Saturday, August 6, 2011

*INI BUKAN REFORMA AGRARIA!*

*Kolom IBRAHIM ISA*

*Sabtu, 06 Agustus 2011*
------------------------


**


*INI BUKAN REFORMA AGRARIA!*

*(Rentetan Catatan Kunjungan ke Indonesia Bg. 9 )*


** * **


Pertemuan dengan Prof Dr Sediono Tjondronegoro dan DR HC Gunawan
Wiradi, di gedung "SAINS" , di Bogor tanggal 20
Juni 2011, punya arti penting sekali. Karena, di situlah Prof
Sediono Tjokronegoro dan Dr HC Gunawan Wiradi, memberikan
penjelasan-pencerahan mengenai masalah 'agrarian-reform', atau
perubahan tanah di Indonesia.



Disitu juga kedua pakar-agraria- senior itu menegaskan bahwa UUPA 1960 bukan produk PKI, sebagaimana difitnahkankan oleh Orba dan kaum "PKI-phobi". Fitnah itu bertujuan mendeskreditkan UUPA-1960, agar dengan memberikannya stempel PKI, UUPA bisa dengan mudah dicampakkan. Begitu fikir mereka. Tetapi, fitnahan mereka itu kontra-produkstif. Nyatanya sampai dewasa ini UUPA-1960 tetap diakui (resminya) sebagau produk pengkajian para cendekiawan, dan aktivis masalah tani nasional. Juga tak bisa dihapuskan fakta sejarah, bahwa kekuatan Kiri, khususnya PKI ketika itu, telah dengan serius memberikan sumbangannya sampai bisa berhasil dilahirkannya UUPA-1960 di bawah pemerintahan Presiden Sukarno.

Itu semua adalah fakta sejarah yang tak bisa dipulas.



* * *



Pertemuan yang berlangsung atas permintaan itu semula dimaksudkan untuk mendengar penjelasan Prof Dr SMP Tjondronegoro mengenai masalah-masalah yang dikemukakan oleh Prof. Dr Tjondronegoro di dalam pidatonya di pertemuan 'De LEEUW En De BANTENG', Maret 1995 di Den Haag. Kongkritnya mengenai situasi masalah perubahan tanah di Indonesia dan mengenai munculnya burjuasi di negeri kita. Yang menurut Prof Sediono Tjondronegoro, burjuasi Indonesia itu, terutama terdiri dari kaum konglomerat Indonesia, dan di sekelilingnya.



Permintaan khusus minta bertemu dengan sarjana-sarjana senior kita, yang peduli masalah agraria, -- Maksudnya tak lain untuk menarik manfaat sebanyaknya dari pengalaman dan petuah-petuah mereka sekitar proses perjuangan untuk perubahan tanah di negeri kita. Pertemuan itu juga penting sekali untuk menyatakan penghormatan dan penghargaan terhadap sarjana-sarjana senior kita yang tetap peduli dengan haridepan bangsa dan tanah air. Mereka punya prinsip, -- Selama hayat dikandung badan -- , akan tetap berjuang, menyumbangkan dharma baktinya demi bangsa dan tanah air tercinta.



* * *



Dalam pertemuan tsb aku sempat berkenalan dengan mendengarkan penjelasan pakar agraria senior Dr HC Gunawan Wiradi. Beliau memberikan pencerahan sekitar masalah perubahan agraria di negeri kita.

Ketika kutanyakan masalah-masalah tsb diatas, Prof SMP Tjondronegoro menegaskan bahwa mengenai masalah situasi perubahan tanah di Indonesia, SUMBERNYA adalah pakar agraria yang hadir di situ, yaitu *Dr HC Gunawan Wiradi*. 'Hij is de man, yang banyak tau, sejarah dan perkembangannya', demikian Prof SMP Tjondronegoro. Ditambahkannya, berbeda dengan saya yang pernah beberapa waktu ada di luarnegeri sehubungan studi dan riset, Dr Gunawan Wiradi selalu ada di Indonesia. Terus menggeluti masalah ini sejak tahun 1940-an sampai berdirinya Republik Indonesia dst.



Di bawah ini adalah catatan pokok-pokok (yg ditranskrip dari tape-recorder) sekitar penjelasan Dr. HC Gunawan Wiradi, seorang pakar masalah pertanian dari IPB (Institut Pertanian Bogor) yang meggeluti masalah perubahan tanah di Indonesia, sejarah dan perkembangannya.



