Saturday, September 28, 2013
Surat Terbuka DR Aswi Adam kepada Presiden SBY: REHABILITASI Dr SOEBANDRIO!
Kolom IBRAHM ISA
Jum'at, 27 September 2013
-------------------------
Surat Terbuka DR Aswi Adam kepada Presiden SBY:
REHABILITASI Dr SOEBANDRIO!
Suatu Tuntutan Tepat dan Adil Dalam Rangka MENEGAKKAN NEGARA R.I JADI NEGARA HUKUM
* * *
Dua hari yang lalu, -- masyarakat Indonesia bisa membaca sepucuk SURAT TERBUKA DR ASWI ADAM (Peneliti Senior LIPI) kepada Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Dimuat di s.k Tempo, 25 September 2013.
Kepadaku Dr Aswi Adam mengirimkan sebuah eksemplar kopinya. Di bawah ini kusiarkan ulang. Karena arti amat penting Surat Terbuka Dr Aswi Adam kepada Presiden RI.
Pertama-tama karena misi yang tercantum dalam Surat Terbuka Dr Aswi Adam itu – yaitu tuntutan REHABILITASI SOEBANDRIO, adalah suatu misi Keadilan dan Penegakkan Hukum Negara Republik Indonesia.
Surat Terbuka Dr Aswi Adam kepada Presiden SBY – ditulis pada waktu yang krusial. Sudah 15 tahun Orba digantikan oleh pemerintah-pemerintah yang menjanjikan Reformasi dan Demokrasi. Indonesia sudah memiliki Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Sudah dua kali SBY menjabat kedudukan kepala negara dan kepala pemerintahan. Beliau antara lain menjanjikan pemberlakuan demokrasi dan keadilan . . .
Namun, nasib seorang mantan pejabat tertinggi RI nomor dua, sesudah jabatan Presiden RI – Dr. Soebandrio, Wakil Perdana Menteri I dan Menlu RI, yang dipersekusi dan diperlakukan sewenang-wenang oleh penguasa militer, sampai divonis hukuman mati atas tuduhan terlibat G30S, -- melalui suatu pengadilan militer rekayasa – sampai saat ini masih dalam kedudukan hukum seorang yang dihukum mati. Yang kemudian diubah menjadi hukuman seumur hidup – berkat . . . sepucuk SURAT RATU ELISABETH DARI INGGRIS kepada Presiden Suharto. Kemudian dibebaskan karena maslah kesehatannya.
Sampai detik ini Presiden SBY belum mengambil tindakan apapun sekitar kasus Dr Soebandrio. Padahal Abdurrahman Wahid, sewaktu beliau menjabat Presiden RI, telah menugaskan dua menterinya, yaitu Yusril Ihza Mahendra dan Marsilam Simanjuntak untuk menindak-lanjuti permintaan Dr Soebandrio agar direhabilitasi.
* * *
Surat terbuka DR Aswi Adam itu mengingatkan Presiden SBY, bahwa beliau berhak memberikan rehabilitasi, berdasarkan UUD 1945 fasal 14 ayat 1. Dr Aswi Adam juga mengingatkan bahwa pada tanggal 21 Desember 2000, Dr Soebandrio yang pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri I, Menteri Luar Negeri dan Kepala BPI (Badan Pusat Intelijen), ------ menemui Presiden Abdurrachman Wahid selama satu jam dan meminta rehabilitasi.
* * *
Sejak mulai berkuasa, Jendral Suharto yang menjadi Presiden rezim otoriter Orba, telah melakukan pelanggaran besar-besaran di bidang hukum dan hak-hak azasi manusia Indonesia, yang tidak ada bandingnya selama seluruh sejarah Republik Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Selain melakukan pembantaian masal terhadap warga tidak bersalah atas tuduhan terlibat atau diduga terlibat dalam G30S, anggota atau diduga anggota PKI, simpatisan PKI dan kekuatan Kiri lainnya yang mendukung politik dan kebijakan Presiden Sukarno --- rezim Orba juga menjebloskan ratusan ribu warga tanpa proses hukum apapun ke dalam penjara dan/atau ke pembuangan seperi P. Buru.
Masalah pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pemerintah rezim Orba di masa itu, sampai sekarang ini masih belum dijamah samasekali oleh pemerintah!
* * *
Dr. Subandrio adalah salah seorang pejabat tinggi negara, sebagaimana sejumlah besar menteri-menteri Kabinet Presiden Sukarno, yang “diamankan”, dijebloskan ke dalam penjara dan diperlakukan secara wewenang-wenang.
Sepanjang ingatan, selain Dr Soebandrio tidak ada seorangpun menteri lainnya dari Kabinet Presiden Sukarno yang diajukan ke “pegadilan” oleh rezim Jendral Suharto.
Diantara menteri-menteri kabinet Presiden Sukarno ada yang dibunuh secara ekstra judisial, seperti Menteri Negara Nyoto (Wakil Ketua II PKI). Lain-lainnya masuk penjara. Seperti Menteri Tenaga Listrik Ir Setiadi Reksoprodjo, yang meringkuk di penjara selama 12 tahun, tanpa proses pengadilan apapun.
* * *
Dalam surat terbukanya Dr Aswi Adam menunjukkan dengan jelas dan tegas, bahwa tuduhan yang dijatuhkan terhadap Dr Soebandrio, bahwa ia terlibat dalam G30S, samasekali tanpa bukti dan alasan. Seluruhnya TIDAK BENAR.
Oleh karena itu Dr Aswi Adam menegaskan, --- seyogianyalkah Presiden SBY yang punya hak untuk merehabilitasi. . . BERINDAKSEKARANG INI MERHABILITASI DR SOEBANDRIO.
* * *
Surat Terbuka Kepada Presiden
REHABILITASI SOEBANDRIO !
Asvi Warman Adam
Berdasarkan UUD 1945 fasal 14 ayat 1, Presiden RI berhak memberikan rehabilitasi. Tanggal 21 Desember tahun 2000 Soebandrio yang pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri I, Menteri Luar Negeri dan Kepala BPI (Badan Pusat Intelijen) menemui Presiden Abdurrachman Wahid selama satu jam dan meminta rehabilitasi. Gus Dur memerintahkan dua Menteri yakni Yusril Ihza Mahendra dan Marsillam Simandjuntak untuk menindaklanjuti permohonan tersebut yang sampai sekarang belum ada realisasinya.
Tanggal 3 Juli 2004 malam, Soebandrio meninggal dunia dalam usia 90 tahun. Ke rumah duka datang memberikan penghormatan terakhir dua mantan Menteri Luar Negeri, Roeslan Abdulgani dan Ali Alatas serta Kepala BIN Hendroprijono. Suratkabar The Guardian dan The New York Times mewartakan kematiannya.
Semula direncanakan persidangan Dr Haji Soebandiro dimulai tanggal 30 September 1966 jam 24.00. Waktu itu di Jakarta berlaku jam malam, berarti terbatas orang yang bisa hadir. Sebab itu acara itu akhirnya dimulai tanggal 1 Oktober 1966 pukul 20.00. Bagaikan pembuatan sinetron kejar tayang, kurang dari sebulan, tepatnya tanggal 25 Oktober 1966 Mahmilub (Mahkamah Militer Luar Biasa) menjatuhkan hukuman mati kepada Dr H Soebandrio. Ketika akan dieksekusi, melayang surat protes Ratu Elizabeth dari Inggris, negara tempat Soebandrio merintis kantor perwakilan Indonesia sejak tahun 1946 dan resmi menjabat sebagai Duta Besar tahun 1950-1954, sehingga hukuman itu menjadi seumur hidup. Tahun 1995 dengan pertimbangan kesehatan, ia dibebaskan setelah mendekam selama 29 tahun di penjara.
Tidak jelas apakah Soekarno atau Sjahrir yang menugaskannya ke London selepas proklamasi, namun sejak 1946 sampai dengan 1956 ia memperjuangkan kepentingan Indonesia di luarnegeri. Duta Besar untuk Uni Soviet dijabatnya tahun 1954-1956 sebelum ditarik Soekarno sebagai Sekjen Kementerian Luar Negeri. Selanjutnya ia menjadi Menteri Luar Negeri selama 9 tahun sampai tahun 1966.
Tahun 1962 ia diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri yang menangani masalah luarnegeri, selain itu mengepalai Badan Pusat Intelijen yang menjadi koordinator antara unit intelijen pada empat Angkatan Bersenjata dan Kejaksaan Agung. Tetapi dalam urusan ini pun fokus Soebandrio adalah masalah luarnegeri. Soebandrio juga Koordinator Urusan Irian Barat.
Tidak aneh pada tahun 1965 BPI membagikan dokumen Gilchrist Duta Besar Inggris di Jakarta kepada para peserta konferensi Asia Afrika yang rencananya diadakan di Aljazair. Dokumen itu menyebut hubungan pihak Inggris dengan perwira Indonesia (“our local army friends”).Terlepas dari keotentikan dokumen tersebut, penyebarannya dimaksudkan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap pihak Inggris yang memang mendukung Malaysia yang ketika itu berkonfrontasi dengan kita.
Soebandrio selalu Menteri Luar Negeri memindahkan rekening Kementerian Luar Negeri sebesar 500.000 USD kepada Badan Pusat Intelijen karena situasi darurat untuk keperluan operasi “Ganyang Malaysia”. Dana itu tidak ditaruh pada rekening pribadinya dan menurut pembelanya, Yap Thiam Hien, itu tidak melanggar aturan.
Soebandrio sama sekali tidak terlibat G30S (pencantuman namanya pada Dewan Revolusi tidak setahu dirinya seperti juga halnya beberapa tokoh lainnya seperti Umar Wirahadikusuma dan Amir Machmud). Ketika meletus G30S Soebandrio dan rombongan sedang berada di Medan bahkan meneruskan perjalanan ke Langsa. Tanggal 3 Oktober 1965 baru mereka pulang ke Jawa.
Ia didakwa memberi kesempatan kepada orang lain untuk melakukan makar dengan logika yang tidak diterima akal sehat yaitu Soebandrio meminta Aidit pulang ke Jakarta sehingga terjadi percobaan kudeta tahun 1965. Soebandrio atas perintah Presiden Soekarno mengirim telegram 30 Juli 1965 meminta Aidit dan Njoto pulang ke Jakarta (terkait penyusunan pidato Presiden 17 Agustus 1965). Jamin, sekretaris Presiden bersaksi di persidangan bahwa ia menelegram Njoto (hanya Njoto) tanggal 2 Agustus agar pulang ke Jakarta. Ini disimpulkan oleh oditur bahwa Soebandrio menambahkan nama Aidit sementara yang disuruh pulang oleh Presiden hanya Njoto. Namun fakta persidangan juga mengungkap bahwa telegram Soebandrio itu diterima Aidit di Beijing, ia menjawab bahwa ia akan pulang ke Jakarta dan bahwa Njoto berada di Moskow. Jadi kenapa Jamin sekretaris Presiden Soekarno hanya menelegram Njoto beberapa hari kemudian, jelas alasannya karena Aidit sudah memberi jawaban.
“Durno” dan “Haji Peking” adalah dua istilah yang digunakan untuk merusak nama baik Soebandrio. Hakim Ketua Ali Said dan Oditur umum Durmawel Ahmad menulis buku tentang perkara ini yang berjudul tendensius “Sangkur Adil Pengupas Fitnah Chianat”. Ia dituding mengadu domba Angkatan Darat dan PKI, padahal memang sudah ada rivalitas antara keduanya. Julukan Haji Peking diberikan karena Soebandrio menjalankan diplomasi yang bersahabat dengan RRC. Keislamannya diragukan, dalam sidang oditur menanyakan apakah ia shalat dan berapa rakaat sehari semalam ? Soebandrio menjawab diplomatis bahwa ia bersembahyang lebih banyak daripada yang diwajibkan.
Ketika demonstrasi terhadap terus menerus dilakukan oleh mahasiswa dan pelajar (KAMI dan KAPPI) dibentuklah Barisan Soekarno. Meski terlambat (karena itu tidak efektif) Presiden Soekarno yang membentuknya bulan Februari 1966 bukan Soebandrio seperti yang dituduhkan.
Soebandrio jelas berjasa dalam bidang politik luar negeri dan diplomasi pembebasan Irian Barat. Lahir di Kepanjen Malang 15 September 1914, ia sempat praktek dokter bedah di Batavia pada zaman penjajahan. Tahun 1946 merintis pembentukan perwakilan Indonesia di Inggris kemudian berturut-turut menjadi Duta Besar di London dan Moskow. Tahun 1957 menjadi Sekjen Kementerian Luar Negeri dan selanjut Menteri Luar Negeri sampai tahun 1966. Ia juga menjadi Wakil Perdana Menteri I dan Kepala Badan Pusat Intelijen. Pada 25 Januari 2001, diluncurkan buku Soebandrio, Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat yang mengungkapkan pentingnya peran diplomasi bukan hanya operasi militer. Jenderal Susilo Bambang Yudoyono selaku Menkopolkam memberi kata sambutan, “Nilai dan manfaat buku ini semakin bertambah ketika ditulis dan dituturkan sendiri oleh Bapak Dr Soebandrio, sebagai salah satu pelaku sejarah yang memiliki peran amat penting…”
Diharapkan bukan hanya kata sambutan melainkan rehabilitasi dari Presiden Susilo Bambang Yudoyono terhadap Haji Soebandrio. Soebandrio dijatuhi hukuman mati walaupun bukan komunis, dan tidak terkait sama sekali dengan Gerakan 30 September 1965.
* * *
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment