Saturday, May 7, 2011

IN MEMORIAM SAHABATKU MUDIRO

IBRAHIM ISA

Sabtu, 07 Mei 2011


* * *

----------------------------------------------------

IN MEMORIAM SAHABATKU MUDIRO ATMOSENTONO (1929-2011)

----------------------------------------------------


Melalui putrinya, SUDDHODAN N.TIFA, sekeluarga berdomisili di Canada, dengan amat terkejut dan sedih kutrima berita-duka (melalui komunikasi Facebook), bahwa sahabatku tercinta MUDIRO ATMOSENTONO, telah meninggal dunia pada tanggal 4 Mei malam jam 7:50 waktu Beijing. Tifa sekeluarga masih sempat bertemu dengan papanya. Mudiro sejak April tahun ini diopname di rumahsakit di Beijing. Beliau menderita sakit pada ginjal dan lever.


Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun. Semoga arwahnya diterima di sisi Tuhan Y.M.E. Dan seluruh keluarga Mudiro Atmosentono tabah menghadapi musibah ini.


Mudiro Atmosentono sekeluarga adalah sahabat lama kami sekeluarga sejak tahun 60-an abad lalu. Profesinya sebagai penterjemah membawanya bekerja di Tiongkok sebagai akhli-asing pada Pustaka Bahasa Asing di Beijing. Setelah memasuki masa pensiun bersama keluarganya berdomisili di Beijing. Fihak Tiongkok di mana Mudiro telah bertahun-tahun lamanya bekerja dan berdomisli, memperlakukan keluarga Mudiro Atmosentono sebagai SAHABAT LAMA, sebagai Lao Pengyou.



Semasa bekerja di Yayasan Pembaruan, Jakarta, dengan menggunakan nama-pena, D. Atmo, Mudiro Atmosentono menterjemahkan sebuah buku penting oleh penulis Tjekoslowakia, Julius Fuçik (1903-1943), berjudul “LAPORAN DARI TIANG GANTUNGAN” (Yayasan Pembaruan, Jakarta, 1957. Diterbitkan kembali di Jakarta th 2004). Sebuah buku yang mengisahkan semangat perlawanan para pejuang di bawah tanah Tjeko melawan pendudukan Jerman Hitler. Julius Fuçik adalah jurnalis dan salah seorang pimpinan gerakan perlawanan di bawah tanah, yang tertangkap oleh Nazi, dipenjarakan dan kemudian dieksekusi. Info tentang terjemahan Mudiro buku Julius Fuçik ini, kuterima dari Sarmaji, pengelola “PERHIMPUNAN DOKUMENTASI INDONESIA”, .


* * *


Agak lama kami tak berkomunikasi, kemudian tahun 1989, Mudiro Atmosentono bersama istrinya, yang oleh kawan-kawan disapa RENO, berkunjung ke Belanda menjenguk kawan-kawan lama. Sebulan lamanya mereka tinggal di rumah kami. Sehingga sempat dengan leluasa bertukar fikiran mengenai banyak hal dan peristiwa. Baik yang terjadi di Indonesia dan di Tiongkok, tempat mereka berdomisili.


Ciri khas Mudiro ialah: BERFIKIR INDEPENDEN. Misalnya mengenai hal-hal yang

terjadi di Tiongkok, dimana ia tinggal dan bekerja puluhan tahun lamanya, Mudiro punya sikap dan pandangannya yang independen.


Ketika bercerita mengenai Peristiwa Tian An Men, yang kontroversial itu, Mudiro Atmosentono jelas punya analisis dan pandangannya sendiri. Tidak mengikuti pandangan siapapun.


Sebagai seorang sahabat Mudiro orangnya gembira, suka guyon tetapi juga amat berterus terang mengenai pandangannya tentang berbagai hal penting. Yang paling berkesan ialah KEHANGATANNYA terhadap sahabat. Tak peduli ada perbedaan pendapat dan pandangan. Kehangatannya terhadap sahabat tak pernah terpengaruh oleh adanya perbedaan pendapat dan pandangan mengenai sesuau hal.


Mudiro Atmosentono telah berpulang. Namun, kenang-kenangan mengenai Mudiro akan selalu teringat: Dedikasinya terhadap pekerjaan penterjemahan yang profesional, serta sikapnya yang independen dan hangat terhadap sahabat merupakan kesan mendalam yang tak mudah dilupakan.



* * *

No comments: