Thursday, August 16, 2012

Merebaknya PERDEBATAN BESAR Sekitar HAM

Kolom IBRAHIM ISA
Jum'at, 17 Agustus 2012
------------------------------



Merebaknya PERDEBATAN BESAR Sekitar PELAKSANAAN HAM Menjelang Ultah Ke-67 PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA

Sebagaimana lazim setiap tahun, Presiden Republik Indonesia, mengucapkan pidato menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indoneisa, 17 Agustus 1945. Kali ini juga demikian halnya. Presiden SBY telah menyampaikan pidato 17 Agustus-nya, hari ini.

SAYANG, pidato 17 Agustus SBY, sepatah katapun tidak menyinggung, apalagi memberikan solusi terhadap perdebatan penting yang sedang terjadi di dalam masyarakat mengenai sikap terhadap PELANGGARAN HAM BERAT Yang Terjadi Pada “PERISTIWA 1965-1966”. Mengenai situasi HAM di Indonesia, Presiden hanya menyatakan: “Saat ini, stabilitas politik relatif terjaga. Demokrasi dan penghormatan kepada Hak Asasi Manusia dijunjung tinggi. Sejak berabad-abad silam, rumah besar negara kita dihiasi oleh kemajemukan. Kemajemukan merupakan warna tersendiri di dalam potret ke-Indonesiaan.  Kita menghormati dan menghargai keragaman itu dengan memberi ruang dalam payung desentralisasi dan otonomi daerah.” Yah, “. . . . penghormatan kepada Hak Azasi Manusia dijunjungtinggi . . . . ..” .

Padahal, mengenai situasi kegiatan, usaha dan hasil kerja KomnasHam di Indonesia dewasa ini sudah mencapai suatu titik yang KRUSIAL.

Demikian situasi krusial tsb: Di satu fihak seluruh masyarakat nasional dan dunia internasional telah mengetahui bahwa KomnasHAM telah menyelesaikan penyelidikan (23 Juli 2012) atas dugaan terjadinya pelanggaran HAM yang berat dalam peristiwa 1965-1966. Bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Dikemukakan dalam kesimpulan KomnasHAM, a.l telah terjadinya pembunuhan; pemusnahan; perbudakan; pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lainnya secara sewenang-wenang; penyiksaan, perkosaan atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; penganiayaan (persekusi); dan penghilangan orang secara paksa. Dikemukakan juga sejumlah individu dan lembaga yang diduga kuat sebagai pelaku dalam rentetan peristiwa 1965-1966.

* * *

Situasi perjuangan sekitar masalah (pelanggaran berat) HAM di Indonesia menjadi gawat, karena sebelumnya Presiden diberitakan bersedia atau berniat untuk MINTA MAAF KEPADA PARA KORBAN Peristiwa 1965-66. Dengan judul “PRESIDEN SBY SIAP MINTA MAAF”, disiarkan sbb: - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah siap menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia. Bahkan pernah juga dibahas Presiden bersedia meminta maaf, namun syaratnya kasus ini diselesaikan telebih dahulu.

KomnasHAM Perempuan dalam pernyataannya dengan tegas dan jelas sekali mengemukakan bahwa sudah SAATNYA BERTINDAK Untuk Pemulihan Hak-Hak Korban Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa 1965-1966. Selanjutnya ditandaskan oleh KomnasHam Perempuan, a.l sbb: Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengajak semua pihak untuk menyambut baik laporan hasil penyelidikan Komisi Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) tentang Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa 1965-1966 sebagai terobosan penting dalam upaya pengungkapan kebenaran. Laporan ini telah lama ditunggu oleh komunitas korban yang berjuang untuk memperoleh hak atas kebenaran, keadilan dan pemulihan. Juga, oleh masyarakat Indonesia yang menginginkan jaminan kepastian hukum bagi setiap warga negara dan bahwa tragedi kemanusiaan 1965-1966 tidak berulang di masa mendatang.

Komnas Perempuan mendorong Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengambil langkah proaktif memperkuat inisiatifnya dalam memberikan perlindungan dan dukungan bagi saksi dan korban Peristiwa 1965-1966. Inisiatif tersebut perlu diperluas agar (a) tidak terbatas pada skema bantuan, kompensasi, dan restitusi yang telah ada, (b) untuk mencakup pula keluarga korban, dan (c) dengan memperhatikan kekhasan kebutuhan perempuan.

Komnas Perempuan menegaskan bahwa seluruh langkah-langkah tersebut di atas bermakna besar bagi korban dan keluarganya yang selama ini telah berjuang dan bertahan hidup dalam kekerasan dan diskriminasi. Juga, untuk merawat cita-cita Indonesia untuk menjadi negara bangsa yang berperikemanusiaan dan perikeadilan.

Media Indonesia dan mancanegara, mencerminkan dan memanifestasikan semangat dan hasrat pejuang-pejuang HAM baik yang di Indonesia mauun di dunia internasional, dengan lega dan optimis menyambut perkembangan baru dalam perjuangn dan kegiatan pemberlakuan HAM di Indonesia. Seperti bisa ditarik kesimpulan dari diumumkannya laporam KomnasHam tertanggal 23 Juli 2012.

* * *

Tetapi, kemajuan yang dicapai dalam usaha HAM itu tidak bisa diterima oleh mereka-mereka yang menentang dan merintangi tercapainya keadilan bagi para korban pelanggaran HAM terbesar pada Perisitiwa 1965-66-67. Mereka tidak rela, diungkapkannya kejahatan kemanusiaan serta diadilinya para pelaku, dalam Peristiwa 1965-66 dengan terbunuhnya 300.000 sampai sekitar 3 juta warga tidak bersalah. Mereka tampil dengan pelbagai selubung dan dalih. Kita ikuti alasan dan dalih yang mereka kemukakan:

-- Kompas memberitakan bahwa, Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) dengan didukung kalangan purnawirawan TNI Angkatan Darat dan ormas menolak keras segala bentuk permintaan maaf dari pemerintah/Presiden Republik Indonesia terhadap korban tragedi 1965-1966. Wakil Sekjen PBNU As'ad Said Ali berucap, bahwa, sebagai bangsa lebih baik jika peristiwa tragedi kemanusiaan 1965 dilupakan. Ia menambahkan bahwa kita harus "Mewaspadai Kebangkitan PKI"

-- "Kita ini kan bangsa, sudah lupakan saja," kata As'ad. "Minta maaf berarti yang lain akan menuntut juga untuk maaf. Kapan selesainya? Malah repot nanti. Sudah lupakan," tambah As'ad.

-- As'ad Said Ali mengungkapkan, NU melupakan tragedi 1965 sebagai bentuk bahwa NU berjiwa besar. NU tidak mengungkit masalah pembunuhan oleh PKI di tahun 1948 di Madiun karena melupakan dan memberikan maaf agar pembagunan karakter bangsa ke depan menjadi lebih baik.
"Kami bersikap sebagai bentuk dari berjiwa besar karena kami memegang saham di republik ini. Kami yang mendirkan republik ini. Kalau permintaan maaf dilakukan maka bangsa ini akan terus berantem," tegasnya. "NU tidak mendorong ke pengadilan karena tidak ingin mengungkit masalah yang lalu-lalu. Orang kita, kiai dibunuh PKI, kita juga tidak menuntut," tambahnya.

-- Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso, menyatakan bahwa membuka kasus pelanggaran HAM pada masa lalu tidak akan menyelesaikan masalah. "Nanti zaman Ken Arok juga diungkit," ujar Priyo.

Namun dalih Wakil Ketua DPR Priyo, juga dalih Wakil Sekjen PB NU itu segera disanggah oleh Koordinator Kontras. sbb:

-- Koordinator Kontras Haris Azhar mengecam apa yang disampaikan Priyo. Haris Azhar menegaskan bahwa membuka sejarah lama itu penting untuk membangun garis batas, apa yang salah atau tidak dari pelanggaran HAM masa lalu."Siapa yang salah, dan siapa yang tidak salah di masa lalu harus jelas".

-- Tanpa tedeng aling-aling Haris Azhar tunjuk hidung dengan mengungkap bahwa "Priyo bicara seperti itu karena dia dari Golkar, partai yang selama Orde Baru berkontribusi dalam banyak pelanggaran HAM. Dia mewakili kepentingan Golkar untuk diselamatkan dari penghukumannya atas kesalahan di masa lalu."

-- Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar tak setuju dengan sikap PBNU. Menurutnya, kasus antara pembunuhan anggota NU dengan pembantaian PKI adalah dua hal yang berbeda. “Pembunuhan orang NU adalah hukum pidana karena konflik horizontal, sedangkan pembantaian PKI adalah perintah negara, jadi ada konflik vertikal,” kata Haris.

-- Koordinator Kontras, Haris Azhar, juga mendesak pemerintah untuk mengambil langkah proaktif untuk mendorong dan memfasilitasi serta membuat kebijakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Penyelesaian kasus ini, kata Haris juga dapat dilakukan dengan peningkatan akuntabilitas penegakan hukum. Serta, adanya jaminan pencegahan keberulangan di masa depan dengan penghapusan kebijakan yang diskriminatif.

-- Tokoh yang disebut “Angkatan 66”, yang aktif dalam persekusi Jendral Suharto terhadap PKI dan golongan Kiri serta dalam menggulingkan Presiden Sukarno, Cosmos Batubara dan Harjono Kartohadiprodjo, juga menyerukan kewaspadaan terhadap “bangkitnya ideologi komunis dan organisasi pendukungnya.”

Terhadap seruan sumbang untuk “waspada terhadap bangkitnya ideologi komunis dan orgnaisasi pendukungnya, GOENAWAN MOHAMAD, menyatakan di Facebook, sbb: Saya tak menduga masih ada orang-orang generasi 1966 yang tidak hidup di tahun 2012: -- isi kepala mereka jadi batu dan hati mereka jadi gaplek.

* * *

Perdebatan besar yang terjadi menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia, di masyarakat Indonesia sekitar pengungkapan PELANGGARAN HAM BERAT DALAM PERISTIWA 1965, menunjukkan bahwa perjuangan untuk PEMBERLAKUAN HAM di negeri kita, masih jauh dari selesai. Perjuangan ini akan berjalan terus dan masih akan mengarungi lika-liku dan kendala dari para penentang pemberlakuan HAM, KEBENARAN DAN KEADILAN di negeri kita.

Bahwa dalam pidato Presiden SBY menyambut Ultah ke-67 Kemerdekaan Indonesia, masalah pemberlakuan HAM di Indonesia dan perdebatan besar yang terjadi di sekitar masalah itu, samasekali tidak disinggung, sungguh amat disesalkan!

* * *
























No comments: