Wednesday, June 2, 2010

"Amerika dan tragedy 1965"

IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita
---------------------------------------
Rabu, 02 Juni 2010

Catatan Dr. S Margana dari Ceramah Dr. Bradley R. Simpson

Pagi ini kuterima kiriman CATATAN DR. S. MARGANA sekitar ceramah Dr Bradley S. Simpson.
Tema yang diceramahkan sungguh menarik:


"Amerika dan Fakta-fakta Baru keterlibatan AS dalam tragedy 1965"


Tulisan Margana tsb dialamatkan ke JKI (Jaringan Kerja Budaya). Liputan Margana itu menarik bagiku, dan merupakan bahan pertimbangan penting. DR Bradley mengemukakan hal-hal baru.
Seperti kesimpulannya bahwa Uni Sovet juga tidak menghendaki terus berdirinya PKI. Karena PKI dianggap condong atau memihak ke Tiongkok. Yang lebih baru lagi dari hasil penelitian Bradley
ialah bahwa
"keterlibatan Amerika dalam peristiwa 1965 itu bukanlah bagian dari perang dingin antara AS dan Unisoviet, tapi kepentingan ekonomilah menjadi motif utamanya."

Bradley menunjukkan tentang
Masalah Minyak di Sumatera dan Pembukaan Rekening TNI di Bank Swiss sebagai petunjuk bahwa bagi Amerika masalah utama dengan Indonesia adalah menyangkut kepentingan ekonominya.


* * *

Mengingat studi dan penelitian sekitar PERISTIWA 1965, 'dihancurkannya PKI', digulingkannya Presiden Sukarno oleh Jendral Suharto cs. dan berdirinya Orde Baru, belum tuntas dan oleh karena itu akan berlangsur terus, maka hasil studi Dr Bradley tsb merupakan bahan input berharga.

Di bawah ini disiarkan ulang liputan Dr S. Margana, dengan meninggalkan bagian-bagian tulisan tertentu, yang tak langsung bersangkutan dengan tema pokok tulisan.

Terima kasih kepada Dr. S. Margana yang telah meluangkan waktu untuk menulis liputan sekitar ceramah Dr Bradley.

* * *


Amerika dan Fakta-fakta Baru keterlibatan AS dalam tragedy 1965:
Catatan dari Ceramah Dr. Bradley R. Simpson



Hari Sabtu tanggal 29 Mei 2010 yang lalu, aku menghadiri ceramah dan diskusi yang diadakan oleh PUSDEK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Diskusi yang diadakan di gedung LPPM Univ. Sadhar itu menghadirkan Seorang Sejarawan muda Amerika Dr. Bradley R. Simpson. Tema yang diambil dalam diskusi itu adalah “Amerika Serikat dan Tragedi 65”. . . . . . . . . . .

Diskusi yang dipandu oleh sejarawan muda dari Sadhar yaitu Dr. Baskoro T. Wardoyo ini dihadiri kurang lebih 30 peserta, baik mahasiswa, dosen, aktifis maupun para pelaku sejarah. Diskusi ini sangat menarik karena ternyata ada beberapa fakta baru yang dikemukakan oleh Dr. Bradley Simpson berkaitan dengan tragedy tahun 1965.

Tentang Dr. Bradley R. Simpson
Sebelum mmenjadi sejarawan Dr. Bradley R. Simpson adalah seorang aktivis HAM, yang banyak melakukan kegiatan pemantauan terhadap pelanggaran HAM terutama di Timor-timur. Ia memperoleh gelar doktor di bidang sejarah dari Northwestern University Amerika, dengan disertasi berjudul: “Modernizing Indonesia: U.S. –Indonesian Relations, 1961-1967” pada tahun 2003. Sekarang ia menjadi dosen sejarah di Princeton University, New Jersey AS, dan sedang aktif sebagai Research Fellow, National Security Archive. Selama beberapa bulan terakhir ini ia menjadi visiting lecture di Universitas Parahyangan Bandung. Pada tahun 2008 lalu ia baru saja menerbitkan buku berjudul Economists with Guns: Authoritarian Development and U.S. – Indonesian Relations, 1960-1968 (Stanford University Press, April 2008). Buku ini sekarang sedang proses penerjemahan dan akan diterbitkan oleh penerbit Gramedia Jakarta.

Fakta-fakta Baru tentang peristiwa 1965

Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, penelitian dan penerbitan tentang peristiwa politik tahun 1965 di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup berarti. Baik para sejarawan, politikus, maupun para pelaku yang terlibat atau yang menjadi saksi dari tragedy itu telah menyampaikan penelitian dan kesaksian mereka baik secara tertulis maupun dalam banyak ceramah, seminar dan diskusi. Kebanyakan dari buku-buku dan kesaksian-kesaksian yang telah terbit dan disampaikan itu melihat peristiwa itu dari segi politik, khususnya tentang teori dan spekulasi yang mensinyalir keterlibatan Amerika Serikat (CIA) dalam peristiwa itu. Nuansa pertarungan idiologi liberal, kapitalisme dan komunisme tampak kental dalam berbagai analisis tentang keterlibatan AS dalam peristiwa itu.

Namun, Dr. Bradley Simpson melihat dari perspektif yang berbeda. Ia menegaskan bahwa sebenarnya Unisovietpun lebih suka melihat Indonesia tanpa PKI, terutama setelah Komunis Indonesia lebih dekat ke Cina. Bradley juga menegaskan bahwa keterlibatan Amerika dalam peristiwa 1965 itu bukanlah bagian dari perang dingin antara AS dan Unisoviet, tapi kepentingan ekonomilah menjadi motif utamanya.
Untuk mendukung argumennya itu ia menampilkan beberapa dokumen baru yang belum pernah dibicarakan oleh para peneliti sebelumnya:

1.Masalah Minyak di Sumatera
Pada tahun 1950-an, setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda pemerintah Sukarno mulai melakukan revolusi besar di bidan perekonomian dengan cara melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing terutama perusahaan belanda yang ada di Indonesia. Pada masa itu paling tidak telah ada 4 perusahaan besar Amerika yang ada di indonesia, yang bergerak di bidang pertambangan. Pemerintah Amerika tidak setuju dengan ide nasionalisasi perusahaan-perusahaan itu. Apalagi dengan ide sukarno untuk memiliki perusahaan penyulingan minyak sendiri. Jika itu terjadi maka minyak yang berasal dari Indonesia akan menjadi terlalu mahal bagi Negara-negara pengimpor seperti Amerika. Oleh karena itu Amerika mengancam agar nasionalisasi perusahaan asing yang waktu itu bannyak diserahkan pada TNI untuk tidak diteruskan, dan gagasan penelitian dan pembangunan perusahaan penyulingan minyak iitu agar tidak dilakukan, jika dilakukan maka amerika tidak mau lagi memberikan bantuan
militer kepada TNI.

2. Pembukaan Rekening TNI di Bank Swiss
Pada bulan desember 1964, para petinggi TNI dari Angkatan Darat mendatangi Kedutaan besar AS di Jakarta. Mereka meminta tolong agar dibukakan rekening Bank di Swiss. Mereka juga meminta agar semua royalty dan pajak dari perusahaan-perusahaan Amerika yang ada di Indonesia dimasukan ke dalam rekening itu. Dan hal ini direalisasikan dan berjalan selama satu setangah tahun. Mengapa TNI meminta pembukaan rekening itu. Menurut Bradley, pada saat itu TNI ingin merebut simpati dari rakyat dan mencoba menghancurkan reputasi Sukarno dalam pembangunan Ekonomi Indonesia. Pada saat itu ekonomi Indonesia sangat buruk, pemerintah sukarno memerlukan banyak dana untuk mengatasi kemiskinan dan kelaparan yang mulai merajalela di Indonesia. Sukarno memerlukan pembelian bahan-bahan pokok seperti beras, minyak dll untuk memenuhi kebutuhan rakyat. tetapi hal ini gagal dilakukan oleh Sukarno karena penghasilan Negara telah dibajak oleh TNI. Sebaliknya TNI yang melakukan
pembelian-pembelian kebutuhan pokok itu untuk rakyat dari rekening di bank Swis. Dengan demikian menimbulkan kesan bahwa TNI lah yang berhasil memenuhi harapan rakyat. Dari fakta ini telah ada upaya sitematis untuk menjatuhkan reputasi Sukarno di mata rakyatnya oleh TNI.

3. Undang-undang pertama Produk Rejim Suharto
Fakta baru lain yang menarik diungkapkan oleh Bradley Simpson adalah tentang undang-undang baru produk rejim Suharto. Undang-undang pertama yang dikeluarkan oleh rejim Suharto adalah UU tentang Penanaman Modal Asing, atau UU tentang Investasi Asing. Menurut Bradley Draf atau rancangan UU PMA itu disusun oleh para pengusaha di Denver Amerika Serikat. Undang-undang itu sebelum diajukan kepada rejim Suharto diserahkan dulu kepada Kedubes AS di Jakarta, untuk dinilai apakai isi UU itu sudah menjamin kepentingan ekonomi Amerika. Dan setelah dinilai baik, UU itu diteruskan ke Suharto dan disyahkan menjadi UU. Dari fakta ini jelas bahwa setelah jatuhnya rejim Sukarno, kepentingan ekonomi Amerikalah yang dikedepankan sejak berdirinya rejim Suharto.

Masih banyak beberapa fakta baru yang menarik yang disampaikan oleh Bradley, yang sebagian besar dibicarakan dalam bukunya Economists with Guns: Authoritarian Development and U.S. – Indonesian Relations, 1960-1968, yang akan diterbitkan oleh Gramedia itu. Tentu semua itu bisa menjadi kajian dan diskusi yang menarik untuk mengembangkan penelitian tragedy politik tahun 1965 terutama keterlibatan AS dari dimensi ekonomi.

Jadi barangkali benar bahwa setelah kepergian kolonialismedan imperialism belanda, kemudian beralih ke kolonialisme dan imperialism Amerika. Jika dokumen2 yang disebutka oleh Bradley Simpson itu benar adanya maka menjadi menarik untuk mengkaji keterlibatan Amerika dalam proses diplomasi Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan selama kurun waktu antara tahun 1947-1949. Tentu saja juga menjadi menarik untuk melihat kesepakatan-kesepakatan apakah yang dicapai antara AS dan Belanda sehingga KMB ditandatangani antara Indonesia dan Belanda. Sejarawan Thomas Lindblad menyatakan dalam kajiannya tentang Nasionalisasi perusahaan Belannda di Indonesia bahwa, dekolonisasi politik dan ekonomi di Indonesia tidak lepas dari peristiwa global dan tekanan Amerika terhadap Belanda. Semoga studi Bradley ini bisa menjadi acuan lebih maju lagi bagi penelitian sejarah Indonesia terutama setelah PD II.
SEMOGA

Yogyakarta 2 Juni 2010
S. Margana

* * *

No comments: