Wednesday, January 2, 2008

Kolom IBRAHIM ISA - TERUSKAN TUNTUTAN REFORMASI !

Kolom IBRAHIM ISA
------------------------
Senin, 31 Desember 2007


TERUSKAN TUNTUTAN REFORMASI !


Nasion ini telah lahir, tegak, bangkit, bergerak maju, dan akhirnya berhasil mencapai kemerdekaan nasional. Semua itu, tak lain tak bukan --- adalah berkat perjuangan bersama, berkat susah payah berjangka lama yang diderita rakyat , penuh pengorbanan, oleh semua lapisan masyarakat, oleh pelbagai aliran politik yang hidup berjuang dinegeri kita, ditujukan untuk mengakhiri kolonialisme dan imperialisme, untuk menyetop kekuasaan dan pemerasan kekuatan asing terhadap negeri kita.


Dalam dekade terakhir ini, telah berlangsung perjuangan sengit untuk merealisasi tuntutan Reformasi, Demokratisasi dan pemberlakukan HAM. Kekuatan-kekuatan demokratis dan progresif nasional berjuang melawan pelanggaran HAM terbesar dalam sejarah Indonesia yang dilakukan oleh Orba, (i.e. pembantaian masal 1965 terhadap warganegara yang tak bersalah). Telah berlangsung pula pelbagai usaha dan kegiatan melawan usaha arus-balik, yang hendak menyeret kembali bangsa dan negeri ini, ke kekuasan dan suasana politik serta kultur Orba yang bergelimang dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Suatu kultur usang yang memerosotkan kearifan manusia serta membodohkan kemampuan bangsa untuk berfikir bebas mandiri. Sebagai hasil dari gerakan Reformasi telah dicapai hasil-hasil penting dalam perjuangan pemberlakuan hak-hak demokrasi.


Namun, hasil-hasil yang dicapai tsb masih jauh dari harapan dan tuntutan seperti yang tercantum dalam program Reformasi yang dikumandangkan pada saat-saat menggeloranya gerakan massa yang telah menggulingkan rezim Orba.


Sejak digulingkannya Orba secara formal, kekuatan nasional, demokratis dan maju menuntut diakhirinya 'impunity' serta ditegakkanya supremasi hukum dan diakhirinya dominasi militer di bidang politik dan ekonomi. Serta diajukannya tuntatn adil untuk diadilinya para pelanggar HAM terbesar pada awal rezim Orba. Telah diajukan terus-menerus tuntutan untuk direhabilitasinya nama baik, kehormatan, hak-hak politik dan hak-hak kewarganegaraan semua korban pelanggaran HAM oleh Orba. Rakyat menuntut ditangani dan diadilinya semua pelanggar hukum dan HAM sejak awal berdirinya Orba, pada tahun-tahun 1965-1966-1967, pelanggaran HAM di Aceh, Papua, Maluku, Kalimantan, Sulawesi, Sumatra Selatan, kasus Mei 1998 (Jakarta), kasus Tanjung Priok, kasus 'Petrus' dan serentetan pelanggaran HAM dan hukum lainnya.


* * *


Pada saat kita memasuki tahun ke-10 periode Reformasi, akhir 2007 ini, pantaslah kita bertanya pada diri sendiri: --


Adakah kemajuan dalam usaha melaksanakan tuntutan-tutntuan Reformasi dan Demokratisasi, sejak diakhirinya secara formal rezim militeris-otoriter dan anti-demokratis Orde Baru di bawah Presiden Suharto pada tahun 1998? Bukankah masa Reformasi sudah berlangsung hampir 10 tahun.


Bukankah merupakan kewajiban setiap patriot Indonesia, setiap parpol, stiap organisasi masyarakat maupun lembaga-lembaga studi dan peneliti peduli bangsa, untuk dengan berdikari melakukan pemikiran kembali, menarik pelajaran yang amat diperlukan dari priode Reformasi ini, dan membuat kesimpulan-kesimpulan yang mantap, mempersatukan semua kekuatan Reformasi dan Demokratisasi, untuk maju terus. Agar mampu mengatasi setiap kendala dan kesulitan pada jalan yang sedang ditempuh.


* * *


Satu Nusa dan Satu Bangsa, dari Sabang sampai Merauké.

Namun, lihatlah betapa bedanya kesan 'orang-oarng awak sendiri' -- 'orang kita sendiri', mengenai negeri yang indah dan kaya raya ini. Alangkah berbeda-bedanya penilaian orang mengenai negeri cantik, serta rakyatnya yang rajin dan ulet!


Bagaimana orang menilai, bagaimana terkesan dalam fikiran masing-masing, keadaan negeri dan rakyat kita dewasa ini, bagaimana nasib peri kehidupan mayoritas rakyat kita, berapa banyak dari bangsa kita yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Bagaimana keadaan ekonomi nasional, bagaimana keadaan kesehatan rakyat, pendidikan dan perumahan wong cilik? Bagaimana yang berwewenang dan bertanggungjawab mengatasi penderitaan rakyat yang tak putus-putusnya dilanda bencana alam: Tsunami, Gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan lumpur Lapindo, dsb!


Dan . . . . . bagaimana pula sikonnya, keadaan penguasa. Kadang-kadang aku merasa aras-arasan menggunakan kata 'penguasa'. Karena kata penguasa, di kalangan tertentu, khususnya yang riil memegang kekuasaan di pelbagai bidang dari akar rumput sampai ke puncaknya --- merasa risih --kok dibilang penguasa. Nyatanya sesungguhnya mereka itu berkuasa. Dipertanyakan masyrakat, bagaimana prestasi pemerintahannya, yang dikepalai oleh seorang Presiden yang langsung dipilih oleh pemilih. Bagaimana pula DPR -nya, Lembaga Hukum dan Pengadilannya. Berbagai fihak tidak sama mencerminkan keadaan-keadaan itu dalam fikiran mereka. Lain kedudukan, lain pencerminannya. Lain golongan, lain pula tanggapannya. Lain pula yang disoroti dan yang diungkapkannya.


* * *


BETULKAH NEGERI KITA 'LAIN' TERBANDING PAKISTAN?


Sebagai contoh. Coba simak pendapat seorang pimpinan utama partai yang berkuasa di negeri kita, yaitu Partai Demokrat. Dalam usahanya agar para politisi Indonesia tidak was-was, jangan-jangan nasibnya bisa seperti mantan PM Pakistan Benazir Butho (dibunuh), Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum membuat suatu pernyataan. Dikatakannya , bahwa kultur politik di Indonesia beda dengan Pakistan. Ditegaskannya --- 'Pakistan memiliki tradisi kekerasan, berbeda dengan kita' (29/12/07).


Di sini ketua Partai Demokrat itu bukan saja kebablasan dalam memberikan tanggapannya, tetapi juga , dan ini lebih parah lagi, ia telah membuat penilaian yang TERAMAT KELIRU!


Seakan-akan tertutup mata hati Ketua Partai Demokrat itu. Seakan-akan ia tidak tau samasekali, bahwa rezim Orde Baru di bawah pimpinan Jendral Suharto, adalah suatu rezim yang muncul di atas mayat ratusan bahkan jutaan korban pembantaian rakyat yang tudak bersalah, yang dipicu oleh fihak militer di bawah Jendral Suharto. Adalah pada saat itu di Indonesia, dimulai kultur kekerasan militer secara besar-besaran. Bagaimana prosedur dan proses Presiden Sukarno disingkirkan dari jabatannya. Siapa tidak tau bahwa, beliau, tanpa proses hukum apapun, dikenakan tahanan rumah, seratus persen disekat dari dunia luar, tanpa boleh berhubungan dengan siapapun, kecuali keluarganya, sampai akhir umur beliau. Bukankah itu suatu manifestasi dari kekerasan militer seperti yang diderita sekarang ini oleh Aung San Sukyi dari Birma? Kemudian, siapakah yang tidak tau mengenai pulau pembuangan Pulau Buru? Bahwa di situ puluhan ribu warganegara yang tanpa tuduhan, tanpa proses pengadilan disekap sepuluh tahun lebih? Belum lagi peristiwa Tanjung Priok, kasus Aceh, Papua, Maluku dan Peristwa Mei 1998 di Jakarta? Bukankah kasus-kasus itu semuanya adalah manifestasi dari suatu kultur dan politik kekerasan yang dilakukan oleh penguasa?


* * *


Mari ambil satu kasus lagi. Tentang kemiskinan rakyat kita. Seberapa banyak kemajuan yang diperoleh negeri ini dalam mengurangi kemiskinan rakyat. Kalangan elite yang turut mempersoalkan masalah kemiskinan rakyat kita, ramai berdebat mengenai berapa sebenarnyua angka kemiskinan itu. Pers Indonesia yang menjadi bosan dan muak dengan perdebatan penguasa dan elite yang tak menentu tsb, sampai menulis, bahwa mungkinlah yang diperdebatkan elite mengenai kemiskinan itu, bukan TURUNNYA ANGKA KEMISKINAN tetapi adalah mengenai KEMISKINAN YANG TURUN TEMURUN dari bangsa kita.


Meskipun pemerintah mengumukan bahwa ada kemajuan di bidang pertumbuhan ekonomi nasional; nyatanya keadaan peri kehidupan rakyat kita masih payah, masih susah. Penyebabnya? Baik ikuti komentar Gus Dur, mantan Presiden RI, baru-baru ini, mengenai keadaan ekonomi kita.


Gus Dur menandaskan bahwa, Indonesia kehilangan orientasi pembangunan nasional. Akibatnya, rakyat tidak percaya pada pemerintah yang berkuasa saat ini. Orientasi pembangunan kita nggak jelas. Selama ini, pembangunan ditujukan untuk kalangan atas. Akibatnya, jumlah rakyat miskin bertambah dan pengangguran tetap tinggi. Pemerintahan SBY didikte oleh super power. Sama seperti pemerintahan orde baru yaitu pembangunan untuk kalangan atas saja. Yang kaya, tambah kaya. Yang melarat, tambah melarat. Hilangnya orientasi pembangunan, tak lepas dari pengaruh Bank Dunia, Dana Moneter Internasional, dan Organisasi Perdagangan Dunia. Selama ini, tiga organisasi dunia itu memaksa Indonesia berutang Sehingga, nilai utang luar negeri saat ini mencapai US$ 600 miliar. Bahkan, ada pihak yang berpendapat nilai utang luar negeri Indonesia mencapai US$ 1,3 triliun. "Pemerintah lupa bahwa yang harus membayar utang
adalah anak cucu kita". Demikian uraian Gus Dur (Sumber: Catatan A. Umar Said, 31 Des 07).


* * *


Sebelum menutup akhir tahun 2007, perhatikan perkembangan sekitar penanganan kasus korupsi di Indonesia. Pemerintah SBY menyatakan dicapainya kemajuan di bidang penanganan kasus korupsi.

Namun suatu keajaiban telah terjadi:


YANG TERGUGAT MENGGUGAT. SI KORUPTOR MENUNTUT KEADILAN dan fihak Kejaksaan Indonesia membenarkan tututan koruptor terbesar di Indonesia, mantan Presiden Suharto. Begini kasus kongkritnya.


Seperti ditulis oleh International Herlad Tribune, 30 des 2007, beberapa bulan yl pengadilan Indonesia memerintahkan kepada Time Magazine untuk membayar kepada mantan diktator tsb sejumlah US$ 111 juta. Kasus antara Time Magazine dengan Jendral Suharto adalah berkenaan dengan sebuah cover-story edisi Asia dari Time, yang memberitakan bahwa keluarga Suharto telah mengumpulkan kekayaan (haram) kira-kira US$ 15 milyar, termasuk US$ 9 milyar di bank Austria. Atas pemberitaan ini mantan Presiden Suharto menggugat Time Magazine. Ia mengatakan bahwa berita Time tsb menggambarkan mantan orang kuat tsb sebagai seseorang yang rakus dan tamak. Pengadilan Indonesia memerintahkan kepada Time untuk minta maaf kepada Suharto dan membayar uang denda sebesar US$ 111 juta itu.


Cobalah pembaca fikirkan kasus Suharto dengan Time Magazine tsb. Memang kasus bahwa koruptor terbesar di Indonesia, mantan Presiden Suharto, berhasil menggungat sebuah majalah asing yang mengungkap praktek korupsinya, benar-benar terjadi di Indonesia. Sang koruptor terbesar Indonesia malah, berkat sikap pengadilan Indonesia, akan memperoleh uang ganti rugi, karena nama baiknya, katanya telah dirusak.


Kalau begini ceritanya: Bagaimana bisa dikatakan bahwa ada kemajuan dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia.


* * *


Beberapa contoh dan kasus yang diungkapkan di atas kiranya sudah bisa menunjukkan bahwa tuntutan-tuntutan gerakan Reformasi dan Demokratisasi, masih jauh dari terrealisasi di negeri kita.


Memasuki tahun 2008, jalan terbaik adalah meneruskan usaha dan kegiatan dengan keberanian dan keuletan yang lebih besar lagi, untuk merealisasi semua tuntutan-tuntutan demokratis dan HAM yang dikumandangkan oleh Gerakan Reformasi sepuluh tahun yang lalu.


* * *



No comments: