Monday, September 16, 2013

- “REKONSILIASI” CARA BELANDA – MINTA MAAF DAN MEMBERI KOMPENSASI . . .

IBRAHIM ISA Jum'at, 13 September 2013 -------------------------- “REKONSILIASI” CARA BELANDA – MINTA MAAF DAN MEMBERI KOMPENSASI . . . . BISAKAH PEMERINTAH INDONESIA BERTELADAN PADA . . . . BELANDA?? * * * Menjelang kunjungan PM Belanda Rutte, ke Indonesia dalam bulan November yad Dutabesar Kerajaan Belanda Untuk Indonesia Tjeerd de Zwaan, pada tanggal 12 September y.l dimuka beberapa janda korban-eksekusi tentara Belanda (yang ketika itu sedang melakukan “aksi pembersihan” terhadap rakyat Sulawesi Selatan (1946-47) dan keluarga mereka serta undangan lainnya, telah dengan resmi MINTA MAAF dan menyatakan akan memberikan 'kompensesi” kepada setiap janda sebanyak Euro 20.000. Dua tahun y.l Pemerintah Belanda menyatakan kesediaannya untuk bertindak serupa setelah Hakim ketua D.A. Schreuder dari Pengadilan Den Haag mengambil keputusan bahwa Belanda bersalah karena dianggap membunuh warga sendiri. Pengadilan mendasari putusannya atas pertimbangan bahwa hukum Belanda dianggap berlaku di Hindia Belanda sampai tahun 1949. * * * Yang terlebih penting arti keputusan tsb ialah bahwa Hakim menolak pleidoi advokat negara Belanda G.J.H. Houtzagers, yang menyebut kejahatan tersebut sudah kadaluwarsa. Hakim memakai asas lex spesialis. Artinya pengadilan Den Haag melihat kasus pembantaian Rawagede sebagai kasus khusus, sehingga preseden kadaluwarsa tidak berlaku. Keputusan Hakim Den Haag, persetujuan pemerintah Belanda atas keputusan itu, kemudian permintaan maaf kali ini, merupakan suatu proses dan hasil perjuangan lama yang dilakukan oleh para korban, berbagai organisasi dan panitia masyarakat di Indonesia maupun di Belanda, dengan bantuan tekun dan sungguh-sungguh advokat Liesbeth Zegveld dari negeri Belanda, serta simpati kalangan masyarakat Belanda yang berpandangan maju. * * * Maksud pemerintah Belanda, dengan sikapnya itu, a.l adalah untuk melapangkan jalan bagi suksesnya misi PM Rutte dari Belanda kali ini ke Indonesia. Seperti diberitakan, bersama rombongan misinya itu, PM Rutte mengikut sertakan kalangan luas budaya dan usahawan Belanda. Di segi lainnya, permintaan maaf pemerintah Belanda tsb kiranya adalah SUATU MENIFESTASI HASRAT MENUTUP BUKU terhadap MASA KOLONIALISME BELANDA di periode tsb. Maka pemerintah Belanda menyatakan MINTA MAAF dan membayar hutang dan dosa sejarahnya dengan pemberian kompensasi ala kadarnya. Ala kadarnya. -- karena korban yang diderita rakyat Indonesia dalam periode kolonial yang panjang, sesungguhnya tidak bisa dihitung dalam nilai uang. Namun, niat baik pemerintah Belanda bisa kita anggap sebagai suatu hasrat REKONSILIASI atas dasar KEBENARAN dan Keadilan. Menjelaskan apa sifat pelanggaran itu, menuding pelakunya dan membenarkan tuntutan adil para korban. Baru atas dasar itulah bisa terjadi REKONSILIASI sesungguhnya antara Indonesia dan Belanda. * * * Menoleh ke dalam intern-bangsa kita sendiri: Bisakah Indonesia, dalam hal ini Pemerintah Presiden SBY menarik pelajaran dari sikap Belanda terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan oleh fihak militernya atas nama negara Belanda, yaitu melakukan eksekusi ekstra judisial terhadap warga Indonesia . Dalam kasus ini pemerintah Belanda mengakui pelanggaran kemanusiaa tsb, . . . . minta maaf kepada korban selanjutnya memberikan konpensasi? Negara Indonesia, dalam hal ini Orde Baru, dan aparat militer negara, kesatuan militer di bawah Jendral Suharto, telah melakukan pelanggaran HAM berat, dengan pembantaian masal terhadap warga yang tidak bersalah dalam periode 1965, '66, '67. Uud Komisi Rekonsiliasi dan Kebenaran sudah dibatalkan oleh MK dengan alasan yang sama sekali tidak masuk diakal sehat, yang dicari-cari, namun, sikap pemerintah SBY sampai detik ini seperti BISU DAN TULI SAJA. Tidak berbuat apa-apa! * * * Situasi seperti ini mendorong para aktivis dan penggiat Reformasi, Demokrasi dan HAM Indonesia, dan setiap warga Indonesia yang peduli nasib para korban dan bercita-cita tegaknya HUKUM di Indonesia, untuk lebih mempergiat lagi usaha dan perjuangannya demi terrealisasinya kebenaran dan keadilan bagi para korban Peristiwa Tragedi 1965. * * *

No comments: