Saturday, September 28, 2013
JANGAN LUPAKAN “BIAK BERDARAH” ! YANG TERJADI 15 TAHUN YANG LALU . . . .
Kolom IBRAHIM ISA
Senin, 23 September 2013
------------------------
JANGAN LUPAKAN “BIAK BERDARAH” ! YANG TERJADI 15 TAHUN YANG LALU . . . .
* * *
Yang hendak diangkat di sini adalah mengenai suatu peristiwa serius dan krusial yang terjadi di ujung Timur negeri kita: BIAK, Papua. Kemudian dikenal sebagai peristiwa “Biak Berdarah”. Peristiwa tsb terjadi 15 tahun yang lalu (6 Juli 1998). Suatu hutang darah yang harus diurus dan “dilunasi” oleh penguasa Indonesia.
Peristiwa itu baru kudengar lebih mendetail kemarin dalam kesempatan suatu pertemuan dengan antara lain Nursyahbani Katjasungkana (Asosiasi LBH-APIK INDONESIA), Sri Lestari Wahyuningroem (mahasiswa Ph.D dari ANU), dan Indria Fernida (Kontras).
Dalam pertemuan itulah agak rinci kudengar dari Sri Lestari Wahyuningroem tentang telah berlangsungnya “Citizen's Tribunal Biak Berdarah”, dalam bulan Juli yang lalu di Sydney, Australia, dimana ia ambil bagian aktif.
( http://www.biaktribunal.org/category/tribunalvideos/ )
* * *
Seperti dituturkan oleh penulis Benny Marwel (Dok. Tapol), dan Timoteus Marten mengenai kejadian tsb ditulis a.l:
Lima belas tahun yang lalu, pada tanggal 6 Juli 1998, sebuah kesatuan pasukan keamanan Indonesia mengepung pengunjuk rasa yang tidak bersenjata di Papua Barat saat fajar menyingsing dan mulai menembak ke kerumunan massa. Sekian banyak orang tewas. Banyak orang yang selamat dari serangan ini dimuat ke kapal, dibawa ke laut terbuka dan ditenggelamkan ke laut.
Pemerintah Indonesia diminta tidak mengabaikan tragedi 6 Juli 1998 di Biak Numfor atau Biak Berdarah, -- yang masih belum mendapatkan respons dari pemerintah.
* * *
Agak rinci sebuah artikel yang ditulis oleh Timoteus Marten (05 Juli 2013) menuturkan , a.l, sbb :
Dua bulan setelah jatuhnya Presiden Suharto dan B.J. Habibie menggantikan Suharto,sebagai Presiden RI yang ketiga, pada tanggal 6 Juli 1998, sejumlah warga Papua menggelar doa bersama disertai pengibaran bendera Bintang Kejora di Biak, Papua. Aksi-aksi tsb berlangsung juga di Jayapura, Wamena, Nabire, Serui, Sorong, Fakfak dan Merauke.
Menurut berita, tuntutan utama para pengunjuk rasa adalah agar nasib mereka diperhatikan oleh Pusat, yang selama puluhan tahun hanya menaruh perhatian mengeduk kekayaan alam Papua (Perusahaan Pertambangan Freeport), tanpa menggubris kepentingan rakyat Papua.Unjuk rasa tsb bukan terutama ditujukan untuk menuntut Papua merdeka.
Namun, negara merespons pengibaran bendera itu dengan mengirim aparat gabungan dari TNI dan Polri Kopasus, Brimob Polda Irian Jaya dan Dalmas Polres Biak. Mereka lantas mengepung dan membubarkan aksi tersebut dengan kekerasan dan penggunaan senjata api. Alhasil, 8 orang tewas di tempat, 37 orang luka-luka, 150 orang ditahan dan disiksa.
Kontras, BUK dan Napas telah merilis laporan Lembaga Studi dan Advokasi HAM (Els-HAM) Irian Jaya dan Lembaga Gereja (Katholik, GKI di Irian Jaya dan GKII), dimana a.l dinyatakan bahwa, seminggu setelah insiden itu ditemukan 32 mayat misterius yang terapung di dekat pelabuhan dan 3 orang warga dinyatakan hilang. Laporan temuan korban ini sudah diserahkan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Ketua Komisi A – DPR, Papua Ruben Magay menilai pemerintah belum siap diprotes. Mereka (penerintah) malah diam saja. “Semua perisiwa yang terjadi di Papua, pemerintah tidak merespons. Mereka tidak memberi rasa keadilan kepada manusia,” kata Ruben Magay.
* * *
“CITIZEN'S TRIBUNAL BIAK BERDARAH”
Sabtu (06/ Juli, 2013), Dr. Eben Kirksey, salah seorang saksi dalam tragedi Biak Berdarah, telah menyampaikan Proyek Papua Barat di Pusat Studi Perdamaian dan Konflik. Universitas Sydney, menjadi tuan rumah panel cendekiawan, hakim dan pengacara untuk mendengar bukti langsung dari korban yang selamat dari kekejaman ini.
Proyek ini disebut sebagai Peradilan Biak. Peradilan Biak menggunakan sistem pemeriksaan pendahuluan Coronial yang merupakan penyelidikan formal terhadap kematian.
* * *
Sejumlah LSM dan organisasi masyarakat , mendesak dibentuknya KPP HAM untuk mengungkapkan fakta kejahatan HAM di sana. Membentuk pengadilan HAM. Dan memenuhi hak-hak korban tanpa menunggu keputusan pengadilan HAM tersebut. Mereka itu a.l terdiri dari Kontras Jakarta, BUK (Bersatu untuk Kebenaran) dan National Papua Solidarity (Napas). (Siaran pers yang diterima tabloidjubi.com dari Jakarta.
* * *
Menurut Dr. Eben Kirksey, penyelenggara utama Pengadilan BIAK, : Lebih dari sepuluh orang yang selamat dari pembantaian Biak akan menyajikan kesaksian mereka dan akan diwawancarai dalam peradilan Biak ini. Kirksey. Proses Peradilan Biak ini bisa diikuti secara live melalui situs http://www.biak-tribunal.org// * * *
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment