Monday, December 19, 2011

PENEMBAKAN KAUM TANI “MESUJI” - Dan Serangkum SAJAK KUSNI SULANG

Kolom IBRAHIM ISA

Senin, 19 Desember 2011

-----------------------------------


-- PENEMBAKAN KAUM TANI “MESUJI”

-- TANAH RAKYAT YANG DIMILIKI PEJABAT / PENGUSAHA

-- APARAT JADI CENTÉNG “PEMILIK BARU”

-- Dan Serangkum SAJAK KUSNI SULANG


* * *


Keterlibatn aparat keamanan dalam pelanggaran hukum dan tindak kekerasan terhadap rakyat, telah membuatnya jadi 'centéng' . Bisa sebagai centéng pembesar setempat, atau, centéng pemilik perusahaan yang menguasai lahan yang dikelola rakyat tani setempat turun-temurun. Centeng-centeng ini berpakaian seragam. Sehingga kadang sulit membedakannya dengan tentara atau polisi. Biasanya centeng-centeng itu memang dibina oleh tentara atau polisi setempat. Paling sedikit dapat restu aparat keamanan yang 'resmi', yaitu polisi dan tentara.


Kasus kekerasan aparat seperti di desa 'MESUJI' itu, bukan yang pertama kalinya terjadi di Indonesia. Tindakan kekerasan aparat keamanan, khususnya oleh militer dan polisi, -- terhadap rakyat, menjadi 'kecenderungan utama cara rezim Orba memerintah selama 32 tahun. Langgam rezim Orba itu adalah memerintah negeri dan rakyat, dengan bersandar terutama pada kekerasan sendjata. Ini dimulai secara besars-besaran dan nasional -- sejak 'Peristiwa Tragedi Nasional 1965'.


Dalam periode itu, sekitar tiga juta warga tak besalah telah dibunuh tanpa peroses pengadilan apapun. Selain itu ratusan ribu dipersekusi, dipenjarakan, disiksa, di buang ke P. Buru. Sampai dewasa ini keluarga korban yang meliputi 20 juta orang masih dalam keadaan termarginalkan, di dalam masyrakat masih dianggap 'orang bermasalah', nama baiknya belum dipulihkan dan kasus tsb samasekali belum dijamah penguasa. Rencana rekonsiliasi nasiona melalui kebenaran dan keadilan hanya tinggal orasi dan janji belaka. Apalagi hak-hak kewarganegaraan korban, itu samasekali belum ada tanda-tanda akan direhabilitasi.


Lalu, kita tidak lupa peristiwa Malari, Lampung, Tanjung Priok, Maluku, Aceh, Timor Leste, Peristiwa Mei 1998, Papua , Masinah, Munir, Widji Thukul, dan banyak lainnya kasus PEMBUNUHAN dan 'orang hilang'.


Semua itu adalah kasus-kasus kekerasan sebagai langgam rezim Orba memerintah negeri dan rakyat. Orba sudah resmi tiada, tetapi praktek-pratek kekerasan yang diwarisinya masih terus berlangsung. Karena cara kekerasan terhadap rakyat, --- itu sudah membudaya!

* * *


Dalam konflik-konflik lahan antara rakyat dengan penguasa atau pengusaha, aparat keamanan negara, umumnya berdiri di fihak penguasa, pejabat, atau pengusaha.


Kasus PENEMBAKAN KAUM TANI “MESUJI”, Sumatra Selatan, adalah peristiwa kesekian kalinya dimana aparat keamanan , apakah itu militer, polisi atapun satpam, mengarahkan moncong senapannya kepada rakyat, demi membela sang pejabat, penguasa atau pengusaha yang merebut tanah rakyat.


Jauh pada periode pemerintahan demokrsi parlementer (tahun limapuluhan abad lalu), terjadi penembakan aparat terhadap kaum tani di Bandar Betsi, Sumatra Timur. Dalam peristiwa tsb, ketika hak-hak demokratis masih dihormati di periode Presiden Sukarno, --- gubernur yang bertanggungjawab atas peristiwa tsb telah tergeser dari jabatannya. Itu terjadi atas desakan dan tuntutan parpol, organiasi massa dan kaum tani umumnya.


* * *


Hari ini kita baca di situs Kompas, 19 Desember 2011, a.l. sbb: Tim Pencari Fakta atau TPF Komisi III DPR ke Lampung dan Sumatera Selatan menemukan fakta terjadinya pemenggalan kepala di Desa Sodong, Kecamatan Mesuji, Sumsel. Dikatakan oleh salah seorang anggota TPF DPR itu, -- peristiwa keji itu terjadi pada April tahun ini.



Dalam peristiwa tersebut ada tujuh korban, yakni dua dari masyarakat dan lima (karyawan?) dari pihak perusahaan PT Sumber Wangi Alam (SWA). Kejadiannya, karena bentrokan masyarakat dengan petugas pam swakarsa yang dibentuk perusahaan tersebut.



Berita sebelumnya (Tempo, 17 Des, 2011) mengungkap pembeberan seorang ibu korban penembakan oleh aparat satpam, a.l. Sbb: Dalamkisahnya, sertifkat tanah warga sempat dikumpulkan ke perusahaan pada 1993.Para petani itu dijanjikan akan menjadi petani plasma. “Belakangan perusahaan mengklaim tanah itu milik mereka. Kami tidak bisa lagi bercocok tanam di tanah kami,” kata Rundam di Mesuji. Ratusan warga ketiga desa itu sudah turun-temurun mendiami kawasan itu. Mereka hidup mengandalkan buah-buahan seperti durian, duku, dan tanaman tahunan lainnya.


Setelah lahan beralih kepemilikan, sebagian besar penduduk desa itu dijerat kemiskinan. Mereka tak lagi punya sumber penghasilan tetap. Perempuan berusia 51 tahun yang tak bisa baca tulis itu mengaku sedih dengan kondisi Muslim, anaknya, yang menjadi korban penembakan polisi. Muslim lahir dalam suasana konflik pertanahan yang tak juga berakhir. Putra bungsunya itu hidup memendam dendam terhadap orang perusahaan yang merampas tanah mereka. “Bertahun-tahun kami hidup tertekan. Penuh ketakutan,” kata perempuan tua itu.



* * *


Selanjutnya dilaporkan bahwa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan seorang petani tewas akibat bentrokan warga Desa Pelita Jaya dan Pekat Raya dengan kelompok pengamanan

perkebunan di area lahan PT Silva pada November 2011. Sebelumnya, terjadi

bentrokan di lahan lain pada 6 November 2010. Dalam dua peristiwa itu, dua

warga tewas dan lima orang terluka parah. Para korban pada Rabu lalu

mengadu ke Komisi Hukum DPR.


* * *


"Mereka biasa menyebutnya Operasi Senyum."

Perusahaan perkebunan sawit yang disebut-sebut tersangkut kasus pembantaian warga Kabupaten Mesuji, Lampung, PT Silva Inhutani, mengakui memberikan honor kepada polisi.

Pegawai disitu juga mengungkapkan, selain honor, ada uang komando sebesar Rp 1 juta yang diberikan kepada atasan mereka. Tidak hanya honor, komandan lapangan saat meninjau lokasi juga mendapat fasilitas mobil Terano dan Isuzu Panther.


Kiranya sementara ini cukup berita dan fakta mengenai tindak kekerasan oleh aparat keamanan terhadap kaum tani.




* * *


Sahabatku , penyair asal suku Dayak, Kusni Sulang, menuangkan TRAGEDI KAUM TANI MESUJI, dalam sajak-sajaknya yang menggugah dan mencengkam.



Di bawah ini dikutip sebagian dari rangkuman sajak Kusni Sulang itu, untuk kita resapi dan khayati.


Terima kasih kepada Kusni Sulang untuk sajaknya yang amat menyetuh hati nurani!!


* * *


Tout est Bien *)

Oleh Kusni Sulang


tout est bien

di permukaan

polisi tentara lalu

lalang

bau sendawa di ujung senapang


tout est bien di

perkebunan

tout est bien di tambang-tambang

polisi, tentara,

pamswakarsa

siang-malam meronda


tout est bien peta

jarahan

tout est bien laba

dan pundi-pundi

kalian dan aku

hadap-hadapan


tout est bien

lahan megenyah pasrah

menjaga tuhan

menolak nasib

2011


* Tout est bien, bahasa Perancis, segalanya beres, tapi sebenarnya lebih menjurus ke pesemisme atau bsurditas.


Mesuji

republik dan petani

di mesuji

ditembaki


inikah absurditss

primitif

upaya menolak kalah

pada ajal penjaga

kelam


di mesuji

kemanusiaan dan

nurani

ditembaki


dari sumatera hingga papua

saluh manusia jadi hewan

saluh republik jadi rimba


dari sumatera hingga papua

gonggong serigala

di letupan senapan


martabat digantang darah di mata pedang

jumlah laba, tebal-tipis pundi-pundi

keberanian menjual negeri dan diri


di mesuji

republik dan petani

ditembaki


kepadamu aku bertanya:

bukankah kita sudah tak ada

aku dan kalian hadap-hadapan


kepadamu aku

bertanya:

ada berapa negara di

negeri ini

siapa penguasanya

yang sejati?


kukira, sebaiknya

kita bersepakat kembali

menghancurkan

bangunan terlalu rapuh ini

lalu dari kampung membangunannya

lagi


republik dan hidup di sini

masih sejenis dalam rimba

saban nafas dihela tercium

bau bencana

menapis cinta


2011


Di Jalan Amis-Anyir

Darah

jangan salah duga, saudara

aku tidak mengutuk

polisi, tentara dan pamswakarsa

brutal menembaki

penduduk desa-desa sederhana


aku pun tidak

mengutuk polisi, tentara dan pamswakarsa

ketika mereka membunuh ibubapak, menyiksa diriku

dengan 1001 ilmu pembunuhan,memperkosa

istriku


bacalah kembali

buku-buku lama barangkali isinya tidak usang

datanglah ke kampung-kampung bergolak

tak pernah jeda membela hak


saudara akan paham apa siapa pemilik kebun dan tambang

apa-siapa petinggi negeri , bagaimana mereka saling topang

saudara akan paham

apa pengadilan, penjara, polisi dan tentara


aku tidak mengutuk

polisi, tentara dan pamswakarsa kayaula

yang sangat brutal bagi yang punya nurani

ssngat merosot di

mana martabat dijunjung tinggi


aku tidak mengutuk

polisi, tentara dan pamswakarsa

yang oleh buku-buku para

tetua disebut anjing jaga

bertugas khusus tanpa

hati menggonggong dan membunuh



yang paling kupikirkan sebab sangat mendesak tapi terabaikan

bagaimana menjadi manusia,bagaimana kata-kata berdaya tekan

sebab kesewenangan isyarat berlangsung ketimpangan


berliku menikung jalan palangka raya - kasongan

berliku menikung rantau

tanjung cintaku

menagih janji meneruskan tarung tanpa ujung


berliku menikung rantau

tanjung cintaku

kelebat langkahnya diburu serigala

o, anakku, di sini

ringkus-meringkus tanpa tenggang


anyir amis jalan anyir amis darah tak henti tumpah

takluk-menakluk, kalah-menang sepanjang-panjang

matahari muncul dan hilang .

2011.


Persembahan Kudus Altar Perkebunan

di atas tanah

leluhur

dua lelaki mesuji tersungkur

pengawal negara membawa mereka ke tepi kali


di bawah bulan

perkebunan

diratapi pungguk dari kehijauan

dua lelaki itu mereka gorok


hijau dedaunan kebun di mesuji

hijau rimbun duka pungguk

desir angin menderai pilu ratap peduduk


terdiam kali mesuji

lebih bungkam para petinggi

mesuji dilanda api


dua lelaki mesuji dua

domba perseembahan suci

disembelih bagi altar perkebunan

bagi altar tambang-tambang sekutu

para petinggi


upacara agung

perbudakan penduduk

acara pelelangan

negeri diresmikan

undang-undang

diterbitkan


dua lelaki mesuji dua

domba persembahan suci

disembelih mengawali

laga hidup-mati

menetapkan kelanjutan

asa-dahulu esok nanti


o, khianat yang

pongah, wajah absurditas lama kukenal

kusambut kau dengan menyihir airmata jadi petir menggelegar

menaburkan nyala kesadaran penyulut api perlawanan niscaya

2011.



* * *




No comments: