Kolom IBRAHIM ISA
Minggu, 22 Juli 2012
----------------------------
Pehatikan Bagaimana TV
BELANDA
Mengenangkan (21 Juli
1947): “NEDERLAND VALT AAN”
“BELANDA MENGGEMPUR
. . . . . REPUBLIK INDONESIA
* * *
Barangkali tidak terlalu diperhatikan di media Indonesia. Kemarin itu persis -- 65 TAHUN YG LALU (21 Juli 1947) dilancarkannya AGRESI PERTAMA BELANDA terhadap Republik Indonesia. Sangat interesan menyaksikan kemarin, sebuah reportase mengenai peristiwa itu di Stasiun TV Belanda Nederland 2. Mereka mentayangkan siaran berjudul NEDERLAND VALT AAN”, artinya “Nederland Menggempur”, menyerang. Yang diserang 65 tahun yang lalu itu, adalah Republik Indonesia yang baru berumur 2 tahun lebih.
Mikro
Gids, sebuah mingguan mengenai acara TV, 27 Juli 2012, Nr 29,
memberitakan dihalaman 14, a.l : “Tepat 65 tahun yang lalu telah
dilancarkan awal aksi-polisi (“politionele acties”) oleh
Nederland terhadap Indonesia. Acara “Nederland valt aan”,
adalah sebuah rekonstruksi tentang kejadian hari pertama. Luar biasa,
program yang hanya disiarkan sekali ini saja (jam 20.50 – 22.00),
karya produser TV Ad van Liempt –---- ditayangkan sebagai suatu
“breaking news”. Seolah-olah peristiwa itu sedang terjadi.
Begitulah dipersembahkan suatu acara sekitar peristiwa “Nederland
Valt Aan” itu se-olah-olah sedang berlangsung.
Ini
hasil penggunaan teknik mutakhir dalam perkembangan pembuatan
film-film. A.l ditayangkan juga laporan reporter Belanda di
Jakarta Fons van Westerloo mengenai peristiwa tsb. Meski program TV
itu hasil penggunaan teknik, untuk mentayangkan reportase itu sebagai
suatu 'breaking news”, tepi sebagian besar kejadian dan
fakta-faktanya bukan hasil suatu rekayasa.
Sayang,
tidak sejak semula aku sempat melihat acara TV Nederland 2 kemarin
itu. Barangkali sudah dimulai seperempat jam, baru aku buka TV. Meski
agak terlambat, tapi cukup yang bisa dilihat untuk memberikan kesan.
*
* *
Kesan
pertama ialah bahwa, di kalangan Belanda tidak satu pendapatnya
mengenai serangan terhadap Republik Indonesia. Dikemukakan bahwa
yang berkeras kepala hendak melancarkan perang menghancurkan RI
adalah pimpinan parpol KVP, Katholieke Volks Partij pimpinan Romme
yang berkoalisi dengan PvdA dalam satu pemerintahan yang dikepalai
oleh perdana menteri Willem Drees.
Van
Mook, Letnan-Jendral Gubernur Hindia Belanda dan mengepalai NICA
ketika itu untuk mengembalikan otoritas pemerintahan kolonial Hindia
Belanda, dikatakan tidak setuju dengan tindakan melancarkan perang
terhadap RI. Diberitakan juga bahwa lebih seribu anggota PvdA keluar
dari partai, sebagai protes keras terhadap pimpinan PvdA yang
akhirnya beranggung jawab mengenai dilancarkannya perang terhadap
Indonesia itu.
Sedangkan
yang jelas mempersiapkan dilancarkannya agresi pertama Belanda,
demikian diberitakan, adalah Jendral Spoor, Komandan kekuatan
militer Belanda di Indonesia ketika itu. Dikatakan bahwa Jendral
Spoor mengancam PM Beel akan mengundurkan diri bila Republik
Indonesia tidak diserang dan dihancurkan. Dikatakan juga bahwa
Jendral Spoor sudah punya rencana kongkrit meneruskan aksi militer
'doorstoot naar Jogya” untuk menghancurkan Republik Indonesia
samasekali dan menangkap semua anggota pemerintahan Presiden Sukarno.
Rencana Jendral Spoor itu diberi nama “Aktie Amsterdam”.
Begitulah ceritanya.
Dari
segi media dikutip editorial majalah “Vrij Nedeland” yang
memprotes keras dilancarkanya perang terhadap Indonesia. Editornya
menulis bahwa lagu kebangsan Belanda “Wilhelmus” sudah dinodai
dengan dilancarkannya perang oleh Belanda terhadap Indonesia. Tapi
pers Belanda lainnya, seperti de Volkskrant, Het Vrije Volk, dan
s.k. Trouw dengan patuh mengikuti garis resmi pemerintah yang
akhirnya memberikan lampu hijau kepada Van Mook untuk melancarkan
agresi besar-besaran pertama terhadap Republik Indonesia.
*
* *
Dari
acara TV Nederland 2, “Nederland Valt Aan” semakin jelas, bahwa
sampai saat ini di kalangan orang-orang Belanda, bahkan di kalangan
yang berkuasa dan berwewenang, “masa lampau di Hindia Belanda”
itu masih tetap merupakan “dilema” dan “trauma” bahkan
“problim” (bagi mereka sendiri) . Mereka 'belum selesai' dengan
'masa lampau' mereka sendiri, dalam kaitannya dengan masalah
Indonesia. Sampai dewasa ini agresi Belanda tsb oleh kalangan resmi
masih disebut “politionele aktie”. Ini tentu atas dasar
pandangan mereka, bahwa ketika itu Hindia Belanda masih koloni
Belanda, dan bahwa kemerdekaan Indonesia itu baru terjadi ketika Den
Haag “menyerahkan kedaulatan” atas Indonesia kepada Republik
Indonsia Serikat, 29 Desember 1949, sesuai persetujuan Konferensi
Meja Bundar antara Nederland dan Indonesia.
*
* *
Sebelumnya,
yaitu pada hari Senin 16 Juli, s.k. Belanda, de Volkskrant, memuat
sebuah wawancara dengan produser Ad van Liempt yang membuat film
'breaking news' tsb. Dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan cara
hubungan langsung, suatu teknik baru masa kini, Ad van Liempt membuat
porgram tv. . . . yang seolah-olah itu dibuat pada tahun 1947. Yang
jadi fokus ialah “aksi-polisi” pertama di Indonesia. Di situ
diajukan pertanyaan-pertaqnyaan yang (sesungguhnya) ketika itu tidak
ada (orang Belanda) yang berani mengajukannya.
Judul
wawancara “de Volkskrant” tertanggal 16 Juli itu, adalah
PERNYATAAN PERANG. Aneh juga media Belanda ini. Diasatu fihak mereka
masih gunakan nama “politionele actie” di lain segi bikin
wawancara dengan judul PERNYATAAN PERANG. Pembaca kan bisa tanya:
Yang mana yang benar nih, “aksi-kepolisian” ataukah
“pernyataan perang”. Ini memang dilema penguasa Belanda (ingat
bukan dilema SEMUA orang Belanda. Tidak sedikit orang Belanda yang
jerniah fikiran dan hati nuraninya, menyatakan bahwa tindakan
pemerintah Belanda 21 Juli 1947 di Indonesia itu adalah tindakan
perang Belanda untuk menghancurkan Republik Indonsia)
Ad
van Liempt, produser program TV tsb, menyatakan dengan
keheran-heranan: Bagaimana bisa terjadi (Belanda) melakukan
tindakan (perang terhadap Reopublik Indonesia) dalam waktu begitu
pendek setelah Belanda sendiri dibebaskan (dari pendudukan Jerman)?
Tahukah anda siapa yang bisa menjawab pertanyaan (saya) itu? Tanya
Ad van Liempt!
Ad
van Liempt menjawabnya sendiri:
Elite
politik Belanda demikian terasingnya dari kenyataan dunia ketika itu,
sampai-sampai mereka samasekali tak tahu-menahu apa yang sedang
berkembang di dunia dewasa itu. Fikiran mereka itu (elite Nederland)
mandek di tahun tigapuluhan abad lalu. Serbuan Jepang di Asia telah
mengakhiri kekuasaan Barat di seluruh Asia. Belanda samasekali tidak
menyadari perkembangan ini. Kita mau mengakui Republik Indonesia,
tapi dalam suatu hubungan kenegaraan semacam ikatan uni.
Bagaimana
hal itu bisa terjadi? (Karena) di sana (Indonesia) sedang
berlangsung REVOLUSI. Tendang keluar orang-orang Putih itu dari tanah
air kita!, kata mereka.
Lalu
Ad van Liempt memberikan anjuran yang menujukkan bahwa ADA
orang-orang Belanda yang fikirannya masih atau sudah melalui suatu
proses pencerahan: INTISARI PENULISAN SEJARAH, kata Ad van Liempt,
ialah, MEMANDANG dengan MATA KETIKA ITU, tidak dengan mata kita
sendiri ! Lain kali kita bisa kembali ke wawancara oleh Ad van Liempt
yang mudah-mudahan bisa memberikan bantuan pencerahan kepada
pandangan kolonial kolot yang masih menguasai kalangan elite dan
penguasa di Beland hingga dewasa ini.
*
* *
Dari
sini pula bisa dinyatakan bahwa saran tiga lembaga penelitian sejarah
Belanda baru-baru ini untuk mengadakan riset dan studi bersama
dengan para ilmuwan Indonesia mengenai sejarah hubungan Indonesia –
Belanda, khususnya mengenai periode 1945-1950, SEPENUHNYA RELEVAN DAN
BIJAKSANA.
Lalu
. . . . mengapa saran baik itu tidak segera dimulai saja? Ya tokh?
Kutanyakan sekarang hal ini dengan hormat kepada Ibu Dutabesar
Indonesia, di KBRI di Den Haag?? Mengapa tidak segera dimulai
melaksanakan saran yang positif dari fihak Belanda itu??
Bukankah
ide dan rencna itu seyogianya segera ditangani oleh yang berwewenang
di Belanda dan DI INDONESIA??
*
* *
No comments:
Post a Comment