Friday, October 7, 2011

SRIKANDI ARGENTINA, PATRICIA ISASA DI JAKARTA

Kolom IBRAHIM ISA

Jum'at, 07 Oktober 2011

------------------------------


SRIKANDI ARGENTINA, PATRICIA ISASA DI JAKARTA

Dari: -- WILSON OBRIGADOS


Baru saja aktivis Demokrasi dan HAM Argentina, PATRICIA ISASA, melakukan kunjungan singkat ke Indonesia. Sahabat baikku, WILSON OBRIGADOS, dan teman-teman Indonesia para aktivis Pro-Demokrasi dan HAM Indonesia, dan penulis/peneliti, seperti Hilmar Farid, Ayu Ratih, Mugiyanto, dan banyak lainnya, pada tanggal 06 Oktober 2011, kemarin, sempat bertemu dan cakap-cakap dengan aktivis tangguh putri Argentina tsb.


Berikut ini kiriman berita dari Wilson Obrigados:




Tahun 1976. Umur 16 tahun. Patricia Isasa diculik oleh tentara junta Argentina. Setelah disiksa secara fisik dan sexual pada tahun 1978 dikeluarkan. Tahun 1979 Patricia menuntut junta. Ia kembali diculik dan disiksa,lalu dibebaskan.


Tahun 2009 setelah berjuang 30 tahun, Patricia berhasil menuntut 6 penculik yang menyiksa dan memperkosa. Sebagian penculik sdh menjadi walikota, kepala polisi dan hakim federal. Pengadilan memenangkan Patricia.


Ke-6 pelaku dihukum seumur hidup. Perempuan hebat ini mengajarkan pada kita bahwa tak ada batas bagi sebuah perjuangan.” Demikian berita dari Wilson Obrigados, Jakarta.

* * *

Marie Trigona, ( Website “Present”) dalamn artikelnya berjudul PERJUANGN PATRICIA UNTUK KEADILAN, menulis a.l -- bahwa Patricia telah berjuang demi keadilan dan trasparansi selama lebih dari 30 tahun. Ketika Patricia berumur 16 tahun, ia diculik oleh sebuah grup komando kepolisian provinsi. Ia diangkut ke salah satu pusat tahanan dan penyiksaan klandestin, (semacam markas di jalan Guntur Jakarta, pada tahun-tahun 1967-66-67. I.I.),yang dibangun pada periode rezim diktatur.



Patricia diincer oleh aparat karena kegiatannya sebagai utusan dari Persatuan Pelajar Sekolah Menengah di provinsi Sante Fe, yang melakukan kegiatan mengorgnisasi. Ia disekap dalam penjara tanpa proses pengadilan, selama dua tahun lebih. Begitu dilepas dalam tahun 1979, Patricia mengumpulkan gugatan yang disampaikannya kepada Komisi Inter-Amerika untuk Hak-hak Azasi Manusia, dari OAS, Organization of American States, yang berrencana ketika itu berkunjung ke Argentina. Lagi-lagi Patricia bersama 30 pemuda dan pemudi, diculik. Tiga hari ia meringkuk kemudian dilepaskan. Tetapi, tinggal Patricia Isasa dari empat orang lainnya yang masih hidup.

Sejak 1997, Patricia Isasa telah menghimpun dokumentasi yang banyak sekali, sampai bisa menjebloskan para pelaku-pelaku kejahatan kemanusiaan itu kedalam penjara.

Perundang-undangan dan peraturan yang dibuat pada tahun 90-an (yang diberlakukan dibawah Presiden Menem ketika itu) merintangi, diadilinya para pemimpin militer pelaku kejahatan kemanusiaan itu. Kemudian Kejaksaan Agung Argentina menghapuskan undang-undang yang memberikan amntesty kepada opsir-opsir militer yang mengabdi pada rezim diktatur ketika itu.



25 tahun setelah Patricia Isasa dikeluarkan dari pusat penahanan klandestin, keamanan jiwanya masih dalam bahaya. Sejak divonisnya mantan kepala polisi Argentina, Miguel Etchecolatz, dalam suatu pengadilan yang menggemparkan, para aktivis hak-hak manusia mengalami gelombang intimidasi dan serangan. Jorge Julio Lopez, seorang saksi kunci dalam pengadilan hak-hak manusia itu, yang memvonis Etchecolatz sebagai pelaku kejahatan kemanusiaan, telah hilang pada tanggal 18 September 2006. Lopez, seorang buruh bangunan dan bekas tapol hilang beberapa jam sebelum ia harus memberikan kesaksian menjelasng pemvonisan Etchecolatz.



Patricia Isasa ambil bagian dalam program perlindungan terhadap para saksi, setelah ia menerima tilpun yang mengancam jiwanya.



Namun semangatnya untuk berjuang demi keadilan tak kunjung padam. Patricia memberikan kesaksian di Santa Fe dalam bulan Maret. Sante Fe adalah suatu tempat yang amat berbahaya, karena kekuasaan setempat berkepentingan melindungi bekas-bekas anggota junta militer Argentina.



Dalam salah satu wawancara Patricia Isasa menyatakan:



Saya akan menulis buku. Saya tidak mau mati sebelum menyampaikan pengalaman saya. Bila saya bisa membantu seseorang, meskipun hanya sekali saja, untuk satu orang saja . . . . . untuk seorang perempuan atau seseorang yang masih muda untuk memperoleh kesempatan agar bisa menyatakan “HAL SERUPA JUGA TERJADI PADA SAYA”.



Bagi saya hal itu sulit sekali. Saya ingin membantu seseorang agar ia lebih mudah menyatakannya terbanding saya”. Demikian Patricia Isasa.



* * *



Demikianlah, sebagian kecil saja kisah penderitaan korban diktatur militer Argentina. Namun, kita memperoleh inspirasi besar dari semangat juang demi keadilan, demi transparansi agar segala kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh rezim diktatur militer Argentina terbongkar dan pelaku yang bersalah menererima hukuman setimpal.



* * *



Negeri kita. INDONESIA, masih jauh di belakang dibandingkan situasi HAM di Argentina. Bangsa ini masih memerlukan perjuangan lama yang konsisten dan bersemangat pantang mundur. Yang memerlukan persatuan semua kekuatan kebenaran dan keadilan di Indonesia, untuk mengungkap dan membongkar kejahatan kemanusiaan rezim Orde Baru Jendral Suharto. Agar keadilan bagi jutaan korban pelanggaran HAM sejak Peristiwa Pembantaian Masal 1965.66, 67 serta peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM lainnya.



* * *



No comments: