrowdRoaming.com adalah sebuah perusahaan kaum muda Belanda yang didirikan dalam th 2012. Perusahaan kami memfokuskan pada perkembangan saling hubungan antara tilpun-mobil, lewat suatu teknologi mobil yang dikembangkan sendiri, dengan tujuan menghubungkan 'smartphones'' dan men-share pelayanan mobil melalui hubungn tsb. Sekarang ini, CrowdRoaming app merupakan titik-bukti terkuat pelayanan bagi para konsumen, maka kami memfokuskan pada pelayanan ini. Tanya: Di balik setiap sukses ada visi . . Bagaimana kalian sampai ke ide itu? HMZ: Tampaknya seperti suatu cliché. Tapi ide CrowdRoaming dimulai dengan sehelai kertas dan sebuah pinsil di sebuah meja-dapur di sebuah kota kecil di Belanda. Ketika saya menemukan solusi masalah yang kita semua hadapi dikala kita berlibur di negeri lain. Yaitu keharusan mengeluarkan ongkos besar 'roaming'. Saya punya visi sejumlah orang (crowd), yang semua sibuk dengan 'smartphones' mereka, melakukan “browsing”, menggunakan Facebook, mengirimkan e-mail dan pesan-pesan. Dan diantara mereka seorang asing mengacungkan tanggannya: “Mengapa saya tidak bisa berbuat yang sama?”. Saya kira solusi masalah ini mudah saja. Bila Anda sedang di luarngeri tanpa hubungan internet, mengapa tidak menggunakan data yang dimiliki orang setempat yang sudah dibayarnya, dan boleh dibilang tak digunakan samasekali, dan kembali ke perusahaan tilpun yang perlu menjual quota baru? Begitulah . . lahir ide Crowdroaming . . dan kini kami betul ingin mengetahui bagaimana publik menggunakan teknologi baru yang kami ciptakan. Tanya: Siapa penciptanya? HMZ: Para pencipta adalah: HOMAYUN ZAHEDI (inisiator), Tom Thomas, Shahram Bahraini, Dick Nijland dan Harry Kramp. * * *

JANGAN LUPAKAN “BIAK BERDARAH” ! YANG TERJADI 15 TAHUN YANG LALU . . . .

Kolom IBRAHIM ISA Senin, 23 September 2013 ------------------------ JANGAN LUPAKAN “BIAK BERDARAH” ! YANG TERJADI 15 TAHUN YANG LALU . . . . * * * Yang hendak diangkat di sini adalah mengenai suatu peristiwa serius dan krusial yang terjadi di ujung Timur negeri kita: BIAK, Papua. Kemudian dikenal sebagai peristiwa “Biak Berdarah”. Peristiwa tsb terjadi 15 tahun yang lalu (6 Juli 1998). Suatu hutang darah yang harus diurus dan “dilunasi” oleh penguasa Indonesia. Peristiwa itu baru kudengar lebih mendetail kemarin dalam kesempatan suatu pertemuan dengan antara lain Nursyahbani Katjasungkana (Asosiasi LBH-APIK INDONESIA), Sri Lestari Wahyuningroem (mahasiswa Ph.D dari ANU), dan Indria Fernida (Kontras). Dalam pertemuan itulah agak rinci kudengar dari Sri Lestari Wahyuningroem tentang telah berlangsungnya “Citizen's Tribunal Biak Berdarah”, dalam bulan Juli yang lalu di Sydney, Australia, dimana ia ambil bagian aktif. ( http://www.biaktribunal.org/category/tribunalvideos/ ) * * * Seperti dituturkan oleh penulis Benny Marwel (Dok. Tapol), dan Timoteus Marten mengenai kejadian tsb ditulis a.l: Lima belas tahun yang lalu, pada tanggal 6 Juli 1998, sebuah kesatuan pasukan keamanan Indonesia mengepung pengunjuk rasa yang tidak bersenjata di Papua Barat saat fajar menyingsing dan mulai menembak ke kerumunan massa. Sekian banyak orang tewas. Banyak orang yang selamat dari serangan ini dimuat ke kapal, dibawa ke laut terbuka dan ditenggelamkan ke laut. Pemerintah Indonesia diminta tidak mengabaikan tragedi 6 Juli 1998 di Biak Numfor atau Biak Berdarah, -- yang masih belum mendapatkan respons dari pemerintah. * * * Agak rinci sebuah artikel yang ditulis oleh Timoteus Marten (05 Juli 2013) menuturkan , a.l, sbb : Dua bulan setelah jatuhnya Presiden Suharto dan B.J. Habibie menggantikan Suharto,sebagai Presiden RI yang ketiga, pada tanggal 6 Juli 1998, sejumlah warga Papua menggelar doa bersama disertai pengibaran bendera Bintang Kejora di Biak, Papua. Aksi-aksi tsb berlangsung juga di Jayapura, Wamena, Nabire, Serui, Sorong, Fakfak dan Merauke. Menurut berita, tuntutan utama para pengunjuk rasa adalah agar nasib mereka diperhatikan oleh Pusat, yang selama puluhan tahun hanya menaruh perhatian mengeduk kekayaan alam Papua (Perusahaan Pertambangan Freeport), tanpa menggubris kepentingan rakyat Papua.Unjuk rasa tsb bukan terutama ditujukan untuk menuntut Papua merdeka. Namun, negara merespons pengibaran bendera itu dengan mengirim aparat gabungan dari TNI dan Polri Kopasus, Brimob Polda Irian Jaya dan Dalmas Polres Biak. Mereka lantas mengepung dan membubarkan aksi tersebut dengan kekerasan dan penggunaan senjata api. Alhasil, 8 orang tewas di tempat, 37 orang luka-luka, 150 orang ditahan dan disiksa. Kontras, BUK dan Napas telah merilis laporan Lembaga Studi dan Advokasi HAM (Els-HAM) Irian Jaya dan Lembaga Gereja (Katholik, GKI di Irian Jaya dan GKII), dimana a.l dinyatakan bahwa, seminggu setelah insiden itu ditemukan 32 mayat misterius yang terapung di dekat pelabuhan dan 3 orang warga dinyatakan hilang. Laporan temuan korban ini sudah diserahkan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Ketua Komisi A – DPR, Papua Ruben Magay menilai pemerintah belum siap diprotes. Mereka (penerintah) malah diam saja. “Semua perisiwa yang terjadi di Papua, pemerintah tidak merespons. Mereka tidak memberi rasa keadilan kepada manusia,” kata Ruben Magay. * * * “CITIZEN'S TRIBUNAL BIAK BERDARAH” Sabtu (06/ Juli, 2013), Dr. Eben Kirksey, salah seorang saksi dalam tragedi Biak Berdarah, telah menyampaikan Proyek Papua Barat di Pusat Studi Perdamaian dan Konflik. Universitas Sydney, menjadi tuan rumah panel cendekiawan, hakim dan pengacara untuk mendengar bukti langsung dari korban yang selamat dari kekejaman ini. Proyek ini disebut sebagai Peradilan Biak. Peradilan Biak menggunakan sistem pemeriksaan pendahuluan Coronial yang merupakan penyelidikan formal terhadap kematian. * * * Sejumlah LSM dan organisasi masyarakat , mendesak dibentuknya KPP HAM untuk mengungkapkan fakta kejahatan HAM di sana. Membentuk pengadilan HAM. Dan memenuhi hak-hak korban tanpa menunggu keputusan pengadilan HAM tersebut. Mereka itu a.l terdiri dari Kontras Jakarta, BUK (Bersatu untuk Kebenaran) dan National Papua Solidarity (Napas). (Siaran pers yang diterima tabloidjubi.com dari Jakarta. * * * Menurut Dr. Eben Kirksey, penyelenggara utama Pengadilan BIAK, : Lebih dari sepuluh orang yang selamat dari pembantaian Biak akan menyajikan kesaksian mereka dan akan diwawancarai dalam peradilan Biak ini. Kirksey. Proses Peradilan Biak ini bisa diikuti secara live melalui situs http://www.biak-tribunal.org// * * *

Refleksi Melihat Film “THE PIANIST” . . .

Kolom IBRAHIM ISA Sabtu, 21 September 2013 ------------------------ Refleksi Melihat Film “THE PIANIST” . . . Antara KEBIADABAN Fasis HITLER, Dan MANUSIAWINYA Seorang Opsir Jerman * * * Antara Negara ISRAEL Dan Bangsa Arab Palestina * * * Kebiasaan kami, . . . usai setiap makan malam . . . Kemarin itu aku bertanya kepada Murti, sambil memamerkan secuil kata Jawa yang kuketahui: “Mung, bengi iki, ono pilem apik opo?”. Entah benar, atau salah, bahasa Jawaku itu!. Murti menjawab: “Ada . . . ada film berjudul 'THE PIANIST” (2002). Ditayangkan di stasiun TV Belgia, CANVAS. Sutradaranya terkenal, Roman Polanski. Diproduksi bersama oleh Jerman-Peracis-Inggris- Belanda dan Polandia. Ada nyamannya nonton film cerita di strsiun TV Canvas, Belgia. Tidak direcoki oleh pelbagai iklan yang sering amat menggganggu dan samasekali tidak etis . . . * * * Jarang sebuah film diprodusir oleh begitu banyak fihak. Sampai 5 negeri. Tidak heran juga, karena film ini cerita tentang peristiwa pogrom/pengejaran dan pemusnahan yang menegakkan bulu kuduk, dilakukan oleh rezim Nazi Hitler terhadap orang-orang Yahudi. Khususnya orang-orang Yahudi di Polandia. Film ini diinspirasi oleh memoar Wladyslaw Szpielman, seorang pianis Yahudi Polandia. Hampir seluruh film “The Pianist”, mengisahkan betapa kekejaman dan kebiadaban tentara pendudukan Jerman atas Polandia, terhadap orang-orang Yahudi. Dan betapa besar serta memilukan penderitaan serta korban yang diderita orang-orang Yahudi. Namun, --- pada menjelang akhir film, tokoh utama film, pemain piano Wladislaw Szpielman, setelah berhasil meloloskan diri dari persekusi dan pengejaran tentara pendudukan Jerman, di saaat ia akan mati kelaparan . . . . mendadak ia DITOLONG oleh seorang OPSIR TENTARA JERMAN-HITLER . . . Dengan begitu, sang pianis bisa menyambung nyawanya sampai perang berakhir dan tentara pendudukan Jerman-Hitler digiring oleh Tentara Merah Sovyet yang membebaskan Polandia, msuk kam-kamp tawanan perang. * * * Terasa disini produser dan sutradara film hendak mengkontraskan kebiadaban dan kekejaman tentara Jerman-Hitler versus (akhirnya) rasa manusiawi seorang opir tentara Jerman yang biadab dan ganas itu. Opsir tentara Jerman itu menolong dn menyelamatkan pianis Szpielman yang nyaris mati kelaparan dan kedinginan. Didorong oleh cintanya pada musik -- maka mungkin sekali – hati nurani manusiawinya, sang opsir tentarea Jerman itu, memberikan dan kemudian membawakan lagi makanan dan sebuah mantel tebal musim dingin tentara Jerman. * * * Kutanya kepada Murti: “Bagaimana kesanmu mengenai film yang baru kita lihat tadi?”. Jawab Murti: -- “Di antara tentara pendudukan Jerman-Hitler yang biadab itu . . . . tokh terdapat juga seorang yang manusiawi . . .” Ya, kataku, kita didorong untuk tidak main pukul rata, dan jangan menyatakan, bahwa seluruh tentara Jerman-Hitler itu semuanya adalah pembunuh dan biadab. Karena, belakangan diketahui, bahwa, tidak sedikit dari mereka itu, masuk tentara karena terpaksa. Diantaranya ada orang seperti opsir tentara Jerman yang menolong nyawa pianis Yahudi itu. Bahwa diantara mereka itu masih ada yang punya hati-nurani dan rasa manusiawi. . . . . Suatu pengecualian, tetapi ada. * * * Namun, bukan itu saja refleksi yang terkesan dalam fikiranku. Begitu hebat dan tak terkirakan besarnya penderitaan dan pengorbanan yang diderita oleh bangsa Yahudi, dalam sejarahnya. Khususnya dalam periode Perang Dunia II. Tetapi, setelah mereka sendiri punya negeri, ISRAEL, punya negara dan punya kekuatan tentara dan polisi . .. . lagi bagaimana sikap dan tindak-tanduk mereka? Lihatlah bagaimana proses mereka sampai mendirikan negara Israel. Itu berlangsung melalui perang terhadap orang-orang Arab Palestina yang telah mendiami wilayah itu dan hidup disitu turun-temurun. Wilayah itu adalah negeri dan tanah-air mereka, PALESTINA. Kekuatan bersenjata Yahudi telah membunuh dan mengusir sebagian besar orang-orang Arab Palestina dari kampung halaman, dari tanah airnya. Lalu di tempat itu orang-orang Yahudi mendirikan NEGARA ISRAEL. * * * Tinggalah wilayah Gaza-Strip dan Tepian Barat Jordan tersisa bagi orang-orang Arab Palestina. Itupun belum merupakan negeri Palestina yang merdeka. Tentara Israel bisa sewaktu-waktu menurut agendanya sendiri, menembaki Gaza atau masuk menyerbu dan menduduki Gaza. Sedangkan wilayah Tepian Barat Jordan masih tetap merupakan daerah pendudukan Israel. Di satu fihak orang-orang Yahudi telah membunuh dan mengusir orang-orang Arab Palestina dari kampung halamannya, dan ditempat itu kemudian mendirikan NEGARA ISRAEL. Di lain fihak . . . . sejak menduduki Tepian Barat Jordan, Israel terus menerus dengan berrencana mendirikan puluhan pekampungan Yahudi. Daerah-daerah perkampungan Yahudi yang dibangun Israel di Tepian Barata |Jordan itu. . . merupakan pisau-pisu belati yang ditancapkan di tubuh negeri Palestina. . . . Israrel jelas punya tujuan yang berakhir dengan likwidasi samasekali NEGERI PALESTIN! * * * Melihat film “THE PIANIST”. Timbul rasa simpati terhadap nasib penderitaan orang-orang Yahudi yang dipersekusi, ditangkap kemudian dimusnahkan . . . . Namun, setiap orang geleng-geleng kepala dewasa ini, menyaksikan bagaimana suatu bangsa yang pernah menderita di bawah kekuasaan Jerman Hitler, sekarang ini, seolah-olah lupa sejarahnya sendiri. . . . dan bertindak sewenang-wenang, kejam dan biadab terhadap bangsa dan negeri Palestina. * * *

Masalah NEGARA PALING ISLAMI SEDUNIA.

Kolom IBRAHIM ISA Kemis, 19 Sept 2013 ------------------- Di bawah ini adalah sebuah artikel yang ditulis oleh KOMARUDDIN HIDAYAT, Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Penulis menganalisis masalah NEGARA PALING ISLAMI SEDUNIA. * * * Artikel singkat ini patut dibaca, karena selain menganalisis bagaimana Islami warga di Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, apakah sesuai dengan ajran Islam (Qur'an dan Hadits), ataukah bersifat rituil saja. Menganggap diri sudah BERIMAN DAN SALEH, jika sudah memenuhi mengucapkan Dua Kalimat Sahadat, Solat, Puasa, Zakat dan NAIK HAJI. Makin sering berdakwah atau menghadiri dakwah, makin sering naik Haji, semakin merasa "sempurna" Islam dan ibadahnya. Sedangkan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, ya korup, ya menyalahgunakan kedudukan, bahkan sampai membakar tempat ibadah suatu keyakinan agama tertentu, menyiksa orang dan membunuh dengan mengatas namai ajaran agama . . . * * * SELAMAT MEMBACA! * * * NEGARA PALING ISLAMI SEDUNIA Oleh Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Sebuah penelitian sosial bertema ”How Islamic are Islamic Countries” menobatkan Selandia Baru berada di urutan pertama negara yang paling Islami di antara 208 negara, diikuti Luksemburg di urutan kedua. Sementara Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim menempati urutan ke-140. Adalah Scheherazade S Rehman dan Hossein Askari dari The George Washington University yang melakukan penelitian ini. Hasilnya dipublikasikan dalam Global Economy Journal (Berkeley Electronic Press, 2010). Pertanyaan dasarnya adalah seberapa jauh ajaran Islam dipahami dan memengaruhi perilaku masyarakat Muslim dalam kehidupan bernegara dan sosial? Ajaran dasar Islam yang dijadikan indikator dimaksud diambil dari Al Quran dan hadis, dikelompokkan menjadi lima aspek. Pertama, ajaran Islam mengenai hubungan seseorang dengan Tuhan dan hubungan sesama manusia. Kedua, sistem ekonomi dan prinsip keadilan dalam politik serta kehidupan sosial. Ketiga, sistem perundang-undangan dan pemerintahan. Keempat, hak asasi manusia dan hak politik. Kelima, ajaran Islam berkaitan dengan hubungan internasional dan masyarakat non-Muslim. Setelah ditentukan indikatornya, lalu diproyeksikan untuk menimbang kualitas keberislaman 56 negara Muslim yang menjadi anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang rata-rata berada di urutan ke-139 dari sebanyak 208 negara yang disurvei. Pengalaman UIN Jakarta Kesimpulan penelitian di atas tak jauh berbeda dari pengalaman dan pengakuan beberapa ustadz dan kiai sepulang dari Jepang setelah kunjungan selama dua minggu di Negeri Sakura. Program ini sudah berlangsung enam tahun atas kerja sama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, dengan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta. Para ustadz dan kiai itu difasilitasi untuk melihat dari dekat kehidupan sosial di sana dan bertemu sejumlah tokoh. Setiba di Tanah Air, hampir semua mengakui bahwa kehidupan sosial di Jepang lebih mencerminkan nilai-nilai Islam ketimbang yang mereka jumpai, baik di Indonesia maupun di Timur Tengah. Masyarakat terbiasa antre, menjaga kebersihan, kejujuran, suka menolong, dan nilai-nilai Islam lain yang justru makin sulit ditemukan di Indonesia. Pernyataan serupa pernah dikemukakan Muhammad Abduh, ulama besar Mesir, setelah berkunjung ke Eropa. “Saya lebih melihat Islam di Eropa, tetapi kalau orang Muslim banyak saya temukan di dunia Arab”, katanya. Kalau saja yang dijadikan indikator penelitian untuk menimbang keberislaman masyarakat itu ditekankan pada aspek ritual-individual, saya yakin Indonesia menduduki peringkat pertama menggeser Selandia Baru. Jumlah yang pergi haji setiap tahun meningkat, selama Ramadhan masjid penuh dan pengajian semarak di mana-mana. Tidak kurang dari 20 stasiun televisi di Indonesia setiap hari pasti menyiarkan dakwah agama. Terlebih lagi selama bulan Ramadhan, hotel pun diramaikan oleh tarawih bersama. Ditambah lagi yang namanya ormas dan parpol Islam yang terus bermunculan. Namun, pertanyaan yang kemudian dimunculkan oleh Rehman dan Askari bukan semarak ritual, melainkan seberapa jauh ajaran Islam itu membentuk kesalehan sosial berdasarkan ajaran Al Quran dan Hadis. Contoh perilaku sosial di Indonesia yang sangat jauh dari ajaran Islam adalah maraknya korupsi, sistem ekonomi dengan bunga tinggi, kekayaan tidak merata, persamaan hak bagi setiap warga Negara untuk memperoleh pelayanan Negara dan untuk berkembang, serta banyak aset sosial yang mubazir. Apa yang dikecam ajaran Islam itu ternyata lebih mudah ditemukan di masyarakat Muslim ketimbang negara-negara Barat. Kedua peneliti itu menyimpulkan: … it is our belief that most self-declared and labeled Islamic countries are not conducting their affairs in accordance with Islamic teachings – at least when it comes to economic, financial, political, legal, social and government policies. Dari 56 negara anggota OKI, yang memperoleh nilai tertinggi adalah Malaysia (urutan ke-38), Kuwait (48), Uni Emirat Arab (66), Maroko (119), Arab Saudi (131), Indonesia (140), Pakistan (147), dan terburuk adalah Somalia (206). Negara barat yang dinilai mendekati nilai-nilai Islam adalah Kanada di urutan ke-7, Inggris (8), Australia (9), dan Amerika Serikat (25). Sekali lagi, penelitian ini tentu menyisakan banyak pertanyaan serius yang perlu juga dijawab melalui penelitian sebanding. Jika masyarakat atau negara Muslim korup dan represif, apakah kesalahan ini lebih diakibatkan oleh perilaku masyarakatnya atau pada sistem pemerintahnya? Atau akibat sistem dan kultur pendidikan Islam yang salah? Namun, satu hal yang pasti, penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku sosial, ekonomi, dan politik negara-negara anggota OKI justru berjarak lebih jauh dari ajaran Islam dibandingkan negara-negara non-Muslim yang perilakunya lebih Islami. Semarak dakwah dan ritual Hasil penelitian ini juga menyisakan pertanyaan besar dan mendasar: mengapa semarak dakwah dan ritual keagamaan di Indonesia tidak mampu mengubah perilaku sosial dan birokrasi sebagaimana yang diajarkan Islam, tapi justru dipraktikkan di negara-negara sekuler? Tampaknya keberagamaan kita lebih senang di level dan semarak ritual untuk mengejar kesalehan individual, tetapi menyepelekan kesalehan sosial. Kalau seorang Muslim sudah melaksanakan lima rukun Islam – syahadat, shalat, puasa, zakat, haji – dia sudah merasa sempurna. Semakin sering berhaji, semakin sempurna dan hebatlah keislamannya. Padahal misi Rasulullah itu datang untuk membangun peradaban yang memiliki tiga pilar utama: keilmuan, ketakwaan, dan akhlak mulia atau integritas. Hal yang terakhir inilah, menurut Rehman dan Askari, dunia Islam mengalami krisis. Sekali lagi, kita boleh setuju atau menolak hasil penelitian ini dengan cara melakukan penelitian tandingan. Jadi jika ada pertanyaan: How Islamic are Islamic Political Parties? menarik juga dilakukan penelitian dengan terlebih dahulu membuat indikator atau standar berdasarkan Al Quran dan Hadis. Lalu diproyeksikan juga untuk menakar keberislaman perilaku partai-partai yang mengusung simbol dan semangat agama dalam perilaku sosialnya.

ADAM MALIK SEBAGAI PENYALUR DANA AMERIKA DALAM PERISTIWA 1965

Kolom IBRAHIM ISA Rabu, 18 Sept 2013 ------------------ ============================================================= ADAM MALIK SEBAGAI PENYALUR DANA AMERIKA DALAM PERISTIWA 1965 ============================================================= Pagi ini kuterima lewat FB, bahan penting dan menarik dari sahabatku Irina Dayasih, Institut UNGU, Jakarta, berjudul : Menelisik Peran Jepang Dalam Peristiwa G30S 1965 Bahan otentik ini menarik, antara lain dengan pengungkapannya sekitar peranan Adam Malik, mantan Menlu RI, pada periode perubahan besar di Indonesia di periode 1965/66/67. * * * PERANAN ADAM MALIK SEBAGAI PENYALUR UANG DARI AMERIKA SERIKAT. Adam Malik berperan sebagai "penyalur" uang Amerika (50 juta US$) untuk mendanai gerakan anti PKI dan penggulingn Presiden Sukarno. Jelas Adam Malik terima uang dari AS. Juga Sofjan Wanandi dapat uang untuk mendanai gerakan anti-PKI dan anti-Sukarno. Saat itu, gerakan tsb dipimpin oleh Subchan Z.E. (NU) dan Harry Tjan Silalahi (Katolik). * * * Kalau di waktu lalu ada tudingan bahwa Adam Malik adalah AGEN CIA, maka tudingan itu BUKAN TANPA ALASAN! Buku Prof Aiko Kurasawa, seorang peneliti sejarah Indonesia asal Jepang, dalam diskusi bertajuk “G30S/1965 Versi Jepang” yang diselenggarakan Pusat Penelitian Politik LIPI, di Jakarta, Selasa (17/9/2013), . . . . Memberikan tambahan keterangan terhadap sejumlah besar bahan yang menunjukkan, -- Bahwa kudeta merangkak Jendral Suharto, pemusnahan dan pembantaian PKI, penggulingan Presiden Sukarno dan didirikannnya rezim Orde Baru, mendapat restu dan biaya penuh dari Jepang dan Amerika Serikat. * * * Salinan kiriman dari Irina Dayasih: Menelisik Peran Jepang Dalam Peristiwa G30S 1965 Selasa, 17 September 2013 Sebelum peristiwa Gerakan 30 September 1965, pemerintah Jepang menjalin hubungan baik dengan pemerintahan Soekarno di Indonesia. Hal tersebut yang membuat respon pemerintah Jepang pada awal peristiwa G30S 1965 sangat berbeda dengan banyak negara lain di dunia. Pada tanggal 12 Oktober 1965, atau 12 hari setelah peristiwa G.30/S, Perdana Menteri Jepang Eisaku Satō mengirim surat kepada Presiden Soekarno. Dalam suratnya itu, Satō mengucapkan syukur atas keselamatan Presiden Soekarno dari peristiwa G30S 1965. “Sikap pemerintah Jepang itu berlainan dengan banyak negara-negara barat. Selain Jepang, negara yang memberikan pesan serupa hanya Tiongkok, Pakistan, dan Philipina,” ungkap Professor Aiko Kurasawa, seorang peneliti soal sejarah Indonesia asal Jepang, dalam diskusi bertajuk “G30S/1965 Versi Jepang” yang diselenggarakan Pusat Penelitian Politik LIPI, di Jakarta, Selasa (17/9/2013). Menurut Prof Aiko, yang meneliti dokumen Kementerian Luar Negeri Jepang, sebelum peristiwa di tahun 1965 itu, pemerintah Jepang membangun hubungan baik dengan pemerintahan Soekarno. Selain mengenai negosiasi pampasan perang, Jepang juga aktif memberikan dukungan ekonomi ke Indonesia. Ia mencontohkan, setelah pemerintahan Soekarno mengambil langkah nasionalisasi terhadap aset-aset Belanda di Indonesia. Saat itu, Indonesia kekurangan kapal untuk pengangkutan barang antar pulau. Maklum, KPM (Maskapai Pelayaran Belanda) menarik semua kapalnya. “Saat itu pemerintah Jepang memutuskan untuk menyediakan kapal dengan memakai dana pampasan perang,” ujar Aiko . Sebelumnya, pada saat Konferensi Asi-Afrika di Bandung tahun 1955, Jepang juga mengirim delegasinya. Keputusan itu sangat mengejutkan. Maklum, politik luar negeri Jepang kala itu sangat memihak Amerika Serikat. Kemudian, pada tahun 1964, Jepang menunjuk Shizuo Saito sebagai Duta Besar di Indonesia. Ia pernah bekerja di Gunseikanbu Somubu semasa pendudukan Jepang di Indonesia. Selain itu, ia dianggap punya hubungan pribadi yang dekat dengan Soekarno. Respon Kedubes Jepang Saat Peristiwa G30S/1965 Pada saat G30S/1965 terjadi, Dubes Saito sedang tidak berada di Jakarta. Ia sedang berada di Cilacap, Jawa Tengah, usai peresmian sebuah proyek perusahaan Jepang. Tanggal 1 Oktober 1965 pagi, karena tidak mengetahui kejadian di Jakarta, rombongan Dubes Jepang berangkat ke Bandung. Selama perjalanan sang Dubes tidak merasakan adanya perubahan situasi. Beberapa kali ia mencoba menyetel siaran radio tetapi tidak berhasil. Usai checkin di sebuah hotel di Bandung, Dubes Saito mencoba menelpon stafnya di Jakarta. Tetapi tidak nyambung. Beruntung seorang warga Jepang mendatangi Saito di hotel dan memberi tahu perihal terjadinya kudeta di Jakarta. Yang menarik, ungkap Aiko, Dubes Jepang itu tidak mengetahui sebuah informasi penting, yakni sebuah gerakan militer berbau kudeta, melebihi 24 jam. “Cukup mengherankan seorang Dubes tidak mengetahui kejadian yang begitu penting dalam waktu cukup lama,” ujarnya. Namun, kendati Dubes Jepang tidak berada di tempat dan tidak mengetahui keadaan, staf di Kedutaan Jepang tetap mengirim telegram ke Departemen Luar Negeri Jepang di Tokyo. Dalam telegram pertama, sekitar pukul 12.00 siang, disampaikan bahwa Kolonel Untung, komandan Balalyon Cakrabirawa, mengambil tindakan untuk mencegah rencana kudeta yang dirancang oleh Angkatan Darat. Tetapi pada telegram selanjutnya, sekitar pukul 20.50 malam, pesannya berbeda jauh. Telegram ini menuding PKI sudah merencanakan aksi tersebut dan tindakan Dewan Revolusi (Kolonel Untung Cs) mengambil tindakan kontra-kudeta hanya dalih belaka. Aiko menjelaskan, kesimpulan telegram itu mengklaim mendapat informasi dari ‘sumber khusus’ kedutaan. Selain itu, telegram itu menambahkan analisa: tidak mungkin Presiden (Soekarno) bisa merebut kembali kekuasaan sebelumnya dan ada kemungkinan terjadi civil war. Tak hanya itu, Perdana Menteri Eisaku Satō menulis catatan harian pribadi pada tanggal 2 Oktober 1965. Isinya: Sejak kemarin tidak ada lagi informasi tentang kudeta, dan kita tidak bisa menangkap situasinya. Tentu ini adalah clash antara kiri dan kanan, tetapi tidak begitu jelas pihak yang mana yang menyerang dulu. Sayang, Aiko tidak menjelaskan lebih jauh perihal telegram-telegram kedutaan Jepang. Ia juga tidak menjelaskan lebih jauh mengenai ‘sumber khusus’ yang diklaim sebagai sumber laporan kedutaan itu. Sikap Jepang Bergeser Pada awal kejadian, kebanyakan politisi di dalam pemerintahan Jepang masih bersimpati terhadap Soekarno secara pribadi. Mereka berharap pemerintahan Soekarno bisa mengendalikan situasi. Perdana Menteri Jepang saat itu, Eisaku Satō, yang digambarkan oleh Aiko berhaluan ultra-nasionalis, masih simpati terhadap pemerintahan Soekarno. Ia mengirim pesan berisi ucapan rasa syukur atas keselamatan Presiden Soekarno dari kudeta. Tanggal 12 Oktober 1965, Dubes Jepang Shizuo Saito bertemu Presiden Soekarno. Ia membawa pesan berikut: Di Jepang ada peribahasa ‘sesudah hujan tanah menjadi lebih keras lagi’. Seperti itu kami mengharapkan agar Bapak Presiden mengatasi kesulitan yang dihadapi sekarang dan basis negara RI akan menjadi lebih kuat lagi. Presiden Soekarno langsung merespon pesan itu. Ia menyampaikan beberapa hal, seperti harapannya agar Konferensi Asia Afrika tetap diselenggarakan. Soekarno juga membantah kabar tentang penyiksaan para Jenderal. “Data forensik dan perwira Polisi Militer yang hadir pada pemeriksaan mayat membantah adanya penyiksaan,” ujar Soekarno. Saat itu, AS menganggap Jepang masih terkena ‘hipnotisme’ Soekarno. Tak hanya itu, melalui telegram Deplu AS tanggal 29 Oktober 1965, pemerintah AS berharap agar, ketika situasi sudah berubah ke arah yang dikehendaki AS, Jepang menyesuaikan diri. Akhirnya, pada awal November, sikap Jepang mulai berubah. Dubes Saito mulai menarik dukungannya terhadap Soekarno. Ia tidak suka dengan pernyataan Soekarno yang menuding CIA terlibat dan membiayai propaganda pro-Amerika. Tak hanya itu, kata Aiko, pemerintah Jepang mulai memperhatikan agar jangan bantuan ekonomi memperkuat kelompok Subandrio. Tak hanya itu, Adam Malik–yang saat itu anti-PKI dan Soekarno–meminta pemerintah Jepang agar tidak memberi bantuan ekonomi sebelum terjadi perubahan pemerintahan. Tak hanya itu, Aiko juga mengungkapkan, bahwa seorang bernama Nishijima, mantan pembantu Laksamana Maeda dan sekaligus pengurus PT. North Sumatera Oil, menerima uang dari Kedubes AS sebesar 50 juta US Dollar untuk diberikan kepada Adam Malik. Lalu, Adam Malik menyerahkan uang tersebut ke Kesatuan Aksi Pengganyangan Gerakan 30 September (KAP-Gestapu). Saat itu, KAP Gestapu dipimpin oleh Subchan Z.E. (NU) dan Harry Tjan Silalahi (Katolik). Tak hanya itu, berdasarkan pengakuan Dewi Soekarno, pemerintah Jepang juga memberikan sejumlah dana kepada Sofjan Wanandi, yang saat itu menjadi aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) untuk menggoyang pemerintahan Soekarno. Dengan demikian, sejak November 1965, pemerintah Jepang sudah berubah posisi menjadi anti-Soekarno. Mereka mulai mengharapkan adanya rezim baru yang lebih memihak barat dan berorientasi pada pembangunan ekonomi yang mengakomodir modal asing. “Jepang segera mengambil prakarsa membantu Soeharto membangun rezim Orde Baru dan akhirnya menjadi donator terbesar bagi rezim Soeharto,” ujar Aiko. Sejak itu, kata Aiko, politik luar negeri Jepang terhadap Indonesia lebih mengutamakan kepentingan ekonomi ketimbang politik.*** Ulfa Ilyas Sumber Artikel: http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat/20130917/menelisik-peran-jepang-dalam-peristiwa-g30s-1965.html#ixzz2fEFIYKkC Follow us: @berdikarionline on Twitter | berdikarionlinedotcom on Facebook

MEMANG BENAR TERJADI KOK. . .

Kolom IBRAHIM ISA Selasa, 17 Sept 2013 -------------------- MEMANG BENAR TERJADI KOK. . . Hari ini kubuka Mingguan Amerika "Time" (September 23, 2013) yang baru diterima pagi ini. Sekali-sekali, bahkan tidak jarang . . . ., tertera berita atau tulisan yang LAIN DARIPADA LAINNYA. Mungkin ini salah satu varian FREEDOM OF EXPRESSION and PUBLICATION yang dipromosikan Amerika dengan gairahnya . . . sampai-sampai membikin sesak justru fihak-fihak yang memperjuangkan FREEDOM OF EXPRESSION. NAMUN . . .Tidak jarang juga konsep "freedom of expression" a la Amerika itu, adalah MUNFAFIK . . . . Lihat-lihat siapa yang mempromosikannya . . * * * Kita memang ingat bagaimana Jusuf Isak, pemimpin Penerbit Buku Bermutu HASTA MITRA, suatu ketika di zaman Orba, secara klandestin diajak bicara di Kedutaan Amerika,Jkt, oleh utusan Presiden Carter. Yang ingin diketahui oleh utusan Carter itu adalah soal pelanggaran HAM oleh Orba, khususnya mengenai ratusanribu yang dipenjarakan, termasuk di Buru. Carter menulis terang-terangan soal ini dalam kata pengantarnya di buku INDONESIA IN THE SUHARTO YEARS. Presiden Carter memberikan tekanan pada Suharto untuk "mengurus" soal tsb. Kita juga bisa lihat di Youtube suatu ketika Universitas Michigan (1991) khusus mengundang Pramudya untuk membacakan bagian dari bukunya NYANYIAN SUNYI SEORANF BISU . . Ini menunjukkan sikap kalangan maju di Amerika. * * * * Kali ini kujumpai berita berikut ini: 'HE'S MY FRIEND FOR LIFE -- I DON'T CARE WHAT YOU GUYS THINK' ... (terjemahan bebas) "Ia kawan saya untuk seumur hidup, Saya tak peduli bagaimana pendapat kalian . ." Kata-kata tsb dinyatakan oleh DENIS RODMAN, mantan bintang olahraga dari tim bola basket NBA, mengenai pemimpin Korea Utara KIM JONG UN; Rodman bermaksud menjadi pelatih untuk tim bola basket nasional Korea Utara untuk Olympiade 2016. * * * Yah, di dunia ini . . . hal-hal seperti itu MEMANG BENAR TERJADI KOK . . . . * * *

Monday, September 16, 2013

- “REKONSILIASI” CARA BELANDA – MINTA MAAF DAN MEMBERI KOMPENSASI . . .

IBRAHIM ISA Jum'at, 13 September 2013 -------------------------- “REKONSILIASI” CARA BELANDA – MINTA MAAF DAN MEMBERI KOMPENSASI . . . . BISAKAH PEMERINTAH INDONESIA BERTELADAN PADA . . . . BELANDA?? * * * Menjelang kunjungan PM Belanda Rutte, ke Indonesia dalam bulan November yad Dutabesar Kerajaan Belanda Untuk Indonesia Tjeerd de Zwaan, pada tanggal 12 September y.l dimuka beberapa janda korban-eksekusi tentara Belanda (yang ketika itu sedang melakukan “aksi pembersihan” terhadap rakyat Sulawesi Selatan (1946-47) dan keluarga mereka serta undangan lainnya, telah dengan resmi MINTA MAAF dan menyatakan akan memberikan 'kompensesi” kepada setiap janda sebanyak Euro 20.000. Dua tahun y.l Pemerintah Belanda menyatakan kesediaannya untuk bertindak serupa setelah Hakim ketua D.A. Schreuder dari Pengadilan Den Haag mengambil keputusan bahwa Belanda bersalah karena dianggap membunuh warga sendiri. Pengadilan mendasari putusannya atas pertimbangan bahwa hukum Belanda dianggap berlaku di Hindia Belanda sampai tahun 1949. * * * Yang terlebih penting arti keputusan tsb ialah bahwa Hakim menolak pleidoi advokat negara Belanda G.J.H. Houtzagers, yang menyebut kejahatan tersebut sudah kadaluwarsa. Hakim memakai asas lex spesialis. Artinya pengadilan Den Haag melihat kasus pembantaian Rawagede sebagai kasus khusus, sehingga preseden kadaluwarsa tidak berlaku. Keputusan Hakim Den Haag, persetujuan pemerintah Belanda atas keputusan itu, kemudian permintaan maaf kali ini, merupakan suatu proses dan hasil perjuangan lama yang dilakukan oleh para korban, berbagai organisasi dan panitia masyarakat di Indonesia maupun di Belanda, dengan bantuan tekun dan sungguh-sungguh advokat Liesbeth Zegveld dari negeri Belanda, serta simpati kalangan masyarakat Belanda yang berpandangan maju. * * * Maksud pemerintah Belanda, dengan sikapnya itu, a.l adalah untuk melapangkan jalan bagi suksesnya misi PM Rutte dari Belanda kali ini ke Indonesia. Seperti diberitakan, bersama rombongan misinya itu, PM Rutte mengikut sertakan kalangan luas budaya dan usahawan Belanda. Di segi lainnya, permintaan maaf pemerintah Belanda tsb kiranya adalah SUATU MENIFESTASI HASRAT MENUTUP BUKU terhadap MASA KOLONIALISME BELANDA di periode tsb. Maka pemerintah Belanda menyatakan MINTA MAAF dan membayar hutang dan dosa sejarahnya dengan pemberian kompensasi ala kadarnya. Ala kadarnya. -- karena korban yang diderita rakyat Indonesia dalam periode kolonial yang panjang, sesungguhnya tidak bisa dihitung dalam nilai uang. Namun, niat baik pemerintah Belanda bisa kita anggap sebagai suatu hasrat REKONSILIASI atas dasar KEBENARAN dan Keadilan. Menjelaskan apa sifat pelanggaran itu, menuding pelakunya dan membenarkan tuntutan adil para korban. Baru atas dasar itulah bisa terjadi REKONSILIASI sesungguhnya antara Indonesia dan Belanda. * * * Menoleh ke dalam intern-bangsa kita sendiri: Bisakah Indonesia, dalam hal ini Pemerintah Presiden SBY menarik pelajaran dari sikap Belanda terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan oleh fihak militernya atas nama negara Belanda, yaitu melakukan eksekusi ekstra judisial terhadap warga Indonesia . Dalam kasus ini pemerintah Belanda mengakui pelanggaran kemanusiaa tsb, . . . . minta maaf kepada korban selanjutnya memberikan konpensasi? Negara Indonesia, dalam hal ini Orde Baru, dan aparat militer negara, kesatuan militer di bawah Jendral Suharto, telah melakukan pelanggaran HAM berat, dengan pembantaian masal terhadap warga yang tidak bersalah dalam periode 1965, '66, '67. Uud Komisi Rekonsiliasi dan Kebenaran sudah dibatalkan oleh MK dengan alasan yang sama sekali tidak masuk diakal sehat, yang dicari-cari, namun, sikap pemerintah SBY sampai detik ini seperti BISU DAN TULI SAJA. Tidak berbuat apa-apa! * * * Situasi seperti ini mendorong para aktivis dan penggiat Reformasi, Demokrasi dan HAM Indonesia, dan setiap warga Indonesia yang peduli nasib para korban dan bercita-cita tegaknya HUKUM di Indonesia, untuk lebih mempergiat lagi usaha dan perjuangannya demi terrealisasinya kebenaran dan keadilan bagi para korban Peristiwa Tragedi 1965. * * *

BUKU TERBARU SUAR SUROSO (2013) -- Memperkaya Literatur Progresif-Revolusioner

Kolom IBRAHIM ISA Rabu, 11 September 2013 ------------------------------------ BUKU TERBARU SUAR SUROSO (2013) -- Memperkaya Literatur Progresif-Revolusioner * * * Dengan terbitnya buku terbaru SUAR SUROSO ini, literatur progresif-revolusioner Indonesia diperkaya dengan sebuah karya lagi. Berikut ini adalah Sambutan oleh Ibrahim Isa, seperi yang tertera dalam buku baru Suar Suroso: Menyambut Hangat Karya Penting SUAR SUROSO “AKAR DAN DALANG PEMBANTAIAN MANUSIA TAK BERDOSA dan PENGGULINGAN BUNG KARNO”

Dedication of Life Sukarno

IBRAHIM ISA Selasa, 10 Sept 2013 ----------------------------- Tulisan di bawah ini adalah kiriman dari Bung Isnaeni F. Hendri. Saya berikan respons saya, sesuai permintaan Bung Isnaeni. * * * Dedication of Life Sukarno Megawati Sukarnoputri memaknai dedication of life Sukarno sebagai regenerasi, sedangkan Sukarno sendiri mengartikannya sebagai pengabdian. OLEH: HENDRI F. ISNAENI Dibaca: 105 | Dimuat: 10 September 2013 GUBERNUR DKI Jakarta sekaligus kader PDI Perjuangan, Joko Widodo, membacakan pernyataan dedication of life Sukarno pada pembukaan Rapat Kerja Nasional III PDI Perjuangan di Ecopark Convention, Ancol (6/9). Saya adalah manusia biasa / Saya tidak sempurna / Sebagai manusia biasa, saya tidak luput dari kekurangan dan kesalahan / Hanya kebahagiaanku ialah dalam mengabdi kepada Tuhan, kepada Tanah Air, kepada bangsa / Itulah dedication of life-ku / Jiwa pengabdian inilah yang menjadi falsafah hidupku, dan menghikmati serta menjadi bekal hidup dalam seluruh gerak hidupku / Tanpa jiwa pengabdian ini saya bukan apa-apa / Akan tetapi, dengan jiwa pengabdian ini, saya merasakan hidupku bahagia dan manfaat. (Sukarno, 10 September 1966). “Kenapa Pak Jokowi yang membaca? Karena, ya itu sebuah makna bahwa regenerasi itu berjalan dan pasti berlanjut,” kata Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri, dikutip kompas.com (6/9). Mega juga mengatakan Jokowi memiliki “getaran” Sukarno. Khalayak pun menangkapnya sebagai sinyal pencalonan Jokowi sebagai calon presiden pada pemilihan umum 2014. Bagi Sukarno, dedication of life bermakna pengabdian. Sukarno menyinggung soal dedication of life dalam beberapa kesempatan berpidato. Misalnya pidato di hadapan mahasiswa Universitas Gajah Mada di Siti Hinggil Kraton Yogyakarta pada 1961 dan kontingen Indonesia yang akan mengikuti Asian Games IV di Jakarta pada 1962. Pada pembukaan musyawarah nasional Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia (SOKSI) pada 1965, Sukarno kembali menyinggung soal dedication of life: “Saya pernah pidato terhadap olahragawan-olahragawan sebelum ada Asian Games, saya katakan: hai, engkau olahragawan-olahragawani, aku minta kepadamu agar kamu jangan ingat kepada diri sendiri saja, mencari medali untuk diri sendiri saja, tetapi carilah medali untuk bangsa Indonesia, untuk negara Indonesia. Saya minta kepadamu –kataku kepada olahragawan– agar supaya engkau mempunyai dedication of life– dedication itu artinya penyumbangan, pengabdian, life artinya hidup– hidupmu itu kau sumbangkan, kau abdikan…” Pidato-pidato Sukarno yang menyinggung soal dedication of life punya substansi sama: mengajak segenap warga negara untuk melakukan pengabdian kepada bangsa dan negara. Dalam Warisilah Api Sumpah Pemuda: Kumpulan Pidato Bung Karno di Hadapan Pemuda, 1961-1964, Sukarno mengatakan: “Dan aku bertanya kepadamu sekarang, saudara-saudara. Sudahkah engkau dedicate engkau punya hidup kepada something, kepada Indonesia? Dan aku bertanya bukan hanya kepada pemuda-pemuda, pemudi-pemudi saja, juga kepada para menteri yang duduk di sini, di situ, hai para menteri apa engkau sudah dedicate engkau punya hidup kepada Indonesia?” Dalam pidatonya pada acara pemberian gelar doktor honoris causa dalam ilmu pengetahuan kemasyarakatan dari Universitas Indonesia, 2 Februari 1963, Sukarno menyatakan, “Saya dedicate saya punya hidup, I dedicate my life to what? To my country. To what? To my idealism. To what? To God, Allah Subhanahu Wataala.” Maman S. Tegeg mengambil sepenggal dari pidato Sukarno tersebut dan menjadikannya sebuah puisi, yang dimuat dalam Puisi-puisi Revolusi Bung Karno, Volume 1. Dedication of Life. Hanya manusia yang mempunyai / dan menyelenggarakan dedication of life / bisa menjadi manusia yang dinamis / bisa menjadi manusia yang bukan sekedar / ya, berbuat karena harus berbuat / tetapi menjadi manusia yang benar-benar manusia / manusia yang memiliki darma bakti / darma bakti bermacam-macam / darma bakti kepada tanah airnya / darma bakti kepada Tuhannya / darma bakti kepada diri sendiri. * * * RESPONSE IBRAHIM ISA: Saya baca tulisan Bung. . . . . Bagus! Singkat! Dalam arti tertentu, selain merupakan pencerahan, tentang apa yang dimaksudkan Bung Karno dengan " DEDICATION OF LIFE", tulisan Bung itu merupakan pencerahan dan pelempangan terhadap interpretasi yang disampaikan oleh Megawati Sukarnoputri. Kepada teman-teman ----- saya anjurkan baca tulisan Bung Isnaeni itu, -- paling sedikit dua kali .. . . Kepada Bung Isnaeni saya acungkan DUA JEMPOL untuk tulisannya itu. Salam hangat, Isa.

INDONSIA'S HOLD ON BHINNEKA TUNGGAL IKA – THE PHILOSOPHY OF MULTICULTURALISM

IBRAHIM ISA'S FOCUS Tuesday, September 10, 2013 ------------------------------------------- INDONSIA'S HOLD ON BHINNEKA TUNGGAL IKA – THE PHILOSOPHY OF MULTICULTURALISM * * * Miss World opens in Indonesia after protests The Associated Press, Denpasar, Bali | World | Sun, September 08 2013, 10:45 PM The 63rd edition of the Miss World pageant opened Sunday after protests by Muslim hard-liners confined the event to Indonesia's predominantly Hindu resort island of Bali. The opening ceremony, which was televised to 186 countries, featured Bali's Kecak Dance and a parade of all 131 contestants. Days of protests by Indonesian hard-line Muslim groups and the rejection of the contest by a leading clerics' organization forced the government to move the Sept. 28 final round to Bali. It was initially set to be held in Sentul, on the outskirts of the capital, Jakarta. Bali is the only Hindu-dominated province in Indonesia, the world's most populous Muslim country. Controversy over the pageant has been mounting in Indonesia, which has a reputation as a tolerant, pluralist society that respects freedom of expression. The Indonesia Ulema Council, the country's most influential clerics' organization, and the hard-line groups Hizbut Tahrir Indonesia and Front for Islamic Defenders have urged the government to cancel the event. They have argued that the exposure of skin by women in a competition violates Muslim teachings, even after organizers agreed to cut the bikini competition and instead outfit contestants in more conservative sarongs. The chairwoman of the Miss World Organization, Julia Morley, has promised that none of the contestants will wear a bikini. The pageant began in the 1950s, and the first winner was crowned in a two-piece bathing suit. "We only want to try to find the best way of working together," Morley told a news conference Saturday in Bali. Most Muslims in Indonesia, a secular country of 240 million people, are moderate, but a small extremist fringe has become more vocal in recent years. Lady Gaga was forced to cancel her sold-out concert in Indonesia in May following threats by Islamic hard-liners who called her a "devil worshipper." Jennifer Lopez toned down her sexy outfits and dance moves during a show in Jakarta last December. * * * Miss World pageant showcases RI’s cultures Desy Nurhayati, The Jakarta Post, Nusa Dua, Bali | Headlines | Mon, September 09 2013, 9:52 AM The annual Miss World beauty pageant officially started on Sunday with a grand opening ceremony to welcome the arrival of 130 contestants from around the world, in an event showcasing the splendor and magnificence of Indonesia’s cultures. Held in The Westin Resort Nusa Dua, Bali, the opening ceremony aired to more than 160 countries worldwide, combining traditional Indonesian dances and music performed by the contestants and local artists. The spectacular opening show started with performances by singers Novita Dewi, Kamasean Matthews and Daniel Christanto singing a medley of Indonesian songs, “Tanah Airku” and “Nyiur Hijau”, followed by 150 local dancers performing the famed kecak dance choreographed by Balinese artist I Ketut Rina. The 150-minute show, attended by hundreds of state officials and ambassadors and watched by an estimated two billion people around the world, continued with the parade of the beautiful contestants wearing dresses by Indonesian designers. Sixteen of the candidates were selected to perform Tari Kipas Cendana, an Indonesian dance specially created for this show by choreographer Eko Supriyanto. The dance combined the cultures of Halmahera, Sunda, Java and Bali, accompanied by an acculturation of various traditional musical instruments. “It was a first-time experience for the contestants to learn this kipas dance. They were very enthusiastic and learned quite fast. After a total seven hours of practice, they were already able to perform it well,” said John Fair, head of production and operations for Miss World 2013. With the theme “Bring Indonesia’s Beauty to the World”, the entire series of events of Miss World 2013, organized by Miss World Organization and its local partner MNC Group, ran on schedule, despite mounting protests from Islamic hard-line groups in several cities across Indonesia. The organizers have promised that all activities in the event would be in accordance with Indonesian culture. “It’s an honor for Indonesia to host Miss World 2013, where 130 nations’ ambassadors will be competing to be crowned Miss World 2013. This is a time for Indonesia to show its natural and cultural beauty to the world,” said Liliana Tanoesoedibjo, chairwoman of the Miss Indonesia Organization. “This event aims to spread the message to international society that Indonesia is a safe, peaceful, beautiful place with over 17,000 islands, united by a bountiful sea, with its plural society comprising over 700 ethnicities and 500 local languages that honor the differences and preserve rich local genius, history and cultures.” In spite of the protests, the organizing committee said the contestants felt very welcomed in Indonesia. ”We feel very welcomed to be here. I believe that by being here, we can share and do something good together. This is a very great opportunity for Indonesia, as the first country in Southeast Asia selected to host this event,” said Julia Morley, chairwoman and chief executive of Miss World 2013. The contestants started their activities last Wednesday, one day after their arrival in Bali. They took turns making photos and videos for their profiles, with the backdrop of the island’s natural beauty. On the sidelines of the filming sessions, the contestants practiced exhibiting their talents for the upcoming talent show. Vania Larissa, Indonesia’s contestant, will sing “Seriosa” while playing the sasando, a traditional musical instrument from East Nusa Tenggara. “I have prepared a lot of things for the talent show and all the fast tracks. My mission is to bring Indonesia to the world, and I hope all the contestants will enjoy their time here,” Vania said. During the contest, the contestants will compete in six award categories: the talent competition, beach fashion, top model, sports and fitness, beauty with a purpose and the world fashion designer award. After the opening show, the event will continue with Miss World 2013 top model on Sept. 20, while the final show will be on Sept. 28. On Saturday, the government announced that the entire series of events would be held in Bali, including the final show that had previously been scheduled to take place in Sentul, West Java. MNC Group said it would hold further discussions with the government concerning the change. “We will have further talks with the government to reaffirm our commitment that this event will not violate legal, social and religious norms that we all adhere to,” said Arief Suditomo, head of media affairs for Miss World 2013. “Various technical aspects, like the venue, accommodation, transportation and all the arrangements, have been implemented according to the schedule. It’s not easy and simple to change it.” * * * Govt bows to pressure, scraps Miss World event in Sentul Desy Nurhayati, The Jakarta Post, Nusa Dua | Headlines | Sun, September 08 2013, 8:50 AM Increasing protest from hard-line groups over the 2013 Miss World beauty pageant – which is slated to be held in Bali and Sentul in West Java from Sept. 8 to 28 – has seemingly forced the government to drop Sentul as one of the event hosts. Coordinating People’s Welfare Minister Agung Laksono announced on Saturday that now all of the pageant events, from the opening ceremony to the coronation night, would be held in Bali. However, contestants, he continued, would be allowed to visit other provinces, but not as part of the program series. “We take this decision after considering the pros and cons of the event for both the public and the organizer,” Agung said. In the initial schedule, after the first week of events came to an end in Bali, all 129 contestants from around the globe would then travel to Jakarta, where they would compete in different events culminating with the final on Sept. 28 in Sentul at the Sentul International Convention Center (SICC). The contest, however, has drawn protests from Islamic hard-line groups across the country in the days leading up to the pageant. The groups protested the decision to host Miss World in the country, calling it as an “immoral event”. The absence of a bikini round in the contest has failed to appease the hard-liners. The Indonesian Ulema Council (MUI), for instance, has conveyed its disagreement with the event, saying that the pageant was not in line with Islamic teachings. Radical groups the Islam Defenders Front (FPI) and the Islamic People’s Forum (FUI) have also demanded the government cancel the event. Before the decision to pull Sentul as an event site, West Java Deputy Governor Deddy Mizwar said on Friday the contest should not be held in Sentul if it drew protests. “This is controversial, isn’t it? If this contest will create unsafe conditions, I think it would be better to avoid this [and cancel the event in Sentul],” he said, as quoted by Antara news agency. West Java is a Muslim majority province, which is reported to have the highest number of cases of violence against minority religious groups. National Police chief Gen. Timur Pradopo disagreed with the notion that the cancellation of the closing ceremony in Sentul was due to threats from hard-liners. To secure the event in Bali, he said the Police would cooperate with local police and residents to guarantee safety at all venues used for the event. Tourism and Creative Economy Deputy Minister Sapta Nirwandar also said the cancellation was not related to pressure from radical groups. “There is no way that the government is afraid of any hard-liners,” Sapta said. He said the event should be seen as a good thing for Indonesia because it would help promote the country, especially Bali, to the international world. “Just imagine all the contestants from hundreds of countries telling their families, friends and colleagues about Indonesia back home. Don’t you think that it is good thing?” he said. The sudden decision shocked the Miss World committee, as it came a few hours after the committee had held a separate press conference in Nusa Dua, Bali, where they expressed their optimism that the event would run smoothly despite mounting protests from hard-liners. “This is an unexpected decision. Can you imagine it? It’s only three weeks before the finale then suddenly there is such a change,” Arief Suditomo, head of media affairs for the 2013 Miss World, told The Jakarta Post. “This time around, we cannot release an official statement on the changes […] But one thing is for sure: Tomorrow’s event [the opening ceremony on Sunday in Bali] will be on schedule,” he added. Commenting on the protest, Julia Morley, chairwoman of the Miss World Organization, said she was convinced the organizers had no intention of offending anyone and the event would be held “with full respect to local cultures”. “They have the right to say what they want to say, but it would be very nice to talk to us first, to find out about us, because there are many beauty contests, and they might be confused,” she said. “I would like them to give us the opportunity to show what we are.” (koi) * * *

Gerak Sejarah ini ---- "REKONSILIASI DAN KEBENARAN"

Kolom IBRAHIM ISA Senin, 09 Sept. 2013 ----------------------------- Gerak Sejarah ini ---- "REKONSILIASI DAN KEBENARAN" Akan Bergulir Terus Seperti Tumbuhnya Padi Yang Satu Ketika Tiba Masa Panennya . . . .! * * * Hari ini Peneliti Generasi Muda LIPI, Amin Mudzhakir menyiarkan di FB, sebuah ulasan berjudul "Membangkitkan Kembali Semangat Rekonsiliasi". Tulisan ini dipicu oleh berlangsungnya Awal Agustus yl "Tele-Conference" antara Jakarta, Melbourne, Vancouvre dan Kopenhagen dengan acara besar: ‘Keadilan Sejarah dalam Menyikapi Tragedi 1965’. Dampak "Tele-Conference" tsb menandakan meningkatnya kesedaran dan "political will"" dikalangan masyarakaat, terutama dikalangan cerdik pandai, khususnya golongan sejarawan muda Indonesia, untuk meneruskan dan memperbesar kegiatan sekitar "Keadilan Sejarh dalam Menyingkap Tragedi 1965", menuju suatu REKONSILIASI NASIONAL DAN KEBENARAN. Penulisnya, Amin Mudzhakir a.l. menegaskan: " "Muara perdebatan dalam acara kemarin adalah kesadaran untuk membangkitkan kembali semangat rekonsiliasi yang belakangan ini dirasakan agak mandek. Pada tataran sosial dan kultural rekonsiliasi masih mungkin dilakukan. Inilah prasyarat agar rehabilitasi politik yang merupakan tanggung jawab negara mempunyai legitimasi kuat di tengah masyarakat. * * * Mari ikut bersama tulisan AMIN MUDZHAKIR, sbb: AMIN MUDZHAKIR Membangkitkan Kembali Semangat Rekonsiliasi 9 September 2013 at 04:57 Pada tanggal 30 Agustus 2013 kemarin di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Jakarta, diselenggarakan sebuah telekonferensi bertajuk ‘Keadilan Sejarah dalam Menyikapi Tragedi 1965’. Disebut telekonferensi karena acara tersebut diadakan di empat kota, yaitu Jakarta (Indonesia), Melbourne (Australia), Vancouver (Kanada), dan Kopenhagen (Denmark) secara bersamaan dengan menggunakan fasilitas teknologi informasi terkini. Dapat dikatakan ini adalah acara akademis terbesar yang pernah diselenggarakan berkait dengan peristiwa 1965. Para pakar dan aktivis yang selama ini berkecimpung dalam isu tersebut hadir memberikan pandangannya, selain para undangan dari berbagai kalangan dan generasi, termasuk tentu saja para korban Tragedi 1965 itu sendiri. Tulisan ini merangkum isu yang berkembang dalam acara tersebut disertai dengan konteks sejarahnya. Muara perdebatan dalam acara kemarin adalah kesadaran untuk membangkitkan kembali semangat rekonsiliasi yang belakangan ini dirasakan agak mandek. Pada tataran sosial dan kultural rekonsiliasi masih mungkin dilakukan. Inilah prasyarat agar rehabilitasi politik yang merupakan tanggung jawab negara mempunyai legitimasi kuat di tengah masyarakat. 1965: Titik Balik Peristiwa 1965 adalah titik balik dalam sejarah Indonesia pasca-kemerdekaan. Diawali oleh pembunuhan beberapa perwira tinggi Angkatan Darat, peristiwa tersebut meminta korban jiwa berkisar antara 300 ribu hingga 2,5 juta orang. Dengan jumlah korban yang sangat besar tersebut, tidak berlebihan jika peristiwa tersebut disebut sebagai tragedi. Masalahnya adalah hingga hari ini Tragedi 1965 masih diselubungi tabir kelam. Dalam historiografi negara yang disusun selama masa Orde Baru, narasi yang ditampilkan dibatasi pada peristiwa pembunuhan para jenderal pada tanggal 1 Oktober 1965. Partai Komunis Indonesia (PKI) dituduh sebagai pelakukan. Oleh karena itu, dalam buku-buku sejarah resmi rangkaian peristiwa tersebut disederhanakan dengan nama ‘pengkhianatan Gerakan 30 September 1965/PKI (G30S/PKI). Akan tetapi, prahara terbesar dalam sejarah republik ini justru terjadi setelah itu. Sejak Soeharto mengambil alih kekuasaan dari Soekarno beberapa saat kemudian, terjadi genosida atau pembersihan terhadap siapa saja yang dituduh terlibat PKI. Pembunuhan massal ini dilakukan secara terorganisir oleh militer dengan bantuan beberapa kelompok sipil anti-komunis. Ladang pembantaian terbesar berada di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara selama kurun akhir 1965 hingga pertengahan 1966. Mereka yang tidak dibunuh dibuang ke Pulau Buru sebagai tahanan politik (tapol) tanpa melewati proses pengadilan. Jumlahnya mencapai 15.000 orang. Pada tahun 1979 secara berangsur para tapol tersebut dibebaskan. Meski demikian, mereka tidak pernah memperoleh hak sebagai warga negara sepenuhnya. Selain itu, terdapat juga kaum eksil di luar negeri yang jumlahnya ribuan orang. Ketika peristiwa 1965 meletus, mereka sedang bertugas sebagai mahasiwa atau utusan Indonesia di organisasi-organisasi internasional. Oleh karena alasan yang sama dengan korban di dalam negeri, secara sewenang-wenang mereka dicabut paspornya. Akibatnya mereka tidak bisa pulang, sehingga hidup ‘kelayapan’ di luar negeri tanpa status kewarganegaraan (stateless). Dalam kenyataannya para korban 1965 hidup dalam stigma sebagai pengkhianat bangsa. Secara moral mereka dianggap nista. Bagian tragisnya adalah hal ini mendera juga anak keturunan mereka. Mereka menjadi warga negara kelas dua yang didiskriminasi dalam banyak perkara sedemikian rupa. 1998: Antara Harapan dan Ketidakpastian Jatuhnya pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998 membuka lembaran sejarah baru bagi para korban. Mereka berharap adanya rehabilitasi terhadap hak kewarganegaraan mereka yang terampas selama ini. Bersama dengan itu, muncul berbagai penyelidikan yang menunjukkan adanya pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius dalam kasus 1965 dan berbagai peristiwa kekerasan yang mengiringinya. Pada masa Abdurrahman Wahid, pemerintah membuat terobosan penting. Secara pribadi Wahid meminta maaf kepada para korban Tragedi 1965 dan mengajak semua kalangan, termasuk Nahdlatul Ulama (NU) untuk melakukan rekonsiliasi. Sebagai pemimpin NU, seruan Wahid tersebut berdentang nyaring. Sebagaimana diketahui, beberapa kelompok NU pada tahun 1965-1966 terlibat dalam suatu skenario penghancuran PKI secara sistematis. Pada tahun 2004 disyahkan Undang-Undang No. 27 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Akan tetapi, pada tahun 2006 undang-undang tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Belakangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat mewacanakan permohonan maaf negara terhadap korban Tragedi 1965, meski hingga hal itu belum terrealisasi sama sekali. Agenda Selanjutnya Di tengah suasana yang bergelayut antara harapan dan ketidakpastian, telekonferensi di STF Driyarkara kemarin memastikan satu hal: rekonsiliasi sosial dan kultural di tengah masayarakat masih mungkin dilakukan. Beberapa contoh dikemukakan, seperti apa yang dilakukan selama ini oleh Syarikat Indonesia. Organisasi masyarakat sipil yang berasal dari kalangan NU ini aktif mengadakan berbagai forum untuk mempertemukan warga baik yang berada pada posisi korban maupun pelaku. Diharapkan dengan itu tercipta komunikasi yang selama puluhan tahun terputus oleh prasangka yang diwariskan secara turun temurun. Satu contoh lagi dikemukakan dari Bali. Gugatan ahli waris I Gede Puger disyahkan oleh putusan Mahkamah Agung No. 1050/K/Pdt/2007 tentang perampasan tanah dan bangunan. Kodam IX yang sekarang menguasai aset tersebut diminta untuk mengembalikannya kepada ahli waris I Gede Puger. Selain itu, keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai Pasal 60 huruf g dalam UU. 12/2003 tentang pemilihan umum yang merestorasi hak sipil dan politik eks tapol untuk memilih dan dipilih patut diapresiasi. Berbekal contoh-contoh tersebut, rekonsiliasi pada tataran sosial dan kultural masih mungkin dilakukan, meski terlihat sporadis dan kasusistik. Akan tetapi, hanya dengan jalan inilah rehabilitasi politik yang lebih besar pada tataran negara akan memperoleh legitimasinya. Di atas semuanya, dibutuhkan kesabaran karena mematahkan pewarisan ingatan tentang Tragedi 1965 yang telah dibangun kokoh selama ini bukanlah pekerjaan mudah. FB. 09 SEPT 2013 (Dimuat di Harian Nasional, 4 September 2013)

PRESIDEN SUHARTO, KEPENDUDUKAN, PEMBANTAIANN MASAL 1965, DAN PABRIK KONDOM

IBRAHIM ISA Senin, 09 Sept 2013 ----------------------------- DIALOG INTERAKTIF SEKITAR PRESIDEN SUHARTO KEPENDUDUKAN, PEMBANTAIANN MASAL 1965, DAN PABRIK KONDOM * * * Berikut ini adalah DIALOG INTERAKTIF DI FB HARI INI: * * * Hoesein Rushdy Perlu diakui bahwa Presiden Indonesia yang sangat peduli pada masalah kependudukan adalah Soeharto. Program KB sukses sampai-sampai Soeharto mendapat penghargaan dari Badan Dunia Kependudukan. Foto di "FB" : Soeharto dan pabrik kondom. Belakangan program kondomisasi juga berguna bagi pemberantasan HIV AIDS. * * * IBRAHIM ISA Pak Rushdy y.b. ------ Memang, Presiden SUHARTO SANGAT PEDULI DENGAN KEPENDUDUKAN Indonesia. . . . Untuk mengurangi jumlah penduduk, tentara di bawah komando Jendral Suharto, dengan dukungan sementara parpol dan ormas, membantai 3 juta penduduk tak bersalah, tanpa proses pengadilan apapun . . . Rupanya Presiden Suharto menganggap. . . . penduduk Indonesia masih KEBANYAKAN . . . meskipun sudah dilakukan pembantaian masal 1965/66 . . . Sehingga mengunjungi pabrik kondom . . (lihat foto) . . . .

Dialog Interaktif Akhir Pekan . . . . di FB:

Kolom IBRAHIM ISA Sabtu, 07 September 2013 ----------------------------------- Dialog Interaktif Akhir Pekan . . . . di FB: MEMPERKOKOH WACANA KESADARAN BERBANGSA DAN PATRIOTISME POSITIF * * * Di bawah ini kutayangkan ulang … DIALOG INTER-AKTIF DI “FB”, yang berlangsung pada akhir pekan ini, sekitar Gedung Proklamasi di Jl, Pengangsaan Timur 56, Jakarta. Sejarawan dr Hoesein Rusdhy adalah orangnya yang mencetuskan IDE BRILYAN di FB, agar GEDUNG PROKLAMASI, Pegangsaan Timur 56, Jakarta, yang sudah digusur dan di tempat itu dibangun bangunan lain . . . SUPAYA DIBANGUN KEMBALI SESUAI ASLINYA. * * * Berikut ini ikuti kembali dialog yang pernah terjadi tahun 2009 sekitar Gedung Prokalamasi, Jl Pegangsaan Timur 56, Jakarta, Disiarkan di Situs BIAR SEJARAH YANG BICARA . . .a.l sbb: Pegangsaan Timur 56 Pegangsaan Timur 56 Jakarta Pada 17 Agustus 1945 dibacakan Proklamasi di Pegangsaan Timur yang sekarang berdiri di sana Gedung Pola. Maka di muka Gedung Pola itu ada tugu, tugu itu ditaruh persis di tempat yang dulu saya injak membacakan Proklamasi itu. Jadi kalau Saudara-Saudara ingin mengetahui tempat yang saya membacakan Proklamasi 17 Agustus 1945, tugu Pegangsaan Timur 56 itulah tempatnya. Di atas tugu itu diadakan gambarnya petir, gambar bledek, oleh karena di tempat itu dulu dibacakan naskah proklamasi. Dan naskah proklamasi itu memang boleh dikatakan petir, geledek, yang didengarkan oleh 5 benua dan 7 samudera!” (Soekarno) Kemarin tanggal 7 Juni 2009 saya mendapat milis dari “komunitas historia” (tempat belajar saya dari para peminat sejarah), kiriman Bapak Hoesein tentang ihwal Pegangsaan Timur No.56. Bapak Hoesein menyatakan dalam emailnya : Pada jam 11.30 waktu Nippon, bertempat di rumahnya di Pegangsaan Timur no.56 Jakarta, Bung Karno mem Proklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Amat Sederhana dan merakyat. Tapi pada tahun 1962, Bung Karno sendiri yang membongkar rumah tersebut. Inilah salah satu misteri perjalanan sejarah berbangsa dan bernegara di Indonesia, akibatnya setiap anak bangsa kalau ke monumen Proklamasi tahunya “Gedung Pola” itulah tempat berlangsungnya peristiwa besar lahirnya bangsa Indonesia tersebut. Saya sudah memperjuangkan hal ini sejak tahun 1995 (50 tahun Indonesia Merdeka). Ada maket, sejumlah besar gambar foto, termasuk cetak biru rumah asli dan foto penggalian arkheologi pada tahun 2001. Sesungguhnya fondasi Rumah Proklamsi masih utuh. Cuma rupanya tanggagapan petinggi negara memble aje. Email lainnya saya terima juga dari Mas Kopdang tentang dukungan Pak Ibrahim Isa kepada Pak Hoesein untuk “membangun kembali gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56″ : IBRAHIM ISA ———— ——— — 07 JUNI 2009 Bung Hoesein y.b., Saya mendukung saran Anda untuk membangun kembali Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, a.d. maket dan bahan informatif lainnya. Mari bikin petisi. Ajak para sejarawan, pedjuang kemerdekaan senior dan junior. Agar sense of history bangsa ini meningkat. Tapi, apa benar Bung Karno sendiri yang menyuruh bongkar gedung Pegangsaan Timur 56 itu? Coba periksa lebih teliti. Salam hangat, I. Isa Ada Apa Dengan Pegangsaan Timur 56 ? foto_2_proklamasi_indonesiaBila kita mendengar kata Pegangsaan Timur 56 bisa jadi orang akan langsung teringat kepada Bung Karno. Karena di halaman rumah sang proklamator di Jalan Pegangsaan Timur 56 itulah Bung Karno mendeklarasikan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Jalan Pegangsaan Timur telah berganti nama menjadi Jalan Proklamasi. Kediaman Bung Karno yang dijadikan tempat pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan pun sudah tidak ada lagi dan digantikan dengan kehadiran tugu Proklamasi yang dahulu pernah dibongkar atas perintah Bung Karno, dan di situ kemudian didirikan Gedung Pola Pembangunan Semesta. Belakangan gedung itu digunakan sebagai kantor BP-7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Sebenarnya, Pegangsaan 56 adalah kediaman pribadi Bung Karno. Di tempat tersebut proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Ir Soekarno dan Drs Moh Hatta pada Jumat Legi tanggal 17 Agustus 1945, pas bulan ramadhan ketika Bung Karno sedang menderita sakit malaria. Di rumah itu pula bendera Merah Putih (kini bendera pusaka) dijahit oleh Ibu Fatmawati. Bila Anda melewati Jalan Pegangsaan 56 Jakarta Pusat, jangan harap masih bisa melihat bangunan asli peninggalan sejarah tersebut. Sebab rumah mantan Presiden RI pertama itu kini sudah hilang tanpa bekas. Sebagai gantinya, berdiri Monumen Proklamasi dengan Monumen Petir setinggi 17 meter di tempat Bung Karno membacakan teks Proklamasi 64 tahun lalu. Terdapat pula patung dua tokoh Proklamasi Bung Karno dan Bung Hatta yang dibangun pada tahun 1980 an. Sementara lapangan seluas 4 hektar yang mengelilingnya kini berfungsi sebagai taman publik untuk beristirahat atau berolahraga. Yang disesalkan, bangunan bekas rumah Bung Karno sudah dirobohkan, padahal rumah tersebut merupakan salah satu peninggalan sejarah yang langsung terkait dengan perjuangan revolusi bangsa ini. Tadi itu dialog tahun 2009, --- 4 tahun yang lalu, yang bisa diakses di SITUS BIAR SEJARAH YANG BICARA!: * * * Ini dialog 2013. Hoesein Rusdhy: “Kemarin dulu kami ngomong-ngomong di rstoran Hapy Day soal situs bersejarah Gedung Proklamasi Jakarta. Tempat ini yang dahulu terletak di jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta adalah lahan keramat tempat berlangsungnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Hampir sebagian bangsa Indonesia sudah melupakannya. “Alangkah baiknya kalau pada tempat ini bisa dikembalikan wujudnya seperti dahulu agar auranya tidak hilang sama sekali bahkan bisa berkembang menyemarakai pembangunan bangsa Indonesia dimasa depan. “Tapi sudahlah mungkin bangsa Indonesia sudah berubah sekarang. Yang tinggal cuman bekasnya .....barangkali ? Foto: atas gedung Proklamasi tahun 1946 dan bawah monumen Proklamasi saat kini. Anak-anak sekolah yang berkunjung (itupun jarang sekali) sering terkecoh menganggap gedung pola adalah Rumah Proklamasi tempat Bung Karno membacakan naskah Proklamasi 68 tahun yang lalu. “Sementara bangsa Indonesia lebih bangga menyelenggarakan peringatan kemerdekaan setiap tahun di istana Merdeka (ampasnya kolonial dahulu)....kasihan bangsa ini ? Lupa kacang pada kulitnya ? Tiang petir tempat persis dimana Bung Karno membacakan Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 pagi hari jam 10.00, telah berubah fungsi menjadi tiang bendera ?Banyak keramik yang sudah terkelupas, sementara patung Proklamator di cat hitam ? * * * Bramantyo Prijosusilo: Menyedihkan Pak Prof. * * * Hoesein Rusdhy: Inilah booklet yang pernah dibuat pada tahun 2005 untuk menggalakkan rencana pembangunan kembali Rumah Proklamasi, Rumah Kemerdekaan kami. Tapi bagaikan beduk yang dipukul bertalu-talu tapi diantara kelompok masyarakat tuli. Apa juga tidak pernah diperhatikan * * * Ibrahim Isa: Saran brilyan Pak Rusdhy ini: "Alangkah baiknya kalau pada tempat ini bisa dikembalikan wujudnya seperti dahulu agar auranya tidak hilang sama sekali bahkan bisa berkembang menyemarakai pembangunan bangsa Indonesia dimasa depan. . . . Sepenuhnya tepat!. . . . SEMUA HARUS SETUJU . . .! * * *

MEMBINA WACANA KESADARAN BERBANGSA DAN PATRIOTISME SEHAT

Kolom IBRAHIM ISA Sabtu, 07 September 2-13 ----------------------------------- Dialog Interaktif Akhir Pekan di FB: MEMBINA WACANA KESADARAN BERBANGSA DAN PATRIOTISME SEHAT * * * Di bawah ini kutayangkan ulang DIALOG INTERAKTIF DI FB, yang berlangsung pada akhir pekan ini, sekitar Gedung Proklamamasi Jl, Pengangsaan Timur 56, Jakarta. Sejarawan dr Hoesein Rusdhy adalah orangnya yang mencetuskan IDE BRILYAN mengenai GEDUNG PROKLAMASI. * * * brahim Isa Saran brilyan Pak Rusdhy ini: "Alangkah baiknya kalau pada tempat ini bisa dikembalikan wujudnya seperti dahulu agar auranya tidak hilang sama sekali bahkan bisa berkembang menyemarakai pembangunan bangsa Indonesia dimasa depan. . . . sSepenuhnya tepat . . . . SEMUA HARUS SETUJU . . .ISA. Hoesein Rushdy 9 hours ago Kemarin dulu kami ngomong-ngomong di rstoran Hapy Day soal situs bersejarah Gedung Proklamasi Jakarta. Tempat ini yang dahulu terletak di jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta adalah lahan keramat tempat berlangsungnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Hampir sebagian bangsa Indonesia sudah melupakannya. Alangkah baiknya kalau pada tempat ini bisa dikembalikan wujudnya seperti dahulu agar auranya tidak hilang sama sekali bahkan bisa berkembang menyemarakai pembangunan bangsa Indonesia dimasa depan. Tapi sudahlah mungkin bangsa Indonesia sudah berubah sekarang. Yang tinggal cuman bekasnya .....barangkali ? Foto: atas gedung Proklamasi tahun 1946 dan bawah monumen Proklamasi saat kini. Anak-anak sekolah yang berkunjung (itupun jarang sekali) sering terkecoh menganggap gedung pola adalah Rumah Proklamasi tempat Bung Karno membacakan naskah Proklamasi 68 tahun yang lalu. Sementara bangsa Indonesia lebih bangga menyelenggarakan peringatan kemerdekaan setiap tahun di istana Merdeka (ampasnya kolonial dahulu)....kasihan bangsa ini ? Lupa kacang pada kulitnya ? Hoesein Rushdy Tiang petir tempat persis dimana Bung Karno membacakan Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 pagi hari jam 10.00, telah berubah fungsi menjadi tiang bendera ? 9 hours ago · Like · 1 Hoesein Rushdy Banyak keramik yang sudah terkelupas, sementara patung Proklamator di cat hitam ? 9 hours ago · Like · 1 Bramantyo Prijosusilo menyedihkan Pak Prof.

Saturday, September 7, 2013

SEJARAWAN HOESEIN RUSDHY TENTANG Orang Pertama PKI – – – D.N. AIDIT

Kolom IBRAHIM ISA Jum'at, 06 September 2013 ------------------------- SEJARAWAN HOESEIN RUSDHY TENTANG Orang Pertama PKI – – – D.N. AIDIT * * Suatu gejala positif dan patut disambut adalah tulisan sejarawan dr Hoesein Rushdy, yang mengisi dan melengkapi catatan sejarah bangsa, menyangkut seorang tokoh pimpinan PKI, DN Aidit. Dalam waktu panjang di negeri kita, – – – meski rezim otoriter Orde Baru sudah berakhir -- masih terdapat suasana “tabu” di kalangan sementara kaum intelektuil Indonesia sehingga tidak berani dan tidak mampu menulis sejarah yang obyektif mengenai tokoh-tokoh pimpinan PKI, dan tokon-tokoh politik aliran Kiri lainnya. Situasi ini a.l disebabkan oleh kekhawatiran dituduh “bersimpati” dengan PKI, atau bahkan dituduh orang PKI. Nyatanya sebelum berkuasa Orde Baru, -- PKI adalah sebuah partai legal, yang termasuk gigih mempertahankan dasar falsafah negara Pancasila Ini dapat disaksikan dalam dokumen negara mengenai diskusi sengit mengenai dasar negara RI, yang terjadi antara pelbagai parpol di Dewan Konstituante periode Presiden Sukarno. Bila dibaca Konstitusi PKI, jelas pula tercantum bahwa PKI menerima Pancasila sebagai dasar falsafah negara Republik Indonesia. Tokoh-tokoh pimpinannya menjabat kedudukan tinggi pemerintahan dan negara. DN Aidit, misalnya, sebagai salah seorang wakil ketua MPRS adalah Menko; MH Lukman, wakil ketua I PKI, adalah Wakil Ketua DPR-GR, dan Nyoto, wakil ketua II PKI adalah Menteri Negara. Ketika Jendral Suharto dengan menyalahgunakan “Supersemar” membubarkan PKI, dengan tuduhan parpol PKI terlibat dalam G30S, --- adalah Presiden Sukarno, yang ketika itu masih menjabat sebagai Presiden RI, yang menentang dibubarkannya PKI. Beliau menjelaskan didalam pidato-pidatonya, yang dibungkam oleh Suharto, bahwa PKI adalah sebuah partai politik Indonesia sejak berdirinya yang punya peranan penting dalam perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia. Sejarah juga mencatat bahwa PKI adalah parpol yang termasuk berada di depan, membela keutuhan wilayah dan kedaulatan Republik Indonesia, dari Sabang sampai Merauké, dan dalam menentang separatisme PRRI/Permesta. Fakta-fakta sejarah tsb diatas, hampir tidak ada lagi yang berani atau mau menganggapnya sebagai fakta sejarah. * * * Hari Kemis kemarin, 04 September, 2013, kita baca tulisan sejarawan Hoesein Rushdy mengenai DN AIDIT di Facebook. Tulisan tsb mendapat tanggapan dari sementara pembaca. * * * Masih sangat sedikit penulisan atau catatan sejarah mengenai tokoh-tokoh gerakan Kiri/Komunis Indonesia, yang telah memberikan segala-galanya demi kemedekaan tanah air dan bangsa. Seperti halnya mantan ketua dan pendiri PKI, Alimin, yang jenazahnya terbaring di Taman Pahlawan Kalibata dan dianugrahi gelar Pahlawan Nasional, boleh dibilang masih sedikit sekali penulisan. Juga halnya tentang tokoh-tokoh Kiri lainnya seperti Mr Amir Syariufddin,Wikana, Supeno, Sunito (mantan Dutabesar RI untuk Eropah), Jusuf Muda Dalam, dll tokoh pejuang Kiri lainnya, umumnya tidak dikenal oleh generasi muda. Tulisan Hoesein Rushdy mengeni DN Aidit, mantan Ketua CC PKI, adalah inisiatif dan permulaan yang merupakan terobosan dari seorang sejarawan. Berikut ini tulisan sejarawan Hoesein Rushdy tentang DN AIDIT. * * * Hoesein Rushdy DIPA NUSANTARA AIDIT - D.N. AIDIT Yang lebih dikenal dengan D.N. Aidit (lahir di Tanjung Pandan, Belitung, 30 Juli 1923 – meninggal di Boyolali, Jawa Tengah, 22 November 1965 pada yumur 42 tahun) adalah Ketua Komite Sentral Partai Komunis Indonesia (CC-PKI). Ia dilahirkan dengan nama Achmad Aidit di Belitung, dan dipanggil "Amat" oleh orang-orang yang akrab dengannya. Di masa kecilnya, Aidit mendapatkan pendidikan Belanda. Ayahnya, Abdullah Aidit, ikut serta memimpin gerakan pemuda di Belitung dalam melawan kekuasaan kolonial Belanda, dan setelah merdeka sempat menjadi anggota DPR (Sementara) mewakili rakyat Belitung. Abdullah Aidit juga pernah mendirikan sebuah perkumpulan keagamaan, "Nurul Islam", yang berorientasi kepada Muhammadiyah. Menjelang dewasa, Achmad Aidit mengganti namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. Ia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang menyetujuinya begitu saja. Dari Belitung, kawan Aidit berangkat ke Jakarta, dan pada 1940, ia mendirikan perpustakaan "Antara" di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Kemudian ia masuk ke Sekolah Dagang ("Handelsschool"). Ia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda (yang belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia). Dalam aktivitas politiknya itu pula ia mulai berkenalan dengan orang-orang yang kelak memainkan peranan penting dalam politik Indonesia, seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Prof. Mohammad Yamin. Menurut sejumlah temannya, Hatta mulanya menaruh banyak harapan dan kepercayaan kepadanya, dan Achmad menjadi anak didik kesayangan Hatta. Namun belakangan mereka berseberangan jalan dari segi ideologi politiknya. Meskipun ia seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit menunjukkan dukungan terhadap paham Marhaenisme Sukarno dan membiarkan partainya berkembang. Ia berhasil menjadi Sekjen PKI, dan belakangan Ketua. Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan RRC. Ia mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan lain-lain. Dalam kampanye Pemilu 1955, Aidit dan PKI berhasil memperoleh banyak pengikut dan dukungan karena program-program mereka untuk rakyat kecil di Indonesia. Dalam dasawarsa berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif di antara partai-partai politik Islam dan militer. Berakhirnya sistem parlementer pada tahun 1957 semakin meningkatkan peranan PKI, karena kekuatan ekstra-parlementer mereka. Ditambah lagi karena koneksi Aidit dan pemimpin PKI lainnya yang dekat dengan Presiden Sukarno, maka PKI menjadi organisasi massa yang sangat penting di Indonesia. . . . . . .. Demikian Hoesein Rusdhy. * * * Sampai di sini terhenti catatan sejarah Hoesein Rushdy mengenai DN AIDIT. Rasanya masih sangat tidak lengkap. Tidak disebut bahwa DN Aidit menemui ajalnya oleh peluru sebuah pasukan TNI yang berhasil menangkap dan mengeksekusinya, atas petunjuk Jendral Suharto. tanpa proses pengadilan apapun Pembaca banyak yang tahu bahwa Mingguan TEMPO pernah menerbitkan edisi khusus tentang D.N AIDIT. Juga pernah tentang NYOTO, Wakil Ketua II CC PKI. Masyrakat peduli sejarah Indonesia pasti menyambut sejarawan-sejarawan KITA mulai menulis tentang tokoh-tokoh pimpinan Partai Komunis Indonesia. Seorang sejarawan dan Indonesianis Belanda, Harry Poeze pernah menulis KARYA BESAR tentang TAN MALAKA. Dalam bahasa Belanda. Edisi Indonesianya sudah mulai terbit berangsur, di Jakarta. Harry Poeze, boleh dikatakan, adalah satu-satunya sejarawan Indonesianis yang telah mengadakan penelitian (kurang lebih 10 tahun) mengenai TAN MALAKA. Kemudian menulis hasil penelitiannya dalam 3 jilid buku, 1000 halaman lebih. * * * Pakar Indonesianis lainnya, sejarawan berbangsa Australia, Anton E. Lucas telah melakukan penelitian dan menulis mengenai peristiwa penting dalam sejarah revolusi kemerdekaan kita, yaitu “PERISTIWA TIGA DAERAH”. Apakah peristiwa tsb suatu pembeontakan ataukah suatu revolusi sosial sesuai dengan semangat dan cita-cita Kemerdekaan dan Emansipasi Bangsa. masalah tsb masih belum memperoleh perhatian dan penganalisaan seksama. Sejarawan Indonesia sendiri sebegitu jauh belum mengadakan penelitian dan penulisan sejarah mengenai “Peristiwa Tiga Daerah”, yang sesugguhnya merupakan peristiwa penting dalam sejarah Indonesia. Semoga para sejarawan kita akan tergerak perhatiannya untuk mengadakan penelitian dan penulisan mengenai “ PERISTIWA TIGA DAERAH” . . yang hingga kini masih “kontroversial”, bahkan, mendapat cap sebagai suatu “pemberontakan” melawan Republik Indonesia yang sedang berjuang melawan Belanda. Harian “Merdeka” ketika itu, begitu jauh sampai memvonis para pelaku “revolusi sosial” di Tegal, Brebes dan Pemalang itu, di antaranya pejuang-pejuang kemerdekaan SARDJIJO dan WIDARTA sebagai “antek-antek Nica.” Sedangkan - Anton E. Lucas dalam bukunya “Peristiwa Tiga Daerah”, -- menulis bahwa Peristiwa tiga daerah adalah suatu peristiwa dalam sejarah revolusi Indonesia yang terjadi antara oktober sampai desember 1945 di Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, di keresidenan Pekalongan Jawa tengah, dimana seluruh elite birokrat, pangreh praja (residen, bupati, wedana dan camat), dan sebagian besar kepala desa “didaulat” dan diganti oleh aparat pemerintahan baru, yang terdiri dari aliran-aliran islam, sosialis dan komunis (hal7). * * * Generasi muda kita amat sangat memerlukan penulisan sejarah yang obyektif yang menghormati fakta-fakta sejarah, khususnya yang ditulis oleh sejarawan dan peneliti bangsa sendiri mengenai tokoh-tokoh pimpinan parpol, terutama parpol Kiri, teristimewa PKI. Karena literatur megenai hal itu teralu sedikit. Lagipula literatur seperti itu di zaman Orba telah banyak yang dimusnahkan. Kemudian sejarawan Orba menulis "catatan sejarah" yang sepenuhnya DIPELINTIR, DIPALSUKAN!. * * * Kita nantikan sejarawan-sejarawan generasi muda seperti Asvi Warman Adam, Baskara T. Wijaya, Wilson Obrigados, Hilmar Farid, Bonnie Triyana dan banyak lainnya . . . menulis dan menulis lagi dalam rangka pelurusan sejarah. SESUATU YANG AMAT DIPERLUKAN GENERASI MUDA DAN BANGSA INI KESELURUHANNYA. Penulisan sejarah seobyektif-mungkin, berusaha ambil bagian dalam kegiatan PELURUSAN SEJARAH, adalah hal yang sudah dan sedang dilakukan oleh para sejarawan muda kita tsb sejak dimulainya proses Reformasi dan Demokratisasi. Khususnya sejak berakhirnya rezim otoriter Orde Baru, ---- dengan gairah - --- dan mendapat sambutan hangat pembaca pencinta sejarah dan peduli bangsa! * * *