Sunday, January 20, 2008

IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita - INTERMEZO (9) -

IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita
----------------------------
17 Januari 2008


INTERMEZO (9)



Tadi sore ini, Kemis, 17 Januari 2008, sebagian masyarakat Indonesia di Belanda (ada yang dari Jerman) menghadiri pemakaman Sri Hardan Harminah (1 Jan 1929-13 Jan 2008) istri salah seorang sahabat kami, Slamet Hardan yang meninggal beberapa tahun yang lalu. Perhatian cukup besar. Gereja St Barbara di Prinsessenlaan 2, Utrecht penuh sesak dengan keluarga dan para sahabat mendiang Harminah. Broto, sesepuh sebagian masyrakat Indonesia di Utrecht dan sekitar, menceriterakan keramahan dan kesungguh-sungguhan mendiang dalam menggalang perkenalan dan persahabatan dengan para tetangga dan relasi. Salah seorang sahabat terdekat Belanda Harminah adalah Jacqeline. Jang selalu mambantu Harminah setelah ditinggalkan suaminya, apalagi sejak Harminah menderita sakit. Kami semua menyatakan rasa hormat dan terimakasih kepada Jacqeline.


Yang ingin kuangkat dan kusoroti dalam kolom 'Berbagi Cerita (Intermezo 9)' kali ini ialah:

Suatu keistimewaan yang telah terjadi pada pemakaman Harminah. Sebagai seorang Muslimah, Harminah dimakamkan menurut terdisi Islam. Namun, upacara kematian dan pembacaan doa menurut Islam untuk Harminah dilakukan di sebuah G e r e j a K a t o - l i k, yaitu Gereja St Barbara di Utrecht.


Dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa sore tadi itu telah terjadi suatu peristiwa TOLERANSI AGAMA yang unik. Seorang beragama Islam, diupacarakan secara Islam termasuk doa-doa yang dilakukan oleh Haji DR. K. Prawira (Den Haag) bertempat di sebuah gereja Katolik. Di satu fihak keluarga Harminah samasekali tidak ada keberatan apa-apa bahwa kerabat mereka yang Muslimah itu, upacara kematiannya berserta doa dilangsungkan di sebuah gereja Katolik. Di segi lainnya, fihak Gereja St Barbara, juga tak ada keberatan apa-apa bahkan dengan segala senang hati bersedia ambil bagian dalam upacara itu.


Demikianlah tadi sore itu, aku ikut ambil bagian dalam doa bersama untuk arwah Harminah agar diterima di sisi Allah SWT, membacakan surah AL FATIHAH. Ketika selesai membaca Surah Al Fatihah, sahabatku Taufik yang duduk di sampingku berbisik: Masih hafal surah Al Fatihah ya? Jelas, jawabku. Tidak percuma aku bersekolah di Sekolah Rakyat Muhammadiyah dulu.


* * *


Selesai mengantarkan Harminah ke tempat peristirahatannya yang terakhir, di liang lahat yang sama dimana mendiang suaminya dibaringkan, teman-teman yang kuajak cakap-cakap, sependapat: Merasa lega bahwa sore itu telah menghadiri suatu upacara kematian seorang Muslimah di sebuah gereja Nasrani.


Satu sebabnya mengapa kami lega dan puas:

Karena telah mengalami suatu bagian hidup dari MASYARAKAT di BELANDA yang TOLERAN AGAMA. Saling menghormati agama masing-masing dalam suasana harmonis dan damai. * * *




No comments: