Monday, April 19, 2010

Film 'PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN'

IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita

Minggu, 18 April 2010

----------------------------------------


'Perhimpunan Persaudaraan' (Holland), Menampilkan Film

'PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN'


Pada pagi-siang-sampai sore Minggu yang cerah ini, musim semi benar-benar menampakkan dirinya. Di taman-taman kecil sepanjang jalan sepeda tanam-tanaman

bunga-bungaan sudah memamerkan keindahannya dalam pelbagai warna dan bentuk. Sedangkan Sang Surya dengan leluasa berkiprah. Tanpa gangguan angin kencang. Angin sepoi-sepoi basa nan sejuk tentu selalu ada. Kalau tidak bukan musim semi namanya.


Pada hari Minggu tanggal 18 April inilah “Perhimpunan Persaudaraan”, sebuah perkumpulan orang-orang Indonesia di Belanda, mengadakan Bazar di Diemen, dan pemutaran film: “PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN” .


Tentang film inilah cerita kali ini nanti agak dipusatkan.


* * *


Dalam undangan yang dikirimkan Sekretaris “Perhipunan Pesaudaraan”, Aminah Idris, lewat e-mail di internet dan melalu hubungan tilpun, ditegaskan maksud pertemuan adalah agar para hadirin, handai taulan, saling bertemu, bertukar fikiran, bercakap-cakap dalam suasana santai dan menikmati makanan yang dihidangkan di situ dengan harga yang pantas. Boleh kutulis di sini bahwa makanan yang dihidangkan itu jauh lebih murah dari harga-harga di restoran. Rasanyapun lebih 'miroso'. Ada martabak, risoles, lemper, gado-gado dan lontong. Kebetulan aku milih lontong, karyanya istri Chalik Hamid. Memang sedap. Begitupun martabak dan risolesnya. Yang lain-lain kebetulan belum sempat kucicipi. Kiranya juga lezat-lezat.

Juga dijual buku-buku terbitan Indonesia. Ada yang buku politik, ada yang drama, cerpen maupun memoar.


Hadirin yang berjumlah kurang-lebih 70 orang itu, berdatangan dari Amsterdam, Diemen, Zeist, Purmerend, Almere, Utrecht, Woerden, dl tempat--- Juga ada yang datang dari Paris dan Jerman. Mereka benar-benar memanfaatkan kesempatan tsb untuk bercengkerama, cakap-cakap dan saling bergurau. Maklumlah, kawan-kawan lama tsb bisa bertemu begini sesekali saja. Kegiatan “Perhimpunan Persaudaraan” yang diorganisir dari waktu ke waktu memang bermanfaat dan sangat dihargai prakarsa tsb di kalangan orang-orang Indonesia maupun orang Belanda, yang tampak sesekali berminat hadir dalam kegiatan itu.


Aku beruntung bertemu dengan sahabat lamaku, Tan Sie Tik. Tan memberikan sebuah makalah yang ditulis oleh seorang pakar dan penulis, Leo Suryadinata. Tulisan itu dimuat dalam Majalah Prisma No 3 Maret 1983. Jadi cukup tua bahan ini. Namun, penting artinya bagiku. Judulnya: -- LIEM KOEN HIAN PERANAKAN yang MENCARI IDENTITAS. Kalau tak salah Bung Karno menyebut nama Liem Koen Hian, dalam pidato beliau LAHIRNYA PANCASILA, 1 Juni 1945. Begitu kukatakan kepada Tan Sie Tik.


Bukan hanya itu yang kuperoleh dari Tan. Ada lagi. Yaitu, dua dvd. Satu berjudul “TJIDURIAN 19” dan satu lagi “40 YEARS OF SILENCE”. Menurut Tan, isi dvd yang kedua itu, adalah wawancara dengan para korban “Peristiwa 1965”. Diantaranya ada wawancara yang diambil oleh Dr John Roosa, penulis karya riset dan studi penting “G30S – Dalih Untuk Pembunuhan Masal dan Kudeta Suharto”. Berkali-kali kuucapkan terima kasih kepada Tan Sie Tik atas 'oleh-oleh' yang dibawanya untukku.


* * *


Salah seorang Ketua Perhimpunan Persaudaraan, Taufik Tahrawi membuka Bazar dan silaturahmi. Mulailah suasana penuh kehangatan dan persahabatan di kalangan masayrakat INDONESIA yang hadir disitu.


* * *


FILM -- “PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN”. Memang menarik film itu, tetapi juga dikatakan “kontroversial”. Ya, biasalah. Ada yang suka, ada yang tak suka. Ada yang menilainya film baik dan berani. Ada yang mengatakan film tsb secara salah menginterpretasikan pemberlakuan agama Islam khususnya bersangkutan dengan perempuan. Tadinya kukira film itu biasa-biasa saja. Model cerita sinetron di tayangan pelbagai TV Indonesia. Nyatanya perkiraanku itu meleset. Baru sekali melihatnya, berani kukatakan film tsb BERMUTU. Memancing komentar, mengundang kritik, dan pujian. Jadi cukup menghimbau untuk melihatnya sendiri. Suranto, salah seorang Sekretaris “Perhimpunan Persaudaraan' memerlukan mengusakan agar hadirin yang berminat bisa membeli dvd film tsb.


Komentar dari orang asing luar Indonesia, ada yang menilai film tsb sebagai pengemukaan tokoh pahlawan hak wanita, R.A. KARTINI, dalam sorotan dewasa ini.

Ada juga pendapat positif mengatakan film tsb telah mengangkat masalah KEBEBASAN WANITA dan hak-hak azasinya sebagai perempuan dan manusia secara baik dan populer.


* * *


Di bawah ini disampaikan sebuah SINOPSIS tentang film “PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN”. Sinopsis ini dikirimkan bersama undangan yang dikeluarkan oleh”Perhimpunan Persaudaraan”.


SINPOSIS tsb cukup memberikan cerita singkat film. Juga dikemkakan pendapat yang pro dan kontra. Juga dsampaikan pendapat dan pandangan sutradranya sendiri: Hanung Bramantyo


* * *


Sinopsis Film “PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN”.

Kisah berawal dari sebuah pesantren Al-Huda di Jawa Timur milik Kyai Hanan (Joshua Pandelaky) pada tahun 80-an. Seorang gadis berumur sepuluh tahun Annisa (Nasya Abigail) yang menjadi anak ke tiga dari sang Kyai berbeda dengan gadis kecil lainnya di daerah tempat pesantren itu. Ketika kedua saudara laki-lakinya belajar menunggangi kuda, Annisa kecil ingin juga belajar. Namun, dia dilarang oleh kedua orang tuanya, karena dia seorang perempuan.



Annisa merasa tak nyaman dengan lingkungan pesantren dan keluarganya karena selalu ‘menyampingkan’ statusnya sebagai perempuan dengan alasan syariat Islam.



Untungnya ada salah satu orang yang mengerti kegelisahan Annisa yang keras kepala dan mengajari Annisa naik kuda, dia adalah Khudori (Oka Antara) seorang lelaki cerdas dengan pikiran terbuka. Namun, perlindungan Khudori tak berlangsung lama karena dia harus pergi ke Al-Azhar di Kairo untuk melanjutkan kuliahnya dan meninggalkan Annisa sendirian.

Annisa (Revalina S Temat) telah remaja dan memutuskan untuk melamar beasiswa di sebuah Universitas Islam di Yogjakarta. Namun, Annisa mendapat garis lain dalam hidupnya yaitu masuk ke dunia pernikahan. Annisa dijodohkan dengan Samsudin (Reza Rahadian) anak seorang Kyai yang membantu pesantren Al-Huda. Dunia pernikahan dirasa Annisa buruk karena perbuatan kasar dan tekanan yang dilakukan sang suami. Tak hanya perlakuan kasar yang didapatkan, Annisa juga dipoligami. Annisa tak bisa berbuat apa-apa karena syariat Islam yang selalu ada dalam dirinya bahwa perempuan harus mengikuti apa yang dilakukan suami dan menurut apa kata suami.

Annisa selalu merasa kalau perempuan menjadi warga negara kelas dua, ditindas hak-haknya dan dilupakan suaranya. Namun, semuanya berubah ketika Khudori datang kembali ke Al-Huda dan bertemu dengan Annisa. Benih-benih cinta yang dirasakan sejak kecil masih ada dalam diri Annisa dan Khudori. Mereka pun disangka telah melakukan hal yang tak diperbolehkan sebagai seorang lelaki dan istri orang. Annisa akhirnya diceraikan sang suami dan dia memutuskan untuk pergi ke Yogjakarta.

Di Yogjakarta Annisa mulai memperlihatkan bakatnya dengan menulis. Dia bekerja di sebuah kantor konsultan dan menjadi konsultan handal. Annisa pun menikah dengan Khudori dan kembali ke Al-Huda dengan membawa buku-buku karyanya. Annisa ingin santri-santri yang ada di sana belajar memperjuangkan haknya sebagai perempuan dengan banyak membaca dan menulis. Namun, di pesantren itu terdapat larangan membaca buku yang berbau dunia luar. Annisa memperjuangkannya dengan membuat perpustakaan di Al-Huda.

Di film ini Akting Revalina S. Temat cukup memukau. Meskipun baru berusia 23 tahun dia cukup ciamik berakting menjadi seorang ibu hamil. Film yang diadaptasi dari novel karya Abidah Al Khalieqy berkisar tentang perempuan dan perjuangannya meraih eksistensi.



Sang sutradara, Hanung pun siap mendapatkan kontroversi dengan film ini dengan membuat film yang berisi tentang Islam dan syariatnya.

Saya merasa sedih Islam menjadi kiblat untuk laki-laki dan keperluannya, bukan berarti saya membela perempuan tapi mari kita bicara secara proporsional karena tuhan mencintai perbedaan tapi jangan dibeda-bedakan. Saya siap film ini menuai kontroversi dan kalau nggak ada yang suka saya siap berdiskusi,” ujar sutradara yang telah merilis tiga film yang diangkat dari novel.

Film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini dianggap sebagian kalangan memberikan citra yang buruk terhadap Islam.

Film itu memberikan citra yang buruk tentang Islam, yang kedua citra yang buruk tentang pesantren. Maka untuk tidak lebih banyak protes dari masyarakat, agar tidak banyak keresahan yang ditimbulkan, saya menyarankan stop dulu,” kata pengurus Majelis Ulama Indonesia Ali Mustafa Yaqub.

Ali menambahkan, adegan-adegan yang meresahkan masyarakat sebaiknya diperbaiki sebelum film itu dirilis kembali.



* * *

Akan tetapi sutradara film Film Perempuan Berkalung Surban Hanung Bramantyo membantah filmnya memberi citra buruk terhadap Islam.

Tema film ini adalah film keluarga, yaitu bagaimana seorang bapak memaksakan pemikiran-pemikiran yang sifatnya patriarkal kepada anaknya yang perempuan,” ujar Hanung.

Hanung menyatakan film itu bukan mengenai pesantren salaf, pesantren modern maupun tentang Al-Qur’an namun “tentang orang yang memakai Al-Qur’an untuk melegalkan kepentingan- kepentingan yang sifatnya patriarki kepada anaknya yang perempuan”.



* * *



No comments: