Monday, September 3, 2007

SEKALI LAGI TTG ISTILAH TIONGHOA DAN TIONGKOK

PostPosted: Fri Jan 31, 2003 2:28 pm Post subject: IBRAHIM ISA -- SEKALI LAGI TENTANG ISTILAH ETNIS-TIONGHOA DA Reply with quote
IBRAHIM ISA
-----------
31 JAN 03.

SEKALI LAGI TENTANG ISTILAH TIONGHOA DAN TIONGKOK.
==================================================

Sdr. Chodjim y.b.,

Terima kasih atas tanggapan Anda.

Kebetulan saya juga tahu bahwa kata 'Cina' itu asalnya dari kata 'Zhung
Hua'.
Dan memang Orba menggantikan nama 'Tionghoa' dengan istilah 'Cina',
pertama-tama dengan tujuan politik, yaitu anti-Tionghoa dan anti-Tiongkok,
sekaligus untuk menghina, mencemoohkan dan merendahkan. Semacam makian. Jadi
itu memang disengaja. Pelakunya memang untuk menghina, dan korbannya memang
ketika itu betul-betul merasa dihina.

Setahu saya, saya sendiri bukanlah asal etnis-Tionghoa. Entah beberapa
keturunan di atas, mungkin juga ada darah Tionghoa mengalir dalam tubuh
saya. Siapa tahu. Ibu saya, amat mirip dengan orang Tionghoa. Mungkin sekali
beliau keturunan gadis Campa yang dikatakan Bung Karno itu, karena kakek
saya memang saudagar yang punya kapal yang berdagang kemana-mana di Asia
Tenggara ketika itu. Kulitnya kuning dan matanya sipit dan juga cantik,
makanya dipinang anak Melayu. Kalau Anda jumpa saya, pasti akan mengatakan
bahwa saya keturunan etnis-Tionghoa. Juga anak-anak saya mirip sekali
dengan orang Tionghoa. Bahkan lebih mirip dari sementara keturunan Tionghoa
lainnya. Memang itu kenyataan, ada sementara yang disebut "hoaciao",
keturunan etnis-Tionghoa, tapi kulitnya agak kehitam-hitaman, matanya tidak
sipit, mirip orang Jawa. Tetapi juga yang katanya "pribumi", seperti banyak
orang Palembang, anak Betawi, orang Manado, tapi sungguh mirip sekali dengan
orang Tionghoa. Di sini bisa lihat lagi, yang xdbutan "asli" dan "tidak
asli" itu sebenarnya sudah tidak relevan lagi di Indonesia kita dewasa ini.
Nyatanya dulu maupun dewasa ini, hal itu digunakan untuk kepentingan
politik dan atau kepentingan ekonomi atau kepentingan golongan dan pribadi.

Meskipun saya termasuk yang orang bilang "pribumi", tokh saya merasakan
bahwa penggantian nama "Tionghoa" dengan kata "Cina" oleh Orba, adalah untuk
menghina etnis-Tionghoa dan RRT ketika itu. Maka, saya tidak pernah dalam
omongan ataupun tulisan mau menggunakan kata "Cina" itu. Sikap saya ini
a.l. juga mungkin sekali disebabkan oleh pengalaman masa lalu, bahwa dalam
pekerjaan saya dulu, yaitu di bidang kegiatan internasional, sebelum
pensiun. Amat sering berhubungan dan mengdakan bekerjasama saling sokong,
dengan baik dengan orang-orang Tionghoa dari RRT. Pada periode pemerintahan
sebelum Orba, hubungan Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok baik
sekali, ----(kecuali ketika diberlakukan PP 10 yang menyebabkan banyak
"huaciao" Indonesia terpaksa mengungsi dan kembali ke Republik Rakyat
Tiongkok, karena praktis oleh PP 10 itu, mereka diusir dari pedesaan,
dilarang berdagang di situ, padahal itu sumber kehidupan mereka yang pokok
dan satu-satunua)---- bersahabat dan saling mengerti. Kerjasama kongkrit itu
sudah dimulai ketika kita menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Banding
tahun 1955.

Maka baik dari segi politik maupun dari sudut perasaan bersahabat dengan
bangsa kita, dengan orang-orang Indonesia asal etnis Tionghoa, maupun
dengan orang-orang Tiongkok dari negeri Tiongkok, suatu negeri untuk mana
saya punya respek yang tinggi terhadap kebudayaan mereka yang sudah ribuan
tahun itu, saya biasa menggunakan kata "Tionghoa" dan "Tiongkok".

Karena, juga adalah keyakinan politik saya, bahwa haridepan Indonesia, Asia
Tenggara dan Asia Timur, juga haridepan RRT, banyak bergantung dari saling
pengertian, kerjasama dan saling bantu, antara bangsa-bangsa lainnya di Asia
dengan Republik Rakyat Tiongok khususnya, dan dengan "Overseas Chinese" di
Asia Tenggara dan dimanapun, kongkritnya dalam memperkembangkan ekonomi dan
dalam memelihara perdamaian di Asia dan dunia. Jadi, tidak menganggap
Tiongkok dan Overseas Chinese itu sebagai "musuh", "bahaya" atau "ancaman",
tetapi sebagai PARTNER, SEBAGAI SAHABAT.

Adapun mengenai generasi muda orang-orang Indonesia yang berasal etnis
Tionghoa, yang lahir dan atau dibesarkan pada periode Orba, mereka
sepenuhnya berbahasa Indonesia, merasa betul-betul sebagai orang Indonesia,
banyak yang sudah tidak merasakan penamaan "Cina" itu sebagai penghinaan,
mereka sudah terbiasa. Jadi, mungkin soal ini diserahkan saja kepada yang
besangkutan.

Tetapi untuk pemerintah Indonesia, itu soal lain. Seyogianya, pemerintah
kembali ke penggunaan ketika pemerintahan Inadonesia sebelum Orba: Kata
TIONGHOA untuk orangnya dan kata TIONGKOK untuk negerinya.Itu sebagai
pengkoreksian atas politik Orba yang salah dan merusak hubungan harmonis di
kalangan bangsa kita.

Salam hormat,


IBRAHIM ISA

--------

-----Original Message-----
From: achmad.chodjim@...
[mailto:achmad.chodjim@...]
Sent: Friday, January 31, 2003 8:50 AM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: RE: [wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA : MAK MEGA, SUDAH
WAKTUNYA TURUNKAN DEKRIT MENGAKHIRI DISKRIMINAS!


Orang keturunan Tionghoa sudah pasti kurang senang disebut "Cina"
walaupun sama saja sebenarnya. Tionghoa asalah "Chung Hoa", yang arti
literalnya adalah Bangsa Tengah. Karena kepercayaan mereka adalah orang
Cina itu merupakan bangsa di pusat dunia. Dari Chung Hoa itulah lahir
ucapan dari perbedaan pendengaran cunghoa --> cina. Tiongkok juga
berasal dar "Chung Koa", negara tengah. Tapi, kita juga mendengar ucapan
Singkèk. orang Cina dari Tiongkok akhirnya menjadi Cina Singkek. .. Smile
Itulah seninya hidup.

Salam,
chodjim



-----Original Message-----
From: i.bramijn [mailto:i.bramijn@...]
Sent: Friday, January 31, 2003 2:00 AM
To: i.bramijn
Subject: [wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA : MAK MEGA, SUDAH WAKTUNYA
TURUNKAN DEKRIT MENGAKHIRI DISKRIMINAS!
Importance: High

No comments: