Kolom
IBRAHIM
          ISA
Jum'at,
        09 Januari 2014--------------------------------
MANIFESTASI
KEBOBROKAN
          DAN KEBEJATAN 
    
 Pelaku: Akademi Jakarta (AJ)
*
          * *
Salah
        satu siaran di e-mail dan juga di Facebook tampil dengan berita
        mengenai peristiwa yang terjadi baru-baru ini di Jakarta. Suatu
        SKANDAL kebudayaan. Pelakunya adalah sebuah lembaga di Jakarta
        bernama AKADEMI JAKARTA. Ketua Akademi Jakarta (AJ) adalah
          Taufik Abdullah. 
    
Sekali
          tempo ada diberitakan bahwa Taufik Abdullah sebagai
          intelektuil
          budaya dan sastra, pernah “menganalisis” bahwa seorang penyair
          (dulunya Lekra) bernama Mawi Ananta Joni, sudah mengetahui
          sebelumnya akan meletusnya peristiwa yang kemudian terkenal
          sebagai
          G30S. Sungguh suatu “analisis” yang lebih banyak berbau fitnah
          ketimbang suatu hasil pemikiran seorang cendekiawan.. . . .
          Diberitakan bahwa Taufik Abdullah
            memperoleh gelar kesarjanaannya dari Jurusan Sejarah
            Fakultas Sastra
            & Kebudayaan UGM Yoyakarta(1961). . . . .Bayangkan . .
            Taufik
            Abdullah adalah sarjana jurusan Sejarah dan Sastra &
            Budaya . . .
Yang
            ditulis di pers sebagai SKANDAL KEBUDAYAAN itu pasalnya
            adalah
            “pembatalan” oleh Akademi Jakarta (AJ), atas keputusan
            
                Dewan Juri
                Memberikan Penghargaan AJ 2013 pada
              Martin
                  Aleida ,
              bersama
              seorang lagi, 
                I Gusti Kompiang Raka. Tanpa penjelasan AJ menentukan I
                Gusti
                Kompiang dan membatalkan putusan Dewan Juri yang
                dibentuknya sendiri,
                dan menolak Martin Aleida.
* * *
APA
            IYU YANG PASANG MEREK “AKADEMI JAKARTA”
Akademi
          Jakarta (AJ) adalah suatu Dewan Kehormatan bagi Seniman dan
          Budayawan, juga sebagai Dewan Penasihat bagi Gubernur DKI
          Jakarta di
          bidang seni dan budaya. AJ didirikan di Jakarta pada tanggal
          24
          Agustus 1970 untuk jangka yang tidak ditentukan. 
    
Rapat
          Dewan Juri yang diadakan pada tanggal 15 November 2013 di
          Kantor AJ
          di TIM, mengambil keputusan secara bulat memilih Martin
            Aleida
          sebagai
          penerima Penghargaan AJ 2013. Nah, keputusan bulat Dewan Juri
          yang
          memilih MARTIN ALEIDA sebagai penulis yang diberikan
          Penghargaan AJ
          2013, inilah yang “dicoret”, “dibatalkan” secara
          sewenang-wenang tanpa alasan ataupun penjelasan apapaun.
Berhubung
ulah-polah
          sementara piminan AJ yang berlawanan dengan “visi dan
          misinya”,maka konon, tahun 2011 Ignas Kleden pernah terdengar
          mau
          mengundurkan diri, tahun 2012 kabarnya Goenawan Mohamad telah
          mengundurkan diri. Dan yang lebih dahulu mengundurkan diri
          adalah
          Tatiek Malayati.
Dalam
          sebuah analisisis dinyatakan bahwa: .. “Aktualisasi pemberian
          Penghargaan AJ ini tidak memperlihatkan kepedulian pada
          pemikiran-pemikiran yang aspiratif dalam mendorong kesadaran
          masyarakat pada nilai-nilai sejarah, perlawanan, dan pembelaan
          atas
          pencapaian karya yang membawa pencerahan dalam perkembangan
          kesenian
          dan kebudayaan”.
Sesungguhnya
dengan
          skandal yang dilakukannya itu pentolan-pentolan tertentu di
          AJ, seperti Taufik Abdulah dengan gamblang mencerminkan
          keboborokan
          dan kebejatan moral mereka.
 * * *
Salah
          satu sumber media mengenai karya-karya MARTIN ALEIDA, a.l
          menulis:
“Cerpen-cerpen
              karya Martin Aleida kerap mengangkat tema tentang
              kejadian-kejadian
              tahun 1965 dengan penekanan pada pengalaman-pengalaman
              para
              korbannya. Kini Martin Aleida menjadi salah satu anggota
              dari Komite
              Sastra Dewan Kesenian Jakarta periode 2009-2012.
* * *
Salah
          seorang kritikus sastra, cendekiawan budayawan bernama DR
            Katrin Bandel,
          dosen
          pada Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta, menulis tentang
          penulis
          MARTIN ALEIDA, a.l sbb: 
    
“Sastra tampaknya sampai saat ini masih relatif bebas dari “penertiban” ideologis semacam itu. Tapi sampai kapan? Dan bagaimana kita mesti menilai kenyataan bahwa tema 65 begitu jarang dijadikan fokus utama dalam karya sastra Indonesia seperti yang saya katakan di awal tulisan ini? Sebagai tanda ketidakpedulian? Tanda ampuhnya brainwashing yang dilakukan Orde Baru? Atau sebagai tanda terjadinya usaha terselubung untuk mengesampingkan pelurusan sejarah?
“Bagi saya karya-karya Martin Aleida sangat berarti sebagai bagian dari perjuangan melawan pemalsuan sejarah Indonesia yang terus berlangsung, sekaligus sebagai alternatif terhadap mainstream sastra Indonesia yang cenderung mengutamakan sensasi, seks, dan permainan bahasa tanpa makna dan tujuan yang jelas. Semoga karyanya tidak akan pernah mengalami penyensoran, dan mendapat penghargaan yang sepantasnya.***(cetak miring dan tebal, oleh I.I.)
* * *
Kesewenang-wenangan, kecerobohan tindakan Akademi Jakarta telah memperoleh kritik keras dari Dewan Juri yang pembentukannya adalah oleh AJ. Dewan Juri dengan tegas menyatakan bahwa AJ sepantasnya mensahkan pilihan Dewan Juri yang dibentuknya sendiri. Bila AJ bersikeras dengan ksewenang-wenangananya maka Dewan Juri akan mengundurkan diri keseluruhannya, sebagai pernyataan protes keras.
Berikut
        ini a.l. Pernyataan Dewan Juri, sbb:
“Kami
          menyadari bahwa kami diberi tugas sebagai juri, jadi kami
          melaksanakan tugas kami mengajukan dua nama tersebut sebagai
          penerima
          penghargaan. Jikalau Akademi Jakarta ternyata menganggap hanya
          boleh
          satu penerima penghargaan maka tim juri memilih sdr.
            Martin
            Aleida, karena nama inilah yang kami sepakati secara
          bulat sejak
          awal. Mengingat surat dari pihak AJ telah menetapkan
          pemberian
          penghargaan pada tanggal 28 Desember, kami memohon agar
            keputusan
            ini dikembalikan kepada pilihan awal kami yaitu sdr. Martin
            Aleida.
            Jika AJ menganggap pilihan kami tidak tepat, maka kita
            bersepakat
            untuk tidak sepakat dan dengan sangat menyesal tim juri
            mengundurkan
            diri dari ajang penghargaan ini dan meminta agar nama kami
            tidak
            dicantumkan sama sekali sebagai juri.
Semoga
            pihak AJ bisa saling menghormati keputusan kami. Terima
            kasih atas
            kerjasama dan perhatiannya.
Hormat
          kami,
Sri
            Astari Rasjid (Ketua Juri)
Leila
            S. Chudori (Anggota Juri)
Ardjuna
            Hutagalung(Anggota Juri)
Marselli
            Sumarno(Anggota Juri)
Jamal
            D. Rahman (Anggota Juri)
* * *
Kasus
          penolakan, pencoretan nama penulis MARTIN ALEIDA sebagai
          penerima
          Penghargaan Akademi Jakarta 2013, bukanlah semata-mata
          merupakan
          masalah pelanggaran terhadap hak seseorang penulis untuk
          memperoleh
          penghargaan sesusai keputusan Dewan Juri. Soalnya jauh l;ebih
          besar.
          Masaalahnya menyangkut pertanyaan sbb .. . . mau diarahkan
            kemana perkembangan sastra dan budaya kita?? Mau kembali ke
            periode
            rezim Orde Baru?
Tidakkah
          peristiwa skandal kebudayaan ini membangunkan, membangkitkan
          dan
          menggugah para sastrawan dan budayawan, jurnalis dan krtitikus
          sastra “kita” untuk meremungkan dalam-dalam dan mengambil
          sikap
          yang tegas. . . . melawan
tindakan
              sewenang-wenang Akademi Jakarta terhadap penulis MARTIN
              ALEIDA.
          
    
Dengan
          demikian mendorong maju perkembangan sehat dan kritis
          kehidupan dunia
          sastra dan budaya kita.
* * *

No comments:
Post a Comment