Untuk catatan pembaca: -*- Gunawan Wiradi, lahir di Solo, 1934*. Ia seorang peneliti dan aktivis untuk reforma-agraria dan perubahan tanah di Indonesia dan konsultan bagi pelbagai NGO. Ia belajar politik dan sosiologi pedesaan pada Institut Pertanian Bogor (IPB)--19653-1963. Ia bekerja di Bogor sebagai peneliti Agro-Economic Survey (1972-1980-an), dan telah menerbitkan banyak buku, makalah dan tulisan mengenai tema perkembangan pedesaan.



* * *

Baik kiranya, catatan ini diawali dengan sebuah poster yang diciptakan sendiri oleh Dr Gunawan Wiradi:



/*LAKSANAKAN REFORMA AGRARIA*/

/*"Kunci utama konflik agraria adalah kesadaran kita bahwa TANAH merupakan sumber daya alam yang sangat vital, yang melandasi hampir semua aspek kehidupan manusia. Tanah bukan sekadar aset, tetapi juga basis bagi kekuasaan ekonomi, sosial dan politik. Maka ketimpangan dalam akses tanah sangat menentukan corak sebuah masyarakat dan juga dinamika hubungan antarlapiusan masyarakat."*/



Jelas bisa saksikan bahwa situasi masalah perubahan tanah di Indonesia, adalah masih 'jalan ditempat'. Masih belum dimulai dengan sungguh-sungguh, maka poster perubahan tanah Gunawan Wiradi tsb perlu disosialisasikan! Agar kita tidak melupakan soal besar yang masih dihadapi oleh bangsa dan negeri, yaitu, masih BELUM DILAKSANKANNYA UUPA!



Lalu telusuri berita Sporanews, 19 Januari 2010, di bawah ini:

*Gunawan Wiradi*, pakar agraria Indonesia, saat berdiskusi dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) di kantor DPP SPI,19/1) mengatakan reforma agraria merupakan konsep yang sangat kompleks namun mendesak untuk dilaksanakan. Dan pelaksanaannya sangat bergantung pada kemauan politik negara.


Sayangnya pemerintahan sekarang mulai dari tataran paling atas hingga paling bawah tidak mengerti mengenai permasalah agraria secara elementer. Kebijakan agraria saat ini diarahkan untuk memfasilitasi masuknya kepentingan modal.


*Ini bukan reforma agraria. "Paham neoliberal yang diusung oleh para kapitalis dan pemodal memang bertujuan mengubah dan menghapus Undang-Undang di satu negara, seperti Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 yang sangat pro kepada rakyat ini" tegas Gunawan.*


*Meskipun UUPA masih berlaku, sampai hari ini reforma agraria tidak pernah dilaksanakan secara konsekuen, bahkan sejak Orde Baru sampai saat ini pelaksanaannya menyimpang 180 derajat.* Akibatnya, terus terjadi konflik agraria, kemiskinan di pedesaan karena tiadanya modal tanah dan fasilitas berproduksi, terbatasnya lapangan kerja, kekumuhan di kota karena urbanisasi dan langkanya lapangan kerja di sektor industri.


Pemerintah harus mengembangkan industrialisasi pedesaan yang bukan industri berat. Industri yang tersebar di desa itu memberi gantungan hidup orang di desa sehingga tidak pergi ke kota.


* * *



Di dalam bukunya, yang ditulisnya bersama Prof Dr Jan Breman, berjudul:

*Ranah Studi Agraria: Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris, *

dikemukakan, bahwa Studi-studi Survei Agro Ekonomi (SAE) pada pertengahan 1960-an hingga awal 1980-an berada dalam konteks ketika strategi pembangunan Indonesia /*"berbalik arah": *



*Dari kebijakan Reforma Agraria yang menekankan pada perubahan struktural, menjadi kebijakan Revolusi Hijau yang menekankan pada perubahan teknologi*/. Bagaimana dampak pergeseran strategi pembangunan ini... . . . . .Laporan-laporan itu sampai sekarang masih tetap relevan karena berbagai masalah yang diungkapkannya merupakan masalah kronis dan persisten yang sampai kini pun masih dihadapi oleh bangsa Indonesia.



Dalam penjelasan langsung Dr Gunawan dalam pertemuan kami di Bogor tsb, beliau mengemukakan a.l yang pokok-pokok sbb:



Bahan ini dipresentasikan di Paris, sebuah Komite Katolik.

*Dr HC Gunawan Wiradi: *

*Ini ringkasan sejarah: The Reform Movement Past and Present. (Presentasi di Paris)*

Kedepannya masalah Land Reform di Indonesia, masih questionair, tanda tanya. Masih pertanyaan karena: Sekarang ini kan adalah kelanjutan 'grand policynya' Orde Baru. (mengenai masalah perubahan tanah) yang *membalik 180 derajat*. Instead of agrarian reform, Orba melakukan 'green revolution'. Kebalikannya daripada lendreform Orba melakukan 'revolusi hijau'. Itu soalnya. Itulah undang-undang tahun 1967. Selainnya itu Orde Baru melahirkan tiga undang-udang yang dapat dikatakan *bertentangan dengan UUPA. *



Karena apa? Tidak punya duit! Yang bisa dieksploitasi segera apa? Maka lahir undang-undang kehutanan. Tetapi itu dilandasi terlebih dahulu dengan undang-undang no 1, 1967, yaitu *Undang-undang Penanaman Modal Asing. Itulah turning-point lahirnya Orde Baru*. Karena, slogannya saja jelas. 'Politics No, Economy, Yes'. Itu Orde Baru. Jadi berkebalikan dengan slogan sebelumnya:



Slogan sebelumnya yang disebut *TRISAKTI itu. Berdaulat dalam politik; Berdikari dalam ekonomi dan Berkepribadian dalam Kebudayaan*. Ini, oleh Orde Baru, diganti. Itulah soalnya !! Kalau Republik dulu kan, pertama belajar dari kemenangan Jepang melawan Rusia, ya. Tahun 1905 itu. Pertempuran laut yang dimenangkan fihak Jepang di bawah komandanAdmiral Togo.

Kita harus belajar dari heberapa negara lain. Walaupun kita hendak mengadakan industrialisasi, tetapi itu *harus dilandasi dulu dengan restrukturisasi agraria.* Tokoh-toko Republik sebelumnya, waktu perjuangan kemerdekaan sebelum proklamasi, sebetulnya sudah memikirkan hal itu. Tetapi, yang vokal itu cuma dua orang. Yaitu Bung Karno dan Mr Iwa Kusuma Sumantri. Ia menulis dengan nama samaran Teng Le.



Ternyata sebelum Proklamasi, banyak yang sudah punya pemikiran itu, semuanya sama. Antara lain pidatonya Bung Hatta. Saya tidak apal semua. Pokoknya ada 10 point. Yang selalu saya ingat. Satu: Tanah jangan dijadikan komoditi. Jangan dijadikan barang dagangan. Boleh jual- beli, tapi jangan diperdagangkan. Dua: -- Perkebunan besar itu dulu milik rakyat. Hanya karena kolusinya sultan-sultan dengan Belanda, kata Bung Hatta, dan dengan swasta, banyak tanah yang dilepaskan.



*Obyek landreform itu salah satunya adalah perkebunan besar. Tapi, dalam prosesnya itu, ada KMB, yang salah satu pointnya adalah, tanah perkebunan itu harus dikembalikan. Dan, yang sudah diduduki rakyat, rakyatnya harus diusir. *



Belum ada setahun Republik berdiri, sudah melakukan landreform kecil-kecilan. Ini ada juga di dalam tulisannya almarhum Pak Selo Sumarjan. Jadi itu dilakukan di *Banyumas*. Dalam skala kecil. UUD No 13 tahun 1946. Jadi, ide mau reform dicoba dulu, kecil-kecilan. Itu tanah merdekan. Tanah-tanah yang di situ elitenya memiliki hak istimewa, tanahnya dipotong separo. Dibagikan kepada landless peasants, tani tak bertanah. Dengan kompensasi. Dibayar 10 persen cash. 90 persen dicicil setahun lunas. Itu menurut tulisan Pak Selo Sumarjan.



Tahun 1948, dibuat undang-undang darurat. No 13 Th 1948. Ada sekitar 40 perkebunan gula di 'Vorstenlanden', yang hak-hak istimewanya dicabut. Semua partai dari yang Kiri sampai yang Kanan setuju. Jadi di dua (kasus perubahan tanah kecil-kecilan) -- itu berhasil. Karena ini berhasil, maka dalam tahun 1948 dibentuk panitia agraria. Yang tugasnya pertama-tama adalah 'brainstorming'. Menyiapkan bahan untuk menggantikan uud kolonial tahun 1870. Tetapi, lalu terjadi 'clash kedua' (Agresi ke-2 Belanda terhadap Republik Indonesia). Maka (panitia) tidak bisa kerja. Ganti RIS. Lalu RI Parlementer. Panitia yang tadinya dibubarkan karena perang, lalu dibangun kembali (1950). Sehingga, terbentuk panitia agraria Jakarta.



Tahun 1956 terbentuk Panitia Sunaryo. Tadinya panitia Sarino. Tahun 1958, Panitia Sunaryo sebenarnya sudah semi-final. Tapi oleh Bung Karno dites (dicoba-uji) dulu. Dengan UGM. Lalu DPR kerjasama dengan Gajah Mada. Karena waktu itu, banyak pakar agraria relatif ada di Universitas Gajah Mada. Selanjutnya dilahirkan*Rancangan Sajarwo. Itu yang menjadi UUPA*. Kalau kita melihat UUPA memang agak ada sifat ambigunya (ambigius). Menyangkut tentang obyek reform itu.



Kalau kita kembali ke pidatonya Bung Hatta, salah satu obyek (reform) yang besar itu adalah perkebunan. Jadi ini malah tidak disiggung. Karena adanya KMB tadi.

Pada kampanye pembatalan KMB (1957) perkebunan-perkebunan dinasionalisasi, --- akhli-akhli Belanda di usir. Lalu administraturnya (yang baru) langsung dari Angkata Darat. (Katanya untuk) Menjaga image supaya tidak dituduh (nasionalisasi) itu adalah PKI. Oleh karena itu semua dipegang militer (Angkatan Darat). Oleh karena itu*landreform untuk perkebunan tidak jalan*.



*Mulai tahun 1960 uji-coba Banyumas dicoba digarap*. Pejabat Indonesia berkonsultasi juga dengan Lachinski, penasihatnya Jendral MacArthur (yang atas nama Sekutu) menguasai Jepang. Sehingga panitia landreform kita meniru-niru komposisi di Jepang. Ada birokrasinya, ada partai-partai, ada golongan buruh-tani, semua ada di panitia.



Jepang, sebelumnya dalam tahun 1868 sudah mngadakan landreform. Jadi sudah berpengalaman. Penilaian mengenai hasil reform di Jepang sendiri, kan, ada dua kubu yang beda pendapat. Tapi yang jelas, di Jepang, Korea, dan Taiwan, sejak akhir Perang Dunia II, kan semuanya berada di bawah tekanan (militer Sekutu). Politik MacArthur, adalah bersifat 'pre-emptive' (mendahului). Kalau tidak melakukan landreform segera Partai Komunis Jepang yang tampil. Karena itu, baru 3 bulan Jepang menyerah, MacArthur sudah memerintahkan Kaisar Jepang, dalam waktu tiga bulan harus melaksanakan landreform. Itu December 1945. Akhirnya tgl 26 Maret 1946 dimulai (landreform di bawah Jendral MacArthur). Ketika saya mau menulis beberapa masalah bersangkutan dengan prasyarat, bahwa agrarian reform itu syaratnya adalah ini, ini, ini, . . . . saya dikoreksi. Dikatakan (jangan lupa) bahwa birokrasinya tidak boleh korup.



Maka sekarang (di negeri kita) susahnya di situ. *Karena (merajalelanya) korupsi itu, di sini landreform tidak bisa jalan.* Ada beberapa pre-requisite landrefom yang saat ini tidak mungkin di Indonesia. Salah satu syarat, ialah bahwa, e*lite politik harus trerpisah dari bisnis. Sekarang semua menteri Indonesia melakukan bisnis. *



Itulah salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mengadaklan perubahan tanah yang saat ini di Indonesia tidak mungkin.



Lalu (syarat lainnya) fihak militer harus mendukung perubahan tanah itu. Seperti di Jepang landreformnya justru militer (Sekutu) yang mendukung, Juga di Taiwan.



* * *



Pelaksanaan Landreform SULIT. Tetapi tetap harus diangkat. Karena, kalau tidak malah tenggelam.

Waktu itu, ketika baru lahir Orde Baru, istilah Pak Tjondro, UUPA MASUK PETI ÉS. Memang UUPA itu tidak dicabut. Baru dalam 1978 dalam MPR, diakui: OK, itu bukan produk PKI, itu produk nasional.

* * *




No comments: