Sunday, March 16, 2008

Kolom IBRAHIM ISA -- SBY Seyogianya Belajar dari PM Australia Kevin Rudd !

Kolom IBRAHIM ISA
-------------------------
Jum'at, 15 Februari 2008



SBY Seyogianya Belajar dari PM Australia Kevin Rudd !

Mintalah Maaf Atas Pelanggaran HAM Penguasa RI Sebelumnya!

Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia dari Partai Demokrat, seyogianya bisa dan harus belajar dari Perdana Menteri Australia Kevin Rudd, dari Partai Buruh Australia. Kedua negarawan Indonesia dan Australia itu, bukankah masing-masing sering menyatakan komitmen dan kepedulian masing-masing terhadap prinsip-prinsip HAM dan demokrasi?

Sehubungan dengan komitmen dan kepedulian tsb, Kevin Rudd, Perdana Menteri Austalia yang baru saja menjabat PM, telah mengubah janji dan komitmen-oralnya, menjadi tindakan nyata. Melalui suatu gebrakan terbuka dan transparan di muka rakyat, dalam suatu sidang pembukaan Parlemen Federal Australia di Canberra, 13 Februari 2008 y.l., atas nama pemerintah yang baru dan seluruh warganegara Australia, Perdana Menteri Kevin Rudd menyatakan penyesalannya dan MINTA MAAF kepada suku bangsa Aborigine yang menjadi korban dari tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah-pemerintah Australia terdahulu (1910-1970).

Kevin Rudd, pimpinan Partai Buruh Ausralia, yang baru terpilih November 2007 yang lalu, melalui mosi yang diajukan pada sidang Parlemen Australia bulan ini, telah MINTA MAAF kepada suku-bangsa Aborigine . Penyebabnya maka Kevin Rudd, sebagai kepala pemerintah Australia yang baru, menyatakan penyesalannya dan MINTA MAAF kepada suku-bangsa Abrogine, ialah kesalahan serius, bahkan suatu tindakan kriminil, yang dilakukan oleh pemerintah Australia pada pertengahan abad yang lalu, terhadap suku bangsa Aborigine.

Pada periode itu -- 1910 s/d 1970 -- ribuan anak-anak dari keluarga Aborigine dirampas, diculik oleh penguasa Australia. Anak-anak Aborigine itu, sesuai rencana pemerintah, kemudian diserahkan kepada keluarga Australia (Kulit Putih). Sejak itu keluarga-keluarga Aborigine itu, tidak pernah menemukan anak-anak mereka lagi yang jumlahnya meliputi puluhan ribu . Begitu juga anak-anak Aborigine tsb yang dibesarkan oleh keluarga-keluarga Australia (Kulit Putih) tidak pernah tau akan asal-usul mereka. Tidak tau lagi siapa orangtua mereka sesungguhnya. Apapun maksud dan tujuan yang tersembunyi di balik kebijakan pemerintah Australia, politik tsb adalah kebijakan 'integrasi' yang sungguh kejam dan biadab. Suatu politik integrasi yang telah menghancurkan ribuan keluarga Aborigine. Kebijakan tsb sebenarnya ditujukan untuk memusnahkan samasekali identitas dan kultur salah satu bagian dari warganegara Australia, yaitu sukubangsa Aborigine.

Kesalahan serius, pelanggaran HAM berat terhadap suku-bangsa Aborigine, pelakunya, bukanlah pemerintah Autralia yang sekarang ini. Bukan pula suatu kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah dari Partai Buruh Australia. Itu dilakukan oleh suatu pemerintah yang bertindak atas nama n e g a r a Australia. Sebagai seorang yang merasa punya komitmen dan kepedulian terhadap cita-cita dan prinsip-prinsip HAM dan demokrasi, Kevin Rudd, atas nama kepala pemerintah Australia yang baru, mengambil inisiatif. Ia faham betul urusan ketatanegaraan dari suatu negara hukum, sehubungan dengan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah sebelumnya. Dengan tegas Kevin Rudd telah mengoper tannggungjawab atas kesalahan pemerintah di masa lalu. Melalui suatu mosi di Parlemen, PM Austalia yang baru ini menyatakan PENYESALAN dan MINTA MAAF kepada para korban dari suku-bangsa Aborigine. Suatu tindakan terpuji. Dan yang memang sudah seharusnya mereka lakukan jauh sebelumnya.

Pemerintah-pemerintah sebelum PM Kevin Rudd dari Partai Buruh Australia, yaitu mantan PM John Winston Howard yang berkuasa selama 11 tahun <11>, dan mantan PM Robert Menzies yang berkuasa selama 16 tahun <1980>, kedua-duanya dari Partai Liberal Australia, selalu menolak untuk menyatakan penyesalan dan minta maaf kepada suku-bangsa Aborigine Australia. Berbagai dalih dan alasan dikemukakan untuk tidak mengakui bahwa di masa lampau pemerintah Australia telah melakukan kesalahan memporak-porandakan keluarga-keluarga Aborigine dan diciptakannya suatu 'stolen-generation' of Australians. Yaitu suatu 'generasi yang dirampok' dari satu golongan dari bangsa Australia. Yaitu suku bangsa Aborigine yang notabene adalah suku-bangsa asli penduduk Australia.

Di sini otomatis kita teringat pada dalih-dalih yang berulang-kali dikemukakan oleh para pejabat negara RI sekarang maupun pejabat warisan Orba yang lalu. Beliau-beliau itu berkali-kali dan berulangkali mengemukakan, bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi masa lalu, khususnya yang menyangkut pelanggaran-pelanggaran HAM serius Orba dan mantan Presiden Suharto, itu semua adalah peristiwa-peristiwa, kasus-kasus, soal-soal yang sudah termasuk 'masa lampau' . Dan bahwa kita 'harus menatap ke depan'. Maksudnya supaya kita melupakan masa lampau yang gelap, korban dan penderitaan rakyat tak bersalah yang ditimbulkan oleh politik dan kebijakan Orba di masa lampau. Padahal semua tau bahwa pelanggaran HAM, apalagi yang berat tidak pernah bisa dijadikan suatu kasus yang 'daluwarsa'.

Maafkanlah kesalahan Orba dan mantan Presiden Suharto! Demikian dinyatakan berulang kali. Kita harus bersikap 'manusiawi' dan 'dewasa', demikian terucapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sehubungan dengan masa lampau mantan Presiden Suharto. Maksudnya, janganlah di kaji-kaji ulang masa lampau gelap semasa Orba itu. Janganlah mengajukan tuntutan hukum apapaun terhadap mantan Presiden Suharto. Bukankah mantan Presiden Suharto dan Orba yang dipimpinnya juga telah memberikan 'jasa-jasanya' pada negara dan bangsa?

Begitu argumentasi dan logika para pejabat warisan Orba dan para elite yang duduk di pemerintahan SBY dan pelbagai lembaga legeslatif dan judikatif sekarang ini. Argumentasi dan logika para elite dan penguasa itu menunjukkan bahwa mereka itu, perasaan dan fikirannya, terlepas dari, bahkan berlawanan dengan perasaan dan logika rakyat yang tak bersalah yang selama lebih dari 32 tahun berkuasanya rezim Orba telah mengalami pengorbanan dan penderitaan.

* * *

'Kami minta maaf atas dibuatnya undang-undang dan politik oleh parlemen demi parlemen dan pemerintah demi pemerintah, yang telah menimbulkan kepedihan teramat sangat, penderitaan dan kehilangan pada sewarganegara kita bangsa Australia'. Sungguh suatu pernyataan yang historis dari seorang perdana menteri negara Australia.

'Kepada para ibu dan bapak-bapak, pada saudara-saudara lelaki dan perempuan, karena telah dipecah-belahnya keluarga-keluarga dan masyarakat (Aborigine), kami nyatakan minta maaf. Kami katakan ini terhadap kesalahan (pemerintah) menginjak-injak kehormatan suatu rakyat yang bangga atas identitas dan budayanya. Kami katakan S O R R Y ' , demikian PM Kevin Rudd.

Dikalangan luas masyarakat Australia tindakan berani dan tulus PM Australia ini telah mengakhiri perdebatan yang memecah-mecah pendapat umum Australia selama bertahun-tahun disebabkan oleh sikap menolak oleh pemerintah konservatif PM Howard dan pemerintah sebelumnya pada masa lampau.

Harus diakui terus terang dan terbuka, bahwa, apa yang dilakukan oleh PM Kevin Rudd itu, adalah suatu tindakan yang terpuji dan berani demi HAM, demokrasi dan kebenaran serta keadilan.. Suatu tindakan historis dan patut dijadikan teladan oleh para negarawan lainnya, termasuk negarawan Indonesia. Kongkritnya dijadikan contoh positif oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kebijakan dan politik baru PM Kevin Rudd, pertama-tama adalah hasil perjuangan puluhan tahun suku-bangsa Aborigine dan semua kekuatan demokratis dan prograsif di Australia - termasuk yang berkulit Putih - dan di mancanegara.

Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden ke-6 dan kepala pemerintah negara Republik Indonesia, juga bisa dan seyogianya h a r u s m i n t a m a a f kepada korban-korban pelanggaran HAM yang disebabkan oleh pemerintah Indonesia sebelumnya. Dalam hal ini kongkritnya, pemerintah Orde Baru di bawah pimpinan Jendral mantan Presiden Suharto.

Lebih terpusat lagi, ----- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seharusnya menyatakan penyesalan atas tindakan Orba yang melakukan pelanggaran HAM besar-besaran dalam Peristiwa 1965 - '67, '67, '68 dst. Peristiwa Tanjung Priok, Malari, Petrus, yang menyangkut DOM Aceh, Papua, Peristiwa Mei 1998 dll. Halmana telah menyebabkan penderitaan, sampai saat ini, tidak kurang lebih 20 juta anggota keluarga Indonesia.

Kalau bicara soal Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional, sesungguhnya inilah masalah inti, masalah pokok dari Kebenaran dan Rekonsiliasasi Nasional.

Yang terpenting yaitu pernyataan penyesalan dan minta maaf oleh pemerintah SBY yang sekarang ini, atas pelanggaran rezim Orba di masa lampau.

Selanjutnya pemerintah segera melakukan REHABILITASI TOTAL atas PARA KORBAN Pelanggaran HAM dan Hukum rezim ORBA

* * *

.

No comments: