Kolom IBRAHIM ISA
Rabu, 18 Juli 2012
-----------------------------
BUKTI-BUKTI
(baru . . . ?) “KERUSUHAN MEI 1998”
REKAYASA
PETINGGI-PETINGGI MILITER
Hari
ini bisa dibaca siaran mailist di internet oleh Al Faqir Ilmi (nama
pena di mailist) berita baru sekitar KERUSUHAN MEI 1998 yang
berakhir dengan tergulingnya Presiden Suharto dan naiknyha BJ Habibie
jadi Presiden Republik Indonesia yang ke-3 sesudah Sukarno dan
Suharto. Judul siaran Al Faqir Ilmi sbb: < GELORA45>
Majalah
'AsiaWeeks' Ungkap Dalang Kerusuhan Mei 1998 (Terjemahan)
*
* *
Berita
tsb terlalu panjang untuk disiarkan kembali dalam kolom ini. Tetapi
penting untuk dibaca bagi yang hendak mengetahui lebih lanjut latar
belakar KERUSUHAN MEI 1998 yang telah menelan korban: Setidaknya
1.188 orang tewas, sekitar 468 wanita diperkosa, 40 mal dan 2.470
toko ludes dimakan api, serta tidak kurang dari 1.119 mobil dibakar
atau dirusak.
Menurut
analisis yang bersumber majalah AS “Asiaweek” tsb tudingan siapa
DALANG kerusuhan adalah pada Jendral Prabowo Subianto,
Komandan Kostrad saat itu, mantan menantu Presiden Suharto. Tujuannya
adalah perebutan kekuasaan negara. Tapi Prabowo membantah keras, dan
balik menudur lainnya. Sasran aksi Mei 1998 jelas, adalah Presiden
Suharto yang harus digulingkan. Siapa dalangnya? Habibie tuduh
Wiranto. Wiranto tuduh Habibie dan juga Probowo. Prabowo diadili.
Lalu ia 'mengungsi” ke Jordania. Kembali lagi ke Indonesia Prabowo
mendirikan parpol Gerindra. Wiranto bebas terus meski
bertanggungjawb atas pembantaian rakyat Timor Leste menjelang dan
setelah referendum di Timor Leste. Jendral Wiranto, lebih dulu dari
Prabowo, membentuk parpol dan berambisi lewat pemilu jadi PRESIDEN,
tapi sebegitu jauh belum berhasil.
Rekayasa
Mei 1998 berhasil di lihat dari tujuan kalangan militer tertentu.
Suharto terguling. BJ Habibie naik panggung kekuasaan.
Tapi
Suharto “selamat”. Ia tidak dibunuh, juga tidak “digantung”
seperti tuntutan gerakan massa luas menuntut Reformasi dan
Demokratisasi. Jendral Wiranto menjamin keslamatan keluarga Cendana.
Pengadilan yang menuntut kasus korupsi mantan Pressiden Suharto,
hanyalah “pengadilan icak-icak (rekayasa)” semata. Hanya untuk
show dan dengan sendirinya justru untuk membebaskan Suharto dari
segala tuduhan.
Apakah
peranan militer sudah berakhir di Indonesia? Lihat saja, siapa
presiden RI dewasa ini? SBY adalah seorang Jendral Angkatan Darat
yang jadi Presiden RI lewat kendaraan politik parpol Partai
Demokrasi!
Sejak
Kolonel Nasution berusaha membubarkan DPR dan berkuasa melalui aksi
kup “Peristiwa 17 Oktober 1952”, kemudian peristiwa
“Pembangkangan petinggi AD di bawah Kolonel Lubis”, lalu
pembereontakan separatis PRRI/Permesta, dibawah
kolonel-kolonel Ahmad Husein, Barlian, Kawilarang dan Sumual, peranan
militer dalam kekuasaan negara bukan berkurang, tetapi tambah
membesar. Teristimwa kekuasaannya di bidang ekonomi dan finans
semakin meluas.
Puncaknya
adalah KUDETA MERANGKAK Jendral Suharto, melalui penghancuran
G30S (yang juga direka oleh fihak militer). Jendral
Suharto-lah, dengan menggunakan wewenangnya sebagai komandan
Kostrad, yang berhasil merebut kekuasaan pemerintahan Presiden
Sukarno dan mendudukkan dirinya sendiri menjadi PRESIDEN RI yang
ke-5.
Menurut
Barack Obama dalam bukuya “Audicity of Hope”, diguligkannya
Presiden Sukarno adalah karena AS tidak suka pada politik
(independen) Presiden Sukarno, lalu membina perwira-perwira TNI
tertentu melalui CIA, yang kemudian melakukan perebutan kekuasaan di
Indonesia dan menegakkan rezim Orde Baru.
*
* *
Tercatat
dalam sejarah bangsa dan sejarah Republik Indonesia, pegantian
kekuasaan dari Presiden Sukarno ke Jendral Suharto adalah
penggantian kekuasaan RI YANG PALING BERDARAH, paling MELANGGAR
HAM, paling biadab dan paling kejam dan paling banyak minta korban:
Sekitar 3 juta warga yang tidak bersalah dibunuh ekstra judisial!
Korban
yang kolosal dan menyeluruh, ialah diubahnya negara RI Proklamasi
menjadi rezim Orde Baru, yang otoriter, sewenang-wenang dan
menghapuskan hak-hak demokrasi bagi warga negara. Yang menggadaikan
kekayaan bumi, air dan alam INDONESIA pada modal asing dan
menjadikan Indonesia embel-embel kekuasaan kaum modal asing.
Menyerahkan bangsa dan negeri kita kepada kekuasaan mondial oligarki
NEO-LIBERLISME.
Di
bawah ini dikutip bagian awal dari news-item yang disiarkan oleh Al
Faqir Ilmi, Narasumbernya “Asiaweek”. Bagi yang peduli baik untuk
membaca seluruhnya. (Silakan akses sendiri di internet hari ini).
*
* *
ASIAWEEK
INVESTIGATION “TEN DAYS THAT SHOOK INDONESIA”
Oleh
-- Susan Berfield dan De Dewilloveard
Mulanya,
4 Perwira Polisi Hilang Misterius
Bulan
Mei 1998, sejarah dunia mencatat gejolak di Indonesia. Gejolak
yang
berujung pada jatuhnya Presiden Soeharto. Aksi kerusuhan massa,
penjarahan,
dan pemerkosaan juga berlangsung dengan brutal. Reformasi
terus
bergulir, namun pemicu kerusuhan yang sebenarnya masih bersembunyi
di
balik debu. Laporan investigasi Susan Berfield dan Dewi Loveard dari
Asiaweek
mengungkap, kerusuhan itu memang ada yang mendalangi. Keduanya
menyimpulkan,
kerusuhan itu adalah hasil sebuah aksi yang terencana
rapi.
Berikut intisarinya.
“SEPULUH
hari yang mengoyak Indonesia.” Begitu majalah berita terkemuka
di
Asia itu menyebut huru-hara yang menimpa Indonesia selama Mei lalu.
Kisah
ini dimulai bergeraknya jarum jam pada 12 Mei. Jarum jam itu
berhenti
ketika 4 mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, ditembak mati
oleh
oknum aparat keamanan.
Dalam
tempo 24 jam, insiden penembakan itu membakar amarah massa. Di
tengah
situasi itu pula, sebuah program anti-Cina dilancarkan. Api pun
melahap
Jakarta. Warga keturunan Cina berlarian meninggalkan ibu kota.
Jakarta
tidak ubahnya sebuah “zona perang”. Ujung-ujungnya, Presiden
Soeharto
pun dipaksa mundur. Tetapi, arah nasib bangsa ini pun belum
jelas.
Sampai
detik terjadinya kerusuhan “batu merajam bangunan mewah dan api
melahap
mobil-mobil“, rakyat semula banyak mengira itu sebuah
spontanitas
massa. Massa yang marah terhadap penguasa yang terlalu lama
memerintah.
Tetapi, apakah bangsa ini sudah sedemikian brutal?
Sejarah
Indonesia memang beberapa kali mencatat noda hitam aksi
kekerasan.
Namun, siapa penggeraknya, hampir tidak pernah diidentifikasi
secara
jelas. Itulah sosok-sosok “pemimpin bayangan”. Siapa mereka,
tidak
seorang pun berani membuka mulut. Sebab, mereka adalah orang-orang
superkuat,
yang hukum pun seolah anti menjamahnya.
Kali
ini, insiden Trisakti itu memberikan gambaran riil. Dua orang oknum
polisi
diajukan ke pengadilan militer sebagai pesakitan. Tetapi,
benarkah
mereka pelakunya? Jujur saja, sebagian rakyat Indonesia percaya
bahwa
para terdakwa itu hanya “kambing hitam”. Pengadilan militer itu
hanya
bagian sebuah upaya melindungi kepentingan militer yang lebih
besar.
Hasil
investigasi sebulan penuh Asiaweek “termasuk wawancara dengan
beberapa
perwira militer, pengacara, aktivis hak asasi manusia (HAM),
para
korban, dan saksi mata” menyimpulkan, penembakan Trisakti,
kerusuhan,
penjarahan, dan aksi pemerkosaan terhadap para wanita Cina
itu
benar-benar sudah direncanakan.
Di
antara bukti yang didapat selama investigasi itu adalah hilangnya
empat
perwira polisi lengkap dengan seragamnya beberapa hari sebelum
penembakan
itu terjadi. Lagi pula, peluru yang diambil dari tubuh korban
Trisakti
itu bukanlah peluru resmi milik kepolisian.
Belum
cukup di situ. Bukti lain menyatakan bahwa dua orang lelaki, yang
kini
dalam persembunyian, mengakui bahwa mereka sengaja direkrut untuk
memancing
kerusuhan. Bahkan, sumber-sumber militer mengatakan bahwa
untuk
kali pertama mereka berhasil menyadap arus komunikasi beberapa
markas
AD di Jakarta dengan kelompok-kelompok provokator pada 14 Mei
lalu.
Pertanyaannya,
bila kerusuhan itu sengaja digerakkan, tentu pasti ada
dalangnya.
Identitas si dalang ini memang tidak pernah gamblang. Namun,
salah
seorang yang disebut-sebut terkait dengan serangkaian aksi
kerusuhan
itu adalah menantu Soeharto, Letjen TNI Prabowo Subianto, yang
saat
itu menjabat Pangkostrad. Bahkan, beberapa kalangan menilai,
keterlibatan
Prabowo itu sudah kelewat jelas.
Namun,
Fadli Zon “aktivis muslim yang dekat dengan Prabowo“ menilai,
sang
letjen itu hanyalah korban “pembunuhan karakter”. Beberapa hari
setelah
kerusuhan itu, Prabowo menyangkal terlibat dalam kerusuhan itu.
Lewat
perantaranya, Juni lalu dia menyatakan siap diwawancarai Asiaweek.
Tetapi,
sampai kini janji wawancara itu tidak pernah terwujud.
Mengapa
harus Prabowo? Banyak alasan yang mendukung tudingan itu.
Prabowo
sudah luas dikenal sebagai sosok ambisius. Dia memiliki berbagai
sarana
untuk menyulut kerusuhan itu. Dengan posisinya, dia juga mampu
memerintahkan
beberapa pemuda yang tak berdaya melawan perintah,
termasuk
beberapa oknum dari organisasi paramiliter yang dikenal jago
menyulut
kerusuhan.
Para
preman, gangster, oknum paramiliter, dan beberapa perkumpulan
pemuda
melaksanakan saja apa yang dia perintahkan. Beberapa di
antaranya,
seperti Pemuda Pancasila, memang sudah mapan. Sumber-sumber
militer
mencurigai bahwa keterlibatan organisasi lain dalam kerusuhan di
Jakarta
itu tidak lebih dari sebuah jaringan lokal yang dikepalai para
preman
yang direkrut dari berbagai provinsi untuk mengacau ibu kota.
“Prabowo
terobsesi keyakinannya bahwa satu-satunya cara bisa memerintah
Indonesia
adalah dengan tipu muslihat militer. Dengan cara itu, dia
yakin
bisa meraih kekuasaan seperti mertuanya meraih kekuasaan dari
Soekarno”
ujar salah seorang perwira militer senior.
Dia
menjelaskan, Prabowo sengaja menciptakan kerusuhan itu dengan
harapan
rivalnya, (saat itu) KSAD Jenderal TNI Wiranto, tidak mampu
memulihkan
keadaan. Harapan Prabowo adalah Soeharto, yang ketika
kerusuhan
terjadi berada di Mesir, memberlakukan undang-undang darurat.
Sebagai
panglima Kostrad, satuan inti siap tempur, Prabowo sangat yakin
dialah
yang bisa mengendalikan situasi. Inilah teorinya.
Teori
lain mengatakan, Prabowo sengaja menciptakan kerusuhan itu untuk
menarik
simpati Soeharto bahwa Prabowo mampu mengendalikan situasi yang
tidak
menentu. Tetapi, apa yang terjadi kemudian?
Prabowo
kehilangan pelindung sekaligus komandonya. Negaranya menanggung
kerugian
yang jauh lebih besar. Setidaknya 1.188 orang tewas, sekitar
468
wanita diperkosa, 40 mal dan 2.470 toko ludes dimakan api, serta
tidak
kurang dari 1.119 mobil dibakar atau dirusak.
Bagaimana
sebenarnya peristiwa pilu ini terjadi? Mari kita telusuri sepuluh
hari yang mencekam dan mengguncang ibu kota itu.
*
* *
Di
sini diakhiri kutipan: Silakan akses sendiri berita hari ini yang
dilemparkan ke mailist internet oleh mailist AL FAQIR Ilmy.
*
* *
3 comments:
Siapapun dalangnya pasti akan terkuak. Dan pasti akan menghadapi pengadilan dunia akhirat walau 1000 tahun lagi
ParaGraf ke 3 pada 'apakah peran miliiter sudah berakhir?' Sepertinya ngaco deh...cek min
Terbalik semua, keliru total
Post a Comment