Wednesday, March 24, 2010

Kolom IBRAHIM ISA
Rabu, 24 Maret 2010

--------------------------------------

SEKITAR KUNJUNGAN OBAMA KE INDONESIA (3)
< Dengan Obama Ada Syarat Hubungan Setara Saling Menguntungkan>


Catatan Penulis:

Tulusan ini seperti tertera dalam artikel di bawah, asal mulanya dibuat atas permintaam Tina Manihuruk, wartawan s.k. “Pikiran Rakyat” Bandung. Wartawan tsb ditugaskan oleh Redaksinya untuk mengusahakan tulisan dari 'luar' sekitar rencana kunjungan kenegaraan Obama ke Indonesia.

Sang Wartawan, Tina Manihuruk yang lugu dan 'awam' itu, mencari dan menemukan nama dan artikel-artikel saya di Blogger internet . Ia segera menulis e-mail kepada saya. Tina lalu m i n t a kepada saya untuk menulis artikel yg dimaksud. Saya sanggupi.

Sesudah Redaksi meminta dan mambaca BIODATA saya, mereka putuskan untuk tidak memuat artikel yang telah saya tulis atas usul wartawan mereka sendiri.

Rupanya setelah membaca biodata saya, Redaksi menjadi 'sadar' (mungkin juga terkejut mengetahui) bahwa orang yang mereka mintai untuk menulis artikel tentang kunjungan Obama ke Indonesia, adalah seorang disiden politik. Seorang publisis yang (dari ujung rambut sampai ke telapak kakinya>, adalah sangat ANTI-ORBA. Keruan saja mereka putar haluan. Menjadi 'takut' memuat tulisan saya. Takut 'ambil risiko'. Kemudian Redaksi mencari-cari dalih yang tak masuk akal untuk menolak artikel saya itu.

Saya tulisi wartawan Tina Manihuruk yang jujur itu, bahwa s.k. “Pikiran Rakyat” Bandung ternyata masih hidup dalam kultur Orba. Di zaman Orba tidak ada kebebasan pers. Kultur pers Orba adalah pengawasan, pengontrolan dan kemudian pemberangusan. Orba tidak membolehkan penulis dan tulisan yang berpendirian dan berpandangan politik lain, apalagi yang bertentangan dengan pandangan dan politik penguasa dan pendana.

Dengan penolakannya terhadap artikel saya yang diminta oleh wartawan mereka sendiri itu, “Pikiran Rakyat” Bandung menunjukkan bahwa, Redaksi s.k “Pikiran Rakyat” masih bertindak menurut 'his master voice', yaitu patuh menurut kehendak pendana dan penguasa pers Indonesia.

* * *


SEKITAR HUBUNGAN INDONESIA-AMERIKA

< Dengan Obama Ada Syarat Hubungan Setara Saling Menguntungkan>


Tulisan ini dibuat atas permintaan Tina Manuhuruk, wartawan s.k. “FIKIRAN RAKYAT”, Bandung, berkenaan dengan rencana kunjungan kenegaraan Presiden Barack Obama ke Indonesia. Tina menyarankan agar rencana kunjungan tsb ditinjau dari segi 'hubungan AS-Indonesia. Apa kepentingannya untuk kedua belah fihak. Bagaimana prospek hubungan Indonesia-Amerika setelah kepemimpinan AS dipegang Presiden Baracl Obama'.


* * *


Empat tahun yang lalu, Presiden G.W. Bush, mengadakan kunjungan singkat ke Indonesia, yang berlangsung selama enam jam.


Dalam keterangan-pers bersama dua Presiden, G.W. Bush dan S.B. Yudhoyono (November 2006), dinyatakan bahwa kedua fihak sepakat mendorong jalan damai untuk menyelesaikan berbagai krisis dan konflik di dunia. Sesungguhnya tak jelas apakah pandangan mereka, Bush dan SBY, sama mengenai apa yang dinamakan 'krisis dunia'. Bagi pemerintah George Bush ketika itu, jelas apa yang dinamakan 'krisis' itu. Bush menyebut Korea Utara dan Iran sebagai sumber 'krisis nuklir', karena kedua negara tsb berambisi membuat senjata nuklir.


Lagipula jelas bagi siapapun, bahwa pemerintahan Bush ketika itu menganggap usaha mengatasi dan melawan terorisme, sebagai 'perang melawan teror', 'war against terror'. Terorisme, terutama terorisme gerakan Bin Laden, dinyatakan AS dan sementara sekutunya, sebagai 'bahaya bagi dunia'. Padahal kita tau berbagai negeri lain punya pendapat sendiri. Sebagai contoh: Prof Marten Rossem, seorang pakar Belanda gurubesar di Universitas Utrecht, akhli tentang Amerika, menganalisis bahwa di satu segi, terorisme adalah bahaya riil yang merupakan pelanggaran HAM dan telah menimbulkan ribuan korban warga sipil yang tewas dan luka-luka. Namun, terorisme bukanlah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai 'bahaya terhadap perdamaian dunia'. Dan di dunia ini, nyatanya tidak ada yang bisa dinamakan 'perang-peperangan melawan teror'.


Di segi lain, pendudukan militer Israel yang berkepanjangan atas Gaza dan Tepian Barat Sungai Jordan, blokade ekonomi yang dilakukan Israel di Gaza, karena pemilu di situ dimenangi oleh gerakan Islam Hammas, --- justru hal itu yang merupakan sumber rill berkembangnya konflik menjadi lebih besar di Timur Tengah, yang benar-benar akan membahayakan kestabilan Timur Tengah dan sekitarnya serta ancaman terhadap perdamaian dunia.


Jelas, dua masalah besar yang mempunyai potensi berkembang menjadi konflik yang lebih berbahaya bagi perdamaian dunia, ialah masalah berkepanjangannya pendudukan Israel terhadap Palestina, dan penanganan kasus sekitar tuduhan Barat bahwa Iran sedang membuat senjata nuklir.


* * *


Begitulah situasi politik luarnegeri Amerika Serikat di bawah pemerintahan George Bush, sejalan dengan diberlakukannya konsep strategis 'unilateralisme' dan melakukan 'tindakan prefentif' militer demi yang mereka nyatakan sebagai tindakan 'membela keselamatan dan keamanan' Amerika Serikat, dunia Barat dan perdamaian dunia. Contoh yang gamblang mengenai 'unilateralisme' dan 'tindakan prefentif' militer, adalah serangan yang dilakukan oleh AS dan sekutunya, terutama Inggris, terhadap Irak.


Politik 'unilateralisme' dan 'tindakan prefentif militer', ternyata didasarkan atas informasi palsu. Samasekali tidak ditemukan 'smoking gun' ataupun ' weapons of mass destruction' yang dikatakan dimiliki Sadam Husein. Halmana dijadikan alasan utama sebagai legitimitasi penyerbuan militer dan penggulingan rezim Sadam Husein.


* * *


Dengan kekalahan Partai Republik dan naiknya Barack Obhama dari Partai Demokrat, sistuasi politik luarnegeri AS jelas tidak sama dengan politik luarnegeri pemerintahan Bush.


Dalam pidato keperesidenan dan dalam pelbagai kesempatan, Presiden Obama menyatakan meninggalkan politik luarnegeri Bush. Pidatonya di Universitas Al Azhar, Cairo, juga menunjukkan pandangan strategis Obama yang berbeda mengenai Islam dan dunia Muslim. Obama jelas mengajukan pandangan strategis positif, yang memberikan syarat menuju normalisasi hubungan setara antara AS dengan negeri-negeri Islam dan Dunia Ketiga.


Dengan latar belakang ini kita bisa mengharapkan adanya hubungan yang lebih baik antara Indonesia -- sebagai negara penduduk Muslim terbesar di dunia, dan menganut pandangan 'sekular' dan 'pluralis' antar pelbagai agama ---- dengan Amerika Serikat.

Congress dan Senat AS, secara formal berpegang pada prinsip pemberian bantuan luarnegeri terhadap negeri-negeri lain, khususnya negeri-negeri sedang berkembang, yang dikaitkan dengan situasi di negeri-negeri tsb mengenai hak-hak demokrasi dan HAM. Kongkritnya apakah 'pembelakuan' ataukah pelanggaran hak-hak azasi manusia' yang berlangsung di situ.


Hal tsb bisa disaksikan ketika Presiden Carter mengirimkan utusan pribadinya ke Indonesia yang masih di bawah Presiden Suharto, --- untuk secara khusus mengadakan kontak dengan korban pelanggaran HAM di Indonesia. Maksudnya untuk memperoleh informasi langsung mengenai situasi para tahanan politik di Indonesia. Ketika itu yang dihubungi oleh utusan pribadi Presiden Carter adalah Joesoef Isak, eks-tapol mantan Sekjen Persatuan Wartawan Asia-Afrika, yang kemudian memimpin penerbit buku bermutu HASTA MITRA. Presiden Carter menggunakan informasi tsb utuk memperbesar tekanan kepada rezim Orba, untuk memperbaiki situasi HAM di Indonesia, sebagai syarat diteruskannya bantuan AS kepada Indonesia. Kongkritnya AS mendesak Suharto untuk melepaskan puluhan ribu tapol yang masih meringkuk di pelbagai penjara yang tersebar di seluruh Indonesia, khususnya di pulau Buru.


Apalagi dewasa ini, dengan Barack Obama sebagai Presiden, AS akan lebih menekankan masalah pemberlakuan hak-hak demokrasi dan hak-hak azassi manusia, sebagai syarat untuk dijalinnya hubungan kenegaraan yang wajar. Serta pemberian bantuan.


* * *


Hubungan antara Indonesia dan Amerika, telah mengalami perkembangan dan gejolak sejak Proklamasi Republik Indonesia, 1945. Sejak semula AS punya perhatian khusus terhadap Indonesia. Ketika itu AS sedang garang-garangnya mencengkam dan memberlakukan strategi 'Perang Dingin' terhadap blok Timur. Seluruh politik luarngeri AS diabdikan pada strategi Perang Dingin tsb. Dalam waktu panjang AS berpegang pada pandangan: “Yang tidak berfihak pada saya, adalah musuh saya!” Di segenap penjuru dunia AS membangun pangkalan-pangkalan militer dan persekutuan-persekutuan militer, seperti NATO, CENTO, SEATO, Perjanjian Militer AS-Jepang, dsb dalam rangka strategi Perang Dingin.


Republik Indonesia di bawah Presiden Sukarno, berpegang pada politik luar negeri yang 'bebas aktif' membela perdamaian dunia bersamaan dengan itu memberikan dukungan kuat pada perjuangan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika untuk kemerdekaan nasional. Untuk itu bersama dengan pemimpin-pemimpin Asia dan Afrika lainnya, seperti Jawaharal Nehru dan Gamal Abdul Nasser, U Nu, dll menyelenggarakan Konferensi Asia-Adrika di Bandung (1955). Koferensi Bandung adalah manifestasi aspirasi dan tekad bangsa-bangsa yang baru

merdeka untuk menempuh jalannya sendiri, bebas dari pertarungan negara-negara besar, bebas dari strategi Perang Dingin Barat menghadapi yang mereka anggap bahaya Komunisme; bebas dari strategi blok Timur yang menghadapi dunia Barat.


AS tidak mentolerir, bahkan jelas menganggap politik 'bebas aktif' Indonesia sebagai duri dalam daging, sebagai bahaya terhadap kepentingan politik luarnegerinya. Seperti diakui Obama dalam bukunya menyinggung hubungan AS dengan pemerintahan Indonesia di bawah Presiden Sukarno. Obama menulis bahwa demi strategi Perang Dingginnya, CIA membina hubungan khusus dengan perwira-perwira TNI, memberikan dukungan terhadap pemberontakan separatis di Indonesia, yang selanjutnya berakhir dengan disingkirkannya Presiden Sukarno dan naiknya Suharto menjadi presiden Orba. Amerika Serikat adalah pendukung utama rezim Orba, baik politik, finansil maupun militer. Juga invasi militer Indonesia, pendudukan militer serta aneksasi Timor Timur, mendapat dukungan AS.


* * *


Hubungan Indonesia-Amerika mengalami perkembangan ketika AS menunjukkan perhatian terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia setelah Proklamasi Republik Indonesia. Hal ini ditandai dengan keterlibatan AS dalam Komisi Tiga Negara, KTN (yang terdiri dari Belgia, Australia dan Amerika Serikat). KTN berusaha mencari 'jalan keluar' dari konflik Republik Indonesia-Kerajaan Belanda sejak 1945. Namun, hubungan Indonesia-Amerika mengalami gejolak, kemunduran, memburuk dan bisa dikatakan antagonistik, ketika AS demi strategi Perang Dinginnya, berusaha memaksakan konsep politik luarnegerinya terhadap Indonesia. Lebih-lebih ketika AS jelas-jelas memberikan bantuan riil pada pemberontakan separatis PRRI dan Permesta.


* * *


Dewasa ini Presiden Barack Obama, berkomit meninggalkan politik luarneegeri yang dijalankan oleh pemerintahan Bush, berjanji akan mengadakan hubungan setara dengan negeri-negeri lainnya. Maka terdapat syarat riil untuk suatu hubungan yang lebih wajar dan lebih baik antara Indonesia dan Amerika Serikat.


Amerika Serikat punya kepentingan besar di Indonesia. Pelbagai perusahaan miyak dan tambang penting di Indonesia adalah milik Amerika. Menghadapi konstelasi politik sejagat dan Asia yang baru, AS memerlukan mitra seperti Indonesia yang harus diperlakukannya sebagai negara baru yang berdaulat penuh atas kesatuan tanah airnya. Demikian pula Indonesia punya kepentingan riil untuk berhubungan normal dan baik dengan AS. Indonesia seyogianya bisa dan perlu memanfaatkan potensi AS di bidang ilmu dan teknologi, bisnis dan permodalan. Dengan demikian Indonesia juga berkepntingan untuk memperbaiki dan mensetarakan hubungan dua negeri, yang saling menghargai, saling menghormati, dan saling menguntungkan.


Kunjungan Obama ke Indonesia adalah kesempatan baik bagi kedua negeri untuk merealisasi maksud baik tsb.


* * *


Kapanpun dalam menelaah hubungan Indonesia-Amerika: Yang terpenting ialah, Indonesia harus selalu mengedepankan, mempreoritaskan, mencengkam prinsip yang dasar-dsarnya sudah diletakkan oleh para founding fathers dari Republik Indonesia. Yaitu, dalam melaksanakan politik luarnegeri SELALU MEMPERTAHANKAN KEBEBASAN.


Artinya berdikari dalam menjalankan politik luarnegeri. Sepanjang sejarah Republik Indonesia, sebelum politik luarnegeri Indonesia mengalami perubahan menjadi politik luarnegeri yang pro-Barat dan anti-blok Timur, semasa Orba, --- yang menjadi pegangan dan prinsip utama politik luarnegeri Indonesia, adalah POLITIK LUAR NEGERI YANG BEBAS DAN AKTIF, serta BERINISIATIF. Disejalankan dengan pelaksanaan prinsip POLITIK BERTETANGGA BAIK.



* * *



To unsubscribe from this group, send email to jaringan-kerja-indonesia+unsubscribegooglegroups.com or reply to this email with the words "REMOVE ME" as the subject.




No virus found in this incoming message.
Checked by AVG - www.avg.com
Version: 8.5.437 / Virus Database: 271.1.1/2765 - Release Date: 03/23/10 07:33:00

No comments: