Thursday, February 14, 2013

*MEMOAR IBU UTAMI SURYADARMA * *(02 Februari 1917 – 16 Januari 1996): *

*Kolom IBRAHIM ISA*

*Rabu, 13 Februari 2013*

*------------------------------*



*MEMOAR IBU UTAMI SURYADARMA *

*(02 Februari 1917 – 16 Januari 1996): *

“*SAYA, SOERIADI & TANAH AIR”*



** * **


Suatu hari aku mendengar dari sahabatku Nursyabani Katjasungkana, bahwa ia memiliki buku (biografi atau memoar) Utami Suryadarma. Aku ingin sekali membaca buku itu. Belum bisa memilikinya, maka aku pinjam saja dulu. Kapan-kapan ada kesempatan pasti akan kubeli. Maka aku berterima kasih kepada Mbak Nur yang bersedia meminjamkan bukunya padaku, dan terimakasih kepada Mbak Saskia Wieringa, yang berkenan membawa buku tsb kekantornya di Universitas Amsterdam, sehingga aku bisa datang mengambilnya.


Kami. Murti dan aku berrencana membacanya bersama setiap malam. Membacanya sambil berkomentar diantara kami saja. Mengenangkan masa lampau. Ketika masih di Jakarta, dan sering bertemu dengan Ibu Utami.


Kami merasa beruntung bahwa di masa lampau memgenal pribadi beliau. Kami sama-sama di Gerakan Perdamaian Indonesia. Lebih-lebih lagi dalam kegiatan bersama OISRAA, Organisasi Indonesia Setiakawan Rakyat-Rakyat Asia-Afrika. Beliau adalah Ketua Umum OISRAA.


Ketua-ketua lainnya adalah KH Anwar Tjokroaminoto (PSII); Buya KH Sirajuddin Abbas (Partai Islam PERTI) dan Moh, Mansur (PNI). Ibrahim Isa – Sekretaris Jendralnya. Antara Ketua Umum dan Sekretaris Jendral sering sekali berkonsultasi dan kami sering rapat di rumah beliau di Jalan Mendut, Jakarta.


* * *


*Ibu Utami selalu memancarkan sinar antusiasme, optimisme dan progresivisme.* Kapanpun kita berrapat dan peroblim berat bagaimanapun yang harus ditanggulangi; dalam rapat-rapat itu Ibu Utami selalu membimbing kami ke suatu pemecahan yang realis dan relevan!


Yang tak terlupakan yang pernah disampaikannya ialah kekecewaan beliau ketika Bung Karno kawin lagi dengan Hartini. Bung Karno adalah pemimpin bangsa dan negara yang beliau hormati dan patuhi. Tapi kali itu beliau betul-betul kecewa terrhadap Bung Karno. Menyayangkannya! Namun perasaan berang beliau itu tidak mengubah sikap dan pernghormatannya pada pemimpin besar bangsa Bung Karno.


Ketika Jendral Suharto memulai kampanye perpsekusi dan pemunsahan terhadap

P KI, semua kekuatan progresif dan pendukung-pendukung politik Presiden Sukarno, pada tahun 1965, – – – Aku menerima sepucuk surat Ibu Utami yang dibawa seorang kawan ke Havana. Dalam surat itu Ibu Utami menyampaikan situasi gawat tanah air. Namun, dalam keadaan yang tidak menentu itu, Ibu Utami sempat menyatakan kegembiraannya bahwa Presiden Sukarno secara resmi memutuskan gedung di Jalan Raden Saleh No 52, yang selama itu digunakan sebagai kantor Komite Perdamaian Indonesia, resmi menjadi gedung Sekretariat Komperda dan KONFERENSI INTERNASIONAL ANTI PANGKALAN-PANGKALAN MILITER ASING (KIAPPMAA).


Tapi, sayang, tidak lama gedung Raden Salen 52 tsb bisa dimanfaatkan untuk kegiatan gerakan Perdamaian. Karena teror terhadap gerakan Kiri di Indonesia semakin menjadi-jadi dan Gedung Jalan Raden Saleh 52 itu dirampas dan diduduki oleh militer. Para aktivis Komperda dijebloskan dalam penjara atau hilang tak diketahui dimana rimbanya, akibat persekusi sekitar Peristiwa 1965.


Ketika itu baru saja usai diadakan Konferensi Internasional Anti Pangkalan-Pangkalan Militer Asing (KIAPPMA) di Jakarta (Akhir Oktober 1965), dimana Presiden Sukarno menyampaikan pidato sambutannya. (Dalam bahasa Inggris, pidato ini dimuat dalam buku REVOLUSI YANG BELUM SELESAI (Pidato-Pidato Presiden Sukarno sekitar Oktober 1965).


* * *


Satu episode lainnya lagi yang tak terlupakan ialah ketika aku bertemu dengan Ibu Utami Suryadarma sekitar kegiatan KIAPPMA di Jakarta pada akhir 1965, setelah terjadinya KUP MERANGKAK Jendral Suharto.


Dalam pertemuan itu banyak kutanyakan sekitar G30S dan bagaimana Presiden Sukarno akan menghadapi move-move Jendral Suharto yang jelas mulai setapak-demi-setapak menggeser Presiden Sukarno.


Ibu Utami menjelaskan bahwa dari tiga angktan bersenjata RI yang tetap setia pada Bung Karno , sementara divisi TNI, dari Korps MARINIR ALRI, dan dari Angkatan Udara RI, tegas *MENYATAKAN KEPADA PRESIDEN SUKARNO, bahwa mereka akan BERTINDAK MENUMPAS Jendral Suharto dan kekuatan militernya, begitu diperintahkan oleh Presiden Sukarno.*


Tetapi, . . . . sayang, atas pertimbangan mencegah pertumpahan darah pada bangsa ini, Presiden menolak untuk melakukan tindakan militer terhadap Jendral Suharto dan kekuatan militer yang memihak padanya.


Usaha mencegah pertumban darah akibat konfrontasi dengan Jendral Suharto, --- tidak ingin terjadinya “perang saudara” yang akan makan korban besar. . . . akhirnya malah telah terjadi KORBAN YANG LEBIH BESAR LAGI. Disebabkan oleh persekusi besar-besaran Jendral Suharto dan para pendukungnya terhadap PKI, dituduh PKI atau simpatisan PKI, dan kekuatan politik dan massa yang mendukung Presidebn Sukarno.


* * *


Buku Ibu Utami Suryadarma berjudul : “SAYA, SOERIADI & Tanah Air”, adalah sebuah Memoar yang mengisahkan tekad besar, semangat dan jiwa patriotisme KEBANGSAAN INDONESIA, serta kegiatan dan perjuangan untuk emansipasi kaum wanita Indonesia, perjuangan untuk kemerdekaan bangsa dan tanah air.


*Pengharagaan masyarakat dan dunia ilmu Indonesia pada Utami Suryadarma, tercermin dalam pengukuhan beliau sebagai REKTOR UNIVERSITAS RESPUBLICA.*


* * *


*Saparinah Sadli*, Pemerhati Kesetaraan dan Keadilan Gender Indonesia, Pendiri Program Studi Kajian Gender dan Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, a.l menyatakan dalam sambutannya pada buku Utami Suryadarma: --


Bahwa buku itu merupakan sumbangan penting memahami peran sejumlah perempuan Indonesia, khususnya di masa awal kemerdekaan Indonesia. Memoar Utami Suryadarma membantu mamahami peranan perempuan Indonesia dalam sejarah kemerdekaan bangsanya.


Saparinah Sadli, menekankan a.l bahwa, Buku Utami Suryadarma perlu dibaca tidak hanya oleh generasi muda, teapi juga guru sejarah dan para penulis buku sejarah. Semua kita yang pedui sejarah kemerdekaan bangsa dan para pelakunya;l


* * *


Di bawah ini silakan baca tulisan*CHAPPY HAKIM*, dan*OLIVE BENDON* dalam Kompasiana.Com. a.l sbb:


Chappy Hakim:

Siang tadi, Jakarta 3 Juni 2012, ---

Saya menghadiri acara peluncuran buku yang berjudul Saya, Soeriadi & Tanah Air. Buku ini adalah merupakan catatan Kehidupan Istri Bapak Angkatan Udara Republik Indonesia Soeriadi Suryadarma. Saya sendiri sebenarnya diundang oleh saudara Imelda Bachtiar, sang Penyunting Buku. Imelda, seorang jurnalis yang juga lulusan (dengan predikat Cum Laude) Program Studi Kajian Gender(Wanita) Program Pascasarjana UI, sudah menghubungi saya beberapa waktu yang lalu untuk menyediakan waktu hadir dalam peluncuran buku tersebut. Jadi saya memang sudah menyiapkan diri untuk meluangkan waktu di hari minggu, hari khusus “sang cucu”, berganti jadwal “peluncuran buku”.

Ada banyak alasan tentu saja , bagi saya menyediakan waktu untuk hadir, antara lain pasti, karena Soeriadi Suryadarma adalah Bapak AURI, disamping ada pula beberapa alasan lain yang memperkuatnya.

Ternyata Panitia peluncuran buku adalah, Yayasan Bung Karno beserta Keluarga Soeriadi Suryadarma. Itu sebabnya, memang hadir sang Ketua Yayasan, Guruh Soekarno dan juga Sukmawati. Peluncuran buku dilaksanakan di Jalan Sriwijaya 26 Kebayoran Baru, rumah kediaman Ibu Negara Almarhumah Fatmawati Soekarno yang kini ditempati oleh Guruh. Cukup banyak yang hadir, terlihat antara lain Ibu Saparinah Sadli, Ibu Roesmin Nuryadin, Ibu Mien Soedarpo, Ibu Herawati BM Diah, Sejarahwan Asvi Marwan Adam, Nia Dinata dan tentu saja keluarga besar Bapak Suryadarma.

Acara berlangsung sederhana, namun terasa “hangat” dengan komentar-komentar kerabat yang memberikan testimoni nya dari sudut pandang dan pengalaman masing-masing. Saya sendiri belum membaca bukunya, akan tetapi dari komentar yang terlontar dari para pembicara, dapat dipastikan buku ini “sangat-menarik”. Nia Dinata, Sutradara dan Produser Film kenamaan, bahkan mengatakan bahwa membaca buku ini serasa “menonton film” perjalanan hidup seorang Utami Suryadarma yang ternyata telah memulai perjuangan kesamaan gender, jauh sebelum negeri ini merdeka. Nia sangat menganjurkan generasi muda terutama wanita untuk membaca buku ini. Namun Nia belum mengutarakan niatnya apakah tertarik untuk membuat film berbasis isi buku ini.

Sekedar untuk mendapatkan gambaran dari isi buku saya kutipkan isi dari sampul depan dalam yang berbunyi sebagai berikut :



/“*Saat itu saya sudah memimpikan pada suatu hari melihat bendera kita berkibar megah di angkasa bebas. Saya sudah mulai merasa muak melihat bangsa kulit putih menggurui kita. Mereka selalu menganggap diri sebagai malaikat yang layaknya membawahi kita. Mereka selalu memandang dan menilai kita dari posisi atas, sedangkan kita berada di posisi di bawahnya…….. Ayah selalu menggelengkan kepala kalau mendengar ucapan seperti itu dari mulut putrinya. Ia menganggap itu hanya sebagai letupan idealisme*//seorang remaja yang belum mengenal kenyataan hidup…….” Utami Suryadarma, 1979./



Tidakkah itu semua merupakan daya tarik luar biasa untuk kemudian membaca seluruh isi buku tersebut?

Jakarta 3 Juni 2012



* * *

*Olive Bendon: *

*Saya, Soeriadi & Tana Air,” Sebuah Memoar Istri KSAU Pertama*

inSh 16 Juli 2012

/Mimpi saya, menemukan seseorang yang memiliki cita-cita yang sama. Saya bermimpi kelak menjadi istri pemimpin rakyat. Tetapi ini tidak berarti saya meninggalkan cita-cita untuk bersekolah tinggi dan meraih sesuatu profesi/. - [Utami Ramelan Suryadarma]

/*Pagi hari itu, 19 Desember 1948, saya merasa was-was dan tegang. Suamiku berkemas-kemas membawa tas kecil berisi pakaian. Ia harus pergi ke Istana Kepresidenan demikian ujarnya. Tetapi ia mau pergi terlebih dahulu ke Markas Besar untuk mempersiapkan dibumihanguskannya Markas Besar. Dengan berat hati saya melepaskan suamiku pergi, dengan bertanya dalam hati,”Akan ketemukah kita lagi?” …. Saya menguatkan hati, dan mengatakan dengan penuh kesungguhan dan keyakinan pada Soeriadi,”Jangan bimbang dan kuatir pada nasib keluargamu. Kita harus kokoh dalam pendirian kita!” Maka, selanjutnya ketika dia dibawa pergi oleh tentara-tentara Belanda, saya bersama kedua anakku mengejar dia, dan dengan keras menyerukan,”Merdeka!” Kemudian saya jatuh ambruk. Perpisahan ini diabadikan oleh wartawan-wartawan Belanda dan kemudian dimuat di surat kabar mereka.(Utami Suryadarma)*/


Utami Suryadarma berusaha tetap tegar di hadapan suami dan kedua anaknya saat mengucap salam perpisahan kepada belahan jiwanya, ayah dari anak-anaknya sebelum dibawa pergi oleh musuh. Soeriadi diasingkan ke Manumbing, Bangka bersama Mohammad Hatta, Mr. Asaat dan Mr. Gafar Pringgodigdo, Jika diperhadapkan pada keadaan di atas, sanggupkah kita berada pada posisinya?

Bagaimana rasanya menunggu kabar yang tidak menentu setelah sekian lama berpisah dari kekasih hati karena dipaksa oleh keadaan negara dalam suasana revolusi? Masa dimana komunikasi masih sangat susah, hanya dengan mengandalkan surat tanpa layanan kilat.

Pengantin baru Soeriadi & Utami Suryadarma (sumber gambar : Saya, Soeriadi & Tanah Air)

Keluarga Soeriadi Suryadarma (sumber gambar : Saya, Soeriadi & Tanah Air)

/Tiga bulan telah berlalu dengan tidak ada kabar dari Soeriadi suamiku. Masih hidupkah ia? Sudah tewaskah ia? Memang bagi orang muda, maut belum mempunyai arti yang konkret. Manusia muda hanya mengakui hidup, mengingkari maut. Tetapi tiap malam bantalku basah oleh air mata. Seorang laki-laki naik sepeda, lewat dengan perlahan-lahan. Rumah kita sempat diamat-amatinya. Kemudian ia kembali dan masuk ke halaman rumah. Dengan acuh tak acuh saya melihat dia menghampiri paviliun tempat saya duduk. Orangnya berpakaian kumal, ia berkumis dan berpeci. Ia seyum kepadaku. Seketika itu membelalaklah mataku. Saya kenal wajah itu! Raut mukanya lonjong, matanya yang tajam, hidungnya yang mancung agak bengkok! Saya berteriak,”Soeriadi suamiku!” Ia lemparkan sepedanya ke tanah dan lari ke arahku. Saya lari kepadanya. /


*Saya, Soeriadi & Tanah Air*, sebuah memoar Utami Suryadarma yang ditulis dengan tulisan tangan pada 1979 - 1980. Catatan harian seorang istri mendampingi suaminya selama 37 tahun, merintis Angkatan Udara RI (AURI) hingga menjadi Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU); yang ditemukan diantara tumpukan barang peninggalan ibu Utami oleh seorang menantunya.

Raden Roro Oetami Ramelan yang dikemudian hari lebih dikenal sebagai Utami Suryadarma, anak Kepala Polisi Daerah Solo (/Chef van de Solosches Rescherce/) dipersunting Soeriadi Suryadarma seorang perwira KNIL lulusan dari /Akademi Militer Kerajaan Belanda/Koninklijke Militaire Academie (KMA)/, /Breda/; 3 Juni 1938. Setelah menikah, mereka tinggal di Jakarta lalu berpindah mengikuti perpindahakan tugas Soeriadi ke Kalijati, Bandung, Solo, Yogyakarta hingga menghabiskan usia senja di Jakarta.


Sebagai wujud tanggung jawab seorang komandan militer dan kepatuhan pada kode kehormatan, pada awal 1960 Soeriadi menghadap Soekarno untuk meletakkan jabatannya sebagai KSAU karena insiden penembakan istana yang dilakukan oleh seorang perwira penerbang, Letnan II Daniel Maukar. Pengunduran diri tersebut ditolak oleh Bung Karno, namun pada 16 Januari 1962 karena dianggap AURI tidak becus membantu dalam pertempuran di Laut Aru yang menyebabkan gugurnya Komodor Yos Sudarso; Soeriadi Suyadarma dicopot oleh Soekarno dari jabatan KSAU. Nama Soeriadi Suryadarma “Sang Gatot Kaca AURI” perlahan surut, tenggelam dan dilupakan dari catatan sejarah setelah 16 tahun berkarir gemilang merintis dan mengembangkan AURI.

/Sepanjang hidupnya, pangkat dan kedudukan tidak pernah amat berarti baginya. Satu-satunya yang sangat berarti adalah hidup dan bekerja dalam lingkungan yang dicintainya: Angkatan Udara/.


Soeriadi Suryadarma adalah pribumi pertama yang menembus KMA, Breda dan Militaire Luchtvaar (ML), Kalijati sekolah penerbang yang diperuntukkan bagi tentara Belanda. ML dirintis Belanda pada 30 Mei 1914 di Landasan Udara Kalijati, Subang, Jawa Barat. Sebagai wujud penghargaan atas jasanya, pangkalan udara Kalijati kemudian diabadikan menjadi Landasan Udara Suryadarma, Subang pada 7 September 2001 *miris*. Selain itu, namanya juga dijadikan nama sebuah perguruan tinggi TNI AU Universitas Suryadarma, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.


Sebelum menikah dengan Soeriadi, Utami Ramelan aktif berorganisasi dan menerbitkan sebuah majalah berbahasa Belanda “PAHESAN” bersama kawan-kawannya. Setelah menjadi istri perwira KNIL hingga istri KSAU, Utami mendampingi sang suami dalam merintis berdirinya AURI dan aktif dalam kepengurusan Kowani (Kongres Wanita Indonesia). Sepeninggal Soeriadi, Utami tetap aktif melakukan berbagai kegiatan termasuk menjadi Rektor Universitas Respublika yang diserbu oleh KAMI/KAPPI pada 1966. Universitas Respublika sekarang dikenal dengan nama Universitas Trisakti, Jakarta. Utami adalah wanita tegar, perkasa, kuat dan hormat pada suaminya, pada masa pendudukan Jepang dia menyetir sendiri mobilnya dari Kalijati berkendara bersama putrinya yang kala itu baru berusia 3 tahun dan seorang pembantu perempuan menembus Alas Roban mengungsi ke Solo. Untuk pengalaman ini Utami berpendapat, /rupanya pada keadaan sangat kritis dalam kehidupan manusia, manusia diberikan kekuatan gaib untuk menjalankan kewajibannya, sehingga ia tak perlu takut atau ragu-ragu/.


Pada awal berdirinya Museum Perangko Nasional, Utami menyerahkan koleksi perangko dan sampul peringatan sejarah revolusi kemerdekaan milik Soeriadi kepada Menteri Perhubungan masa itu sebagai pusaka sejarah. Sayang, nama Soeriadi tak tercatat sebagai kolektornya meski ada asa dari sang istri nama Soeriadi akan disebut.


Namun ibu Utami pada akhirnya memilih diam dan menerimanya dengan lapang dada karena mendapat imbalan uang sebagai penyambung hidup karena uang pensiun almarhum suaminya waktu itu hanya sebesar Rp 54,000/bulan tak cukup untuk menyambung kehidupannya bersama keluarga.


Memoar Utami Suryadarma*,* *Saya, Soeriadi & Tanah Air*; diluncurkan di kediaman almarhumah ibu Fatmawati Soekarno pada 3 Juni 2012, atas prakarsa para cucu sebagai persembahan untuk Eyang Putri mereka Utami Suryadarma bekerjasama dengan Yayasan Bung Karno. Utami meninggal pada 16 Januari 1996 dan dimakamkan berdampingan dengan Soeriadi Suryadarma yang meninggal pada 16 Agustus 1976 di Karet Bivak, Jakarta Pusat.


* * *

Catatan:

*Judul buku : **“Saya, Soeriadi dan Tanah Air” --**Penulis: **Utami Suryadarma**--**Paperback, Cet-1, 2012, 287 hal.Harga: Rp 65 rb --Yang berminat silahkan berhubungan dengan: Email: tokolapanganmerah@gmail.com HP: 081298934177 FB: Toko Lapangan Merah *

** * * * *

1 comment:

rakeensaputra said...

Bapak Ibrahim Isa yang saya hormati,
Terima kasih sudah membaca dan mengulas buku yang saya sunting-tulis dan teerbit tahun 2012: "Saya, Soeriadi dan Tanah Air". Salam perkenalan dan salam hormat saya untuk Bapak-Ibu.

Buku yang Bapak baca itu saya berikan kepada Ibu Saskia ketika bertemu di sebuah workshop Gender Studies di Seoul, Korea, akhir 2012. Kalau saya mengenal Bapak sebelumnya, komentar Bapak tentang Ibu Utami Suryadarma pasti termuat dalam buku ini.

Salam dari Depok, Pak. Semoga Bapak selalu sehat dan kita bisa bertemu suatu kali.

Imelda Bachtiar.
imelda.bachtiar@yahoo.com
Facebook: Imelda Bachtiar