Monday, April 5, 2010

“NGELUYUR” LAGI KE “CBA”

IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita
Senin, 05 April 2010
---------------------------------------

“NGELUYUR” LAGI KE “CBA”


DISITU SUDAH BERTAMBAH BUKU-BUKU TENTANG INDONESIA

Sudah lama direncanakan. Aku hendak menulis mengenai 'percakapan santai' di rumah Mintardjo, Korenbloemenlaan 59, Oestgeest beberapa hari yang lalu. Hari itu rumah “Pak Min” – penuh sesak. PPI Leiden mengundang, untuk- kubilang saja, – 'cakap-cakap santai'. Tapi, tema yang dibicarakan adalah 'soal besar' negeri kita. Soal itu juga adalah salah satu program tuntutan penting gerakan REFORMASI. “KEBEBASAN PERS” itulah acaranya hari itu .

Diundang hari itu seorang tokoh pers Indonesia, pemenang Ramon Magsaysay Award Th 2000 Untuk Jurnalisme . . . . , ATMAKUSUMAH ASTRAATMADJA. Ia salah seorang pendiri Dewan Pers Indonesia. Sering mengumandangkan bahwa PERJUANGAN UNTUK KEBEBASAN PERS BELUM SELESAI!

* * *

BUKU-BUKU Mengenai INDONESIA MAKIN BANYAK di CBA

Namun, kutunda dulu menulis tentang 'cakap-çakap santai' di rumah Mintardjo, mengenai Kebebasan Pers.

Soalnya ada yang segera hendak kuceriterakan.

Pagi ini, pada Hari Kedua Paskah, di hari Senin yang sepi, kutilpun Perpustakaan Pusat Amsterdam, CBA – Centrale Bibliotheek Amsterdam. Numpang tanya: Apa mereka membuka pintunya untuk umum hari ini. Ya, dong, jawab suara ramah seroang wanita dari CBA. Meski hari libur, atau bahkan justru karena orang pada libur, kami buka. Katanya. Agar pengunjung bisa lebih leluasa datang membaca. Atau buka inernet, mengembalikan buku dan meminjam lagi.

Antusiasme dan hati menjadi lega melihat di CBA semakin banyak buku-buku yang disediakan mengenai dan sekitar INDONESIA. Semula aku hanya hendak mengembalikan buku yang kupinjam. Karena sudah pas 3 minggu. Sampai di rak-rak buku bagian Indonesia berubah rencana. Dari jauh sudah tampak bahwa rak buku mengenai Indonesia, penuh. Tidak lagi seperti dulu, yang diisi dengan beberapa buku saja. Kali ini kukira paling sedikit ada seratus lebih buku mengenai Indonesia. Sayangnya tak ada yang dalam bahasa Indonesia. Yang ada dalam bahasas Belanda atau bahasa Inggris.

Bukunyapun macam-macam. Ada buku sekadar kenangan masa lampau. Ini umumnya ditulis oleh orang Belanda yang dulu perrnah di Indonesia. Ada buku khusus tentang 'Batavia'. Ada yang tentang kota-kota Surabaya, Semarang, Bandung, Ambon, dll. Ada yang tentang 'tempo doeloe'. Dihiasi dengan foto dan lukisan yang meanrik. Sungguh, kalau sempat, KUNJUNGILAH CBA. Bisa mulai pagi sampai malam di situ. Di atas ada cafe dan restoran.

* * *

Yang paling menarik bagiku, adalah buku-buku yang menyangkut politik Indonesia.
Kulihat buku macam ini juga bertambah di rak itu.

Sedikit beralih ke buku-buku yang ada di 'perpustakaanku' di rumah. Beberapa hari yang lalu, kubuka-buka lagi buku yang sudah lama kubeli: “INDONESIA IN THE SOEHARTO YEARS; Issues, Incidents and Images”. Amat menarik untuk dibaca.

Di situ ada dua kata pengantar oleh tokoh-tokoh penting internasional maupun nasional. Pertama: oleh Jimmy Carter, mantan Presiden AS. Lalu budayawan GOENAWAN MOHAMMAD. Selanjutnya ada kontribusi tulisan-tulisan oleh sejarawan Taufik Abdullah, Ignas Kleden, Hermawan Sulistiyo, Yusuf Hasyim (NU), Sri Sumantri, Jendral A.H. Nasution, Pramoedya Ananta Toer, Hardoyo, Ong Hok Ham dan banyak lainnya. Penerbitnya: LONTAR, in association with Ridge Book, an imprint of Nus Press, Singapore and KITLV Press Leiden. 2005. Menarik sekali 'kan.

Yang 'mengerikan' ialah, dalam buku itu dimuat a.l. foto 'kepala seorang tokoh Komunis' dari Jawa Timur, yang dipenggal. Ini untuk pertama kali aku melihat foto kepala seorang korban pembantaian, tokoh Komunis katanya, yang disiarkan dalam buku tentang periode Suharto. Dengan keterangan bahwa kepala Komunis itu adalah sebagian dari 'trophy' yang dibawa pulang tentara yang pulang dari 'bertugas' membantai orang-orang PKI atau yang diduga Komunis, sekitar 1965-1966. Masya Allah!

Paling tidak mengenai kata pengantar oleh Jimmy Carter dan Goenawan Mohammad hendak kutulis sedikit 'ceritaku'. Maksud inipun kutunda dulu.

* * *

Tibalah pada hal yang ingin sedikit kuceriterakan sbb: Hari ini kupinjam buku-buku ini:

1)Nationalists, Soldiers And Separatists. Richard Chauvel; KITLV Pers 1990.
2) Onhoorbaar Groeit de Padi – Front Soldaten in Een Verloren Oorlog, Indonesië 1948 – 1950.
3)The History of Indonesia, The Greenwood Histories of Modern Nations – Steve Drakeley, 2005.
4)Tussen Banzai en Bersiap, De Afwikkeling van de Tweede Wereldoorlog in Nederlands-Indië. Elly Touwen-Brownsma, Petra Goen. SDU Uitgevers, Den Haag. 1996.
5)Toen Had Je De Politionele Acties, M.W.J. Messing. 2008.
6) Chaos in Indonesië, Willem Oltmans; 1999.

Dari situ tampak sebenarnya buku-buku itu tidak baru betul. Yang baru ialah bahwa buku-buku tsb sekarang ini diletakkan di CBA untuk dibaca umum. Suatu kemajuan!
Kontras benar dengan Indonesia! Yang belum lama melarang lima buah buku. Satu diantaranya buku hasil riset-studi Dr John Roosa, mengenai G30S, kudeta Suharto dan pembantaian 1965-66-67.

* * *

Mengenai penulis buku kecil Willem Oltmans inilah ingin kuceriterakan sedikit.

Beberapa tahun yang lalu aku pernah diundang dirumahnya mantan dubes Indonesia di Vietnam, Sukrisno, di Amstelveen. Dalam pertemuan teman-teman Indonesia itulah aku pertama kali berkenalan dengan Willem Oltmans. Ia selalu membanggakan bahwa ia adalah 'SAHABAT BUNG KARNO'. Mengenai ini Willem Oltmans khusus menulis buku dengan judul SUKARNO MIJN VRIEND.

Buku Oltmans ini tipis sekali. Hanya 48 halaman. Di cover buku terpampang gambar seorang bocah yang bergaya diatas kerbau bermoncong putih (PDI-P). Tangan kanannya memegang bendera PDI-P dalam suatu kampnue pemilu PDI-P. Di belakang dimuat foto Willem Oltmans bersama Sukmawati Sukarnoputri.

Willem Oltmans (1925-2004) sudah sejak tahun 1956 terlibat dengan perkembangan politik Indonesia. Dia terang-terangan menyokong perjuangan rakyat Indonesia, dibawah Presiden Sukarno untuk membebaskan Irian Barat. Begini pasalnya: Dalam tahun 1956 Oltmans mewawancarai Presiden Sukarno ketika Sukarno berkunjung ke Roma. Setahun kemudian, tahun 1957 Oltmans menasihati pemerintah Belanda agar keluar dari Irian Barat, karena itu wilayah Indonesia. Sejak itu oleh penguasa negerinya ia dicap 'pengkhianat'. Ia dipecat oleh s.k. De Telegraaf, majikan kerjanya. Sehingga ia terpaksa pindah ke AS.

Sejak itu 47 tahun lamaya Oltmans menjadi 'orang pinggiran' di Belanda. Tetapi ia berjuang terus untuk keadilan, rehabilitasi dan ganti rugi.

Dalam periode itu ia menjadi 'orang bermasalah' bagi pemerintah Belanda. Den Haag merintanginya untuk ke Indonesia. Kementerian Luarnegeri Belanda memberikan semacam instruksi ke segenap kedutaannya untuk mengucilkan Willem Oltmans. Jelasnya kementerian luarnegeri memfitnah dan MENGISOLASI Willemn Oltmans sehingga ia tak dapat melakukan profesinya sebagai wartawan. Atas tindakan sewenang-wenang kemlu Belanda terhadap dirinya, Oltmans mengajukan tuntutan di pengadilan. Dan . . . . . akhirnya ia menang dan memperoleh GANTI RUGI dari pemerintah Belanda jutaan gulden lebih.

* * *

Dalam tahun 1994 kepada Perdana Menteri Lubbers ketika itu, katanya disampaikan oleh Ratu Beatrix, bahwa Kementrian Luarngeri Belanda main kuasa, mengucilkan Oltmans secara sewenang-wenanag. Kemudian Lubbers mengajak Oltmans ikut ke Indonesia dalam kunjungan resmi yang ia lakukan ketika itu.

Tahun 1999 atas undangan Menteri Luarnegeri Alatas, periode Presiden Habibie, Willem Oltmans bisa masuk lagi ke Indonesia. Ketika itu ia mengunjungi Sukmawati Sukarnoputri dan bersama Sukmawati berkunjung ke Jawa, Sumatra dan Bali.

William Oltmans adalah salah seorang jurnalis Belanda, yang yakin benar bahwa di balakang ketidakstabilan Indonesia, adalah tangan-tangan CIA.

* * *

Kufikir tulisan ini perlu kubuat. Dalam rangka mengnenangkan seorang jurnalis Belanda, yang konsisten berdiri di fihak bangsa Indonesia dalam perjuangan untuk pembebasan Irian Barat. Dan karena sikapnya yang tegas anti-kolonial itu, ia telah dikucilkan oleh penguasa Den Haag, selama kurang lebih 47 tahun.

Willem Oltmans tidak diragukan, adalah SAHABAT BANGSA INDONESIA!

* * *

No comments: