Wednesday, December 19, 2007

Kolom IBRAHIM ISA
-------------------------
Jum'at, 14 Desember 2007



KOLONIALISME TETAPLAH KOLONIALISME

Belum lama di ruangan ini dipublikasikan artikel tentang, dubes Belanda di Indonesia NIKOLAS VAN DAM, yang memberikan ceramah di Pesantren Darusalam Gontor . Beberapa pembaca memberikan taggapannya. Di antaranya dari seorang sarjana muda Indonesia, bernama YANTI MIRDAYANTI. Yanti diperkenalkan kepadaku beberapa tahun yang lalu, oleh seorang kawan, pada kesempatan memperingati 'Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945', di Wisma Duta, di Wassenaar, Holland.



Yanti Mirdayanti tergolong kaum muda Indonesia. Dewasa ini ia mengajar ( jadi dosen) pada sebuah Universitas di Bonn, Jerman. Dari tanggapan Yanti Mirdayanti, dapat dilihat bahwa sarjana Indonesia tergolong kaum muda, yang sekarang ini bekerja di Bonn, Jerman, memiliki pengetahuan dan sikap mengenai kolonialisme, khususnya kolonialisme Belanda, yang jernih dan benar.



Sikap dan pandangan seperti yang diuraikan Yanti Mirdayanti, yang jernih dan teguh mengenai kolonialisme, mengenai sejarah bangsa kita, adalah pandangan yang merupakan dasar dan arah bagi pencerahan fikiran dan kemajuan bangsa. Suatu sikap dan pandangan kebangsaan yang selalu diajarkan salah seorang pejuang unggul kemerdekaan dan bapak nasion Indonesia, BUNG KARNO. Supaya kita semua, dengan tepat mengenal sejarah bangsa sendiri, memiliki pandangan BEBAS MANDIRI, BERDIRI DI ATAS KAKI SENDIRI, dan BERPKRIPADIAN INDONESIA.



Khusus mengenai masalah sejarah bagi bangsa ini, teristimewa bagi kaum mudanya, amat mendesak dimilikinya pengetahuan dan sikap yang jernih. Mengenal sejarah bangsa sendiri, mengenai sejarah hubungan internasional yang jernih dan tepat, yang bertolak dari kepentingan dasar bangsa Indonesia, akan memperteguh dan memajukan pandangan dan pendirian kaum muda, terhadap masalah-masalah seperti kesadaran berbangsa, identitas nasion Indonesia dan patriotisme.



Terlebih lagi pentingnya ditegakkanya pandangan tsb, mengingat selama periode rezim Orba, fakta-fakta, konsepsi dan pemahaman mengenai masalah sejarah bangsa, sudah begitu dijungkirbalikkan, dibengkak-bengkokkan, sehingga membenamkan sampai ke dasarnya keberanian dan kemampuan untuk dengan bebas berfikir sendiri, untuk menganalisis dan mengambil kesimpulan sendiri. Pada periode Orba, kaum muda kita dijejali dengan konsepsi dan pandangan yang mutlak membenarkan sikap, pandangan dan politik penguasa. Bahwa kebenaran dan keadilan adalah milik penguasa semata.



* * *



Untuk selanjutnya tulisan-tulisan berikutnya dari Yanti Mirdayanti, termasuk yang menyangkut masalah internasional, seperti masalah SELAT MALAKA, dan SEKITAR PRESIDEN RUSIA PUTIN, akan dimuat di ruangan ini pada waktu mendatang.



Mari ikuti tanggapan YANTI MIRDAYANTI, mengenai kolonialisme Belanda:



KOLONIALISME TETAPLAH KOLONIALISME



Apa pun alasannya,kolonialisme tetaplah kolonialisme. Tidak ada keuntungannya untuk negara yang dijajah. Kalau umpamanya Belanda meninggalkan 'warisan' jalan-jalan raya atau beberapa hal yang waktu itu dibangun dengan berbekal teknologi Eropa, toh mereka membangunnya juga demi kelancaran proses perekonomian mereka di negara jajahan. Buruh bangunan yang dipakai untuk membuat jalan-jalan juga rakyat Indonesia, dan mereka kuli tak diupah.

Hitler di Jerman juga mendirikan jalan-jalan tol (Autobahn) yang besar-besar dan mulus itu tokh tujuan utamanya demi kelancaran lalu lintas transportasi militernya.

Kalau dulu Belanda berkunjung ke Indonesia demi kebaikan hati, maka tidak mungkin mereka mengangkut dan memperdagangkan rempah-rempah hasil bumi Nusantara oleh mereka sendiri secara monopoli (dalam bentuk VOC). Tidak mungkin pula mereka tingal di Indoeneia sampai 350 tahun. Pasti betah orang-orang Belanda dulu di Nusantara yang gemah ripah loh jinawi, hijau, makmur buminya. Alamnya begitu ramah dan iklimnya yang hangat terus, tidak seperti di negara mereka yang ada musim dinginnya. Masyarakat tradisional Nusantara juga begitu ramahnya terhadap tamu pendatang. Terlalu ramah, saya kira. Semuanya adalah syurga untuk kaum Eropa dan telah disalahgunakan oleh kaum kolonial Belanda dalam bentuk: penjajahan.



Jaman modern ini juga sama. Imperialisme tetap saja imperialisme. AS menyerang Irak dengan dalih menegakkan demokrasi. Sekarang masih berkuasa secara militer di Afghanistan dengan dalih terorisme, Taliban, Al-Qaida, etc. Tokh hasilnya masih tetap kehancuran bagi warga civil di sana.



Nah, baru-baru ini Bush dipermalukan oleh hasil laporan Dinas Rahasia AS sendiri yang mengumumkan bahwa Iran ternyata tidak memiliki atom nuklir.

Apakah tujuan laporan itu sendiri untuk menyelamatkan Bush di penghujung masa jabatannya atau bertujuan untuk menghindarkan perang AS-Iran, ataukah ada tujuan politis lainnya. 'Ntah lah.

Jadi, yang jelas, dalih apa pun tidak bisa diterima kalau suatu negara menjadi tuan raja di negara lain.



Kolonialisme tetap kolonialisme. Belanda dulu di Indonesia adalah tamu tak diundang yang telah datang dengan perahu kosong mereka ke Nusantara. Kemudian tinggal lama di bumi Nusantara ini sambil mengisi penuh perahu mereka. Bulak-balik Indonesia-Eropa sebagai bandar dagang dengan menjual hasil bumi Nusantara ini. Keuntungan hasil penjualan adalah untuk negara Belanda sendiri, bukan untuk kemakmuran rakyat Nusantara.

Salam dari Bonn,

Yanti Mirdayanti -

No comments: