IBRAHIM ISA
--------------------
Kemis, 17 Juni 2010
* IN MEMORIAM KAKAK IPAR KAMI*
UNI AISYAH ZULKIFLI ISA Binti MARZOEKI
* * *
Begitu kembali di Amsterdam dari perjalanan yang melelahkan, pada tanggal 10 Juni, 2010, malam y.l, kujumpai berita berikut ini di Facebook:
"Telah wafat Tante Aisyah Zulkifli Isa binti Marzoeki. Kemis 10 Juni 2010, pk 20 wib, di RS Fatmawati Rumah Duka jl Pertanian Raya blok I no 15 lb Bulus, Jkt Sel. Telp 021.7500402. Dimakamkan setelah zuhur di TPU Jeruk Purut.
Tak terbayangkan lagi betapa terkejut dan sedihnya kami sekeluarga menerima berita duka tsb dari Jakarta. Tak lama kemudian kami terima berita duka yang sama dari Dawn Ruby lewat Facebook. Berita duka itu dimuat juga di mailist FAMISA. Kemudian Yasmin Meiliani Isa mengabarkan dari Hoofddorp, lewat tilpun bahwa ia menerima SMS dari Babang Bastari. Isi SMS sama dengan berita yang kami baca di Face Book dan di Mailist Famisa.
Kami berusaha berulang-kali menilpun Jakarta. Yang berhasil tercapai adalah tilpun rumah Ida Alamsyah. Mala yang mengangkat tilpun dan menjelaskan tentang berita duka yang sama. Dari Mala dan Ida Alamsyah kami menerima berita lebih detail tentang sakit dan meninggalnya Uni Aisyah. Kemudian kutulis berita berikut ini kepada Andree Isa di Facebook -Prikbord:
Andree Isa dan seluruh keluarga Zulkifli Isa Ytc.,
Dengan amat sedih dan terkejut kami menerima berita tentang meninggalnya Uni Aisyah Zulkifli Isa. Begitu memenrimba berita duka tsb, terus terbayang wajah Ibumu yang selalu ramah dan cerah! Inna Lillahi wa Inna Illaihi Rajiun! Semoga arwah beliau diterima Tuhan YME di sisi-Nya. Amien ya rabbul alamien.
Semoga putra-putranya, menantu dan cucu-cucu Uni Aisyah tabah menghadapi musibah ini.
* * *
Iparku ini, Uni Aisyah, bolehlah dibilang, adalah satu-satunya kakak iparku dengan siapa aku dan Murti bisa bicara, berkelakar dan disela-sela dengan guyonan. Bisa guyon dengan kakak ipar, tanpa ada yang tersinggung, tanpa salah mengerti. Ini adalah suatu pertanda kami bisa bicara bebas dan lepas. Terkadang mengenai kehidupan sehari-hari, terkadang mengenai lain-lainnya.
Peristiwa yang tak bisa kami lupakan ialah ketika, kurang lebih 8 tahun yang lalu, serombongan keluarga besar Isa dari Jakarta datang menengok kami di Haag en Veld 76, Amsterdam. Mereka datang dari kunjungan ke Syria. Ketika itu keluarga Djamaris/Peke bertugas di Damascus. Djamaris masih Dubes RI di situ.
Bukan main gembiranya kami. Melepas rindu, tak selesai-selesai. Apa pun diobrolkan. Mengenangkan masa lampau. Yang menyenangkan,
maupun yang kurang menyenangkan.
Dalam rombongan yang terdiri dari 4 orang dari keluarga besar Isa itu, diantaranya ada abangku, almarhum, Kak Tjik (Kifli), dan istrinya Uni Aisyah. Juga ada di situ, Ida Alamsyah dan kakak perempuanku, Kayah Syaaf. Rumah kami kecil . Tapi ada tiga kamar tidur dan satu kamar tamu. Kami berenam semuanya bisa berhari-hari lamanya bermalam dan tidur enak di situ. Sempat pula barsama-sama kami ke Dortmund, Jerman, menengok Tice sekeluarga.
Ketika itu Kak Tjik sempat memasakkan 'mie goreng'. Dan Kayah membuat sambel goreng kentang.
Terkenang: Suatu ketika Kak Tjik Kifli berniat mengunjungi teman lamanya sesekolah dulu di Hilversum. Kak Tjik menanyakan padaku bagaimana caranya mereka suami istri hendak ke Hilversum. Mereka kuantar dari stasiun k.a. Biljmer sampai ke sebuah stasiun perantara dan dari situ mereka sendiri. Kak Tjik yakin pasti mereka akan sampai ke Hilversum. Aku juga yakin.Tapi Uni Asisyah ragu. Uni Aisyah meragukan Kak Tjik mampu. Kak Tjik nyeletuk sambil tertawa dan menunjuk ke Uni Aisyah: "Coba liat, dia tak percaya pada saya". Saya masih ingat alamatnya, kata Kak Tjik. Lalu aku intervensi. Jangan khawatir Uni, --- abangku ini masih jernih ingatannya. Mereka tiba di alamat yang dituju dan kembali pula ke Haag en Veld 76 dengan selamat.
Mereka berdua, suami istri, Kak Tjik dan Uni Aisyah, tidak segan-segan 'berdebat' di depan aku. Tapi 'perdebatan itu' amat bagus dan sopan. Kufikir, memang seharusnya begitu. Suami istri bukan tak boleh dan tak bisa berdebat. Itu semua bisa. Malah bila ada perbedaan memang harus dibicarakan bersama dengan baik-baik. Yang penting melakukannya dengan syarat saling menghormati pandapat masing-masing. Dengan sabar dan sopan. Tidak emosional.
Itulah sekadar kenangan.
* * *
Bila kami ke Jakarta, Murti dan aku selalu berkunjung ke rumah Uni Aisyah. Bila kami datang acara tetap adalah makan bersama.
Ketika Kak Tjik Kifli masih ada, Murti dan aku juga pernah bermalam di rumah mereka.
Suatu saat Kak Tjik permisi pergi keluar rumah. Ternyata Kak Tjik khusus pergi ke toko buku di dekat situ, untuk
memberli buku RIWAYAT NABI MUHAMMAD SAW. Buku itu diberikannya kepada kami berdua sebagai oleh-oleh.
Suatu kenangan-kenangan yang amat bergarga! Setiap kali kupegang dan baca buku itu, selalu terkenang Kak Tjik dan Uni Aisyah.
Kami banyak bertukar cerita dan bertukar fikiran. Ada yang lucu dan ada pula yang serius.
* * *
Uni Aisyah dan Kak Tjik telah mendahului kita semua. Tapi kenangan tentang mereka berdua. Keramahan dan kebaikan hati
mereka terhadap kami tak terlupakan selama-lamanya.
Kepergian Uni Aisyah dan Kak Tjik semoga semakin memperkuat tali persaudaraan KELUARGA BESAR ISA yang harmonis.
Dalam kehidupan keluarga besar, tak ada yang lebih penting selain usaha untuk selalu memperkokoh keakraban dan keharmonisan. Hal ini meciptakan suasana yang amat baik bagi kehidupan mental yang sehat bagi masing-masing keluarga kita serta pula memperbesar saling menghargai serta saling menghormati diantara kita semua.
Amien!
* * *
Thursday, June 17, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment