Saturday, December 24, 2011

“HARI NATAL” TERKENANG PABLO NERUDA

Kolom IBRAHIM ISA

Sabtu, 24 Desember 2011.

---------------------------------



MENYONGSONG “HARI NATAL”

TERKENANG PABLO NERUDA

Soalnya begini: Pagi ini kubuka Facebook. Di situ ada yang menulis bahwa Pablo Neruda pernah tinggal di Indonesia. Sesuatu yang perlu dicek lagi. Tapi, disebutnya tokoh PABLO NERUDA, mengingatkan aku pada film pemenang Hadiah Oscar, “EL POSTINO”. Di film itu diangkat tokoh PABLO NERUDA.



Pada hari menjelang NATAL ini kukira pembaca tertarik membaca cerita tentang orang-orang Komunis di sebuah pulau tempat pengasingan Pablo Neruda ketika itu. Ceritanya a.l. berkisar sekitar upacara perkawinan seorang tukang-pos yang berlangsung di sebuah gereja Katolik.



Yang unik adalah, -- bahwa calon penganten laki-laki adalah seorang Komunis. Yang jadi saksi, atas permintaan calon penganten adalah Pablo Neruda. Juga Komunis. Sang pendeta Katolik mula-mula keras sekali menolak. Dengan alasan seorang Komunis seperti Pablo, - tak boleh jadi saksi perkawinan. Komunis tak ber-Tuhan, menurut sang Pendeta.



Tapi atas desakan calon penganten, akhirnya Pendeta bersedia mengawinkan seorang Komuni,- dengan saksi seorang Komunis di sebuah gereja Katolik.



Kufikir, -- ini adalah cerita paling baik untuk dibaca menjelang HARI NATAL Yanng dimuliakan Ummat Kristen, bukankah CINTA DAN DAMAI DI ATAS BUMI!



* * *



Maka kusimpulkan untuk menyiarkan (ulang) tulisanku sekitar PABLO NERUDA yang kutulis 3 tahun yang lalu. Selamat membaca dan -----

SELAMAT HARI NATAL DAN SELAMAT TAHUN BARU 2012



* * *

INGAT SIAPA PABLO NERUDA?




Di kalangan penyair, sastrawan dan budayawan, -- nasional maupun
internasional, nama PABLO NERUDA, sudah lama tidak disebut-sebut atau
ditulis lagi. Ini sampai sekitar pertengahan kedua tahun
sembilan-puluhan abad lalu. Kemudian (2008) Belanda menayangkannya di
programa TV film 'IL POSTINO'. Cerita pokok film sesungguhnya adalah
mengenai penyair raksasa, budayawan dan diplomat Pablo Neruda.

Siapa Pablo Neruda?

Dilihat dari nama kecilnya : Pablo, sepertinya dia orang Spanyol. Bukan!
Pablo Neruda bukan orang Spanyol. Pablo Neruda adalah seorang penyair
kenamaan berbangsa Chili. Pemenang Hadiah NOBEL Untuk Sastra, 1971. Ia
terkenal karena karya seninya, dihormati karena pendiriannya dan
perlawanannya terhadap apa saja yang tidak adil terhadap
kesewenang-wenangan dan pelanggaran hak manusia. Ia kemudian jadi orang
eksil, sesudah Presiden Allende dikup oleh Jendral Pinnochet. Banyak
tulisan menyatakan bahwa Pablo Neruda seorang Marxis. Bahkan, seorang
pendeta Katolik Itali tegas mengatakan bahwa Pablo Neruda adalah Komunis
yang 'tidak mengakui Tuhan'.

Tulisan ini tidak bermaksud menguraikan sebuah esay sastra, yang
mendetail menceritakan siapa Pablo Neruda dan kegiatan sastranya.
Tulisan ini sekadar mengingatkan, bahwa, seorang penyair besar, Pablo
Neruda, yang Marxis, yang Komunis, dan peraih Hadiah Nobel. Oleh seorang
sutradara yang non-Komunis difilmkan dan jadi sukses. Dapat Oscar!
Sebuah stasiun TV umum Belanda yang cenderung Katolik, menyiarkan film
tentang Pablo Neruda.

Bukankah hal itu menunjukkan bahwa di dunia ini masih cukup banyak orang
yang pandangannya tidak 'mind-set', untuk meminjam istilah mendiang
Joesoef Isak. Orang-orang yang turut mempopulerkan Pablo Neruda, adalah
orang-orang yang tidak berpendirian apriori. Mereka tidak berprasangka:
Samasekali tidak berpendapat, bahwa orang Komunis, pasti tak baiknya!
Mereka hanya melihat kenyataan dan fakta hidup sehari-hari.

Kolom Ibrahim Isa kali ini, dengan sedikit pengeditan-kembali,
mengisahkan apa yang telah ditulis di Kolom Ibrahim Isa, lebih setahun
yang lalu, tentang film Itali: 'IL POSTINO'. Yang hakikatnya adalah film
tentang penyair Marxis/Komunis Pablo Neruda.

* * *

Film Italia - 'Il Postino' Yang Inspiratif

< Bagaimana Penyair Dunia PABLO NERUDA dikisahkan>

Tadi malam pilihan kami jatuh pada acara film Itali, 'Il Postino'.
Sebuah acara di kanal Nederland 2, yang biasa menyiarkan acara-acara
yang bersifat religius. Arti judul tsb, dalam bahasa Indonesia adalah
'Pengantar Pos'. Pada periode 'tempo doeloe', orang-orang menamakannya
'postbode', tukang antar benda-benda pos PTT. Biasanya berpakaian
seragam, pakai topi dan bersepedah.


Film Itali 'Il Postino' dengan sutradara Inggris Michael Redford
(produksi 1994), adalah sebuah 'late-night film' yang biasa ditayangkan
pada waktu-waktu 'week-end'. Kupilih nonton 'Il Postino', bukan karena
ceritanya -- seperti yang dimaksudkan sutradaranya. Yaitu cerita
mengenai Sang pengantar pos Mario, yang sebagai postbode kerjanya
mengantarkan surat-surat kepada PABLO NERUDA. Karena pandangan dan sikap
politiknya, Pablo Neruda diasingkan pemerintah Chili, ke sebuah pulau
kecil Itali. Memang ceritanya seperti tertera pada judulnya adalah
mengenai Mario si postbode yang karena lugu dan kesetiaannya
mengantarkan surat kepada Pablo, jadi sahabat kental Pablo Neruda.
Selanjutnya Mario jatuh cinta pada seorang gadis tercantik pulau itu.



* * *

Adegan-adegan dialog antara Mario dengan Pablo benar-benar menarik.
Mario minta pada Pablo untuk mengajarkannya membuat syair. Kita saksikan
bagaimana Pablo menjelaskan dengan sederhana, mengenai syair-syairnya
yang terkenal itu. Bisa diikuti Pablo dengan tekun membimbing Mario
membuat syair. Metamorfoso, kata Pablo. Perhatikan dan nikmati serta
kagumi keindahan alam sekitarmu, . . . alunan gelombang laut yang
menampar gua dan batu-batu, pantai, dan gunung-gumunungnya. Saksikan dan
khayati keindahan alammu itu. Lalu gunakan cara metafora, untuk
menuliskan syair atau sajakmu. Lucunya ketika Pablo menanyakan kepada
Mario apa yang paling indah dipulau itu, jawab Mario dengan lugu: Yang
paling indah bagiku adalah wanita Beatrice Russo yang amat dicintainya.


Cobalah, buat sendiri sajak itu, kata Pablo.

Sungguh, di sini terasa betapa dekatnya hati dan perasaan Pablo sebagai
penyair Komunis Chili dengan Komunis Mario, wong cilik Itali. Bagi
Pablo, Mario adalah 'orang sendiri', tak ada perbedaan samasekali dengan
dirinya. Barangkali ini yang dimaksudkan bahwa mereka itu, seperti
jargon yang digunakan ketika itu, memiliki perasaan s e k l a s . Klas
yang tertindas!

Karena film ini menyangkut orang-orang Komunis, aku semula tidak
menyangka bahwa film ini ditayangkan oleh sebuah siaran TV yan biasa
acaranya mengenai masalah keagamaan. Tadinya tersirat dalam fikiranku,
paling-paling film ini akan menjelek-jelekkan orang-orang Komunis saja.
Tetapi ternyata tidak. Pantitia pemberi hadiah Oscar dari Amerikapun,
masih bisa melihat kenyataan. Film 'Il Postino' dinominasi hadiah Oscar,
kemudian benar juga dapat hadiah Oscar itu. Di sini mungkin orang-orang
yang sudah punya pandangan absolutisme yang tak tertolong, sulit
mengerti bagaimana film yang membagus-baguskan tokoh-tokoh Komunis, kok
diberi hadiah Oscar. Kok ditayangkan oleh sebuah stasiun TV Belanda,
yang biasa menyiarkan masalah keagamaan? Mereka tidak bisa menerima
realita, bahwa setiap manusia, apakah dia Komunis, Kapitalis, Demokrat
atau Katolik, diantaranya pasti ada yang jelek, tetapi juga pasti ada
yang baik. Bahkan baik dan hebat sekali, seperti Pablo Neruda. Penilaian
seperti ini, apakah ada di negeri kita?

Ikuti sedikit lagi adegan lanjutan: -- Suatu ketika Mario minta kepada
Pablo untuk jadi saksi dalam perkawinannya dengan kekasihnya Beatrice
Russo. Pak Pendeta Katolik di gereja itu keras sekali menolak. Dan
dengan tegas pula penolakannya itu. Tidak bisa, kata Pak Pendeta. Pablo
itu Komunis. Komunis tidak mengakui adanya Tuhan. Jadi tidak bisa orang
yang tidak mengakui Tuhan, menjadi saksi perkawinan orang Katolik.

Tetapi Mario tetap mendesak. Karena, selain seorang Katolik, Mario juga
adalah Komunis. Dan ia ingin perkawinannya itu dengan Pablo Neruda
sebagai saksi. Akhirnya Pak Pendeta menerima juga Komunis Pablo jadi saksi
perkawinan Mario, di gereja Katolik. Soalnya, suatu ketika, Pak Pendeta
melihat bahwa Pablo Neruda juga pergi ke gereja untuk beribadah. Sulit
dimengerti? Ah, tidak. Kalau mau jujur bersedia mengakui kenyataan
seperti apa adanya, maka tidaklah sulit untuk menerima semua itu.
Demikianlah, perkawinan Mario yang Komunis dengan Beatrice Russo
berlangsung menurut tradisi Katolik dan dihadiri oleh banyak Komunis
lainnya dipulau itu. Gembira dan harmonis!

Kira-kira pada periode itu juga, banyak pendeta dikirimkan oleh Vatikan
ke daerah perburuhan dan kaum miskin kota. Tujuannya untuk melawan
menyebarnya pengaruh Komunis di kalangan kaum buruh tsb. Berlalu
beberapa waktu kemudian, bukan kaum buruh yang dibebaskan dari pengaruh
Komunis, tetapi para pendeta yang turun ke akar rumput itu yang kemudian
jadi Komunis. Mereka adalah pendeta-pendeta Katolik termasuk pertama
yang jadi Komunis. Cerita ini kudapat dari orang Itali sendiri.

* * *

Pasti menjadi perhatian, bahwa cerita 'Il Postino' berkisar antara
orang-orang Koumnis Itali dan Komunis Chili. Komunis-komunis Itali
adalah wong-wong cilik. Yang seorang kepala kantor pos setempat, yang
satunya adalah postbode Mario. Tapi orang Komunis yang satu lagi, adalah
adalah salah seorang RAKSASA di kalangan penyair dunia.

Di sinilah a.l menariknya film 'Il Postino' bagiku, teristimewa ketika
mengikuti dialog antara komunis-komunis Itali dan Komunis Chili Pablo
Neruda, yang dalam tahun 1971 mendapat Hadiah Nobel. Tidakkah menarik
bagi pembaca, khususnya pembaca Indonesia yang, --- disebabkan pengaruh
mesin propaganda ala Goebels yang dilancarkan oleh fihak Barat dan Orba
selama puluhan tahun belakangan, sampai sekarang, kebanyakan menjadi
Komunisto-phobi? Tidak bisa lagi melakukan analisis obyektif atas
kehidupan yang nyata. Sudah lupa bahwa dalam pemilu tahun 1955 dan 1957,
kaum Komunis Indonesia pernah punya pengaruh di kalangan seperempat
pemilih Indonesia yang sah.

* * *

Barangkali ada baiknya kukutip sedikit apa yang kutulis mengenai Pablo
Neruda setahun yang lalu, yaitu pada hari Natal tahun 2007, sbb:

Sebelum mengakhiri INTERMEZO ini, ada satu hal menarik dan penting yang
ingin kusampaikan mengenai seorang penyair Chili, kaliber dunia, PABLO
NERUDA ( 12 Juni 1904 - 23 Sept 1973 ). Buku PABLO NERUDA (tebal 455
halaman), edisi bahasa Belanda, berjudul -- 'IK BEKEN IK HEB GELEEFD,
Herinneringan', dalam bahasa Indonesianya kira-kira, 'SAYA AKUI SAYA
HIDUP, Kenang-kenangan' (Cetakan pertama 1975). Kubeli di Toko Buku
'Vrije Universiteit Amsterdam', pada tanggal 13 Desember 2 2004.



Pada halaman 8. Di situ Pablo Neruda menulis bahwa, 'Memori kenang-kenangan
ini bukanlah suatu cerita yang sambung-menyambung menjadi suatu
keseluruhan yang utuh, dan di sana sini tampak adanya kekosongan. Persis
sama dengan kehidupan itu sendiri'. . . . . .

Seorang penyair besar! René De Costa dalam THE POETRY OF PABLO NERUDA,
menulis bahwa 'Sekali tempo Pablo Neruda disebut Picassonya poësi,
berkat pandangannya yang banyak-seginya dan talennya untuk selalu berada
di barisan depan'.

Setelah Pablo Neruda dianugerahi HADIAH NOBEL UNTUK SASTRA (1971),
perhatian khalayak sedunia semakin meningkat terhadap diri dan
syair-syair serta tulisan-tulisannya. Bukunya ' MEMORI . . . ' yang
penerbitannya ditangani oleh istrinya sendiri, amat dinanti-nantikan dan
disambut hangat. Bukan kebetulan bahwa terbitnya buku Memori Pablo
Neruda tsb berlangsung pada tahun 1975. Yaitu tahun ketika pemerintah
progresif Kiri Partai Sosialis Presiden Salvador Allende digulingkan
oleh suatu kup militer anti-Komunis di bawah pimpinan Jendral Pinnochet.
Syukur alhamdulillah, akhirnya almarhum Presiden Jendral Pinnochet yang
telah melakukan pelanggaran HAM besar-besaran terhadap rakyat Chili,
akan diadili.

Pablo Neruda sempat menjadi Dubes Chili di Perancis. Ia menerima jabatan
itu karena merasa bangga di negerinya, Chili, ketika itu berdiri suatu
pemerintah Sosialis yang progresif, di bawah Presiden Allende. Dan ia
bersedia mewakili pemerintah Kiri seperti itu.
Meskipun umum tau bahwa PABLO NERUDA adalah seorang Komunis. Namun tidak membikin mata mereka cadok, tapi masih mampu bersikap obyektif, untuk
melihat dan mengakui bahwa Pablo Neruda yang Komunis itu, adalah seorang
raksasa di dunia sastra , dunia persairan internasional.

Ternyata di dunia ini, tidak semua orang matanya cadok, yang membikin
mereka tidak bisa atau tidak rela melihat dan mengakui, bahwa orang
Komunis itu tidak sedikit yang hebat-hebat. Yang telah memberikan suri
teladan, telah mengabdi pada rakyat dan negerinya, yang patriotik dan
internasional, dan telah memberikan sumbangan penting dalam khazanah
poësi dunia. Orang-orang yang fikiran dan mata hatinya sudah cadok
begitu mendengar nama KOMUNIS, hati nuraninya sudah bisu, fikirannya
membatu, macet, persis seperti pahlawan anti-Komuinis MAC CARTHY di
Amerika pada tahun limapuluhan. * * *

Minggu, 06 Juli 2008.




Thursday, December 22, 2011

KAUM PEREMPUAN KITA DI SAUDI DAN EMIRAT Hidup di Zaman – PERBUDAKAN!

Kolom IBRAHIM ISA

Kemis, 22 Desember 2011

--------------------------------


KAUM PEREMPUAN KITA DI SAUDI DAN EMIRAT Hidup di Zaman – PERBUDAKAN!

SIAPA MEMBELA HAK -HAK MEREKA SBG PEREMPUAN?


* * *

Menghiasi maraknya Peringatan Hari Ibu 22 Desember, 2011, tulisan Bonnie Triyana di Historia Online, hari ini, memenuhi harapan. Bonnie menelusuri latar belakang sejarah HARI IBU di Indonesia. Mengapa itu diperingati? Bahwa adalah Presiden Sukarno yang dalam tahun 1959, melalui dekrit Presiden menetapkan 22 Desember sebagai HARI IBU INDONESIA.


Untuk memperoleh gambaran yang utuh menngenai tulisan Bonnie Triyana tsb. paling baik adalah mengakses majalah “HISTORIA ONLINE” hari ini. Dan membacanya sendiri!


* * *


Ada satu paragraf yang patut jadi perhatian khusus apa yang ditulis Bonnie Triyana. Dikutip di bawah ini para yang dimaksud, sbb:


Dinamika gerakan perempuan makin menguat seiring makin bersatunya orientasi mereka terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan. Perempuan tak lagi berdiam di dapur atau pasrah menerima nasib yang terjadi pada diri mereka. Sejumlah advokasi terhadap perempuan korban pertikaian rumah tangga dilakukan oleh organisasi-organisasi perempuan anggota kongres perempuan. Perempuan Indonesia, sejak 22 Desember 1928 memasuki ranah perjuangan politik praktis, sebuah wilayah yang sebelumnya tabu mereka masuki karena nilai-nilai tertentu di dalam masyarakat yang tak memungkinkan mereka bergerak aktif memperjuangkan hak-haknya.”


Mengenai yang dikemukakan Bonnie, bahwa: -- “Dinamika gerakan perempuan makin menguat seiring makin bersatunya mereka terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan”.


Ditinjau secara umum dan menyeluruh, memang demikianlah adanya.


Tokh, -- perlu perhatian khusus mengenai nasib kaum perempuan Indonesia yang bekerja di luarnegeri, tertistimewa yang pergi merantau jauh di Arab Saudi dan Emirat.


Berita-berita mengenai nasib kaum perempuan Indonesia yang diperas habis-habisan, diperlakukan sewenang-wenang, diperkosa dan dianiaya oleh majikan-majikan serta makelar-makelar pekerja rumah tangga, baik yang di Indonesia maupun uang di Arabia, tak terkira banyaknya. Belakangan ramai diberitakan mengenai hukuman pancung terhadap pekerja rumah tangga perempuan Indonesia yang dianiayai oleh majikan, kemudian sebagai bela diri dan perlawanan telah membunuh majikannya. Dan masih banyak lagi yang akan jadi korban 'hukum pancung Arab Saudi'.


Respons dan perlawanan konsisten dari fihak Indonesia, apalagi fihak pemerintah, terhadap ketidak adilan yang menimpa kaum perempuan Indonesia, saungguh tidak memadai.


Bukankah para pekerja rumah tangga Indonesia yang demi mencari nafkah untuk keluarga mereka yang hidup miskin itu, banyak diantaranya adalah ibu-ibu di rumah mereka sendiri, di kampung halaman Indonesia, --- berhak dibela dengan palbagai cara, baik oleh aksi-aksi langsung organisasi masyarakat, maupun cara diplomatik oleh fihak pemerintah?


* * *


Kebetulan sekali, --- hari ini aku baca di sebuah surat kabar Belanda, “De Volkskrant”, sebuah artikel yang sungguh menarik dan penting. Menarik dan penting, khususnya bagi kita orang-orang Indonesia. Karena tulisan tsb menyangkut langsung nasib kaum perempuan Indonesia yang bekerja sebagai TKI di Saudi Arabia dan Emirat.


Untuk memperoleh gambaran betapa seriusnya nasib kaum perempuan Indonesia yang mencari nafkahnya di Saudi dan Emirat, harian “de Volkskrant“ memuatnya di halaman pertama rubrik luarnegeri koran tsb. Separuh paginanya adalah sebuah foto yang menggambarkan dua orang perempuan Indonesia yang sebentar lagi kepalanya akan dipenggal oleh dua orang algojo Arab Saudi. Lokasinya? --- Tidak salah lagi, --- di Saudi Arabia. Dua algojo itu pakai kedok, sedangkan dua orang perempuan korban, seluruh kepalanya ditutup kain hitam. Di belakang tampak beberapa orang membawa slogan-slogan: Antara lain berbunyi STOP EKSPOR PRT (Mungkin maksudnya Pembantu Rumah Tangga), “Bangun Solidaritas thdp Perempuan . . . (selanjutnuya kurang jelas teks berikutnya, karena tertutup oleh foto sang algojo.


Benar, gambar yang dimuat s.k.”deVolkskrant”: itu adalah sebuah foto mengenai demonstrasi yang diadakan di Yogyakarta. Aksi demo itu mengutuk dipenggalnya leher seorang prempuan TKI yang dituduh telah membunuh majikannya di Arab Saudi. Tindakan TKI itu adalah reaksi atas penganiayaan dan pemerkosaan yang dilakukan sang majikan Saudi terhadap dirinya.


* * *


Seorang promovenda Belanda, Antoinette Vlieger, Rabu kemarin meraih titel doktoralnya, dengan tema:


PEMBANTU RUMAH TANGGA DI ARABIA ADALAH BUDAK-BUDAK”


Dengan sendirinya, sebagai orang Indonesia, kita merasa lebih tertarik pada tulisan “de Volkskrant” ini, karena yang menjadi fokus sorotan adalah mengenai nasib pekerja rumah tangga di Arab Saudi dan di Emirat (United Arab Emirat). Yang berbangsa INDONESIA, Filipina dan Bangladesh.


Tulis Antoinette Vlieger, “Pemerasan dan perlakuan sewenang-wenang terhadap pekerja rumah tangga asal luarnegeri, di Arab Saudi dan Emirat benar-benar keterlaluan. Mereka tak punya hak apapun”.”Seorang pekerja rumah tangga formilnnya bukan barang yang dimiliki, tetapi kenyataannya begitu!.”



Antoinette bermukim 7 bulan lamanya di Arab Saudi dan Emirat untuk melakukan riset terhadap masalah pekerja rumah tangga asing di kedua negeri itu. Hasil risetnya sungguh mengungkap lebih lanjut betapa PRAKTEK ZAMAN PERBUDAKAN masih berlangsung di Arab Saudi dan Emirat.


Suatu ketika Antoinette berpura-pura sebagai orang yang memerlukan pembantu rumah tangga. Ia mengunjungi kantor makelar yang mengelola perdagangan budak ini. Bukan main terkejutnya Antoinette, ketika sang makelar tanpa malu maupun tedeng aling-aling, mengatakan kepada Antoinette: Kalau Anda menjemputnya (maksud pembantu rumah tagga) dari lapangan terbang, maka ia adalah b u d a k Anda. Lanjut sang makelar: Ambil paspornya, dan kurung dia dirumah. Kalau tidak, dia akan menceriterakan semua rahasia keluarga kepada tetangga-tetangga Anda. Sang makelar khusus menekankan kepada Antoinette, agar jangan mengizinkan keluar pembantu rumah tangga itu. Sebab, itu akan menyebabkannya jadi hamil.


Tulis Antoinnet selanjutnya: Sebagian besar dari pembantu rumah tangga tsb terjerumus dalam suatu priode kehidupan yang merupakan impian buruk tak terduga. “Mereka disuruh melakukan pekerjaan keluarga yang terdiri dari opa, oma, bapak, ibu dan enam orang anak-anaknya. Kebanyakan harus bekerja 7 hari seminggu, dan dalam 24 jam harus siap kapan saja untuk disuruh ini-itu. Mereka samasekali tak memperoleh perlindungan hukum apapun. Banyak sekali terjadi tindakan sewenang-wenang dan pemerkosaan.


Tahun lalu, seorang pekerja rumah tangga INDONESIA ditemukan mayatnya di tempat sampah. Lehernya hampir putus. Itu terjadi di Arab Saudi. Perempuan Indonesia itu ternyata telah diperkosa, diperlakukan sewenang-wenang kemudian dibunuh. Beberapa minggu sebelumnya seorang pekerja rumah tangga (23th) luka-luka berat diopname di rumah sakit. Ia disiksa dengan alat setrika dan gunting. Menurut sumber Indonesia, dalam tahun 2010, tidak kurang dari 120 orang pekerja rumah tangga Indonesia yang ditemukan mati.


Resminya para pekerja rumah tangga itu memiliki 'kontrak kerja' tetapi mereka tak memilik hak-hukum apapun.”Mereka tidak termasuk digolongkan hukum-perburuhan, karena mereka bekerja di perumahan. Pemerintah Arab tidak-mau-tahu dengan apa yang terjadi di dalam rumah-tangga. Di situ menurut tradisi patriakhat, yang jadi penguasa adalah majikan. Pekerja rumah tangga tidak bisa begitu saja berpindah majikan. Bila 'kontrak kerja' putus, maka visum tinggal juga tak berlaku lagi. Kapan saja ia menghendakinya, sang majikan bisa mendeportasi pekerja rumah tangga. Formalnya, pekerja rumah tangga itu, bukan seorang budak, tetapi dalam praktek mereka adalah budak-budak. Demikian besarnya ketidak-samaan kekuasaan, sehingga apa yang terjadi (di Arab Saudi dan Emirat) bisa dikatakan suatu perbudakan.


Kadang-kadang negeri-negeri seperti Indonesia dan Filipina, memprotes keadaan ini. Tetapi sedikit sekali pengaruhnya. Negeri-negeri itu, memang memerlukan uang (devisa yang diperoleh dari ekspor pekerja rumah tangga) itu. Kalau ribut-ribut, Arab Saudi juga mengancam tidak akan memberikan lagi visa bagi merka yang mau melakukan ibadah haji. Juga karena di negeri-negeri asal pekerja rumah tangga itu, korupsi merupakan hal yang biasa, dan status para pekerja rumah tangga itu rendah sekali.


Sistim hukum dan perundang-udangan di Arab Saudi dan Emirat, menjamin agar para pekerja rumah tangga itu, tidak mungkin memenangkan suatu perkara. Meskipun dibuktikan bahwa sang korban dilukai oleh siksaan.


Arab Saudi, kata Vlieger, adalah sebuah diktatur. Segala-galanya didasarkan pada koneksi dengan keluarga Saudi dan dengan elite keagamaan, atau pada uang. Demikian Antoinette Vlieger mengungkap situasi penderitaan kaum perempuan pekerja rumah tangga di Arab Saudi dan Emirat.


Nasib kaum perempuan pekerja rumah tangga Indonesia seperti yang diungkapkan oleh hasil riset 7 bulan di Arab Saudi dan Emirat, masih belum ada perubahan.


Pantaslah menjadi perhatian kita semua, khususnya kaum perempuan Indonesia dan organisasi-organisainya. Namun yang paling bertanggung-jawab dalam hal ini adalah pemerintah Indonesia!


* * *







Monday, December 19, 2011

PENEMBAKAN KAUM TANI “MESUJI” - Dan Serangkum SAJAK KUSNI SULANG

Kolom IBRAHIM ISA

Senin, 19 Desember 2011

-----------------------------------


-- PENEMBAKAN KAUM TANI “MESUJI”

-- TANAH RAKYAT YANG DIMILIKI PEJABAT / PENGUSAHA

-- APARAT JADI CENTÉNG “PEMILIK BARU”

-- Dan Serangkum SAJAK KUSNI SULANG


* * *


Keterlibatn aparat keamanan dalam pelanggaran hukum dan tindak kekerasan terhadap rakyat, telah membuatnya jadi 'centéng' . Bisa sebagai centéng pembesar setempat, atau, centéng pemilik perusahaan yang menguasai lahan yang dikelola rakyat tani setempat turun-temurun. Centeng-centeng ini berpakaian seragam. Sehingga kadang sulit membedakannya dengan tentara atau polisi. Biasanya centeng-centeng itu memang dibina oleh tentara atau polisi setempat. Paling sedikit dapat restu aparat keamanan yang 'resmi', yaitu polisi dan tentara.


Kasus kekerasan aparat seperti di desa 'MESUJI' itu, bukan yang pertama kalinya terjadi di Indonesia. Tindakan kekerasan aparat keamanan, khususnya oleh militer dan polisi, -- terhadap rakyat, menjadi 'kecenderungan utama cara rezim Orba memerintah selama 32 tahun. Langgam rezim Orba itu adalah memerintah negeri dan rakyat, dengan bersandar terutama pada kekerasan sendjata. Ini dimulai secara besars-besaran dan nasional -- sejak 'Peristiwa Tragedi Nasional 1965'.


Dalam periode itu, sekitar tiga juta warga tak besalah telah dibunuh tanpa peroses pengadilan apapun. Selain itu ratusan ribu dipersekusi, dipenjarakan, disiksa, di buang ke P. Buru. Sampai dewasa ini keluarga korban yang meliputi 20 juta orang masih dalam keadaan termarginalkan, di dalam masyrakat masih dianggap 'orang bermasalah', nama baiknya belum dipulihkan dan kasus tsb samasekali belum dijamah penguasa. Rencana rekonsiliasi nasiona melalui kebenaran dan keadilan hanya tinggal orasi dan janji belaka. Apalagi hak-hak kewarganegaraan korban, itu samasekali belum ada tanda-tanda akan direhabilitasi.


Lalu, kita tidak lupa peristiwa Malari, Lampung, Tanjung Priok, Maluku, Aceh, Timor Leste, Peristiwa Mei 1998, Papua , Masinah, Munir, Widji Thukul, dan banyak lainnya kasus PEMBUNUHAN dan 'orang hilang'.


Semua itu adalah kasus-kasus kekerasan sebagai langgam rezim Orba memerintah negeri dan rakyat. Orba sudah resmi tiada, tetapi praktek-pratek kekerasan yang diwarisinya masih terus berlangsung. Karena cara kekerasan terhadap rakyat, --- itu sudah membudaya!

* * *


Dalam konflik-konflik lahan antara rakyat dengan penguasa atau pengusaha, aparat keamanan negara, umumnya berdiri di fihak penguasa, pejabat, atau pengusaha.


Kasus PENEMBAKAN KAUM TANI “MESUJI”, Sumatra Selatan, adalah peristiwa kesekian kalinya dimana aparat keamanan , apakah itu militer, polisi atapun satpam, mengarahkan moncong senapannya kepada rakyat, demi membela sang pejabat, penguasa atau pengusaha yang merebut tanah rakyat.


Jauh pada periode pemerintahan demokrsi parlementer (tahun limapuluhan abad lalu), terjadi penembakan aparat terhadap kaum tani di Bandar Betsi, Sumatra Timur. Dalam peristiwa tsb, ketika hak-hak demokratis masih dihormati di periode Presiden Sukarno, --- gubernur yang bertanggungjawab atas peristiwa tsb telah tergeser dari jabatannya. Itu terjadi atas desakan dan tuntutan parpol, organiasi massa dan kaum tani umumnya.


* * *


Hari ini kita baca di situs Kompas, 19 Desember 2011, a.l. sbb: Tim Pencari Fakta atau TPF Komisi III DPR ke Lampung dan Sumatera Selatan menemukan fakta terjadinya pemenggalan kepala di Desa Sodong, Kecamatan Mesuji, Sumsel. Dikatakan oleh salah seorang anggota TPF DPR itu, -- peristiwa keji itu terjadi pada April tahun ini.



Dalam peristiwa tersebut ada tujuh korban, yakni dua dari masyarakat dan lima (karyawan?) dari pihak perusahaan PT Sumber Wangi Alam (SWA). Kejadiannya, karena bentrokan masyarakat dengan petugas pam swakarsa yang dibentuk perusahaan tersebut.



Berita sebelumnya (Tempo, 17 Des, 2011) mengungkap pembeberan seorang ibu korban penembakan oleh aparat satpam, a.l. Sbb: Dalamkisahnya, sertifkat tanah warga sempat dikumpulkan ke perusahaan pada 1993.Para petani itu dijanjikan akan menjadi petani plasma. “Belakangan perusahaan mengklaim tanah itu milik mereka. Kami tidak bisa lagi bercocok tanam di tanah kami,” kata Rundam di Mesuji. Ratusan warga ketiga desa itu sudah turun-temurun mendiami kawasan itu. Mereka hidup mengandalkan buah-buahan seperti durian, duku, dan tanaman tahunan lainnya.


Setelah lahan beralih kepemilikan, sebagian besar penduduk desa itu dijerat kemiskinan. Mereka tak lagi punya sumber penghasilan tetap. Perempuan berusia 51 tahun yang tak bisa baca tulis itu mengaku sedih dengan kondisi Muslim, anaknya, yang menjadi korban penembakan polisi. Muslim lahir dalam suasana konflik pertanahan yang tak juga berakhir. Putra bungsunya itu hidup memendam dendam terhadap orang perusahaan yang merampas tanah mereka. “Bertahun-tahun kami hidup tertekan. Penuh ketakutan,” kata perempuan tua itu.



* * *


Selanjutnya dilaporkan bahwa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan seorang petani tewas akibat bentrokan warga Desa Pelita Jaya dan Pekat Raya dengan kelompok pengamanan

perkebunan di area lahan PT Silva pada November 2011. Sebelumnya, terjadi

bentrokan di lahan lain pada 6 November 2010. Dalam dua peristiwa itu, dua

warga tewas dan lima orang terluka parah. Para korban pada Rabu lalu

mengadu ke Komisi Hukum DPR.


* * *


"Mereka biasa menyebutnya Operasi Senyum."

Perusahaan perkebunan sawit yang disebut-sebut tersangkut kasus pembantaian warga Kabupaten Mesuji, Lampung, PT Silva Inhutani, mengakui memberikan honor kepada polisi.

Pegawai disitu juga mengungkapkan, selain honor, ada uang komando sebesar Rp 1 juta yang diberikan kepada atasan mereka. Tidak hanya honor, komandan lapangan saat meninjau lokasi juga mendapat fasilitas mobil Terano dan Isuzu Panther.


Kiranya sementara ini cukup berita dan fakta mengenai tindak kekerasan oleh aparat keamanan terhadap kaum tani.




* * *


Sahabatku , penyair asal suku Dayak, Kusni Sulang, menuangkan TRAGEDI KAUM TANI MESUJI, dalam sajak-sajaknya yang menggugah dan mencengkam.



Di bawah ini dikutip sebagian dari rangkuman sajak Kusni Sulang itu, untuk kita resapi dan khayati.


Terima kasih kepada Kusni Sulang untuk sajaknya yang amat menyetuh hati nurani!!


* * *


Tout est Bien *)

Oleh Kusni Sulang


tout est bien

di permukaan

polisi tentara lalu

lalang

bau sendawa di ujung senapang


tout est bien di

perkebunan

tout est bien di tambang-tambang

polisi, tentara,

pamswakarsa

siang-malam meronda


tout est bien peta

jarahan

tout est bien laba

dan pundi-pundi

kalian dan aku

hadap-hadapan


tout est bien

lahan megenyah pasrah

menjaga tuhan

menolak nasib

2011


* Tout est bien, bahasa Perancis, segalanya beres, tapi sebenarnya lebih menjurus ke pesemisme atau bsurditas.


Mesuji

republik dan petani

di mesuji

ditembaki


inikah absurditss

primitif

upaya menolak kalah

pada ajal penjaga

kelam


di mesuji

kemanusiaan dan

nurani

ditembaki


dari sumatera hingga papua

saluh manusia jadi hewan

saluh republik jadi rimba


dari sumatera hingga papua

gonggong serigala

di letupan senapan


martabat digantang darah di mata pedang

jumlah laba, tebal-tipis pundi-pundi

keberanian menjual negeri dan diri


di mesuji

republik dan petani

ditembaki


kepadamu aku bertanya:

bukankah kita sudah tak ada

aku dan kalian hadap-hadapan


kepadamu aku

bertanya:

ada berapa negara di

negeri ini

siapa penguasanya

yang sejati?


kukira, sebaiknya

kita bersepakat kembali

menghancurkan

bangunan terlalu rapuh ini

lalu dari kampung membangunannya

lagi


republik dan hidup di sini

masih sejenis dalam rimba

saban nafas dihela tercium

bau bencana

menapis cinta


2011


Di Jalan Amis-Anyir

Darah

jangan salah duga, saudara

aku tidak mengutuk

polisi, tentara dan pamswakarsa

brutal menembaki

penduduk desa-desa sederhana


aku pun tidak

mengutuk polisi, tentara dan pamswakarsa

ketika mereka membunuh ibubapak, menyiksa diriku

dengan 1001 ilmu pembunuhan,memperkosa

istriku


bacalah kembali

buku-buku lama barangkali isinya tidak usang

datanglah ke kampung-kampung bergolak

tak pernah jeda membela hak


saudara akan paham apa siapa pemilik kebun dan tambang

apa-siapa petinggi negeri , bagaimana mereka saling topang

saudara akan paham

apa pengadilan, penjara, polisi dan tentara


aku tidak mengutuk

polisi, tentara dan pamswakarsa kayaula

yang sangat brutal bagi yang punya nurani

ssngat merosot di

mana martabat dijunjung tinggi


aku tidak mengutuk

polisi, tentara dan pamswakarsa

yang oleh buku-buku para

tetua disebut anjing jaga

bertugas khusus tanpa

hati menggonggong dan membunuh



yang paling kupikirkan sebab sangat mendesak tapi terabaikan

bagaimana menjadi manusia,bagaimana kata-kata berdaya tekan

sebab kesewenangan isyarat berlangsung ketimpangan


berliku menikung jalan palangka raya - kasongan

berliku menikung rantau

tanjung cintaku

menagih janji meneruskan tarung tanpa ujung


berliku menikung rantau

tanjung cintaku

kelebat langkahnya diburu serigala

o, anakku, di sini

ringkus-meringkus tanpa tenggang


anyir amis jalan anyir amis darah tak henti tumpah

takluk-menakluk, kalah-menang sepanjang-panjang

matahari muncul dan hilang .

2011.


Persembahan Kudus Altar Perkebunan

di atas tanah

leluhur

dua lelaki mesuji tersungkur

pengawal negara membawa mereka ke tepi kali


di bawah bulan

perkebunan

diratapi pungguk dari kehijauan

dua lelaki itu mereka gorok


hijau dedaunan kebun di mesuji

hijau rimbun duka pungguk

desir angin menderai pilu ratap peduduk


terdiam kali mesuji

lebih bungkam para petinggi

mesuji dilanda api


dua lelaki mesuji dua

domba perseembahan suci

disembelih bagi altar perkebunan

bagi altar tambang-tambang sekutu

para petinggi


upacara agung

perbudakan penduduk

acara pelelangan

negeri diresmikan

undang-undang

diterbitkan


dua lelaki mesuji dua

domba persembahan suci

disembelih mengawali

laga hidup-mati

menetapkan kelanjutan

asa-dahulu esok nanti


o, khianat yang

pongah, wajah absurditas lama kukenal

kusambut kau dengan menyihir airmata jadi petir menggelegar

menaburkan nyala kesadaran penyulut api perlawanan niscaya

2011.



* * *




Friday, December 16, 2011

PELANGGAR-UTAMA HAK-HAK AZASI MANUSIA INDONESIA

Kolom IBRAHIM ISA
Jum'at, 09 Desember 2011
---------------------------


APARAT KEKUASAAN ADALAH PELANGGAR-UTAMA HAK-HAK AZASI MANUSIA INDONESIA


* * *



Menjelang HARI DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK AZASI MANUSIA (PBB, 10 Desember 1948), kita catat beberapa kegiatan penting berkenaan dengan perjuangan pemberlakuan HAM di Indonesia:


Pertama: KASUS PEMBUNUHAN TERHADAP PEJUANG HAM, MUNIR SAID THALIB


Kemis y.l. Suciwati, istri mendiang Munir, menyampaikan imbawan di Facebook, sbb: *Munir memorial testimony di Perpusnas jakpus Kamis 8 Des 2011 pk. 19.00. Datang ya!


Suciwati, atas pertanyaan, sebelumnya menyampaikan bahwa: *Kasus Mas Munir masih terus kita dorong (agar) Jaksa Agung melakukan PK atas terdakwa Muchdi. Sementara ini kita ajukan ke KIP (Komisi Informasi Pusat) meminta BIN memberikan dokumen yang telah disahkan pengadilan atas pengangkatan Pollycarpus oleh BIN dan surat tugas Muchdi pada tanggal 6-12 September ke Malaysia. Masih terus kita dorong agar terungkap.*/


/Sedangkan Amnesty International (London), dalam suratnya kepada Jaksa Agung, dalam rangka peringatan tujuh tahun dibunuhnya Munir, //menuntut pengusutan baru terhadap kematian Munir Said Thalib (2004). Enambelas orang 'country directors' Amnesty International yang bermarkas di London itu, menulis surat kepada Jaksa Agung Basrief Arief. Di situ Jaksa Agung didesak agar memprioritaskan investigasi sekitar pembunuhan terhadap Munir. Ditegaskan bahwa meskipun dua orang sudah divonis melakukan pembunuhan terhadap Munir, namun, terdapat petunjuk yang bisa dipercaya bahwa mereka-mereka yang bertanggung-jawab di tingkat paling atas, itu belum diadili.


Selanjutnya kalangan aktivis HAM mengecam dibebaskannya *Muchdi* Purwoprandjono, mantan wakil kepala BIN, di sidang pengadilan dalam tahun 2008 dalam kasus pembunuhan terhadap Munir.


Kita masih ingat bahwa pada bulan Februari, 2010, Tim Majelis Eksaminasi Kasus Munir*meminta kepolisian melakukan penyelidikan kembali kasus Munir dengan melakukan penyelidikan yang berpihak kepada rasa keadilan masyarakat dan korban yaitu keluarga Munir.



/** * **/

/*
*Baik nasional maupun secara internsional kasus dibunuhnya Munir tetap menjadi fokus perjuangan HAM. Terpulang pada pengadilan dan pemerintah SBY, yang sudah pada waktunya harus dengan sungguh-sungguh menangani kasus Munir tsb. Suatu perkara yang sudah berlangsung bertele-tele selama tujuh tahun. Tanpa mengungkap siapa sesungguhnya dalangnya, dan memberikan hukuman setimpal terhadap dalang pembunuh pejuang dan hak-hak demokrasi Indonesia, Munir./


/Menggencarkan tuntutan keadilan sekitar kasus dibunuhnya Munir, dimana jelas terungkapnya keterlibatan aparat keamanan negara BIN, adalah salah satu kegiatan fokus dalam rangka MEMPERINGATI HARI DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK AZASI MANUSIA (PBB, 10 Desember 1948)./


* * *


Yang juga menuntut perhatian dan kegiatan para aktivis HAM Indonesia, khususnya IKOHI, adalah kasus ORANG HILANG. Sampai saat ini sedikitpun tak ada berita yang memberikan petunjuk sekitar hilangnya aktivis pro-demokrasi dan seniman WIJI THUKUL yang 'hilang' sekitar bergeloranya aksi-aksi massa terhadap Orba (1998), Bersamaan waktunya dengan 'hilangnya' beberapa anggota PRD (Partai Rakyat Demokratik) yang menurut petunjuk kuat itu dilakukan oleh Tim Mawar dari Kopasus (Komando Pasukan Khusus rezim Orba). Masih amat banyak sekali 'orang hilang' yang masih belum terungkap.


Dalam rangka peristiwa tsb disiarkan kasus hilangnya aktivis PRD, Bima, yang juga telah menjudi korban tangan-tangan biadab Tim Mawar Kopasus, Orangtua Bima tak jemu-jemunya menghubungi Komnasham, pulang-pergi dari Malang, Jawa Timur ke Jakarta, untuk memperoleh kejelasan sekitar nasib putranya yang 'hilang' tak tahu rimbanya. Bima diculik karena aparat keamanan menduga Bima mengetahui sekitar kegiatan PRD pada periode pergolakan waktu itu.


Hingga dewasa ini, sampai disiarkannya kisah orangtua Bima sekitar 'hilangnya' putranya dalam sebuah cerita berjudul "*Tak Merasakan Kemerdekaan di Negeri Ini" (Kompas, 17 Nov 2011), masih belum ada petunjuk sekitar nasib Bima.

* * *


Kedua, adalah KASUS "PEMBANTAIAN MASAL 1965"


Adalah menarik sekali bahwa dalam rangka HARI DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK AZASI MANUSIA (PBB, 10 Desember 1948)), kita saksikan kegiatan di Gedung "Erasmus Huis", di Jakarta, dan pemutaran film PLANTUNGAN di Universitas Hamburg, Jerman (berita disiarkan oleh dosen Universitas Hamburg, YANTI DAMAYANTI.


FILM PENJARA WANITA DI PLANTUNGAN

Film yang ditayangkan di Universitas Hamburg adalah film mengenai penjara khusus untuk wanita, PLANTUNGAN, tentang Testimoni Eks Tapol Gerwani/'PKI. Dalam siaran Asien-Afrikan Institut Universitas Hamvburg, dinyatakan a.l."Banyak orang di Indonesia barangkali tidak 'ngeh' bahwa ada sebuah film bertitel sama dengan nama tempatnya yakni PLANTUNGAN. Sebuah daerah sekitar Sukoredjo, Waleri Selatan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.


Film PLANTUNGAN menjadi menarik dibicarakan, lantaran film ini bertutur kata mengenai testimoni para mantan tapol perempuan yang pernah disekap dipenjara PLANTUNGAN, tak lama setelah G30S meletus di Jakarta pada tahun 1965.


Film Plantungan besutan penyair Putu Oka Sukanta dan Fadillah Vamp Saleh ini seakan menjadi "juru bicara" atas kebisuan para mantan tahanan politik itu atas kejamnya kehidupan di balik jeruji besi di Plantungan. Melalui media film, maka berbicaralah sejumlah pelaku peristiwa di Plantungan. Mereka itu adalah Suci Danarti, Siti Duratih, Pujiwati, Mujiati dan Sp, Tican yang pernah mendiami bilik-bilik kecil Plantungan tanpa pernah tahu apa kesalahan mereka hingga harus meringkuk di balik jeruji besi. Putu Oka Sukanta sendiri merupakan alumnus tahanan politik di Pulau Buru kurun waktu 1986-1976.


Di GEDUNG "ERASMUS HUIS", JAKARTA

Berkenaan dengan Hari Ham PBB, KB Belanda, dng bekerjasama dengan Institut Maarif, akan ditayangkan film 'EYES CLOSED", atau "MATA TERTUTUP". Ini adalah film terakhir yang dibuat oleh sutradara Garin Nugroho.


Dubes Belanda Tjeerd de Zwaan akan membuka malam itu di Pusat Kultur Belanda, pada hari Kemis , 08 Desember, jam 07.00 malam.Menurut sutradara Garin Nugroho, film "Mata Tertutup", dimaksudkan agar, melalui film ini mendidik kaum muda dan para orangtua, untuk melawan seruan kekerasan kaum fundamentalis religius dan lain-lain budaya kekerasan. Diskusi yang berlangsung akan mendiskusikan masalah pluralisme religi dan posisi kaum minorita.


/Penting artinya kehadiran dalam diskusi itu, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN), Prof Syarief Hidayatullah, Pendeta Dr. A.A. Yewanggu, Ketua Komuni Gereja-gereja Indonesia, dan Usman Hamid, mantan Ko-ordinator KONTRAS./


* * *


UNTUK MEREBUT KEKUASAAN NEGARA DARI PEMRINTAH PRESIDEN SUKARNO

SUHARTO TERLEBIH DAHULU MELIKWIDASI PKI DAN KIRI LAINNYA


Pada 'Peristiwa tragedi nasional 1965' -- ketika Jendral Suharto memulai kampanye peresekusi besar-besaran terhadap kaum Kiri -- anggota dan yang diduga anggota atau simpatisan PKI, pendukung Presiden Sukarno, dan kaum demokrat lainnya ----- Sejak saat itulah, tercatat dalam sejarah bangsa kita, suatu PELANGGARAN TERBESAR Hak-Hak Azasi Manusia, yang dilakukan oleh aparat militer negara terhadap warga yang tidak bersalah. Korban-korban persekusi 1965 itu dijebloskan dalam penjara, disiksa, dibunuh, menjadi 'orang hilang', dibuang ke P. Buru, tanpa proses pengadilan apapun. Keluarga korban yang berjumlah sekitar 20 juta --, difitnah, dimarginalisasikan, didiskiriminasi dan dijadikan 'orang-orang bermasalah'. Mereka menjadi 'klas pariah' di masyarakat Indonesia selama puluhan tahun sampai dewasa ini.


Semua itu dilakukan diluar hukum. ekstra-judisial. Kesewenang-wenangan terhadap warga yang tak bersalah itu, dilakukan dengan tujuan melikwidasi kekuatan politik Kiri, faham Komunisme dan faham demokratis, serta kiri lainnya. Sasaran utamanya adalah menggulingkan Presiden Sukarno. Selanjutnya direbutnya kekuasaan negara oleh militer.


Sebabnya pemerintahan Presiden Sukarno digulingkan, tak lain dan tak bukan, karena di dalam negeri pemerintah Presiden Sukarno berrencana membangun SOSIALISME INDONESIA. Sedangkan politik luarnegerinya, sesuai dengan Prinsip-prinsip Konferensi Bandung, memberlakukan politik luarnegeri yang berdikari membangun dunia baru yang bebas dari penindasan dan kekuasaan kolonialisme serta imperialisme.


Kampanye melikiwidasi kekuatan kaum Kiri dilakukan, karena kenyataannya ketika itu pendukung konsep pembangunan bangsa dan negara Indonesia, sesuai dengan Pancasila, terutama adalah kekuatan politik Kiri khususnya PKI dan KIRI lainnya. Jadi, strategi Suharto bersama CIA- adalah -- hancurkan dan likwidasi PKI dan Kiri lainnya, selanjutnya gulingkan pemerintahan Presiden Sukarno.


/*Bukan, --- * seperti dikatakan oleh sementara pendukung Orba, bahwa mereka MENGGULINGKAN PRESIDEN SUKARNO untuk mencegah Indonesia dikuasai Komunis. Mereka terlebih dulu menghancurkan dan melikiwidasi PKI secara politik dan fisik, karena, tujuan akhir dan yang terutama mereka itu, adalah menggulingkan Presiden Sukarno dan merebut kekuasaan negara di tangannya sendiri. Ini sepenuhnya adalah strategi dan taktik Perang Dingin AS dan sekutu-sekutunya terhadap Indonesia ketika itu./


Demikianlah, Presiden Sukarno. digulingkan, kemudian dijadikan 'tahanan rumah' yang diperlakukan lebih buruk ketimbang tahanan kriminil biasa, sampai beliau meninggal dunia.


* * *


Apa yang sebaiknya dilakukan dalam rangka memperingati HARI DEKLARASI UNIVRERSAL HAK-HAK AZASI MANUSIA, (10 Desember 1948)?


Kiranya jelas,


JELAS! MENERUSKAN PERJUANGAN PEMBERLAKUAN HAM DI INDONESIA, yang saat ini pelanggaran-pelanggaram terhadap HAM masih terus berlangsung. Sedangkan pelanggaran yang lama, khususnya pelanggaran HAM terbesar, yaitu persekusi dan pembantaian terhadap warga tak bersalah sekitar 'Peristiwa Tragedi Nasional 1965' masih belum dijamah dan diurus!


Korban-korbannya sampai dewasa ini masih belum direhabilitasi nama baik, hak-hak politik dan hak-hak kemanusiannya!


* * *

"MENGENANG SONDANG HUTAGALUNG",

IBRAHIM ISA
Selasa, 13 Desember 2011
---------------------------


Aartikel MAX LANE, "MENGENANG SONDANG HUTAGALUNG",

Mewakili Perasaan dan Fikiran Banyak Orang

Mari Kita Baca Bersama dan Khayati Bersama


Mengenangkan Bersama Sang Pejuang Sondang Hutagalung


* * *


Mencari Jalan Membangun Harapan -- Mengenang Sondang Hutagalung
Oleh: Max Lane


Pada Desember 10, seorang lelaki berumur 22 bernama Sondang Hutagalung meninggal dunia akibat 98% dari tubuh terbakar. Sulit membayangkan rasa sakit yang dideritakannya selama melawan maut di rumah sakit. Yang lain daripada yang lain, lelaki muda ini tidak kebakar dalam sebuah kecelakaan tetapi membakar diri.

Dia tidak meninggalkan sebuah surat yang menjelaskan niatnya dia tentang tindakan mengambil nyawanya sendiri dengan cara yang penuh penderitaan ini. Mungkin Sondang mau menunjukkan rasa cemasnya yang dalam bahwa sebagian besar rakyat Indonesia masih menderita kemiskinan. Sondang aktif di organisasi mahasiswa Himpunan Advokasi-Study Marhaenis Muda untuk Rakyat dan Bangsa Indonesia (Hammurabi). Dia juga memimpin komunitas Sahabat Munir. Dia membakar diri di depan Istana Kepresidenan, mungkin ingin mengatakan presiden Yudhoyono sebagai kepala pemerintahan yang "gagal mensejahterakan rakyat." Mungkin juga dia terinspirasi oleh kasus seorang pedagang kaki lima Tunisia (Marhaen Tunisia) yang melakukan hal yang sama yang kemudian memicu pemberontakan oposisi di negeri tersebut, sehingga Presidennya jatuh.

Bisa saja terjadi -- dan memang sudah terjadi -- debat atau diskusi tentang benar atau salahnya tindaknya Sondang ini. Tetapi mengingat rekor kegiatan Sondang, minimal kita harus menghormati dia dan mengenangnya sebagai orang yang sanggup mengorbankan nyawanya dan menderitakan kesakitan fisik yang luar biasa dalam harapan bahwa ini akan berguna buat rakyat Indonesia.

/Karena itu aku salut pada saudara Sondang/, mahasiswa Universitas Bung Karno yang pernah gerak buat kaum marhaen dan korban pelanggaran HAM. Saya membaca juga bahwa dia pernah juga terlibat aktivitas solidaritas dengan rakyat Papua korban kekerasan. Sekali lagi salut!

*Dinamika Menghadapi Kegagalan Mensejahteraan Rakyat*

**Di Morocco kasus orang membakar diri memicu sebuah pemberontakan oposisi yang massif. Di Indonesia belum jelas sepenuhnya bagaimana nanti dampak daripada tindakan Sondang. Teman-teman mahasiswanya dari UBK sudah mengaraknya ramai-ramai ke kuburan. Ada versi bahwa lagu DARAH JUANG yang didedikasikan ke Sondang. Universitas mengangkatnya dengan pemberian gelar kehormatan. Mahasiswa-mahasiwa menyatakan tekad untuk meneruskan perjuangannya Sondang melawan pimpinan hedonis. Simpati sangat meluas, meski juga ada yang mempertanyakan tindakannya sebagai perbuatan politik. Kita belum tahu sepenuhnya bagaimana warisan perbuatan dia ke depan.

Dalam perbandingan Indonesia dengan Tunisia (atau Mesir) bisa kita catat suatu hal yang berbeda yang akan mempengaruhi situasi. Di Morocco pada saat Mohammed Bouazizi membakar diri, masyarakat Tunisia sedang di cengkeraman seorang diktator. Mahasiswa dan rakyat Indonesia sudah memaksa diktator Indonesia selama 33 tahun -- Suharto -- turun pada tahun 1998, 14 tahun yang lalu. Situasi kondisi politik bukan sebuah kondisi yang tegang menunggu sesuatu yang akan memicu kemarahan anti-kediktatoran meledak. Solusi pada kedikatatoran gampang dirumuskan dengan tepat (meski belum tentu gampang menerapkan rumusannya). Kediktatoran bisa dihilangkan dengan turunkan diktator. Tunisia (dan Mesir) sudah lama menunggu pemicu penurunan diktator mereka. Di Indonesia, dari tahun 1989 sampai 1996 proses membangun gerakan anti-diktatoran tanpa pemicu dramatis, berkat jerih-payah aktivis-aktivis yang membangun organisasi, termasuk yang selalu di depan aktivis-aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD), periode 1994-1999.

Bom kemarahan kalau sudah meledak, asal diarahkan, bisa jatuhkan diktator. Tetapi seperti yang sedang dialami di Tunisia dan Mesir, dan juga sudah dialami Indonesia selama 14 tahun, jatuhnya kediktatoran membuka ruang gerak yang lebih luas. Kita kemudian dihadapkan dengan masalah bagaimana mengisi ruang tersebut degan sebuah gerakan yang akan memperjuangkan perubahan yang lebih jauh lagi. Pemicu-pemicu yang ditunggu ialah pemicu yang membangun rakyat berorganisasi secara massal dan massif, memperjuangkan kemajuan negerinya, karena elit tak bisa diharapkan sama sekali. (Ini masalah yang dihadapi seluruh negeri di saat ini.) Dan yang bisa mensejahterakan rakyat bukan seorang Presiden tetapi gerakan rakyat sendiri.

*Rakyat memang tidak mengharapkan elit, kemudian .. ?*

Sering sekali saya lihat di berbagai aksi mahasiswa maupun serikat buruh serangan kritik bahwa pemerintah Presiden Yughoyono gagal mensejahterakan rakyat. Slogan "Megawati-Hamzah Haz gagal", "Yudhoyono-Kalla gagal" dan sekarang "Yudhoyono-Beodiono gagal" muncul berulang-ulang sejak Megawati Soekarnoputri menjadi presiden. Di pinggir jalan dan di perbincangaan rakyat, pasti mayoritas sudah setuju kesimpulan tersebut. Rakyat sepakat. Tetapi bentuk pemikiran "Yudhoyono-Beodiono gagal", meskipun sebagai kenyataan adalah benar, sekaligus juga tersesat. Perumusan masalah dalam bentuk si A dan si B gagal sebagai Presiden dengan sendiri mengandung anggapan bahwa ada juga sedang sembunyi di suatu tempat si C dan si D yang akan berhasil. Secara tidak langsung pendekatan ini masih mengandung unsur "ratu adil"isme.

Presiden Yudhoyono memang sudah pasti gagal mensejahteraan rakyat sejak sebelumnya. Begitu juga semua orang-orang yang lagi dibicarakan sebagai calon presiden tahun 2014. Ada beberapa sebab. Pertama, Yudhoyono dan calon-calon lainnya, semua merupakan perwakilan dari kelas menengah atas Indonesia yang mengukur keberhasilan ekonomi dengan ukuran pertumbuhan kelas menengah dan kelas menegah atas. Itu saja yang harus dicapai. Kelas menengah makmur Indonesia mungkin kurang-lebih 10% dari penduduk Indonesia atau 20an jutaan orang. Yang 200 juta orang lain memang tidak dianggap, asal jangan rusuh atau melawan. Jadi memang tidak ada minat mensejahteraan rakyat, sejak awal. Kadang-kadang pemerintah kelihatan bengong menghadapi masalah-masalah sosial dan ekonomi rakyat: jangan-jangan tidak bengong hanya tidak tertarik saja.

Kedua, kemiskinan rakyat dan keterbelakangan ekonomi Indonesia tidak disebabkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia, termasuk yang "neo-liberal"pun atau yang diresep-resepkan oleh lembaga-lembaga keuangan internasional. Kebijakan-kebijakan memang kebanyakan tidak pantas disetujui, tetapi bukan sebagai /penyebab/ atau /asal-usul/ masalah tetapi sebagai hal yang memperparah situasi. Kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi Indonesia, dan keterbelakangannya infrastruktur sosio-budaya, berasal dari warisan kolonialisme Hindia Belanda yang meletakan Indonesia sebagai ekonomi neo-koloni yang tak berindustrialisasi. Kemudian ekonomi Indonesia selama Orde Baru ditumbuhkan lagi pakai pola yang sama, bukan sebagai hasil pemaksaan kubu imperialis tetapi atas undangan sukarela kekuasaan pemenang pertaruhan arah pembangunan Indonesia yang berlangsung 1945-65. Indonesia 2011 adalah hasil 33 tahun pola ini, sehingga elit politik-ekonominya tak mungkin akan berminat mensejahterakan rakyat.

*Dua lapis "ketidak-ada-harapan".*

Sudah 46 tahun berlalu sejak Orde Baru berdiri. Elit kekuasaan Indonesia sudah terbentuk mapan. Apakah ada harapan elit tersebut akan melahirkan sebuah sayap yang dinamis, bergairah, cinta rakyat, cinta kebenaran, cinta ilmu? Periksa saja partai-partainya mereka dan mengambil kesimpulan sendiri. Kalau kerangka pikiran kita ialah Yudhoyono tak mampu, dengan fokus pada perorangannya dan kebutuhan akan seorang presiden yang lain lagi, sudah pasti akan muncul perasaan: tak ada harapan, harus ada tindakan yang sedrastis-drastisnya.

Ada juga sebuah "ketidak-ada-harapan" lain yang ikut mewarnai suasana. Pada tahun 40an, 50an, 60an, 70an bahkan 80an, baik di Indonesia maupun secara internasional, ada suatu kata, suatu diskursus, suatu visi yang memberi harapan pada semua orang: "Development", "Pembangunan". Pada dekade-dekade itu seluruh dunia yakin bahwa negeri negeri "sedang berkembang" akan berkembang, bahwa "development" akan terjadi, bahwa negeri-negeri itu akan mencapai "take-off". Yang pesimis dan sabar anggap mungkin ini proses lama melalui "trickle down effect" selama beberapa generasi. Yang optimis mengira "take-off"akan pesat dan heboh. Kaum sosialis yakin gerakan-gerakan pembebasan nasional akan berkembang menjadi revolusi sosialis sehingga akan ada pembangunan sosialis. Di Indonesia sendiri, selama periode Orde Baru, sampai 1997, "pembangunan" menjadi hampir sebuah agama, dan sebuah agama yang formal menjanjikan akselerasi pembangunan 25 tahun.

Pada abad 21 ini, di sebagian besar negeri sedang (tidak) berkembang di dunia, mimpi tentang pembangunan tinggal menjadi mimpinya kelas menengah atas saja. Hanya sedikit negeri, seperti Venezuela misalnya, yang masih memperjuangkan pembangunan buat rakyatnya -- atau lebih tepat, rakyat Venezuela sendiri sedang memperjuangkannya. Di banyak negeri-negeri dengan mimpi development menghilang rasa tak ada harapan semakin kental terasa. Tindakan-tindakan drastis, semakin sering terjadi.

Di Indonesia rasa tak ada harapan yang melahirkan tindakan drastis juga yang mengakibatkan beberapa kali orang yang memimpikan dunia yang lain dan lebih baik melakukan bunuh diri. Berbeda dengan Sondang, orang-orang ini sekaligus membunuh orang lain pula, dengan aksi bom bunuh diri. Tindakan drastis bom bunuh diri dan membunuh nyawa lain ini bukan hanya sakit irrasionil tetapi juga kriminil. Sondang tidak berniat ambil yang nyawa orang lain, tetapi mempertaruhkan nyawanya sendiri.

*Membangun harapan*

Membangun harapan butuh lebih daripada semacam pengambilan sikap bertekad berjuang. Membangun harapan mebutuhkan pengertian bahwa /memang adalah mungkin/ untuk mencapai kemajuan-kemajuan. Selama gerakan fokus pada menyatakan kekecewaan dengan pimpinan negara yang ada dengan slogan si A dan si B gagal, dengan pesan di dalamnya bahwa si C atau si D, yang bisa selesaikan masalah, tidak akan terbangunkan harapan. Konsekwensi logis dari kesimpulan bahwa elit politik ekonomi negeri tak mampu memimpin atau melakukan pembangunan ialah bahwa /hanya yang non-elit akan bisa melakukannya/. Yang "non-elit" (marhaen, rakyat miskin, 99% dll) tidak bisa hanya sebagai penerima kesejahteraan tetapi pelaku merebutnya, merencanakannya dan melakukannya.

Dari kesadaran itulah akan datang permulaan dari analisa syarat-syarat yang dibutuhkan untuk yang non-elit bangkit berorganisasi. Dan dari sana akan datanglah harapan.

Contoh Sondang mengingatkan kita betapa dalam bisa seorang manusia merasa peduli tentang rakyatnya. Perasaan dalam tersebut harus digendongkan dengan pengertian dan perencanaan bangkit bersama-sama, supaya tidak perlu lagi dan tidak akan ada orang yang merasa perlu ambil tindakan drastis mengorbankan diri menderita kesakitan dan kehilangan nyawa demi berusaha memicukan sesuatu yang dia tunggu-tunggu tapi tidak datang. Kekuasaan selalu siap makan korban dari kaum pejuang, seharusnya tak perlu kita menambah dengan pejuang mengorbankan diri. Hanya bangkit dan berorganisasi bersama-sama -dengan membuang semua harapan pada elit siapapun- memperjuangkan keadilan dan pembangunan akan membangun harapan yang melahirkan tindakan-tindakan berdaya cipta.

Selamat jalan Sondang.

Thursday, December 15, 2011

GURU Dan ILMUWAN KRITIS Serta KONSISTEN

Kolom IBRAHIM ISA
Kemis. 15 Desember 2011
-----------------------


GURU Dan ILMUWAN KRITIS Serta KONSISTEN

Prof Soetandyo Wignjosoebroto

Raih Yap Thiam Hien Award 2011


* * *


Ini berita penting sekali! Karena menyangkut masalah saling hubungan antara HUKUM DAN KEADILAN. Lebih penting lagi, karena mengenai seorang tokoh atau sosok ilmuwan maju. Dikatakan bahwa Prof Soetandyo Wignjosoebroto adalah seorang guru, profesor, ilmuwan, cendekiawan. Tahun ini PROF SOETANDYO WIGNJOSOEBROTO dianugrahi YAP THIAM HIEN AWARD 2011.


Anugerah Yap Thiam Hien Award, biasanya disampaikan kepada yang bersangkutan, sekitar HARI PERINGATAN DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK AZASI MANUSIA . PBB, 10 Desember 1948.


Di kalangan masyarakat kita. -- pasti tidak kecil jumlah ilmuwan, guru, cendekiawan, budayawan, yang punya dedikasi pada ilmu dan masyarakat, pada profesinya. Tetapi juga punya motivasi dan dedikasi terhadap kebenaran dan keadilan.


Demikianlah kita mengenal sosok ilmuwan sejarah (UGM)seperti mendiang Prof Sartono Kartodiredjo (1921-2007). Terhadap sejarah Indonesia ia memelopori agar bersikap --menurut cara pandang Indonesia. Prof Sartono adalah mantan mahasiswa pasca-sarjana bimbingan Prof.Dr Wertheim, ketika ia mengambil Ph.D-nya di Universitas Amsterdam. Adalah Prof Sartono ini juga yang memboyong tidak kurang dri 3000 buku ilmiah hibah dari perpustakaan Prof Wertheim, untuk perpustakaan "Wertheim Collection", di Universitas Gajah Mada.

Prof Soetandyo Wignjosoebroto dinilai *memiliki komitmen, dan kredibilitas yang tinggi dalam upaya-upaya untuk pembelaan dan perlindungan Hak Asasi Manusia untuk masyarakat Indonesia. *Penilaian ini dikemukakan oleh kalangan "Yayasan Studi Hak-Hak AzasiManusia", yaitu sebuah lembaga yang memberikan anugerah "PENGHARGAAN YAP THIAM HIEN", atau "YAP THIAM HIEN AWARD", sebagaimana lebih populer dikenal masyarakat.


Bersama Soetandyo yang dianugerahi Yap Thiam Hien Award juga adalah mendiang Asmara NABABAN (meninggal 2010). Seorang akhli hukum aktivis pro-demokrasi yang tak kenal lelah dan tidak takut kesulitan. Pada saat meninggalnya, dia menjabat Ketua Dewan Pengurus Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) dan anggota Badan Pengurus Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID). Fokus perhatian dan perjuangannya adalah hak asasi manusia dan demokrasi.


* * *


Untuk sekadar menyegrkan ingatan pembaca sekitar kegiatan Yayasan Hak-Hak Azasi Manusia yang memberikan Yap Thiam Hien Award 2011, kepada Prof Soetandyo Wignjosoebroto, mari kita simak ulang catatan mengenai siapa-siapa saja yang telah dianugerahi Yap Thiam Hien Award.


Mereka itu yang terpenting a.l adalah Haji Johannes Cornelis Poncke Princen. Kita kenal dia sebagai mantan serdadu KNIL yang memihak, bergerilya sehidup semati dan berjuang demi membela dan mempertahankan Republik Indonesia dan kemudian menjadi aktivis dan pejuang hak-azasi manusia di Indonesia. Kegiatannya ini konsiten dilakukannya sampai akhir hidupnya.


Tulis s.k. AS New York Times (12 Maret 1998) --- "Keputusannya untuk berjuang bersama gerilyawan Indonesia, disamakannya dengan keputusan serdadu AS di Vietnam yang bergabung dengan Viuetcong". Mengenai Suharto, kata Princen, "Fikirkan tentang hukum karma. Suharto tak mungkin memboyong hutang-hutangnya (pada rakyat Indonesia) ke kuburanya. Ia harus diingatkan bahwa (hukum) karma menantikannya. Apapun yang dilakukannya (huikum) karma menantinya". Kata-kata ini diucapkan oleh Poncke Princen beberapa bulan sebelum Suharto digulingkan oleh prahara Mei 1998. Memper dengan r a m a l a n Djoyoboyo. Kiranya bukan itu, tetapi adalah pengalaman perjuangannya dan perhitungan politik dan keyakinannys bahwa keadilan akan selalu mengejar pelaku-pelaku pelanggarnya, --- yang membuat Poncke Princen yakin benar bahwa sekali tempo Suharto akan terguling.


* * *


Lalu penyair dan aktivis pro-demokrasi WJI THUKUL, yang juga dapat Penghargaan Yap Thiam Hien. Pejuang anti-Orba ini 'hilang'. Diduga Wiji Thukul telah jadi korban "Tim Mawar Koppasus", sekitar pergolakan 1998 yang menumbangkan Presiden Suharto.


Nama yang tidak asing yang juga telah dianugerahi Yap Thiam Hien Award adalah aktivis serikat buruh *MASINAH* (1969 -- 1993). Marsinah, adalah seorang aktivis serikatburuh perusahaan PT Catur Putra. Ia terlibat aktif dalam perjuangan serikatburuhnya, menuntut perbaikan gaji dan perbaikan nasib. Karena keaktifannya itu, jenazahnya ditemukan. Sebagi akibat penganiayaan berat oleh aparat keamanan. Media mengungkapkan bahwa aparat keamanan dan lembaga pengadilan telah bersekongkol membela fihak perusahaan.


Itulah sekadar gambaran siapa-siapa saja dari sekian banyak pejuang demokrasi dan keadilan yang telah dianugerahi Penghargaan Yap Thiam Hien.


* * *


Mengenai Porof. Soetandyo, beliau *dinilai memiliki komitmen, dan kredibilitas yang tinggi dalam upaya-upaya untuk pembelaan dan perlindungan Hak Asasi Manusia untuk masyarakat Indonesia. "Keberpihakannya pada HAM adalah cermin sikapnya yang lebih membela sosial justice ketimbang legal justice. Dia lebih melihat hukum dalam konteks responsive low yang harus berpihak pada keadilan. Dan sikapnya tegas tetapi tidak terkesan konfrontatif," ujar Todung Mulya Lubis, **Ketua Yayasan Yap Thiam Hien.*


*Soetandyo menganggap penghargaan yang diberikan kepadanya sebagai penghormatan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Menurutnya, penghargaan tersebut adalah beban berat yang harus dipikulnya untuk tetap meneruskan perjuangannya bagi masyarakat Indonesia.*

*"Perjuangan itulah suatu masa depan jutaan manusia yang mereka itu tak mesti cuma eksis dalam lingkup kehidupan nasional, dengan hak-hak yang dijamin sebagai hak konstitusional, melainkan juga suatu masa depan manusia dengan jaminan hak-hak yang pasti akan lebih bersifat universal," kata Soetandyo.*


*Soetandyo terpilih dari 24 nominasi lainnya melalui sidang dewan juri yang terdiri dari mantan Duta Besar RI untuk PBB di Jenewa Makarim Wibisono, dosen UIN Syarif Hidayatullah Siti Musdah Mulia, Guru Besar Psikologi UI Saparinah Sadli, mantan hakim Mahkamah Konstitusi Maruarar Siahaan, Jurnalis senior Kompas Maria Hartiningsih, dan Todung Mulya Lubis.*

** * **

Berita sekitarn pemberian Yap Thiam Hien Award ini (Kompas, 14 Des 2011), kuterima dari sahabat-karibku Chalik Hamid. Chalik meeruskan dari mailist JKI (Amnsterdam) dan Gelora 45 (Hongkong).


Menarik tetapi memprihatinkan ialah bahwa berita penting ini, masih belum diberitakan, misalnya oleh Antara News, The Jakarta Post dan The Jakart Globe. Entah karena masih belum, artinya masih akan memberitakan. Atau dianggap peristiwa tsb kurang atau tidak penting, tidak menarik.


Bukankah, supaya medianya laris, sudah menjadi kebiasaan untuk membut 'breaking news' atau melansir berita 'sensasionil'. Yang tidak biasa. Soalnya kan korannya harus laku. Kalau kurang laku, yang memuat iklan akan merosot.


* * *


Harapan kita ialah, --- agar Prof Soetandyo Wignyjosoebroto, serta para akhli humum dan aktivis HAM lainnya, tak luput ingat pada Peristiwa Tragedi Nasional 1965.
Dalam berita persekujsi itu, jutaan warga tak bersalah telah menjadi korban kekuasaan rezim Orba. Tanpa proses pengadilan apapun, sematga-mata atas tuduhan dan fitnahan anggota atau simpatisan PKI, dan terlibat, atau berindikasi terlibat dengan G30S.


Tidak kurang dari 20 juta para keluarga korban Tragedi Nasional 1965 tsb, masih belum dipulihkan nama baik dan haik-hak kewarganegaraan dan hak-hak manusianya.


Apa yang dilakukan Jendral Suharto dan Orba terhadap para warga yang tak bersalah tsb, jelas adalah pelanggaran kasar terhadap hak-hak azasi menusia dan merupakan PELANGGARAN PALING BESAR TERHADAP KEBENRAN DAN KEADILAN.


* * *

Mengenang Sondang Hutagalung Oleh: Max Lane

IBRAHIM ISA
Selasa, 13 Desember 2011
---------------------------


Artikel MAX LANE, "MENGENANG SONDANG HUTAGALUNG",
Mewakili Perasaan dan Fikiran Banyak Orang

Mari Kita Baca Bersama dan Khayati Bersama
Mengenangkan Bersama Sang Pejuang Sondang Hutagalung


* * *


Mencari Jalan Membangun Harapan -- Mengenang Sondang Hutagalung
Oleh: Max Lane


Pada Desember 10, seorang lelaki berumur 22 bernama Sondang Hutagalung meninggal dunia akibat 98% dari tubuh terbakar. Sulit membayangkan rasa sakit yang dideritakannya selama melawan maut di rumah sakit. Yang lain daripada yang lain, lelaki muda ini tidak kebakar dalam sebuah kecelakaan tetapi membakar diri.

Dia tidak meninggalkan sebuah surat yang menjelaskan niatnya dia tentang tindakan mengambil nyawanya sendiri dengan cara yang penuh penderitaan ini. Mungkin Sondang mau menunjukkan rasa cemasnya yang dalam bahwa sebagian besar rakyat Indonesia masih menderita kemiskinan. Sondang aktif di organisasi mahasiswa Himpunan Advokasi-Study Marhaenis Muda untuk Rakyat dan Bangsa Indonesia (Hammurabi). Dia juga memimpin komunitas Sahabat Munir. Dia membakar diri di depan Istana Kepresidenan, mungkin ingin mengatakan presiden Yudhoyono sebagai kepala pemerintahan yang "gagal mensejahterakan rakyat." Mungkin juga dia terinspirasi oleh kasus seorang pedagang kaki lima Tunisia (Marhaen Tunisia) yang melakukan hal yang sama yang kemudian memicu pemberontakan oposisi di negeri tersebut, sehingga Presidennya jatuh.

Bisa saja terjadi -- dan memang sudah terjadi -- debat atau diskusi tentang benar atau salahnya tindaknya Sondang ini. Tetapi mengingat rekor kegiatan Sondang, minimal kita harus menghormati dia dan mengenangnya sebagai orang yang sanggup mengorbankan nyawanya dan menderitakan kesakitan fisik yang luar biasa dalam harapan bahwa ini akan berguna buat rakyat Indonesia.

/Karena itu aku salut pada saudara Sondang/, mahasiswa Universitas Bung Karno yang pernah gerak buat kaum marhaen dan korban pelanggaran HAM. Saya membaca juga bahwa dia pernah juga terlibat aktivitas solidaritas dengan rakyat Papua korban kekerasan. Sekali lagi salut!

*Dinamika Menghadapi Kegagalan Mensejahteraan Rakyat*

**Di Morocco kasus orang membakar diri memicu sebuah pemberontakan oposisi yang massif. Di Indonesia belum jelas sepenuhnya bagaimana nanti dampak daripada tindakan Sondang. Teman-teman mahasiswanya dari UBK sudah mengaraknya ramai-ramai ke kuburan. Ada versi bahwa lagu DARAH JUANG yang didedikasikan ke Sondang. Universitas mengangkatnya dengan pemberian gelar kehormatan. Mahasiswa-mahasiwa menyatakan tekad untuk meneruskan perjuangannya Sondang melawan pimpinan hedonis. Simpati sangat meluas, meski juga ada yang mempertanyakan tindakannya sebagai perbuatan politik. Kita belum tahu sepenuhnya bagaimana warisan perbuatan dia ke depan.

Dalam perbandingan Indonesia dengan Tunisia (atau Mesir) bisa kita catat suatu hal yang berbeda yang akan mempengaruhi situasi. Di Morocco pada saat Mohammed Bouazizi membakar diri, masyarakat Tunisia sedang di cengkeraman seorang diktator. Mahasiswa dan rakyat Indonesia sudah memaksa diktator Indonesia selama 33 tahun -- Suharto -- turun pada tahun 1998, 14 tahun yang lalu. Situasi kondisi politik bukan sebuah kondisi yang tegang menunggu sesuatu yang akan memicu kemarahan anti-kediktatoran meledak. Solusi pada kedikatatoran gampang dirumuskan dengan tepat (meski belum tentu gampang menerapkan rumusannya). Kediktatoran bisa dihilangkan dengan turunkan diktator. Tunisia (dan Mesir) sudah lama menunggu pemicu penurunan diktator mereka. Di Indonesia, dari tahun 1989 sampai 1996 proses membangun gerakan anti-diktatoran tanpa pemicu dramatis, berkat jerih-payah aktivis-aktivis yang membangun organisasi, termasuk yang selalu di depan aktivis-aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD), periode 1994-1999.

Bom kemarahan kalau sudah meledak, asal diarahkan, bisa jatuhkan diktator. Tetapi seperti yang sedang dialami di Tunisia dan Mesir, dan juga sudah dialami Indonesia selama 14 tahun, jatuhnya kediktatoran membuka ruang gerak yang lebih luas. Kita kemudian dihadapkan dengan masalah bagaimana mengisi ruang tersebut degan sebuah gerakan yang akan memperjuangkan perubahan yang lebih jauh lagi. Pemicu-pemicu yang ditunggu ialah pemicu yang membangun rakyat berorganisasi secara massal dan massif, memperjuangkan kemajuan negerinya, karena elit tak bisa diharapkan sama sekali. (Ini masalah yang dihadapi seluruh negeri di saat ini.) Dan yang bisa mensejahterakan rakyat bukan seorang Presiden tetapi gerakan rakyat sendiri.

*Rakyat memang tidak mengharapkan elit, kemudian .. ?*

Sering sekali saya lihat di berbagai aksi mahasiswa maupun serikat buruh serangan kritik bahwa pemerintah Presiden Yughoyono gagal mensejahterakan rakyat. Slogan "Megawati-Hamzah Haz gagal", "Yudhoyono-Kalla gagal" dan sekarang "Yudhoyono-Beodiono gagal" muncul berulang-ulang sejak Megawati Soekarnoputri menjadi presiden. Di pinggir jalan dan di perbincangaan rakyat, pasti mayoritas sudah setuju kesimpulan tersebut. Rakyat sepakat. Tetapi bentuk pemikiran "Yudhoyono-Beodiono gagal", meskipun sebagai kenyataan adalah benar, sekaligus juga tersesat. Perumusan masalah dalam bentuk si A dan si B gagal sebagai Presiden dengan sendiri mengandung anggapan bahwa ada juga sedang sembunyi di suatu tempat si C dan si D yang akan berhasil. Secara tidak langsung pendekatan ini masih mengandung unsur "ratu adil"isme.

Presiden Yudhoyono memang sudah pasti gagal mensejahteraan rakyat sejak sebelumnya. Begitu juga semua orang-orang yang lagi dibicarakan sebagai calon presiden tahun 2014. Ada beberapa sebab. Pertama, Yudhoyono dan calon-calon lainnya, semua merupakan perwakilan dari kelas menengah atas Indonesia yang mengukur keberhasilan ekonomi dengan ukuran pertumbuhan kelas menengah dan kelas menegah atas. Itu saja yang harus dicapai. Kelas menengah makmur Indonesia mungkin kurang-lebih 10% dari penduduk Indonesia atau 20an jutaan orang. Yang 200 juta orang lain memang tidak dianggap, asal jangan rusuh atau melawan. Jadi memang tidak ada minat mensejahteraan rakyat, sejak awal. Kadang-kadang pemerintah kelihatan bengong menghadapi masalah-masalah sosial dan ekonomi rakyat: jangan-jangan tidak bengong hanya tidak tertarik saja.

Kedua, kemiskinan rakyat dan keterbelakangan ekonomi Indonesia tidak disebabkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia, termasuk yang "neo-liberal"pun atau yang diresep-resepkan oleh lembaga-lembaga keuangan internasional. Kebijakan-kebijakan memang kebanyakan tidak pantas disetujui, tetapi bukan sebagai /penyebab/ atau /asal-usul/ masalah tetapi sebagai hal yang memperparah situasi. Kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi Indonesia, dan keterbelakangannya infrastruktur sosio-budaya, berasal dari warisan kolonialisme Hindia Belanda yang meletakan Indonesia sebagai ekonomi neo-koloni yang tak berindustrialisasi. Kemudian ekonomi Indonesia selama Orde Baru ditumbuhkan lagi pakai pola yang sama, bukan sebagai hasil pemaksaan kubu imperialis tetapi atas undangan sukarela kekuasaan pemenang pertaruhan arah pembangunan Indonesia yang berlangsung 1945-65. Indonesia 2011 adalah hasil 33 tahun pola ini, sehingga elit politik-ekonominya tak mungkin akan berminat mensejahterakan rakyat.

*Dua lapis "ketidak-ada-harapan".*

Sudah 46 tahun berlalu sejak Orde Baru berdiri. Elit kekuasaan Indonesia sudah terbentuk mapan. Apakah ada harapan elit tersebut akan melahirkan sebuah sayap yang dinamis, bergairah, cinta rakyat, cinta kebenaran, cinta ilmu? Periksa saja partai-partainya mereka dan mengambil kesimpulan sendiri. Kalau kerangka pikiran kita ialah Yudhoyono tak mampu, dengan fokus pada perorangannya dan kebutuhan akan seorang presiden yang lain lagi, sudah pasti akan muncul perasaan: tak ada harapan, harus ada tindakan yang sedrastis-drastisnya.

Ada juga sebuah "ketidak-ada-harapan" lain yang ikut mewarnai suasana. Pada tahun 40an, 50an, 60an, 70an bahkan 80an, baik di Indonesia maupun secara internasional, ada suatu kata, suatu diskursus, suatu visi yang memberi harapan pada semua orang: "Development", "Pembangunan". Pada dekade-dekade itu seluruh dunia yakin bahwa negeri negeri "sedang berkembang" akan berkembang, bahwa "development" akan terjadi, bahwa negeri-negeri itu akan mencapai "take-off". Yang pesimis dan sabar anggap mungkin ini proses lama melalui "trickle down effect" selama beberapa generasi. Yang optimis mengira "take-off"akan pesat dan heboh. Kaum sosialis yakin gerakan-gerakan pembebasan nasional akan berkembang menjadi revolusi sosialis sehingga akan ada pembangunan sosialis. Di Indonesia sendiri, selama periode Orde Baru, sampai 1997, "pembangunan" menjadi hampir sebuah agama, dan sebuah agama yang formal menjanjikan akselerasi pembangunan 25 tahun.

Pada abad 21 ini, di sebagian besar negeri sedang (tidak) berkembang di dunia, mimpi tentang pembangunan tinggal menjadi mimpinya kelas menengah atas saja. Hanya sedikit negeri, seperti Venezuela misalnya, yang masih memperjuangkan pembangunan buat rakyatnya -- atau lebih tepat, rakyat Venezuela sendiri sedang memperjuangkannya. Di banyak negeri-negeri dengan mimpi development menghilang rasa tak ada harapan semakin kental terasa. Tindakan-tindakan drastis, semakin sering terjadi.

Di Indonesia rasa tak ada harapan yang melahirkan tindakan drastis juga yang mengakibatkan beberapa kali orang yang memimpikan dunia yang lain dan lebih baik melakukan bunuh diri. Berbeda dengan Sondang, orang-orang ini sekaligus membunuh orang lain pula, dengan aksi bom bunuh diri. Tindakan drastis bom bunuh diri dan membunuh nyawa lain ini bukan hanya sakit irrasionil tetapi juga kriminil. Sondang tidak berniat ambil yang nyawa orang lain, tetapi mempertaruhkan nyawanya sendiri.

*Membangun harapan*

Membangun harapan butuh lebih daripada semacam pengambilan sikap bertekad berjuang. Membangun harapan mebutuhkan pengertian bahwa /memang adalah mungkin/ untuk mencapai kemajuan-kemajuan. Selama gerakan fokus pada menyatakan kekecewaan dengan pimpinan negara yang ada dengan slogan si A dan si B gagal, dengan pesan di dalamnya bahwa si C atau si D, yang bisa selesaikan masalah, tidak akan terbangunkan harapan. Konsekwensi logis dari kesimpulan bahwa elit politik ekonomi negeri tak mampu memimpin atau melakukan pembangunan ialah bahwa /hanya yang non-elit akan bisa melakukannya/. Yang "non-elit" (marhaen, rakyat miskin, 99% dll) tidak bisa hanya sebagai penerima kesejahteraan tetapi pelaku merebutnya, merencanakannya dan melakukannya.

Dari kesadaran itulah akan datang permulaan dari analisa syarat-syarat yang dibutuhkan untuk yang non-elit bangkit berorganisasi. Dan dari sana akan datanglah harapan.

Contoh Sondang mengingatkan kita betapa dalam bisa seorang manusia merasa peduli tentang rakyatnya. Perasaan dalam tersebut harus digendongkan dengan pengertian dan perencanaan bangkit bersama-sama, supaya tidak perlu lagi dan tidak akan ada orang yang merasa perlu ambil tindakan drastis mengorbankan diri menderita kesakitan dan kehilangan nyawa demi berusaha memicukan sesuatu yang dia tunggu-tunggu tapi tidak datang. Kekuasaan selalu siap makan korban dari kaum pejuang, seharusnya tak perlu kita menambah dengan pejuang mengorbankan diri. Hanya bangkit dan berorganisasi bersama-sama -dengan membuang semua harapan pada elit siapapun- memperjuangkan keadilan dan pembangunan akan membangun harapan yang melahirkan tindakan-tindakan berdaya cipta.

Selamat jalan Sondang.