Kolom IBRAHIM ISA
Senin, 15 Agustus 2011
-----------------------------
MENYOROTI Hubungan INDONESIA – BELANDA
< Sebuah Wawancara dng Radio Nederland Seksi Indonesia>
* * *
KITA BILANG PERIODE REVOUSI KEMERDEKAAN
MEREKA BILANG -- “BERSIAP PERIODE”
Minggu lalu RANESI, Radio Nederland Seksi Indonesia, menilpun ke rumah. Wartawannya minta waktu untuk cakap-cakap sekitar aksi-teror Kristen Fundamentalis Andreas Breivik di Stockholm dan di pulau Sutoya, Norwegia . Dimana terjadi pembantaian terhadap 76 orang, sebagian besar pemuda-pemudi dari Partai Sosial Demokrat Norwegia yang berkuasa. Breivik menuduh Partai Sosial Demokrat Norwegia adalah penyebab banyak migran Muslim diterima masuk Norwegia.
Mengenai wawancara itu, akan disampaikan di lain waktu.
* * *
Diakhir pekan lalu itu juga, datang lagi tilpun dari RANESI. Ini Pak Ibrahim Isa, tanyanya lewat tilpun pagi itu. Ya, jawabku. Anda siapa, -- tanyaku. Saya dari Radio Nederland Pak. Ingin minta pendapat Pak Ibrahim, mengenai sebuah organisasi di Belanda bernama “DIALOOG Nederland-Japan-Indonesië”. Wartawan Radio Nederland itu, Jan de Kok, namanya, ingin tau mengapa dan apa sebabnya aku terlibat di organisasi itu.
Di bawah ini adalah transkrip dari wawancara dengan RANESI, Hilversum.
Dimuat selengikap mungkin, Menurut Jan de Kok, sang wartawan Radio Belanda itu, waktu wawancara yang disediakan sudah terlampaui. Maka dalam siarannya ia akan potong. Tak tahu bagian mana yang akan dipotong. Maka di bawah ini wawancara dengan Radio Belanda itu dimuat selengkap mungkin.
* * *
Jan Kok dari Radio Nederland (JK):
Pak Ibrahim, Anda bisa dengar saya Pak?
Isa:
Ya!
JK:
Kita mulai, ya!
Isa:
Ya! Dengan Sdr Jan de Kok, dari Radio Nederland?
JK:
Ya, benar. Anda masuk organisasi Dialoog Jepang-Nederland? Apa sebabnya Pak?
Isa:
Saya diperkenalkan tentang tujuan dari Dialoog Nederland-Japan-Indonesia oleh Prof Muraoka. Ia adalah ketua Dialoog waktu itu. Kira-kira pada bulan Juli/Agustus 2010. Dia bilang dia dapat nama saya itu dari teman-teman dari Radio Nederland Wereldomroep. Lalu Prof Muraoka menjelaskan tentang tujuan perkumpulan Dialoog tsb.
Mendengar penjelasannya, saya anggap ini suatu usaha yang baik dari kalangan gereja dan kalangan pencinta 'mensenrechten' – hak-hak manusia. Saya fikir saya bisa memberikan sumbangan fikiran. Mereka bilang organisasi ini namanya Dialoog Nederland-Japan-Indonesia, tapi di situ tak ada orang Indonesianya, Jadi dia cari orang Indonesia, yang mengalami masa pendudukan Jepang atas Indonesia. Saya bilang, memang saya mengalami periode itu, dan juga sedikit tahu tentang masa itu.
Mereka menyambut sekali. Kemudian mereka minta saya bicara di konferensi mereka. Ketika itu konferensi mereka akan diadakan bulan Oktober 2010. Saya bicara dalam konferensi itu.
JK:
Bapak bicara tentang apa,Pak?
Isa:
Saya menjelaskan apa yang saya alami pada masa pendudukan Jepang. Dan bagaimana hubungan Indonesia-Belanda dan Indonesia-Jepang pada masa pendudukan Jepang. Dan seterusnya saya menganggap usaha Dialoog, untuk berusaha saling memahami perasaan dan pengalaman masing-masing pada waktu Perang Pasifik yang lalu, di Indonesia khususnya. Dari orang-orang Belanda yang ditawan di kamp interniran. Itu saya kira baik untuk saling memahami dan, --- dengan tujuan yang jelas. UNTUK MENJADIKAN ITU SOAL SEJARAH. Dan bisa memberikan pamahaman yang obyektif begitu. Tidak dikuasai atau dipengaruhi oleh perasaan atau sentimen, bahkan dengki, dendam begitu. Maka saya anggap tujuannya baik. Itu sebabnya mengapa saya bersedia, sekarang menjadi anggotga Steering Committee-nya.
Oktober yad kami akan konferensi lagi. Konferensi tahunan.
JK:
Kapan itu bulan Oktober, Pak?
Isa:
Tanggal 09 Oktober saya kira.
JK:
Acaranya, topiknya apa, Pak.
Isa:
Setiap tahun ada konferensi dari organisasi itu. Dialoog itu setiap tahun mengadakan konferensi. Masing-masing menyatakan apa fikirannya. Dan kesimpulannya mengenai masa lampau. Penderitaannya dan bagaimana melihat masa depan selanjutnya. Terutama bagi generasi baru. Setelah selesainya Perang Pasifik itu.
JK:
Sejarah masa silam itu masih hidup di negeri Belanda. Misalnya, kalau ada peringatan di TV diperlihatkan mengenai tawanan di masa (pendudukan Jepang). SEMUA ITU (selalu) MENIMBULKAN EMOSI DI BELANDA. Mengapa itu Pak?
Isa:
Saya kita itu disebabkan beberapa faktor. Pertama, ialah, bahwa MEMANG MEREKA MENDERITA. Jadi mereka yang ditawan, ditahan atau di dalam kamp-kamp interniran, oleh tentara Jepang di Indonesia selama tiga tahun lebih itu. Memang, mereka menderita. Menderita fisik. Terpisah dari suami. Kan hanya perempuan dan anak-anak (yang kumpul) dalam kamp interniran itu. Mereka dipisahkan, sehingga mereka tidak tahu, dimana suami mereka. Kemudian sikap Jepang. Kemudian ternyata Jepang berusaha untuk menjadikan mereka semacam pelacur. Saya tidak tahu berapa jumlahnya. Jadi (perempuan-perempuan Belanda) itu dijadikan PELACUR mereka. Itu suatu penghinaan dan penderitaan. Secara fisik: kurang makan, kurang obat-obatan.
Itu suatu kenyataan. Mereka menderita. Banyak yang sakit. Kemudian juga banyak yang mati. Menjadi kurus banyak yang lemah dan sebagainya. Itu faktor pertama.
Faktor kedua. Mereka itu tidak siap untuk kalah. Mereka kalah. Tentara KNIL dan beberapa ratus atau ribu tentara Australia, Inggris dan Amerika, yang ada di situ. Kan mereka semua itu kalah. Menyerah! Mereka tidak siap. Tidak menduga begitu cepat bisa kalah. Yang kalah, kan, selalu menderitra trauma. Mengharapkan menang, tetapi kalah, kan! Itu faktor kedua yang menyebabkan mereka jadi depresif. Itu faktor kedua.
Yang ketiga. Mereka mental dan politik ada dalam posisi yang tidak benar. Mengapa saya bilang tidak benar! Mereka itu adalah TUAN BESAR DI INDONESIA. De Meester, De Heer! Tetapi, tiba-tiba masuk konsentrasi-kamp. Menjadi kuli-kuli untuk bekerja di jalan kereta-api. Itu, wah! Luar biasa.
Jadi, tiga faktor tsb, posisinya (yg tadinya) sebagai raja di Indonesia. Mereka itu kan raja di Hindia Belanda. Selama ratusan tahun. Tiba-tiba masuk kamp interniran. (Tambah lagi) TIDAK ADA ORANG INDONESIA YANG SOLIDER. Mungkin ada satu dua yang solider dengan Belanda. Saya tidak tahu. Tetapi pada umumnya bangsa Indonesia, kan, menyambut (kedatangan) Jepang. Menyambut Jepang datang. Dan orang Jepang itu juga pinter. Mereka juga punya orang-orangnya di Indonesia, yang sebelumnya mereka bina. Tetapi, mereka datang dengan satu sikap: KAMI BUKAN ORANG BARAT. Kami bukan orang kulit Putih. Kami orang Asia. Kalian nanti, akan kami bantu supaya nanti bisa mencapai kemerdekaan. Begitu sikap mereka ketika datang.
Terus mereka cari orang-orang Indonesia yang ditawan (Belanda). Termasuk Sukarno dan Hatta. Tawanan-tawanan Indonesia itu mereka lepaskan. Sukarno dan Hatta yang bertahun-tahun itu dikejar-kejar polisi (Belanda); dirintangi kegiatannya, kemudian dipenjarakan dan dibuang. Lalu datang Jepang membebaskan mereka. Bagaimana hatinya? Masa mereka akan mengutuk Jepang itu? Sikap Jepang ini lain. Lain ini. Meskipun mereka datang dengan senjata. Semua ini saya kemukakan untuk menjelaskan mengapa tidak ada simpati dari bangsa Indonesia terhadap tentara Belanda yang menyerah. Mereka berlawan, tapi sminggu saja. Terus kalah!
Juga ada kejadian ini. Sesudah Jepang datang saat-saat permulaan Jepang mengambil hati orang Indonesia. Mereka bilang apa? Mereka bilang, sekarang semua berbahasa Indonesia. Bahasa Belanda dilarang. Tidak boleh! Semua menggunakan bahasa Indonesia. Di kantor, di pengadilan, di sekolah-sekolah , di perguruan tinggi. Dihukum kalau ada orang berani bicara bahasa Belanda.
Sekolah bagaimana. Sekolah jalan. Mereka bilang dalam waktu beberapa bulan ini, kita terjemahkan semua textbook dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Itu hebat sekali! Mana orang Indonesia tidak menyambutnya?
Sekolah-sekolah dalam bahasa Indonesia, textbooknya bahasa Indonesia.
Jadi orang-orang Belanda itu, fisik menderita, psikis menderita. Oleh karena tak ada simpati bangsa Indonesia terhadap mereka.
Jk:
Perasan itu sampai sekarang, ya, Pak?
Isa:
Yaa, mereka ini yang saya lihat agak sulit ialah: Masih belum bisa memahami,
Mereka kan juga tidak siap ketika Jepang tiba-tiba kalah. Itu kan karena pemboman atom terhadap Jepang. Jepang menyerah. Lalu mereka itu (orang-orang Belanda itu) bagaimana? Mereka mengharapkan DE OUDE GOEDE TIJD KEMBALI, kan?
JK:
Masa tempo doeloe!
Isa:
Naa, tapi (de goede oude tijd itu) tidak kembali. Mengapa? Karena Indonesia di bawah pimpinan kaum nasionalis, pemimpin-pemimpinnya SUKARNO – HATTA MEMPROKLAMASIKAN KEMERDEKAAN INDONESIA. MERDEKA! SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA!!
JK:
Apakah bapak jelaskan itu.
Isa:
Ya, saya nyatakan itu dalam konferensi. Saya jelaskan juga ketika Jepang sudah jejak kakinya, menguasai Indonesia. Jepang juga tidak beres. Dia mulai menindas kita juga. Malah sering-sering malah lebih jahat. Tapi itu kemudian, kan. Meskipun demikian, orang masih mempertimbangkan juga. Ketimbang dijajah Belanda (lagi) biar dululah, sementara sama-sama Jepang, bolehlah begini. Kita boleh pasang bendera. Boleh rapat-rapat. Memang, harus membantu mereka. Antara lain, pengorbanan bangsa Indonesia, itu romusha, kan. Itu ribuan yang mati.
Disamping itu juga bangsa Indonesia dilatih. Dilatih militer. Dulu di bawah Belanda, selama puluhan tahun. Tidak boleh dapat latihan militer. Hanya yang dipilih saja yang boleh. Jadi polisi atau KNIL.
Antara kaum nasionalis dengan Jepang mengenai latihan militer untuk bangsa Indonesia, diadakan kompromi. Yaitu, sebagian (orang Indonesia) dilatih militer untuk perang bersama Jepang melawan AS, Inggris dsb. Jangan semua. Sebagian itu harus tinggal di Indonesia saja. Membela tanah air. Itu PETA. Yang perang kemana-mana itu Heiho. Yang PETA ini akhirnya yang menjadi kekuatan bersenjata dari perjuangan kemerdekaan Indonesia. Disamping itu juga pemuda-pemuda dilatih militer. Saya termasuk dilatih militer. Setiap minggu. Belasan tahun umur saya, tapi saya sudah melakukan kegiatan militer. Ketika Proklamasi Kemerdekaan, saya terus mendaftar diri sebagai Badan Keamanan Rakyat (BKR). Kemudian juga TKR dan TRI, Tentara Republik Indonesia. Bisa masuk dalam tentara. Mengapa? Karena sudah dilatih Jepang.
JK:
Waktu Anda menjelaskan itu, apa orang Belanda sudah mengerti?
Isa:
Ya, banyak juga yang sudah mengerti. Orang Belanda sendiri kan banyak yang menulis buku. Tentang pengalaman di Indonesia. Itu kan macam-macam bukunya. Tetapi banyak yang baik dan bagus, kan? Penulisan tentang sejarah Indonesia, seperti yang ditulis oleh Prof Dr Wertheim. Juga buku yang terakhir di tulis oleh historikus Herman Burger, Geschiedernis van Indonesia. Kemudian juga mantan tentara Belanda. Yang wajib militer. Banyak yang menjadi apa yang disebut DIENSTWEIGERAARS. Mereka menolak dikirim ke Indonesia. Mereka lalu ditangkap oleh pemerintah Belanda. Mereka lalu menulis buku. Bukunya itu bagus-bagus.
Yang terakhir ini. Dalam rangka memperingati 65 tahun berakhirnya Perang Dunia II, di Belanda juga diadakan peringatan. Seorang historikus Belanda, namanya Fred Lanzing, menulis di mingguan Belanda, Groene Amsterdammer. Sebuah majalah yang umurnya sudah seratus tahun lebih. Bagus itu. Dia tulis NIET MEER BEDELEN OM EXCUSES VAN JAPAN. Itu yang dia tulis. Orang Belanda baca tulisan ini . . . . . , bagaimana?
JK
Ngamuk!
Isa:
Tetapi ada juga yang setuju! Seperti redaksi mingguan Groene Amsterdammer menyiarkannya. Ketika saya bicara dalam konferensi itu ada yang ber-reaksi, misalnya: Ada seorang -- Waktu masih anak-anak dia ikut ibunya. Masuk kamp interniran. Dia tidak suka dengan tulisan Fred Lanzing itu. Dia bilang IK VOEL ME BELEDIGD. Saya merasa dihina! Tetapi orang ini tidak tahu, bahwa historikus Fred Lanzing bersama ibunya (ketika itu) juga diinternir dalam kamp Jepang. Lanzing juga cerita dalam tulisannya bahwa dia juga di situ. Ada penderitaan. Tetapi tidak dramatis seperti yang ditulis oleh MARION BLOEM itu. Tahu siapa Marion Bloem, ya?
JK:
Tahu.
Isa:
Dia seorang penulis . Pada ulang tahun ke-65 berakhirnya Perang Dunia II, sebuah yayasan namanya St Herdenking 15 Augustus, St Afwikkeling Het Gebaar, mengadakan peringatan. Sehubungan dengan itu Marion Bloem menulis buku. Berjudul 'Geen Requiem'. Tetapi buku Marion Bloem itu dikritik oleh Fred Lanzing. Tulisan itu tidak benar, karena (peristiwa periode) itu 'gedramatiseerd' (didramatisir). Begitu kata Fred Lnzing. Buku tsb tidak membantu untuk menghilangkan rasa trauma. Ataupun 'wraak' (dendam), begitu. Malah, seperti meniup-niup, begitu. Jadi Fred Lanzing tidak setuju dengan buku Marion Bloem itu. Jadi, di Belanda ini, juga tidak semua yang fikirannya sama dengan Marion Bloem. Banyak juga yang (kritis) seperti Fred Lanzing.
Sebab, kan begini, ya Bung: Ketika Jepang kalah mereka itu (Belanda yang diinternir Jepang) dibebaskan oleh Inggris. Oleh Sekutu, tentara Inggris yang datang ke Indonesia. Mereka itu, selain menginginkan 'de goede oude tijd' kembali lagi, tapi juga, mereka tidak mengerti: Orang-Orang Indonesia ini kok bikin macam-macam.
Mereka bilang apa. Mereka bilang, itu: “BERSIAP PERIODE”. Mereka kasih nama 'bersiap periode'. Tapi bagi kita, itu ADALAH PERIODE PROKLAMASI KEMERDEKAAN. Bangsa Indonesia melakukan revolusi untuk mencapai kemerdekaan.Tetapi mereka bilang itu 'bersiap periode'' .
Memang orang-orang Indonesia, yang ketika belum ada tentara Indonesia, pemuda-pemuda yang masih masing-masing sendiri-sendiri, begitu. Pemuda bersenjata yang bergerilya dsb. Sikap para pemuda terhadap para bekas-bekas interniran itu mencurigai. Karena, Van Mook datang dari Australia. Mau merekrut mereka menjadi tentara NICA.
Lah, jadinya, kita berhadap-hadapan, kan?! Mereka mengharapkan bangsa Indonesia mengerti situasi mereka yang menderita. Baru keluar dari kamp-kamp tawanan Jepang. Tetapi, mereka tidak mengerti bahwa bangsa Indonesia itu mau merdeka. Tidak mau kembali ke masa (Hindia Belanda) dulu. Na, disinilah terdapat KONFLIK. Konflik ini sampai sekarang di dalam fikiran (orang-orang Belanda itu), masih menganggap demikian: Sebetulnya mengenai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu --- sebetulnya Belanda bisalah membimbing Indonesia (pelan-pelan) menjadi 'zelfstandig', 'berdiri sendiri' begitu.
INDONESIA dan pemimpin-pemimpinnya kan sudah punya pengalaman. Selama puluhan tahun, diberi janji-janji saja. Tetapi selalu dibohongi. Maka menempuh jalan sendiri.
Jadi KONFLIK. Makanya sampai sekarang ini, formil pomerintah Belanda tidak mau mengakui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.
JK:
Waktunya sudah habis, Pak!
Isa:
Terlalu panjang, ya!
JK:
Kita potong nanti. Tak apa-apa.
Terima kasih, Pak Isa.
Saya tutup ya!
* * *
No comments:
Post a Comment