Kemis, 07 Oktober 2010
------------------------------
Penundaan "KUNJUNGAN" SBY Ke BELANDA, adalah B E N A R !
Ya, "kunjungan" diantara dua tanda kutip. Karena nyatanya "kunjungan SBY ke Belanda" d i t u n d a. Jangan salah faham, bukan 'dibatalkan', tetapi 'ditunda'. Entah sampai kapan. Pemerintah Belanda melalui juru-bicaranya mengharapkan bisa ditetapkan segera kapan kunjungan SBY akan berlangsung.
Maksud kunjungan SBY ke Belanda, bisa diantisipasi, bukan sekadar 'mau jalan-jalan' ke Holand. Seperti dinyatakan oleh kalangan pemerintah Indonesia, dalam kunjungan SBY tsb direncanakan untuk memperluas kerjasama dua negeri.
Yang 'ramai' dibicarakan oleh media Belanda dan Indonesia, beberapa hari ini, adalah sekitar penundaan kunjungan kenegaraan Presiden Indonesia SBY ke negeri Belanda memenuhi undangan Ratu Beatrix. Selasa kemarin, bisa disaksikan di TV Belanda (NOS-Journal), Presiden SBY menyatakan di muka puluhan wartawan, bahwa ia menunda keberangkatan kunjungan kenegaraan ke negeri Belanda. Alasan penundaan tsb ialah: (kutip):
Sebabnya adalah sidang kasus penuntutan terhadap Presiden Republik Indonesia di pengadilan Den Haag yang mulai digelar sore kemarin (waktu Belanda).
"Ada pergerakan yang menuntut soal hak asasi manusia di Indonesia dan menuntut agar Presiden RI ditangkap," kata Presiden. "Yang mengajukan tuntutan adalah organisasi yang di dalamnya ada RMS (Republik Maluku Selatan)."
Menurut Yudhoyono, ancaman keamanan terhadap seorang kepala negara di luar negeri merupakan hal lazim.
"Tapi, kalau sampai digelar pengadilan, (ini) menyangkut harga diri sebagai bangsa," kata Yudhoyono dalam jumpa pers di Halim dengan suara serak dan bergetar.
* * *
Di lihat dari pandangan 'kebiasaan internasional', hubungan antar-bangsa-bangsa yang setara di masyarakat mancanegara, --- dengan tujuan: memperkuat saling-mengerti dan saling menghargai dalam rangka memajukan kerjasama antar-negara, dipelbagai bidang, seperti ekonomi, ilmu-teknologi dan kebudayaan, --- maka antara lain yang penting adalah melakukan saling-kunjungan diantara kedua kepala negara dan kepala pemerintahan. Ini adalah praktek-internasional yang berlangsung sejak berdirinya negara-negara. Juga adalah praktek-internasional, bahwa dalam rangka mempersiapkan saling-berkunjung, masing-masing menciptakan situasi yang kondusif di kedua negara, terutama di negara yang akan menjadi tuan rumah, agar kunjungan tsb mencapai hasil yang direncanakan dan diharapkan.
Situasi atau suasana yang kondusif agar kunjungan kenegaraan itu berhasil, biasanya diusahakan benar oleh fihak 'tuan-rumah'. Yaitu negara yang mengundang.
Dalam kasus kunjungan Presiden Indonesia SBY ke Belanda, diharapkan negeri dan pemerintah Belanda, yang lebih banyak berbuat menciptakan situasi dan suasana yang kondusif, untuk berhasilnya kunjungan seperti diharapkan oleh kedua belah fihak.
Dari fihak Indonesia, menurut berita memang ada rencana untuk memperluas hubungan kerjasama RI-Belanda di pelbagai bidang.
Dilihat dari tujuan Indonesia, -- apa yang hendak dicapainya dalam pertemuan RI-Belanda tingkat kepala pemerintahan, maka sungguh situasi dan suasana politik Belanda tidak mendukung tercapainya maksud memajukan lebih lanjut kerjasama kedua negeri. Apa yang bisa dikerjakan oleh sebuah pemerintah Balkenende yang DOMINIONER? Pemerintah Balkenende yang domisioner TIDAK PUNYA WEWENANG, untuk bikin program dan acara yang baru dengan negeri manapun. Sebuah pemerintah domisioner HANYA bisa mengerjakan/mentuntaskan program-program yang sedang berjalan. Adalah pemerintah yang akan dibentuk sebagai hasil pemilu 9 Juni 2010, yang punya wewenang itu.
Cobalah perhatikan situasi politik Belanda dewasa ini: Pemilu sudah berlangsung sejak 09 Juni 2010. Pemenang adalah parpol Liberal Kanan, VVD. Nomor dua kursi terbanyak di Tweede Kamer adalah PvdA, Partai Buruh. Nomor tiga adalah PVV, sebuah parpol Ekstrim-Kanan yang anti-Islam dan anti-orang asing. Partai Buruh (PvdA) yang menduduki kursi kedua besar, tak berhasil mau bentuk pemerintahan 'Paars Plus', yaitu pemerintahan Tengah Kiri, yang terdiri dari PvdA, CDA, D66, dan Groen Links.
Sudah 4 bulan berlalu. Tetapi Belanda masih belum berhasil membentuk pemerintah yang stabil. Dua parpol VVD (Liberal Kanan) dan sayap Kanan dari CDA (Kristen Demokrat, tengah-kanan), dengan 'gedoogsteun', dukungan 'permisif' dari PVV, berrencana membentuk pemerintah Kanan Minoriti. Parpol PVV mendukung usaha VVD dan CDA, tanpa duduk didalamnya tapi aktif sekali sebagai 'dukun beranak' penting kabinet Kanan Minoriti VVD-CDA itu.
* * *
Cobalah bayangkan! Mau apa SBY di Belanda dengan situasi politik Belanda seperti itu??? Kan bukan untuk jalan-jalan ke Volendam atau ke Rijksmuseum melihat-lihat lukisan Rembrandt?? Atau hendak santai-santai berlayar di kanal-kanal Amsterdam yang memang indah itu?
Tambah lagi gencar-gencarnya kegiatan orang-orang RMS yang dengan dukungan politisi-politisi Belanda yang masih gandrung Indonesia dipecah-belah. Tidak lain dengan maksud agar Indonesia bisa dengan lebih mudah dikuasai melalui politik 'Devide et Empera' . Melalui suatu proses pengadilan Den Haag, mereka-mereka itu hendak menangkap SBY begitu mendarat di Schiphol.
Jelas, pemerintah dimisioner Balkenende samasekali tak ada usaha mencegah diajukannya tuntutan RMS itu ke pengadilan Den Haag. Reaksi keras SBY dengan menunda kunjungannya ke Belanda, tampak ada dampaknya. Pengadilan Den Haag menolak tuntutan orang-orang Belanda/ RMS itu.
Permainan politik Den Haag itu tidak bisa di-interpretasikan lain. Belanda samasekali tidak ada maksud untuk menerima SBY sebagai tamu terhormat. Sebaliknya segala sesuatu menunjukkan bahwa penguasa negeri ini membiarkan saja perkembangan kegiatan RMS, yag jelas apa tujuannya.
* * *
Maka, dipandang dari segi 'toto-kromo' diplomatik, --- sebuah pemerintah (dalam hal ini pemerintah Balkenende> yang mengundang kepala negara lain
Sebaliknya, yang dilakukan Kementerian Luara Negeri Belanda adalah ---- 'menjéwér' Dubes RI, F. Habibie, bersangkutan dengan ucapannya yang kritis sekitar Geert Wilders dan pemilih PVV, yang anti-Islam itu.
Dari segi sitasi politik umum Belanda yang masih 'tak menentu' dengan kemungkinan terbentuknya pemerintah Kanan Minoriti yang secara 'permisif' diudukung oleh sebuah parpol PVV yang anti-ISLAM--- kunjungan SBY ke Belanda dalam situasi seperti itu, adalah K O N Y O L .
Seharusnya, Dubes RI untuk Belanda, F. Habibie, jauh-jauh hari sudah melaporkan hal ini semua kepada SBY. Kalau jauh-jauh hari kunjungan SBY ditunda, karena situasi yang tidak kondusif itu, maka tak perlu muncul komentar-kometar sinis bahwa SBY 'takut' keamanannya terancam.
Walhasil, betapapun, ----- penundaan saat-saat terakhir yang dilakukan oleh Presiden SBY ADALAH B E N A R .
Kunjungilah Belanda dalam siatuasi yang lebih baik bagi promosi saling mengerti dan saling menghormati antara Indonesia dan Nederland. Hanya atas dasar itu kerjasama dan perkembangan hubungan dua ngeri bisa dimajukan. Tidak dalam situasi BELANDA YANG AMBURADUL sekarang ini.
* * *
1 comment:
maksaih pak atas tulisannya... Aduh, pengen S2 di sana jadi takut pak.. terus menulis pak...
Post a Comment