Sunday, March 3, 2013

*-- “ARSIP BANGSA KOK DISEMBUNYIKAN” *

*Kolom IBRAHIM ISA*

*Senin, 18 Februari 2013**
------------------------------*


*Prof Dr Asvi Warman Adam: *

*-- “Jangan Sampai Ada Arsip Yang Disembunyikan Lagi Seperti Terjadi Pada Masa Orde Baru”*


*-- “ARSIP BANGSA KOK DISEMBUNYIKAN” *


* * *


Prof Dr Asvi Warman Adam, Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dalam sebuah artikelnya baru-baru ini --- mengingatkan lembaga negara ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (ANRI), agar :


*Jangan Sampai Ada Arsip Yang Disembunyikan Lagi Seperti Terjadi Pada *

*Masa Orde Baru. *


Salah satu kasus teramat penting yang diangkat oleh Asvi Warman Adam adalah kasus disembunyikannya arsip sekitar pidato-pidato Bung Karno sejak 30 September 1965. Bahan-bahan sejarah itu ada di Arsip Nasional tetapi tidak bisa diakses publik. Padahal di situ terdapat bahan-bahan dan dokumentasi yang sangat penting misalnya sekitar *penegasan Presiden Soekarno bahwa pemberian Supersemar bukanlah */*transfer of authority.*/**


Sungguh tepat peringatan yang dikemukakan oleh Prof Dr Asvi Warman Adam!


Bukankah justru disitu letaknya latar belakang yang selama ini dirahasiakan, yaitu bagaimana yang sesungguhnya sekitar lahir dan berdirinya rezim Orde Baru Jendral Suharto. Suatu rezim yang merupakan hasil suatu komplotan KUDETA MERANGKAK terhadap pemerintahan Presiden Sukarno dan terhadap Presiden Sukarno sebagai kepala negara, Panglima Angkatan Bersenjata Repuiblik Indonesia dan Mandataris MPRS.


Pidato-pidato Presiden Sukarno tsb merupakan penjelasan terdokumentasi, bahwa pembubaran PKI oleh Jendral Suharto dan penggeseran Presiden Sukarno, --- serta keluarnya TAP MPRS No XXV Th 1966, --- naiknya Jendral Suharto jadi Presiden RI ---- *SEMUANYA ITU **SEPENUHNYA ILEGAL, TAK PUNYA DASAR HUKUM KETATANEGARAAN Republik Indonesia SAMASEKALI! *


* * *


Marilah kita telusuri bersama artikel penting Pro Dr Asvi Warman Adam di bawah ini. Mudah-mudahan pimpinan Arsip Nasional,*TERGUGAH* dan menjadi sadar akan tanggungjawabnya, berani bersama kekuatan Reformasi dan Demokrasi lainnya, bersama-sama berdiri di barisan depan dalam pengabdiannya kepada bangsa. Dengan berani dan tulus MEMBUKA SELURUH ARSIP NASIONAL KEPADA PUBLIK, --- demi melaksanakan fungsinya sebagai MEMORI KOLEKTIF BANGSA.


Tanpa mengenal dengan sebenar-benarnya sejarah bangsa sendiri, berarti tidak mengenal identitas bangsa sendiri. Berarti terdapat kekurangan amat besar dalam KESEDARAN BERBANGSA.


Disinilah perlunya mencamkan serta mengkhayati ajaran Bung Karno:

*JAS MERAH !!* . . . . Jangan Sekali-kali Meninggalkan sejarah!!


*(Catatan WIKIPEDIA) :*

*Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah*atau disingkat *"Jasmerah"*adalah semboyan yang terkenal yang diucapkan oleh Presiden Sukarno dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ultah Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1966. Pidato ini di-blackout oleh Jendral Suharto.

Presiden memberi judul pidato itu sbb:

“/*Karno Mempertahankan Garis Politiknya Yang Berlaku "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah"*/*. *

Dalam pidato itu Presiden menyebutkan antara lain bahwa kita menghadapi tahun yang gawat, perang saudara, dan seterusnya. Disebutkan pula bahwa MPRS belumlah berposisi sebagai MPR menurut UUD 1945. Posisi MPRS sebenarnya nanti setelah MPR hasil pemilu terbentuk.



* * *


“*ARSIP BANGSA KOK DISEMBUNYIKAN”*

*Oleh: Prof Dr Asvi Warman Adam *

* *


Dalam kunjungan ke ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) di Jalan Ampera Raya Jakarta, 28 Januari 2013, Ketua MPR Taufik Kiemas mengatakan  bahwa "arsip nasional sangat bermanfaat bagi generasi muda terutama anak sekolah agar tahu sejarah bangsanya. Kalau perlu semua arsip sejarah yang masih tercecer di mana-mana diserahkan ke arsip nasional. Ini penting untuk masa sekarang, masa lalu dan

masa depan.”


Pernyataan Ketua MPR itu tepat karena sampai sekarang masih ada arsip-arsip yang terdapat di mana-mana misalnya pada keluarga, seperti  beberapa dokumen yang tersimpan di rumah Rachmawati Soekarnoputri. Beberapa tahun yang lalu, saya bersama Dr Kartono Mohammad pernah berkunjung ke sana dan diperlihatkan beberapa bundel catatan harian perawat yang merawat mantan Presiden Soekarno di Wisma Jaso Jakarta.



Saya kurang tahu apakah dokumen itu sudah diserahkan kepada ANRI. Persoalannya apakah arsip itu bila diserahkan ke sana menjadi tidak dapat diakses publik ? Penggelapan sejarah merupakan pengalaman pahit sejarah pada masa Orde Baru. Entah Sekretariat Negara atau ANRI yang menyembunyikan, yang jelas pidato-pidato Bung Karno sejak 30 September 1965 sampai peralihan kekuasaan Februari 1967 idak bisa diakses oleh publik. Baru pada era reformasi arsip itu ditemukan di ANRI oleh Bonnie Triyana dan Budi Setiyono yang mengumpulkan dan menerbitkannya.  Padahal di situ terdapat sumber yang sangat penting misalnya penegasan Presiden Soekarno bahwa  pemberian Supersemar bukanlah transfer of authority.

Arsip Nasional mengabadikan perjalanan sejarah bangsa dari masa ke masa. Sejalan dengan kemajuaN teknologi informasi, bentuk arsip yang di simpan di ANRI tidak hanya dalam bentuk konvensional (tekstual dan kartografik) melainkan juga dalam bentuk media baru (film, video, rekaman suara, foto, mikrofilm, dan ragam format

lainnya). Volume khasanah arsip konvensional yang ada di ANRI hingga saat ini

berjumlah sekitar 20 kilometer linier, yang terdiri atas :  arsip masa VOC (1602 - 1799 ), arsip Periode Hindia Belanda (1800 - 1942 ), Periode Inggris (1811 - 1816), Periode Jepang (1942 - 1945), Periode Republik Indonesia (1945 - 2000)


Undang-Undang tentang Kearsipan no 43 tahun 2009 juga menetapkan DPA.  Bila pada pihak kepolisian ada DPO (daftar pencarian orang), maka DPA adalah daftar pencarian arsip. Ke dalam DPA tentu dapat dimasukkan arsip asli Supersemar yang belum ditemukan sampai sekarang. Menurut Atmaji Sumarkidjo selain arsip asli Supersemar Jenderal Jusuf juga mengatakan pernah memiliki draft pertama surat itu serta surat yang diberi coretan oleh Bung Karno sebelum akhirnya diketik ulang. Itu pun  sebetulnya penting untuk ditemukan karena dengan membaca ketiga dokumen itu kita dapat mengetahui perkembangan negosiasi yang tampaknya cukup alot antara Presiden Soekarno di Istana Bogor dengan ketiga jenderal yang datang dari Jakarta.


Anggota Komisi II DPR, Salim Mengga menguatirkan pembukaan arsip tentang G30S akan menimbulkan kegaduhan baru pada publik. Salim mengatakan ini saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan ketua ANRI, M Asichin. Rapat tersebut juga

dihadiri MenPan Azwar Abubakar, Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Badan

Kepegawaian Negara (BKN) di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (29/1/2013).


Pada masa Orde Baru hanya boleh ada versi tunggal tentang Gerakan 30 September 1965, namun setelah era reformasi beredar berbagai versi tentang percobaan kudeta

yang gagal tersebut. Terbukanya arsip mengenai peristiwa 1965 itu akan memperkuat

versi yang lebih faktual dan masuk akal. Sebetulnya itu yang dibutuhkan

masyarakat agar memperoleh kejelasan yang sesungguhnya tentang suatu peristiwa

yang krusial dan mengenaskan  dalam sejarah bangsa. Pada gilirannya ini juga penting untuk kepentingan pengajaran sejarah di sekolah.


Sekitar 10 tahun yang lalu saya diberitahu oleh Dr Muchlis Paeni Kepala ANRI saat itu bahwa pada ANRI sudah ada arsip tentang Pemuda Rakyat,  BTI (Barisan Tani  Indonesia) dan Gerwani. Arsip Gerwani tersebut penting misalnya untuk menulis tentang sejarah gerakan perempuan sebelum tahun 1965. Arsip BTI tentu berhubungan juga dengan gerakan reforma agraria yang terjadi tahun 1960-an.


Sebelumnya dalam sebuah seminar di Bandung, Kepala ANRI mengatakan  bahwa

untuk membuka arsip G30S dibutuhkan payung hukum dan Indonesia saat ini belum

memiliki payung hukum tersebut. Menurut hemat saya, payung  hukumnya adalah Undang-Undang Kearsipan itu sendiri. Menyelenggarakan sistem kearsipan nasional, mengumpulkan dan memberi akses kepada publik merupakan tugas ANRI yang sudah diatur dalam Undang-Undang Kearsipan no 43 tahun 2009. Bahkan dalam UU tersebut juga disebutkan bahwa arsip statis dapat dibuka setelah berusia 25 tahun. Sementara itu arsip-arsip tentang peristiwa 1965 sudah berusia sekitar 50 tahun. Demikian pula dengan arsip mengenai Timor Timur dari tahun 1975 sampai dengan 1988.


Bahkan ada arsip yang dapat dibuka sebelum 25 tahun bila 1) tidak menghambat proses hukum, 2) tidak bertentangan dengan Hak kekayaan Intelektual 3) tidak

membahayakan pertahanan dan keamanan negara, 4) tidak merugikan ekonomi

nasional, 5) bukan data yang bersifat pribadi. Jadi arsip mengenai tragedi Mei

1998 bisa dibuka dengan memperhatikan ketentuan di atas.


Dapat  disimpulkan bahwa dokumen yang terdapat pada ANRI merupakan salah satu memori kolektif bangsa. Bangsa ini perlu tahu sejarahnya, oleh sebab itu jangan sampai ada arsip yang disembunyikan lagi seperti terjadi pada masa Orde Baru.


(Asvi Warman Adam, sejarawan LIPI)


* * *


No comments: