Saturday, August 14, 2010

ORANG-ORANG BELANDA SAHABAT INDONSIA

IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita

Minggu, 08 Agustus 2010

------------------------------------------



ORANG-ORANG BELANDA SAHABAT INDONSIA





* * *



Kemarin dulu, kuterima dari sahabatku Bari Muchtar, Ranesi, Hilversum, e-mail berikut ini:

,

diterbitkan 06 Agustus, 2010, oleh BARI MUCHTAR, Ranesi, Hilversum.

Dalam pesannya kepadaku mengomentari tulisanku tentang Peringatan 65th Hiroshima, Bari Muchtar menulis sbb:

Pak Ibrahim,

Mudah-mudahan senjata nuklir benar-benar disingkirkan di muka bumi. Pak Ibrahim, ini link rangkuman wawancara dengan bapak ttg orang-orang Belanda yang bersahabat dengan Indonesia.

http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/orang-orang-belanda-sahabat-indonesia

Salam hormat,
Bari Muchtar

* * *

Kupikir, Ranesi telah menyiarkannya untuk pendengar Radio Hilversum, baik kiranya dipublikasikan agar pembaca dapat mengikutinya

ORANG-ORANG BELANDA SAHABAT INDONSIA

Dalam buku sejarah Indonesia ditulis, Belanda pernah menjajah Indonesia selama tiga setengah abad. Makanya wajar kalau orang masih tidak bisa melepaskan pikiran yang mengganggap orang Belanda itu penjajah.

Tapi dalam sejarah selama lebih kurang tiga abad itu ternyata banyak orang Belanda yang berani menentang penguasa penjajah. Mereka memprotes, memberontak dan membelot menjadi pro Indonesia dan malah menjadi warga negara Indonesia.

Ibrahim Isa, seorang eksil yang tinggal di Amsterdam, menyebut mereka itu orang-orang yang menjadi jembatan antara Belanda dan Indonsia atau sahabat Indonesia. Siapa saja antara lain mereka itu?

Multatuli
Pertama adalah Multatuli, seorang asisten residen di Lebak, Banten. Tokoh Belanda yang bernama asli Eduard Douwes Dekker ini mengundurkan diri jabatannya karena ia tidak setuju dengan sistem feodal saat itu. Ini dilakukannya setelah tuntutannya untuk memecat bupati tidak dikabulkan oleh pemerintah kolonial Belanda saat itu. Maklum pemerintah Belanda justru memanfaatkan sistem feodal itu untuk kepentingan penjajahan.

Kemudian pada sekitar abad keduapuluhan nama Douwes Dekker muncul tapi orangnya berbeda. Pria yang masih berhubungan darah dengan Dekker yang dijuluki Multatuli ini adalah seorang jurnalis. Bersama dengan Ki Hadjar Dewantara dan dr Mangunsutjipto, ia membentuk Indische Partij pada tahun 1911.

"Indische partij itu partai politik pertama yang mengajukan tuntutan agar bangsa-bangsa di Nederlands Indie (nama Indonesia waktu itu,red) memilik haknya untuk menentukan nasibnya sendiri, " tandas Ibrahim Isa.

Pembelot
Setelah Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 terjadi perang antara pejuang kemerdekaan Republik Indonesia melawan tentara Belanda. Menurut versi Belanda serdadu yang dikirm itu bertugas untuk memulihkan keamanan apa yang disebut aksi polisionil atau politionele actie. Tapi menurut kacamata Indonesia tentara Belanda itu jelas dikirim ke RI untuk merebut kembali negaranya yang baru merdeka.

Di Belanda saat itu banyak pemuda Belanda yang menolak ditugaskan ke Indonesia yang bagi Belanda masih saat itu masih bernama Nederlands Indie atau Hindia Belanda. Hati nurani mereka tidak mengizinkan untuk menjadi bagian dari tentara yang mau menjajah lagi.Menurut Ibrahim Isa, jumlahnya sekitar 500 orang. "Mereka akhirnya diadili dan dipenjarakan, " katanya.

Namun ada pula yang toh berangkat ke Indonesia, tapi akhirnya membelot ke pihak Indonesia. Contohnya Poncke Princen. Karena menyeberang menjadi Tentara Indonesia, maka ia dianggap penghkhianat oleh Belanda. "Tapi untuk kita, untuk bangsa Indonesia ia dianggap sebagai sahabat yang sangat dekat, "tandas Ibrahim Isa.

Princen, tambah Ibrahim Isa, menunjukkan kepeduliannya dan dedikasi kepada Indonesia dengan menjadi pejuang Hak Asasi Manusia atau HAM dan demokrasi pada jaman Orba. Akibatnya ia sempat dipenjarakan oleh rejim di bawah pimpinan Soeharto ini. "Princen diakui sebagai pejuang demokrasi dan HAM, " simpul Ibrahim Isa.

Selanjutnya Ibrahim Isa menambahkan bahwa di perpustakaan-perpustakaan Belanda banyak sekali ditemukan buku-buku tulisan bekasTentara Kerajaan Belanda. Banyak di antara mereka sebenarnya tidak tahu bahwa mereka ke Indonesia dulu ditugaskan untuk menjajah kembali. Karena yang dikatakan kepada mereka, tugas mereka adalah memulihkan kembali keamanan di Hindia Belanda. Jadi, mereka merasa ditipu.

Lalu ada seorang ilmuwan Belanda yang terang-terangan mengusulkan kepada pemerintah Belanda untuk menyerahkan Papua kepada Indonesia. Ia adalah guru besar sosiologi bernama Werthheim. Bukunya yang berjudul "The Society in transtion" menjadi bahan bacaan wajib bagi yang mau studi antropologi dan sospol Indonesia. "Di jaman Orba di Belanda ia mendirikan Komite Indonesia, untuk memperjuangkan hak-hak demokrasi bagi Indonesia " kata Ibrahim Isa.

Teman keluarga Bung Karno
Terakhir tokoh sepuh Ibrahim Isa yang masih sangat aktif membaca buku ini menyebut nama Wolf Schumacher. Insinyur yang menempuh aliran modern di bidang bangunan ini, antara lain dikenal sebagai pembangun Villa Isola dan hotel Preanger di Bandung. Menurut Ibrahim Isa pria Belanda ini mempunyai dua keistimewaan. Pertama ia masuk Islam dan kedua ia sahabat baik Bung Karno. "Mereka sama-sama arsitek, " tambah Ibrahim Isa.

Schumacher tidak aktif di bidang politik untuk menentang pemerintah penjajahan Belanda. Tapi ia sangat menentang kebijakaan diskriminasi pemerintah Belanda, yang membedakan antara pribumi atau inlander dengan orang Belanda.

Karena persahabatannya dengan keluarga Soekarno, maka keluarga presiden RI pertama ini mebeayai pemugaran kuburan Schumacher di Bandung. "Ini suatu hal yang indah sekali, " kata Ibrahim Isa.



* * *

No comments: