Kolom IBRAHIM ISA
Selasa, 23 Agustus 2011
------------------------------
“BUKU HITAM” BELANDA SEBERANG LAUTAN
Ada sahabat kami orang Belanda. Kenalan lama, karib dan betul orang baik-baik yang jujur. Sekali tempo ia berkata begini kepada kami: “Masa, sih tak ada hal-hal baik yang pernah kami kerjakan dan tinggalkan untuk Indonesia?” “Misalnya?”, kataku menyela. Ya, katanya sedikit mendongkol, héran mengapa kami kok tidak mengetahuinya. Misalnya, lanjut sahabat Belanda itu,. Coba lihat infrastrukstur di Hindia Belanda dulu. Jalan-jalan kereta api di Jawa dan Sumatra. Jalan-jalan raya di seluruh Indonesia. Sekolah-sekolah, sampai sekolah tinggi sekalipun didirikan. Dan rumah sakit dan panti kesehatan umum didirikan, sistim administrasi pemerintahan yang 'lancar', dsb, katanya dengan sungguh-sungguh.
Sahabat lama Belanda ini punya maksud baik. Ingin jalinan persahabatan antara Nederland dan Indonesia, yang tradisionil itu, menjadi kenangan baik dalam sejarah yang dikhayati bersama.
Yang punya pendapat demikian itu, sebetulnya bukan satu-dua orang Belanda saja. Masih cukup banyak orang-orang Belanda yang berasal dari 'tempo doeloe' , atau dari keturunan dan lingkungannya, sedikit-banyak masih punya sentimen dan pendapat demikian.
Makanya: Satu hal menjadi jelas sekali. Mereka-mereka itu 'ignorance'. Dalam hal ini, benar-benar seperti katak di bawah tempurung. Kasarnya: dungu dan bodoh. Padahal sejak Belanda melakukan dua kali agresi militer terhadap Republik Indonesia, tidak sedikit jurnalis, cendekiawan dan pakar Indonesianis orang-orang Belanda dan asing lainnya, menulis mengenai kejahatan-kejahatan rezim kolonial Belanda terhadap Indonesia.
Memang benar! Tidak banyak dari publik Belanda yang meskipun adalah pengunjung setia toko-toko buku, atau perpustakaan umum yang jumlahnya begitu banyak di Belanda, --- juga punya inisiatif mencari dan menemukan buku-buku yang mengungkap kejahatan kolonialisme Belanda di Indonesia.
Mereka-mereka itu pernah atau bahkan tidak jarang mendengar tentang hal-hal buruk yang dilakukan oleh Belanda terhadap bangsa Indonesia selama lebih 300 tahun berkuasa di Nusantara. Peristiwa dipertahankannya patung mantan gubernur jendral VOC Jan Pieterszoon Coen, di tengah kota Hoorn, Belanda, meskipun sudah begitu banyak kritik dan petisi untuk menyingkirkan patung Coen tsb, < karena peranan Coen sebagai jagal pembunuh rakyat Banda, Maluku dan piroman pembakar kota Jayakarta, dulu> , --- Menunjukkan sampai dimana 'kesadaran sejarah' mereka yang berkuasa di Hoorn. Dan pidato mantan PM Belanda Balkenende memuji-muji 'Abad Emas' Belanda zaman VOC, -- Semua itu menunjukkan 'ignorance', dungu sejarah orang-orang Belanda itu.
Apakah sikap dan pandangan mereka-mereka itu, disebabkan oleh kenyataan sejarah, bahwa tidak sedikit dikalangan mereka itu, pada waktu 'tempo dulu' – pernah menikmati kehidupan yang serba indah dan lux di atas kemiskinan dan penderitaan rakyat Indonesia. Mereka mengidap 'nostalgi kolonial'. Tentang kehidupan nyaman dan indah sebagai tuan dan nyonya besar di Hindia Belanda.
Oleh karena itu, -- patut disambut hangat terus munculnya Indonesianis dan pakar orang Belanda yang jujur dan lugu. Dari tahun ke tahun mereka menulis dan menerbitkan buku-buku dan makalah studi, seperti yang a.l judulnya tertera pada judul Kolom ini:
ZWARTEBOEK VAN NEDERLAND OVERZEE, bahasa Indonesianya
BUKU HITAM BELANDA DI SEBERANG LAUTAN.
Ditegaskannya pula: WAT IEDERE NEDERLANDER MOET WETEN --
APA YANG HARUS DIKETAHUI 0LEH SETIAP ORANG BELANDA.
Seperti kilat terlintas dalam fikiranku suatu INTERMEZO ide:
Seharusnya demikian pula sikap para penulis, wartawan, historikus, pakar Indonesianis dan kita semua. Tengoklah EWALD VANVUGT, menulis dosa-dosa Belanda di seberang lautan, yang terjadi ratusan tahun lalu.; Dan buku yang diterbitkannya tahun 2002 tsb itu tetap dianggap penting dalam penulisan dewasa ini mengenai sejarah Belanda.
* * *
Juga DIKALANGAN KITA, seharusnya begitu juga. Kejahatan, kebiadaban dan pelanggaran HAM terbesar dalam sejarah Republik Indonesia, TRAGEDI PERISTIWA 1965, harus terus-menerus diungkap, distudi dan disimpulkan. Justru karena sampai detik ini, pelanggaran HAM dengan dibantainya jutaan warga tak bersalah, dipenjarakan dan pembuangan ke pulan Buru, ratusan ribu warganegara tak bersalah, MASIH BELUM DIURUS oleh pemerintah. Padahal sudah begitu banyak penulisan dan pengusutan yang menjelaskan bahwa pelanggara HAM terbesar di periode Orba itu, dalang dan penanggungjawabnya adalah aparat negara sendiri. Adalah angkatan bersenjata Indonesia dibawah komando Jendral Suharto.
* * *
Kembali kita pada buku sejarah KEJAHATAN BELANDA DI SEBERANG LAUTAN, ditulis oleh historikus Belanda EWALD VANVUGT.
Buku Hitam Belanda yang terbit tahun 2002 (tebal 352 halaman) ini rupanya tidak banyak dikenal di Indonesia. Kemungkinan besar karena buku tsb ditulis dalam bahasa Belanda. Dewasa ini tidak banyak lagi orang Indonesia yang mengerti baik bahasa Belanda. Adalah suatu kekurangan serius, bila menstudi dan meneliti serta menulis sejarah Indonesia, tanpa berkonsultasi dengan buku-buku relevan yang ditulis oleh orang Belanda DALAM BAHASA BELANDA. Baik yang ditulis dahulu, maupun, sekarang. Nyatanya, di kalangan sejarawan Barat yang Asianis, yang sering menulis berkaitan dengan sejarah Indonesia, kebanykan adalah ORANG-ORANG BELANDA. Yang disayangkan, bahwa, tidak selalu ada edisi Indonesianya!
* * *
Menarik, pada halaman-halaman pembuka, historikus Belanda yang menulis berkaitan dengan sejarah Indnesia, mengutip kata-kata MULTATULI, sbb:
“Ja, 't dorp was veroverd door Nederlandsche soldaten, en stond dus in brand”. Bahasa Indonesia, diterjemahkan bebas kira-kira sbb: “Ya, desa itu ditaklukkan oleh serdadu-serdadu Belanda, dan oleh karena itu dibakar”.
Dari sini sudah bisa dilihat bahwa kecenderungan Ewal Vanvugt jelas, ANTI KOLONIALISME.
Lalu ada satu lagi kutipan dari Onno Zwier van Haren, sbb: “Wie heeft aan Nederland, of recht of macht gegeven, Om Indiën nar haar wet, en wille te doen leven?”. Onno Zwier van Haren, (1713-1779) adalah seorang politikus, penulis drama dan penyair Belanda. Diterjemahkan bebas,menjadi kira-kira sbb: “Siapa yang telah memberikan kepada Nederland, hak ataupun wewenang, untuk menjadikan Hindia (Belanda) tunduk pada undang-undang dan hidup menurut kemauan (Belanda)”.
* * *
Seorang komentator Belanda menulis resensi mengenai buku Ewald Van Vugt a.l sbb:
“Apa yang ditulis oleh Edwald Vanvugt itu tidak memuakkan. Semua yang ditulisnya muncul dalam bukunya Buku Hitam Nederland di Seberang Lautan.
Spesialisasi Vanvugt adalah Hindia Belanda. Ia memberikan gambaran tentang perbutan jahat kolonialisme yang terjadi di sepanjang abad di masa lalu. Buku yang diberi subjudul: Apa yang harus diketahui oleh setiap warga Belanda, merupakan catatan keras mengenai aksi-aksi pembunuhan, penghisapan, perdagangan budak dan perompakan-perompakan yang dilakukan oleh Belanda.
Buku itu ditulis secara kronologis, dan berumber pada surat-surat perompakan, yang diberikan oleh Willem van Oranje pada tahun 1057, sampai pada -- aksi-aksi kepolisian “Poltionele Akties” di Indonesia, hampir empat abad kemudian.
Buku Vanvugt tsb memberikan gambaran, mengungkap tentang kasus-kasus sbb:
De Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC); De West-Indische Compagnie (WIC); Jumlah besar budak-budak milik Belanda; Abad-abad periode pembajakan; Pax Neerlandica dan Banyak Peperangan-peperangan (kolonial, I.I.) di Indonesia; Keuntungan Madat (Opium) keluarga raja Belanda; dll.
Vanvugt juga menulis dan mengungkap tentang Perang Salib yang dikatakannya dilakukan untuk kepentingan Kaisar dan Paus. Dengan misinya yang berganda, yaitu menyebarkan kepercayaan (Kristen) dan menrampok kekayaan negeri-negeri dan bangsa-bangsa Islam ketika itu. Dalam periode ini Belanda memasuki sejarah dunia yang tertulis, -- sebagai perampok internasional. Penilaian ini adalah oleh Olivier Keulen, penulis dari buku Historia Damiatina. Penulis Belanda lainnya, Conraad Busken Huet mengisahkan ekspedisi Perang Salib melawan dunia Islam, sebagai suatu misi dengan tanda Salib di satu tangan dan kelewang di tangan lainnya. Demikianlah orang-orang Eropah itu pertama kali muncul di luar Eropah. Sedangkan tujuan lainnya dari Perang Salib adalah mempertahankan keterbukaan rute perdagangan ke Timur, serta merampok kekayaan musuh-musuh mereka.
* * *
Tulis Vanvugt antara lain pada bab-XII, (1942-1949) – Perang Kolonial Terakhir di Indonesia, adalah sbb:
“Dalam tahun 1940 di Nederlandsch Oost-Indië (maksudnya di Indonesia, I.I.) tinggal puluhan juta orang. Diantaranya terdapat kira-kira 280 ribu terdaftar sebagai orang-orang Indo-Eropah. Atau orang Belanda-Indo yang tak pernah ke Eropah. Kira-kira delapan puluh ribu penduduk dari Oost-Indië lahir di negeri Belanda. (Maksudnya yang Belanda totok, I.I.)
“Mereka itu, sebagai klas-penguasa yang sejak dulu hidupnya begitu terpisah dari penduduk Pribumi (maksudnya bangsa Indonesia, I.I.), sehingga lama kemudian – sampaipun ketika hal (perang kemerdekaan Indonesia, I.I.) itu menjadi kenyataan, mereka tidak bisa mengerti bahwa mereka itu (benar-benar) diusir (dari Indonesia, I.I.)”.
Begitulah dilema tragis para pendukung kolonialisme Belanda di Indonesia. Sampaipun sedang dalam proses pengusiran terhadap diri mereka, mereka tetap tidak mengerti mengapa mereka diusir dari Indonesia. Oleh bangsa Indonesia, yang sudah bertekad berdiri sendiri, bebas dari penguasaan asing. Berada sama derajat di kalangan bangsa-bangsa lainnya di dunia ini.
Buku Vanvugt BUKUHITAM BELANDA DI SEBERANG LAUTAN,
mudah-mudahan bisa memberikan sumbangan untuk pencerahan di kalangan orang-orang Belanda, agar menjadi jelas bagi mereka, mengapa Indonesia memprokklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Dan mengapa merka harus menerima kenyataan dan obyektivitas perkembangan sejarah ini.
* * *
No comments:
Post a Comment